bukan siapa-siapa

narasi bagian lima dari Catatan Akhir Sekolah, a semisuna story


cw // hars words , cursing word

Rintarou mendengus setelah membaca pesan dari Akaashi Keiji—dulu mereka pernah satu kelas ketika kelas 10, namun saat kenaikan kelas 11 Keiji memilih jurusan IPA sedangkan Rintarou memilih jurusan IPS. Dulu Rintarou sangat dekat dengan Keiji, bisa dibilang bersahabat. Keiji juga menjadi satu dari sekian orang yang tahu kebenaran yang terjadi di antara Rintarou dan Eita dulu.

Rintarou mengambil tas ranselnya. Ia tidak menemukan sahabat kembarnya maupun Mao sejak bel pulang sekolah terdengar. Osamu dan Mao jelas pergi untuk rapat panitia Buku Tahunan Sekolah mereka, sedangkan Atsumu ... Rintarou tidak tahu ke mana pemuda itu pergi.

Rintarou merogoh saku celananya, memastikan jika uang pengganti yang akan ia berikan kepada Eita sudah ada di dalam sakunya. Sebenarnya Rintarou berniat ingin memberikan uang ganti itu tadi ketika jam istirahat, namun Eita yang selalu dikelilingi teman-temannya membuat Rintarou mengurungkan niatnya. Ia tahu jika ia mendekati Eita, teman-teman yang lain pasti akan menggodanya.

“Rin, mau ke mana?” tanya seseorang yang berhasil mengagetkan Rintarou.

“Lo dari mana?” tanya Rintarou kepada Osamu yang kini berjalan di sebelahnya.

“Habis ngambil susunan acara rapat nanti di Kita,” balas Osamu.

“Ketua BTS-nya Kita, ya?” tanya Rintarou.

Osamu mengangguk, “iya, si Kita. Ini rapatnya udah mau mulai, tapi Kita nyusul soalnya masih ngomongin desainnya sama Semi,” jelas Osamu.

“Semi nggak di ruang rapat atas berarti?” tanya Rintarou memastikan.

Osamu menggeleng, “nggak. Lagi di ruang OSIS bareng Kita sama anak kelas 11 si Yachi apa siapa gitu namanya,” jawab Osamu.

Rintarou mengangguk-anggukkan kepalanya, “oh yaudah gue samperin ke sana aja,” ucap Rintarou.

“Hah? Lo mau nyamperin Semi? Kerasukan apa lo mau nyamperin Semi? Lo klo udah baikan sama dia cerita-cerita gitu napa! Katanya sohib!” cerosos Osamu yang membuat Rintarou mendengus.

“Mau bayar utang!” tukas Rintarou, “tuh! Udah gue kasih tau, kan,” sambung Rintarou.

“Lo ada utang sama dia?” tanya Osamu, nyaris tertawa.

“Diem! Kayak lo nggak pernah ngutang aja,” balas Rintarou.

“Lo serius ngutang sama Semi?” tanya Osamu kini tidak bisa menahan tawanya.

Rintarou mendengus, memukul punggung Osamu pelan sebelum berbalik arah, meninggalkan Osamu yang masih tertawa.

“Hati-hati, jangan kaget!” tukas Osamu yang sama sekali tidak dipedulikan oleh Rintarou.

Rintarou kemudian berjalan menuju ruang OSIS, di mana tadi Osamu mengatakan jika Eita ada di sana bersama Kita Shinsuke—mantan ketua OSIS periode sebelumnya dan adik kelas mereka.

Rintarou sampai di ruang OSIS tidak lama kemudian, depan pintu OSIS sedikit terbuka. Rintarou berjalan pelan, sedikit mengintip jika saja di ruang OSIS ada banyak orang di sana. Dari luar, Rintarou bisa mendengar suara tawa milik dua orang. Rintarou kenal jelas itu suara Eita, namun tidak dengan suara yang satunya.

Rintarou mengintip ke dalam. Ia terdiam ketika melihat Eita yang sedang duduk bersebelahan dengan seorang siswi. Ah, adik kelas mereka. Keduanya tampak fokus dengan laptop yang ada di depan mereka, sesekali berbicara kemudian tertawa bersama.

Jujur saja, entah kenapa ada sesuatu dalam diri Rintarou yang sedikit tidak suka ketika melihat Eita yang tertawa begitu bahagia dengan siswi di sebelahnya.

“Suna? Ada perlukah?” Rintarou terperanjat kaget ketika merasakan seseorang menepuk pundaknya. Ia menoleh, dan mendapati Shinsuke yang ada di depannya menatapnya penuh tanda tanya.

“Eh, Kita. Lo dari mana?” tanya Rintarou.

“Habis dari kamar mandi tadi. Kamu ada perlu sama siapa? Mau aku panggilin?” tanya Shinsuke.

“Hah? Ah, nggak! Tadi kebetulan lewat aja! Udah, ya, Kita. Gue balik dulu,” balas Rintarou kemudian berjalan pergi meninggalkan Shinsuke di depan ruang OSIS.

•••

“Lo dari mana, sih? Kok lama amat!” Eita berucap begitu ia melihat Shinsuke yang berjalan memasuki ruang OSIS.

“Kak Kita, ini desainnya menurut kakak gimana?” Yachi Hitoka—siswi kelas 11 yang ikut menjadi panitia BTS itu bertanya, memperlihatkan layar laptop Eita kepada Shinsuke.

“Tadi saya baru saja dari kamar mandi. Sempat ketemu Suna di depan tadi. Saya pikir dia ada perlu atau apa, ternyata hanya kebetulan lewat,” jelas Shinsuke.

“HAH!? SUNA DI DEPAN?” tanya Eita heboh.

“Iya, tadi. Tapi sekarang sudah pergi, mau pulang katanya,” jawab Shinsuke.

Jantung Eita tiba-tiba berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Jadi berapa lama Rintarou berdiri di depan ruang OSIS dan melihatnya bersama dengan adik kelasnya itu?

“Chi, lo bisa terusin ini nggak?” tanya Eita.

“Eh? Kak Semi mau ke mana?” tanya Hitoka.

“Ada urusan bentar!” tukas Eita. “Nggak apa-apa, kan?” tanya Eita menatap Shinsuke.

“Ya sudah, jangan lama-lama, ya,” balas Shinsuke. “Yachi bisa nerusin sendiri dulu, kan?” tanya Shinsuke. “Oh iya. Bisa, Kak,” balas Hitoka.

“Makasih, ya. Bentar doang, kok!” tukas Eita langsung bangkit dari duduknya dan berjalan cepat keluar dari ruang OSIS.

Tujuan utama Eita langsung menuju tempat parkir siswa. Jika Eita bisa cepat berlari sampai sana, kemungkinan Rintarou masih di sana.

Benar saja, ketika Eita sampai di area parkir, ia melihat Rintarou yang sepertinya sedang mencari kunci motornya di dalam tas.

“SUNA!”

“ANJING!” Rintarou mengumpat kasar karena terkejut tiba-tiba seseorang menahan tangannya dan membuat kunci motornya terjatuh. “Apaan, sih, lo!” sungut Rintarou menatap Eita tajam.

“Tadi lo ke ruang OSIS?” tanya Eita. Rintarou mendengus, ia membungkuk mengambil kuncinya kemudian menatap Eita tajam.

“Siapa bilang!?” tanya Rintarou ketus.

“Tadi Kita yang bilang,” jawab Eita.

“Gue cuma lewat doang!” tukas Rintarou.

“Lo ada perlu ya sama gue?” tanya Eita.

“Nggak usah kepedean! Gue nggak nyariin lo!”

“Trus lo ngapain ke ruang OSIS segala?” tanya Eita lagi.

“Ya gue cuma lewat di sana,” balas Rintarou.

“Ya lo ngapain jauh-jauh lewat ruang OSIS klo dari kelas lo aja bisa langsung ke parkiran, kenapa puter balik segala lewat ruang OSIS?”

“Emang nggak boleh gitu lewat mana aja sesuka gue? Kok lo ngatur!” tukas Rintarou sebal.

Eita diam sebentar, sebelum tersenyum kecil, “bilang aja elah lo nyariin gue,” ucap Eita.

“Kagak!” Rintarou menjawab ketus.

“Tadi gue lagi ngerjain desain sama adek kelas. Gue pake saran-saran dari lo kemarin, hasilnya jadi lebih bagus. Thanks, ya!” Eita bercerita. “Gue nggak nanya lo tadi lagi ngapain,” balas Rintarou.

By the way, dia bukan siapa-siapa gue, kok. Adek kelas yang kebetulan satu divisi sama gue aja dipanitia BTS ini,” jelas Eita lagi.

Rintarou menatap Eita malas sebelum membuka suara, “gue juga bukan siapa-siapa lo, jadi nggak penting juga lo cerita siapa yang lagi sama lo ke gue,” ucap Rintarou.

“Loh, Sun, dulu kan kita deket. Gue—”

“Dulu sama sekarang nggak ada bedanya. Gue sama lo, nggak pernah ada hubungan apa-apa!” tukas Rintarou memotong ucapan Eita. Eita terdiam menatap ekspresi malas di wajah Rintarou. “Nih! Gue emang mau ketemu sama lo. Gue bayar utang gue kemarin. Ambil aja kembaliannya!” tukas Rintarou yang memberikan dua lembar uang dua puluh ribuan kepada Eita.

Rintarou berbalik badan, meninggalkan Eita yang masih berdiri di tempatnya. Menatap kosong Rintarou yang berjalan menuju sepeda motor matic-nya, memakai helmnya kemudian menjalankan sepeda motornya meninggalkan area parkir siswa.

Begitu Rintarou dan sepeda motornya sudah menghilang dari pandangan, Eita tersadar. Ia mengusap kasar wajahnya dengan kedua tangannya dan menghela napas panjang.

“Ya Gusti! Susah banget baikin Rin lagi!” Eita berbisik putus asa.

tbc