cemburu

narasi dari Cemburu, a semisuna short story


Cemburu

Semi Eita tampak panik. Ia mondar-mandir di dalam kamarnya. Bisa ia lihat dengan jelas dari kamarnya yang berada di lantai dua rumahnya, Rintarou — tetangganya, teman sedari kecilnya — benar-benar keluar dari rumahnya kemudian berjalan menuju rumah Eita. Tidak berapa lama kemudian Eita bisa mendengar pintu utama rumahnya terbuka, samar-samar ia dengar suara ibunya yang mempersilahkan Rintarou untuk langsung naik menuju kamarnya.

Eita jelas panik. Pesan yang dikirimkan Eita kepada Rintarou bahkan tidak diberi jawaban, justru tiba-tiba Rintarou menanyakan keberadaan Eita dan mengatakan akan menghampirinya.

Perut Eita rasanya melilit, membayangkan skenario jelek di kepalanya. Jangan-jangan alasan Rintarou ingin bertemu dengannya karena Rintarou ingin menolaknya secara tegas. Yah, lagi pula, mereka hanya teman; tidak mungkin bisa saling jatuh cinta. Apa lagi mereka sama-sama lelaki, Eita paham betul bahwa semua ini salah. Namun apa mau dikata, untuk Rintarou; Eita siap dimusuhi satu semesta.

“Semi.”

Perut Eita semakin melilit. Kelakuannya semakin mirip dengan setrika rusak, mondar-mandir bingung harus melakukan apa.

“Lo ngapain?”

Langkah Eita akhirnya terhenti ketika ia mendengar pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Pun ia lupa bagaimana caranya bersikap seperti biasa saat melihat Rintarou yang sudah masuk ke dalam kamarnya.

“Ha-hai.” Sapa Eita terbata.

Rintarou mengernyit. “Ngapain sih lo? Kaku amat!” Komentar Rintarou yang membuat Eita semakin salah tingkah. “Ngapain berdiri di situ? Duduk!” perintah Rintarou.

“Eh? Ah? Ya. Duduk, iya.” Buru-buru Eita langsung duduk di pinggir tempat tidurnya. Kedua tangannya mengepal di atas pahanya. Terlihat sangat salah tingkah.

Rintarou yang melihat itu hanya bisa terkekeh dalam hati. Sebenarnya ia juga sangat gugup dan malu untuk bertemu dengan Eita. Namun melihat Eita sendiri bahkan terlihat lebih parah dibandingkan dirinya, Rintarou menjadi sedikit lega.

“Cupu.” Satu kata yang terucap dari bibir Rintarou membuat Eita kebingungan.

“Cupu apa?” tanya Eita.

“Ya elo cupu!” tuding Rintarou. “Mana ada cowok yang nembak orang yang disuka lewat chat doang!” terang Rintarou. “Masa gue yang harus maju duluan!”

Perkataan Rintarou semakin membuat Eita kebingungan. “Gimana, Sun, maksudnya?” tanya Eita.

Rintarou mendengus, “coba lo ulangi apa yang lo bilang tadi di chat!” Titah Rintarou.

“Ih, nggak mau! Malu gue!” Eita menolak.

Rintarou mendelik. “Gue juga nggak mau punya pacar cupu kalau gitu!” tukas Rintarou.

Eita terdiam. Apa tadi katanya? Rintarou tidak mau mempunyai pacar yang cupu?

Bentar. Eita berteriak dalam hatinya. Ini maksudnya Rintarou juga menyukainya? Rintarou ingin menjadi pacar Eita.

“Eh, bentar! Maksud lo gimana, Sun?” tanya Eita.

“Ya lo bilang dulu apa yang lo ketik di chat tadi, baru gue jawab pertanyaan lo!” tukas Rintarou.

Eita menatap Rintarou yang berdiri di depannya. Ia menelan ludah susah payah. Berusaha menetralkan detak jantungnya yang tidak bisa diajak kompromi dengan keadaannya. Eita menarik napas panjang, sebelum menghembuskannya perlahan.

“Gue suka sama lo, Sun. Gue nggak tahu sejak kapan perasaan itu muncul. Sadar-sadar gue udah suka sama lo gitu aja. Mungkin bener apa yang orang bilang, suka bisa datang karena terbiasa. Mungkin itu. Gue udah kebiasaan bareng lo sejak kita kecil. Makanya pas gue liat lo deket sama orang lain gue nggak suka. Gue merasa orang-orang lagi berusaha ngambil lo dari gue, gue nggak suka. Sejak itu gue sadar, rasa suka gue ke lo bukan lagi rasa suka antara temen ke temennya, tapi lebih dari itu. Gue nggak suka lo deket cowok lain selain gue, gue sebel tiap lo keliatan lebih enjoy main sama cowok lain. Gue cemburu.” Eita menundukkan kepalanya. “Tapi ya gimana ya? Gue kan cuma temen lo doang, jadi gue nggak berhak larang-larang lo buat main sama siapa aja, gue nggak bisa melarang lo deket sama siapa. Tapi jujur aja, liat lo deket sama cowok lain, rasanya sedih. Gue cemburu tapi gue nggak berhak buat cemburu.”

Eita tidak mendengar suara apapun dari Rintarou. Kepalanya masih tetap menunduk, tidak berani untuk mendongak melihat reaksi Rintarou.

Jantung Eita semakin berdetak cepat ketika ia mendengar suara langkah kaki pelan mendekatinya. Sampai akhirnya ia bisa melihat sepasang kaki di lantai yang sedari tadi ditatapnya.

“Bego.”

Eita tersentak ketika merasakan tangan dingin yang menyentuh kedua pipinya. Elusan pelan di kedua pipinya itu mau tidak mau membuat Eita mendongak. Eita bersumpah, dunianya rasanya berhenti berputar ketika melihat senyum manis dari Rintarou kepadanya.

“Kenapa lo nggak bilang dari dulu, sih? Gue juga suka sama lo, Sem. Gue pikir lo nggak suka sama gue, makanya gue mau nyerah aja suka sama lo. Tapi sebelum gue nyerah gue emang mau memastikan dulu, makanya gue sengaja deket sama Kak Kita dan yang lainnya. Gue nggak nyangka kalo lo cemburu.”

“Jujur gue bingung kudu jawab apa sama chat lo tadi. Gue nggak nyangka. Tapi gue beraniin buat ketemu lo langsung, gue pengen mastiin lo beneran suka sama gue apa nggak.”

“Suka. Gue beneran suka sama lo.” Eita berucap cepat, tangannya ikut menggenggam tangan Rintarou yang ada di pipinya. “Eh, bukan. Gue beneran cinta sama lo, Sun!” tukas Eita yakin.

Rintarou lagi-lagi tersenyum mendengar ucapan Eita.

“E-eh? Sun? Ma-mau apa?” Eita mendadak panik ketika Rintarou tiba-tiba mendudukkan dirinya di pangkuannya. Jadilah kini mereka saling berhadapan dengan Rintarou yang duduk di pangkuan Eita.

Rintarou mengalungkan tangannya pada leher Eita, semakin membuat Eita panik luar biasa.

“Su-Suna?” Eita tergagap.

“Kalau gitu, lo mau jadi pacar gue nggak?” tanya Rintarou tersenyum menggoda pada Eita.

Eita menelan ludahnya lagi. Tangannya reflek memegang pinggang Rintarou yang terasa pas di tangannya.

“Mau!” tukas Eita semangat. “Gue mau jadi pacar lo!”

Rintarou terkekeh. Ia memajukan wajahnya, memberikan kecupan singkat pada bibir Eita yang membuat Eita terdiam setelahnya.

“Mulai sekarang, Eita jadi pacarnya Rin, ya!” Tukas Rintarou.

Eita mengerjapkan kelopak matanya beberapa kali sebelum kesadarannya kembali. Senyum Eita semakin lebar.

“Ei—” ucapan Rintarou terhenti. Eita lebih dulu membungkam bibir Rintarou dengan bibirnya. “Lo apa-apaan, sih!” protes Rintarou.

Eita ikut tersenyum. “Siapa suruh lo mancing-mancing gue duluan!” tukas Eita. “Sekarang gue mau ciuman lagi!”

“IHHH EITAAA!”

Begitulah akhirnya. Setelahnya, hanya suara gelak tawa dari Eita dan Rintarou yang terdengar di telinga. Keduanya tampak tersenyum lebar dan bergembira. Dan ruangan itu pun menjadi saksi bersatunya kisah cinta antara dua insan manusia.

—FIN