Crazy Love

a semisuna Band!AU short story

cw // toxic relationship , possessive behaviour , obsession , mxm , hars words , slight NSFW , read with your own risk


Riuh suara penonton terdengar menggema di dalam ruangan besar yang dipakai malam itu. Teriakan penonton yang meminta encore berdengung terdengar, Suna Rintarou—satu-satunya yang membawa mic tersenyum lebar. Ia lambaikan tangannya sekali lagi yang disambut dengan teriakan histeris penonton di bawahnya.

“GOOD NIGHT EVERYBODY!!” teriaknya. Histeris penonton kembali terdengar membuat Rintarou terkekeh. Ia menoleh ke belakang, melihat teman satu band yang lainnya. Semi Eita juga Terushima Yuuji sebagai guitarist, Bokuto Koutarou di paling belakang sebagai drummer, Sakusa Kiyoomi sebagai bassist, Akaashi Keiji yang lihai menarikan jemarinya di atas puluhan tuts keyboard ... dan tidak lupa, Suna Rintarou yang menjadi vocalist utama band mereka.

“ARE YOU READY!??”

“YESSSSS!”

“Say HEY!” teiak Rintarou.

“HEY!!!” teriakan penonton kembali terdengar.

“Say HOY!” teriak Rintarou lagi.

“HOY!!”

EROS. Sebuah band pop yang berisikan enam orang pemuda yang menawan. Sebuah band yang memulai debut mereka dari bernyanyi di kafe-kafe kecil, bar dan acara panggung sederhana, kini namanya sudah melambung tinggi setelah seorang produser musik yang melirik band mereka.

EROS bukan lagi band ecek-ecek, mereka telah disulap menjadi sebuah band ternama yang mampu menghasilkan pundi-pundi uang bagi agensi yang menaungi mereka, juga uang yang selalu membuat tebal dompet para personilnya.

Hampir tiga tahun merintis karir bermusik, kini sudah ratusan ribu penggemar selalu ada disetiap konser mereka. Erotica, begitu para personil EROS memanggil para fans mereka.

Teriakan para Erotica kembali terdengar ketika Koutarou mulai menggebuk drum di depannya, disusul dengan melodi gitar, bass juga keyboard setelahnya. Rintarou tersenyum lebar, mulutnya terbuka dan lantunan lirik indah mulai terdengar. Suara indah Rintarou mampu membuat orang-orang terpana. Memang tidak salah EROS memilih Rintarou sebagai vocalist band mereka.

•••

“CHEERS!” suara denting gelas yang bertumbuk terdengar. Semua personil EROS, manajer mereka, dan semua crew yang terlibat dalam berlangsungnya konser mereka tengah mengadakan pesta perayaan seperti biasa. Perayaan yang dilakukan di sebuah bar di hotel bintang lima yang sudah dibooking oleh agensinya.

Malam ini adalah malam terakhir mereka melaksanakan konser di kota itu sebelum mendapatkan day off selama empat hari kemudian berlanjut menuju kota berikutnya. Rintarou tersenyum lebar ketika mendengar berbagai pujian yang orang-orang berikan kepadanya. Ia malu mengakuinya, tetapi ia benar-benar senang ketika mendengar pujian yang orang-orang berikan atas suaranya.

Di sini lain, Eita tampak tidak menikmati pesta perayaan mereka. Sedari tadi hanya dengusan yang keluar dari mulutnya. Entah apa yang terjadi hingga membuat mood guitarist utama EROS itu tampak tidak baik sejak lagu terakhir yang band mereka bawakan di atas panggung.

“Eita, you ok?” Keiji bertanya ketika melihat ekspresi aneh di wajah Eita.

Eita mendengus, “I’m fine!” tukasnya.

You don’t seems okay to me. What’s wrong?” tanya Keiji lagi.

“Ck! Leave me alone, it’s none of your business!” Eita kembali membalas.

Is it about Rin?” tanya Keiji.

Eita menoleh menatap Keiji, tatapannya tajam, namun Keiji sama sekali tidak gentar. “Don’t calll him Rin. It’s Suna for you!

Keiji terkekeh, “possessive much!” komentar Keiji. “We’ve been bestfriend for almost five years and you still doesn’t let us call him Rin? Oh, c’mon don’t be like that!” tukas Keiji.

It’s only me who can call him Rin!” Eita membalas.

Keiji menghembuskan napasnya pelan. Sebenarnya ini bukan masalah baru, memang benar ... mereka sudah sudah hampir lima tahun bersama di EROS, namun Eita masih saja melarang orang lain memanggil Rintarou dengan nama depannya. Eita sangat tidak suka ketika orang-orang memanggil Rintarou dengan panggilan ‘Rin’. Bagi Eita, hanya Eita-lah satu-satunya yang boleh memanggil Rintarou dengan nama ‘Rin’.

Where are you going?” tanya Keiji ketika melihat Eita beranjak dari duduknya.

Back to my room! I don’t like being in here!” tukas Eita yang kemudian pergi begitu saja. Bahkan ketika manajer mereka memanggil namanya, Eita sama sekali tidak peduli dan terus melangkah pergi.

“Keiji.” Keiji menoleh, dan mendapati Rintarou yang kini sudah duduk di sebelahnya.

“Ah, Suna. What’s wrong?” tanya Keiji.

Just call me Rin. It’s okay,” balas Rintarou. Keiji hanya tersenyum kecil mendengar ucapan Rintarou. “Did something happened with Eita?” tanya Rintarou.

I don’t know. He didn’t answer me when I asked him earlier,” balas Keiji. Rintarou terdiam setelah mendengar jawaban Keiji. “What’s wrong? Worry?” tanya Keiji.

Rintarou hanya mengangguk kecil sebagai jawaban dari pertanyaan Keiji.

He’s in his room if you want to go after him,” ucap Keiji.

Thanks. Cover up for me and Eita if president ask about us,” ucap Rintarou.

Keiji mengangguk dan tersenyum samar. Rintarou membalas senyuman Keiji sebelum ikut pergi meninggalkan Keiji. Rintarou terlihat diam-diam berjalan pergi dari tempat itu, berusaha untuk membuat orang-orang tidak sadar atas kepergiannya.

“Hmm, I wonder what will happen to them.” Keiji hampir saja tersedak minumannya ketika mendengar seseorang yang berbicara di sebelahnya.

“Boo!! You surprised me! Don’t do that!” tukas Keiji sebal, ia memukul pelan bahu Koutarou di sebelahnya.

Koutarou terkekeh kecil, “sorry,” ucapnya, “I know you worry about them too. But let them solve their own problem,” sambung Koutarou.

I just don’t get it! What’s really happened between them?” tanya Keiji.

Just ... don’t get involved with their love live. You don’t know how crazy Eita if it’s about Suna,” ucap Koutarou. “Let’s cheers!” ajak Koutarou. Keiji menghembuskan nafasnya pelan. Mau bagaimana pun ia tidak bisa tenang memikirkan apa yang terjadi di antara Rintarou dan Eita.

•••

Rintarou mengetuk pelan pintu kamar hotel Eita. Sebenarnya itu adalah kamar hotelnya juga. Eita yang selalu meminta untuk berada di kamar hotel yang sama dengan Rintarou apabila mereka menginap di hotel ketika tour konser mereka. Namun, ketika melihat Eita yang sepertinya tidak dalam keadaan mood yang baik, Rintarou sedikit takut jika harus dengan lancang membuka pintu kamar hotel mereka.

Tidak ada jawaban dari dalam kamar setelah Rintarou beberapa kali mengetuk pintu. Rintarou mengambil napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya perlahan. Ia mengambil kunci kamar hotel yang berupa kartu tipis itu, kemudian menggesekkan kartu itu pada slot yang tersedia. Bunyi kunci pintu yang terbuka langsung terdengar, dengan perlahan Rintarou mendorong pelan pintu itu dan masuk ke dalam kamar. Ia menutup pintu kamar hotelnya kembali setelahnya, memastikan jika pintu hotel kembali terkunci seperti sebelumnya.

“Eita?” Rintarou memanggil nama Eita. Suara gemericik air di dalam kamar mandi menjadi jawaban, pantas Eita tidak menjawab panggilannya atau membukakan pintu untuknya. Pemuda itu sedang membersihkan diri di kamar mandi ternyata.

Rintarou berjalan menuju sofa yang ada di kamar itu. Duduk di sana sambil memainkan ponselnya. Ia membuka-buka akun sosial medianya yang penuh dengan ucapan selamat atas suksesnya konser mereka malam ini. Ia tersenyum, merasa beruntung memiliki banyak fans yang terus mendukung karirnya dan band kebanggaannya.

Suara pintu kamar mandi yang terbuka membuat Rintarou menoleh. Ia sedikit terkejut ketika melihat Eita keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk yang menutupi bagian bawahnya dan tidak memakai atasan sama sekali. Rintarou bisa melihat bagaimana kekarnya tubuh Eita yang topless di hadapannya.

“Eita.” Rintarou memanggil. Gerakan tangan Eita yang sedang mengeringkan rambutnya terhenti, ia yang semula menunduk kemudian mendongak. Matanya langsung menatap tajam pada Rintarou yang mendadak gugup luar biasa.

What are you doing here?” tanya Eita. Nada bicaranya yang terkesan dingin membuat Rintarou semakin gugup.

“Ehm ... I—I sleep here too?” jawab Rintarou yang terkesan menjadi seperti pertanyaan.

Eita tersenyum miring. “I thought you’ll sleep with Sakusa!” tukasnya.

“Huh? Why Sakusa?” tanya Rintarou kebingungan. Tentu saja bingung, kenapa tiba-tiba Eita menyebut nama Kiyoomi?

You know, Rin. Seeing your face right now, it’s pissed me off!” tukas Eita.

Rintarou terdiam. Ia sama sekali tidak tahu kenapa Eita seperti marah kepadanya, bukan seperti ... namun Eita memang terlihat marah kepadanya.

Did I do something that pissed you off?” tanya Rintarou.

Why don’t you ask Sakusa?”

Really, Eita! Why Sakusa for all sudden? Why you brought Sakusa to this conversation?” tanya Rintarou mulai kesal.

Are you really dumd? Or are you really want me to make me angry?” tanya Eita.

Wh-what!? What do you mean? I didn’t want to make you angry, but you just angry for no reason!” tukas Rintarou.

Eita menatap tajam Rintarou, langkahnya yang lebar membawanya mendekat ke arah Rintarou. Rintarou terkejut ketika Eita yang mulai dikuasai amarah mendekat kepadanya.

For no reason, you say?” tanya Eita. “Are you so stupid and makes you forget what did you do with Sakusa on stage earlier?” tanya Eita mencengkeram erat kedua bahu Rintarou. Rintarou meringis, remasan tangan Eita di bahunya tidak main-main.

“Eita, let go!” tukas Rintarou. Bukannya dilepas, Eita justru semakin mengeratkan cengkeramannya pada bahu Rintarou. “E-Eita....”

Why did you let him hug you? Are you whoring yourself to him now?” tanya Eita.

Rintarou terkejut. Pertanyaan yang Eita berikan bukan hanya mengejutkannya, namun juga menyakiti hatinya. Tega sekali Eita bertanya seperti itu kepadanya. Mengatakan jika Rintarou melacurkan dirinya kepada Kiyoomi?

Answer me! Or is it true you’re his whore now?” tanya Eita.

Rintarou mencoba mendorong tubuh Eita, berusaha melepaskan cengkeraman tangan Eita pada bahunya. “Let me go! Are you really ask me that question? How dare you!” tukas Rintarou marah.

It’s you! How dare you let him touch you like that! Like you’re a whore who needs attention and affection!” tukas Eita.

He hug me not because he want it too! It’s part of the celebration! The management already told us that! You know it too! Why are you so angry right now!?” tanya Rintarou.

Eita menatap tajam Rintarou. Rintarou memekik terkejut ketika tiba-tiba tangan Eita berpindah mencengkeram pipinya. “You’re mine! I’ll never let anybody touch you but me!” desis Eita.

Kedua mata Rintarou mulai memanas, matanya berkaca-kaca ketika bersitatap dengan mata Eita yang menatapnya tajam bak predator yang menatap mangsanya.

I’ll let the world know that you’re mine and mine only. Nobody can have you but me!” tukas Eita.

“Eita, I’m not yours,” bisik Rintarou, bersusah payah mengeluarkan suaranya.

“Rin, don’t make me more angry than this!” ancam Eita.

It’s true! I’m not yours or anybody. I am me!” tukas Rintarou.

“Ck! I’ll remind you who’s you belong to!” tukas Eita menarik tangan Rintarou menuju ranjang besar yang ada di kamar itu. Kelopak mata Rintarou melebar, sekuat tenaga ia menahan dirinya agar tidak mudah ditarik dengan mudah begitu saja oleh Eita.

“Eita! Eita! Stop! Stop! You’re hurting me!” teriak Rintarou mencoba menahan Eita yang masih berusaha menyeretnya. “EITA! Look at me! Eita!” teriakan Rintarou kembali terdengar.

Rintarou putus asa, ia sudah lelah namun ia tidak boleh menyerah begitu saja. Ia masih berusaha keras melepaskan dirinya dari Eita. Hingga akhirnya ia dengan sengaja menjegal kaki Eita dengan kuat hingga membuat Eita kehilangan keseimbangan dan cengkeraman pada tangan Rintarou melemah. Rintarou langsung menggunakan kesempatan itu untuk melepaskan diri dan menjauhi Eita. Ia berlari menuju meja di dekat sofa, meraih pisau buah di sana dan menodongkannya pada Eita ketika Eita sudah kembali berdiri seperti semula.

Fuck!” dari tempatnya, Rintarou bisa mendengar suara makian yang keluar dari mulut Eita.

“Rin, yo—”

STAY THERE!” teriak Rintarou. Eita mendongak, sedikit terkejut ketika melihat Rintarou yang menodongkan pisau ke arahnya. Wajah Rintarou sudah berantakan, ekspresi ketakutan juga air mata sudah berlinang membasahi kedua pipinya.

“Rin, put that knife down!” tukas Eita.

Rintarou menggelengkan kepalanya. “Don’t come near me!” tukas Rintarou. “You’re scaring me,” sambung Rintarou.

Eita terdiam. Sedikit merasa bersalah sudah membuat Rintarou ketakutan karenanya.

You never said that you love me or anything! You used me! You play with me like I am a toy, you used me, play with me and then leave me! You come to me when you needed me. Where are you when I needed you?? Now you said that I’m yours?? Don’t joke with me!” teriak Rintarou. Eita kembali terdiam, dadanya terasa diremas kuat dan berdenyut sakit ketika mendengar isakan tangis Rintarou.

Selama ini, ia tidak pernah melihat Rintarou seperti ini. Rintarou adalah pribadi yang pendiam, selalu berusaha untuk terlihat ceria, selalu berusaha membuat orang-orang di sekitarnya tidak khawatir kepadanya. Rintarou lebih banyak diam dan menyimak apa yang orang-orang di sekitarnya lakukan atau bicarakan.

Ketika Eita mengatakan jika Eita butuh sebuah ‘pelepasan’, Rintarou berbaik hati membantunya. Beberapa kali mereka sering melakukan hubungan yang seharusnya tidak boleh mereka lakukan. Rintarou sangat baik hati membantunya. Katakan saja Eita brengsek, namun memang benar Eita sering mendatangi Rintarou jika ia membutuhkan Rintarou untuk pelepasannya. Dan Rintarou tidak pernah komplain jika keesokan harinya Eita sudah tidak ada di ranjang tempat mereka bermain sebelumnya. Eita bersikap biasa saja setelahnya, pun Rintarou juga melakukan hal yang sama.

Namun entah sejak kapan perasaan itu muncul. Eita merasa hanya dialah yang boleh menyentuh Rintarou. Hanya dialah yang boleh memanggil Rintarou dengan panggilan ‘Rin’. Ia tidak akan membiarkan siapapun mendekati Rintarou, meskipun itu teman satu band-nya sendiri.

Timbul rasa dalam diri Eita jika Eita berhak untuk memiliki Rintarou seutuhnya. Rintarou hanya untuknya. Melihat betapa dekatnya Rintarou dengan Kiyoomi di panggung konser malam tadi membuat Eita lupa diri. Perasaan benci dan tidak suka meluap dalam diri. Ia tidak suka siapapun menyentuh Rintarou-nya.

Eita mendongak. Menatap Rintarou yang masih terisak. Besarnya rasa suka yang ia rasakan kepada Rintarou hampir saja membuatnya melakukan hal yang bisa saja membuatnya dibenci oleh Rintarou selamanya.

“Rin—”

I love you, Eita! Do you feel the same? Or I’m just a toy to you? Your toy that you can play whatever you want then leave me when you already bored of me?” tanya Rintarou disela tangisnya.

“Rin, put the knife first. Let’s talk about this!” tukas Eita. “You will hurt yourself if you don’t put that knife,” ucap Eita.

You already hurt me!” tukas Rintarou.

I’m sorry.” Eita berbisik, namun masih bisa Rintarou dengar. “I love you too, okay. What do think if I don’t like you being friendly to others people, whether it’s a male or female it doesn’t matter! I don’t like it! Why I’m like this if I don’t love you? I love you so much it’s hurt!” tukas Eita.

Liar!” bisik Rintarou.

It’s true! I love you!” tukas Eita.

DON’T JOKE WITH ME!” teriak Rintarou, “you said you love just because you want me to feel better! You didn’t really love me!” tukas Rintarou.

I love you, Rin. I swear! That’s why, I want you to be mine!” Eita berusaha meyakinkan Rintarou, karena sejujurnya memang benar. Eita benar-benar mencintai seseorang Suna Rintarou.

Suara pisau yang terjatuh ke lantai terdengar. Pisau yang sebelumnya berada di tangan Rintarou kini terjatuh begitu saja. Rintarou menutup wajahnya dengan kedua tangannya, tangisnya pecah tidak lama kemudian.

Eita segera berjalan mendekati Rintarou. Ia mengambil cepat pisau yang ada di dekat Rintarou dan membuangnya ke bawah ranjang jauh dari jangkauan Rintarou. Eita mendekat, perlahan melingkarkan tangannya pada bahu Rintarou yang bergetar. Eita pikir ia akan mendapatkan penolakan mentah-mentah dari Rintarou, nyatanya begitu ia melingkarkan tangannya di bahu Rintarou ... pemuda itu justru balas memeluk tubuh Eita erat dan menangis semakin keras dalam pelukan Eita.

“Sstt, Rin ... It’s okay. I’m here,” Eita berbisik mencoba menenangkan Rintarou. Tangannya memeluk Rintarou dan mengelus pelan punggung Rintarou. “Don’t cry,” bisik Eita lagi.

“Ei-Eita...”

Yes?

“Eita ... I beg you ... please love me! Don’t leave me!” Rintarou terisak.

I love you, Rin. I really do. I’ll never let you go or leave you. You’re mine!” Eita membalas. “You’re mine, right?” tanya Eita.

Eita bisa merasakan Rintarou yang menganggukan kepalanya.

“Y-ya,” bisik Rintarou.

Eita tersenyum puas. Ia berikan kecupan berkali-kali pada puncak kepala Rintarou, menghirup dalam-dalam wangi sampo yang Rintarou gunakan. “I know it, Rin. You’re mine and always be mine.

Eita menyeringai, telah berhasil membuat Rintarou resmi menjadi miliknya.

Siapa sangka jika Semi Eita, gitaris band EROS yang sedang naik daun itu memiliki obsesi yang tidak sehat kepada Suna Rintarou, vokalis band mereka.

—FIN