Halloween

a #semisuna spesial Halloween

vampir!Semi

kinda harem Suna


tw // hars words , blood , maid outfit , blackmailing , possessive behaviour , sexual harassment , slight NSFW , m/m

3,6k words

Halloween, salah satu perayaan tahunan yang jatuh setiap tanggal 31 Oktober dan mungkin ditunggu oleh banyak orang. Menjelang hari itu, orang-orang akan mempersiapkan banyak hal untuk menyambut hari penuh misteri dan kelam itu (setidaknya itu pendapat pribadi Suna Rintarou). Rintarou sama sekali tidak menyukai halloween, toh itu bukan perayaan resmi yang harus semua orang ikuti. Rintarou tidak suka meributkan diri dengan harus berdandan layaknya hantu, iblis, monster, atau tokoh lainnya yang dianggap menyeramkan.

Rintarou hanya menghembuskan napasnya ketika melihat teman-temannya yang sibuk mendekor ruang tamu kediaman dua sahabatnya, Miya Osamu dan Miya Atsumu. Teman-temannya berencana akan mengadakan semacam pesta halloween di rumah si kembar itu.

Berbagai macam dekorasi sebagian telah terpasang. Monster labu, lampu warna-warni, toples-toples berisi permen, bahkan replika figur monster dan hantu yang susah payah teman-temannya buat. Semuanya ada hanya untuk pelengkap pesta nanti malam.

“Rin! Bantuin sini! Malah enak-enakan lo ngemil keripik di situ!” seruan dari Atsumu mengalihkan perhatian Rintarou. Rintarou memeletkan lidah, tetap bersantai di sofa dengan satu kantung jajanan keripik di tangannya.

“Iya, nih! Bantuin juga, dong! Malah santai-santai kayak bos aja lo!” tuding kembaran Atsumu, Osamu.

“Yeee! Ini, kan, ide lo pada. Gue nggak ikutan! Lagian gue udah bantuin angkatin barang-barang, kan, tadi!” Rintarou membela diri.

“Apa lo!? Lo Cuma ngangkat berapa kardus doang, ya!” tukas Atsumu kesal.

“Udahlah, Sun! Sini bantuin gue aja. Nih bolongin labunya!” teman Rintarou yang lain berucap, Kuroo Tetsurou namanya.

“Ogah, ah! Gue nggak bisa!” Rintarou menolak.

“Yeee! Benar-benar ini bocah! Awas kena karma lo ntar malam nggak mau bantuin kita-kita!” tukas Atsumu lagi.

“Apaan, sih! Gitu doang karma-karma segala!” tukas Rintarou. “Lagian ini, kan, ide lo! Ngapain juga pake bikin acara ginian segala? Halloween, halloween segala,” ucap Rintarou.

“Biar seru tahu! Kapan lagi kita bisa pesta tapi vibe-nya horor begini?” tanya Osamu.

“Udah, deh! Daripada lo pada banyak omong! Mending terusin kerja noh. Masih banya yang harus diurus!” tukas Iwaizumi Hajime. Usia Rintarou dan teman-temannya terpaut dua tahun dengan Hajime, Hajime adalah kakak angkatan mereka di kampus. Namun karena Hajime adalah tetangga dekat sekaligus teman baik Tetsurou, jadilah mereka bisa berkumpul menjadi satu circle pertemanan yang sama.

“Buru! Bangun! Bantuin!” Atsumu akhirnya memaksa Rintarou bangkit dari posisinya.

Rintarou berdecih, malas sekali rasanya harus meninggalkan posisi nyamannya dan ikut bekerja sama mendekor ruangan yang akan menjadi lokasi pesta halloween nanti malam.

By the way, lo pada udah nyiapin kostum buat nanti malam belum?” tanya seseorang, mengintip dari pintu dapur. Terushima Yuuji, laki-laki yang dari luar nampak terlihat berandal itu ternyata mempunyai bakat terpendam menjadi seorang chef, ia sedang menyiapkan makanan yang akan dihidangkan untuk acara pesta hari ini.

“Emang harus, ya?” tanya Rintarou malas.

“Yaelah, Rin! Apa gunanya pesta kostum klo kita nggak pake kostumnya!” tukas Atsumu malas.

“Gue udah, sih. Kemarin nyari-nyari bareng Atsumu,” balas Osamu yang diangguki oleh Atsumu.

“Yang lainnya?” tanya Yuuji pada Tetsurou, Hajime dan Rintangan.

“Habis ini kelar gue mau nyari kayaknya,” balas Tetsurou.

“Idem! Gue ikut si Tets.” Hajime ikut menjawab.

“Klo lo, Sun?” tanya Yuuji pada Rintarou.

“Males, ah!” tukas Rintarou.

“HEH! NGGAK BOLEH GITU!” teriak Atsumu heboh.

“Apaan, sih, lo! Berisik!” seru Rintarou kesal. Pasalnya Atsumu berteriak dekat sekali dengan telinganya.

“Pokoknya habis ini, nanti lo cari kostum bareng gue sama Samu!” tukas Atsumu.

“Dih, ogah!” tolak Rintarou mentah-mentah.

“Lo nggak bisa nolak. Klo lo nggak mau, gue bakal aduin nyokap lo klo lo ngerokok!” ancam Osamu.

“Heh! Gue nggak ngrokok, ya! Gue cuma nyobain sekali doang!” tukas Rintarou.

“Sama aja. Kita punya buktinya, nih. Tinggal kita kirim ke alamat email nyokap lo!” Atsumu menyeringai, sangat puas ketika melihat ekspresi kesal di wajah pemuda yang lebih muda darinya itu.

“Lo berdua ngeselin!” tukas Rintarou. Yang lainnya tertawa.

“Udah, Sun. Lo mau nolak kayak gimana pun, si kembar bakal tetep maksa lo. Mending lo iyain aja biar cepet kelar,” ucap Tetsurou yang membuat Rintarou semakin sebal.

“Pilihin kostum yang bagus buat Suna, tuh! Kali aja bisa dapet gebetan ntar malam.” Hajime berseloroh.

“Apaan, sih, Bang!” Rintarou mendengus lagi.

Rintarou tidak punya pilihan lain sepertinya, selain menuruti apa yang dikatakan Atsumu dan Osamu. Ia sangsi jika Atsumu atau Osamu benar-benar akan mengirimkan fotonya sedang merokok pada ibunya. Rintarou tidak ingin kesan anak baik dan penurut di mata ibunya hilang karena foto Rintarou yang sedang merokok. Walaupun pada saat itu Rintarou hanya coba-coba dan tidak pernah melakukannya lagi hingga sekarang.

Kegiatan mendekor ruangan kembali dilanjutkan. Sesekali mereka saling melempar candaan yang menimbulkan tawa. Namun tidak bagi Rintarou, perasaannya tidak enak. Ia tahu teman-temannya itu sedang memikirkan rencana licik dan Rintarou adalah target mereka.

•••

Rintarou marah. Ia marah semarah-marahnya. Dua sahabatnya itu benar-benar kurang ajar padanya. Rintarou memang akhirnya menyetujui Atsumu dan Osamu untuk memilihkan kostum halloween untuknya, namun Rintarou sama sekali tidak pernah membayangkan jika kedua orang itu akan memilihkan kostum semacam ini untuknya.

Rintarou menatap nyalang dua manusia di depannya.

“Maksudnya ini apaan, hah!?” tanya Rintarou galak.

“Lo seksi amat pake baju itu, Rin.” Atsumu bercelatuk.

Rintarou berjalan maju, dan berhasil memukul bahu Atsumu cukup keras hingga membuat Atsumu mengaduh. “Bajingan lo berdua!” maki Rintarou. “Apa maksudnya ngasih kostum beginian?” tanya Rintarou marah.

“Ide Atsumu, tuh!” tuding Osamu.

“Anjir, Sam! Lo juga setuju-setuju aja tadi!” tukas Atsumu.

Rintarou mendengus, “udahlah! Males gue!” tukas Rintarou berbalik badan, berniat meninggalkan si kembar.

“E-eh! Mau ke mana!?” tanya Osamu menahan pergelangan tangan kanan Rintarou.

“Nggak boleh pergi, dong!” seru Atsumu yang ikut menahan pergelangan tangan kiri Rintarou. Kini posisi Rintarou berada di antara Atsumu dan Osamu.

“Gue mau ganti baju trus balik!” tukas Rintarou.

“Kok gitu!” protes Osamu.

“Ya gue ogah klo kudu pake baju beginian!” tukas Rintarou menunduk menatap baju yang kini ia pakai.

“Lo lupa klo kita masih punya foto lo waktu ngrokok?” tanya Atsumu.

“Kok lo ngancem!” tukas Rintarou kesal, menatap Atsumu.

“Ya klo nggak digituin, lo nggak bakalan mau, Rin,” balas Osamu.

“Ya logika aja, siapa juga yang mau pake pakaian begini!” tukas Rintarou.

“Percaya, deh! Lo cocok, kok, pake ni baju!” tukas Atsumu.

“Gue pukul beneran nih ya!” tukas Rintarou, “mana ada cowok cocok pake baju maid ginian? Mana pendek banget gini. Mikir aja lo pada!” tuding Rintarou.

“Ya nyatanya lo cocok pake itu, kok. Keliatan bagus, seksi juga!” satu detik kemudian, Osamu mengaduh kesakitan ketika dengan gemas Rintarou menginjak kakinya. Sedangkan Atsumu tertawa ketika melihat kembarannya itu kesakitan.

Rintarou mendengus, ia kembali menunduk menatap apa yang ia pakai saat ini. Sebuah kostum maid atau pelayan yang harusnya dipakai oleh kaum hawa justru kini menempel di tubuhnya. Bagian rok yang terlalu pendek hingga memperlihatkan kedua paha mulus Rintarou dengan jelas membuat Rintarou tidak nyaman. Ditambah Osamu sebelumnya telah menempelkan tato buatan di dadanya yang terekspos juga. Ditambah aksesoris lain berupa bandana berbentuk dua tanduk iblis mungil yang bertengger di kepalanya dan sabuk berbentuk ekor iblis runcing pada bagian ujungnya.

Please, gue mau ganti aja, ya!” pinta Rintarou.

Atsumu dan Osamu menggeleng. “Nggak ada waktu buat nyari kostum lagi, Rin. Sebentar lagi juga pestanya mulai!” tukas Atsumu.

“Masa gue kudu pake ginian, sih? Ya malulah!” tukas Rintarou.

“Ngapain malu? Semua orang juga bakal pake kostum malam ini. Nggak usah malu. Gue sama Tsumu aja nggak malu,” ucap Osamu.

“Ya lo berdua kostumnya normal. Lo jadi Frankenstein, Tsumu jadi Drakula. Lah gue? Apaan, nih?” tanya Rintarou kesal.

Personal maid kita,” balas Atsumu terkekeh.

“Matamu personal maid!” Rintarou semakin kesal.

“Udah lo nggak usah banyak protes! Tuh udah mulai rame di bawah. Turun, yuk!” ajak Osamu menggandeng tangan Rintarou, sedikit memaksa Rintarou mengikutinya. Sedangkan Atsumu menjaga di belakang Rintarou, mencegah jika saja Rintarou berniat kabur dari mereka.

•••

Rintarou tidak percaya ini. Banyak sekali tamu yang diundang Atsumu dan Osamu pada pesta halloween malam ini, laki-laki dan perempuan semuanya berkumpul di pesta malam ini. Semuanya mengenakan kostum seperti yang sudah diinstruksikan. Ada yang berkostum biasa saja, sampai yang totalitas dalam mengenakan kostumnya. Rintarou juga sedikit berdecak kagum kepada dua sahabat kembarnya itu yang bisa mengundang kakak angkatan dan juga adik angkatan dari berbagai jurusan di kampus mereka, tidak hanya teman satu angkatan mereka saja.

Rintarou tentu saja sangat malu ketika muncul dengan mengenakan kostum yang ia kenakan, namun ia mencoba untuk bersikap biasa saja. Meskipun beberapa pujian yang orang-orang lain tujukan untuknya sedikit membuatnya malu dan... senang?

“Lo nggak kedinginan emang pake ginian doang?” Rintarou berjengit terkejut ketika merasakan sebuah tangan dingin yang mengelus pelan punggungnya yang terekspos.

“Anjir! Lo ngagetin aja, Sak!” tukas Rintarou menatap laki-laki bernama Sakusa Kiyoomi itu. Pemuda yang cenderung pendiam dan selalu memakai masker ke mana-mana, namun kali ia ia sama sekali tidak memakai maskernya dan membuat Rintarou bisa melihat betapa tampannya Kiyoomi malam ini. Sama seperti Atsumu yang memakai kostum Drakula, Kiyoomi berkostum mirip dengan Atsumu, ia menjadi seorang vampir yang berpakaian ala abad pertengahan.

“Nih pake jubah gue!” tukas Kiyoomi berniat melepaskan jubah vampir yang ia pakai.

“Eh, nggak usah!” tolak Rintarou cepat. “Gue nggak apa-apa, kok,” sambung Rintarou. “Lo mau minum lagi? Gue ambilin!” tawar Rintarou.

Kiyoomi terkekeh, “lo pake kostum maid tapi bukan berarti lo juga beneran jadi maid, Sun. Gue bisa ambil minum atau makan sendiri nanti,” ucap Kiyoomi.

Rintarou terpaku selama beberapa saat, pasalnya ini adalah pertama kalinya ia melihat dengan jelas seorang Kiyoomi yang terkenal pendiam bisa tertawa seperti itu.

“Kenapa?” tanya Kiyoomi.

“Eh? Nggak!” sangkal Rintarou menggeleng.

“Sun, gue—”

“RIN! RIN! SINI AYO MAIN!” ucapan Kiyoomi langsung terhenti ketika suara nyaring Atsumu terdengar. Pemuda berambut pirang itu berjalan menghampiri Rintarou dan Kiyoomi, lantas menarik tangan Rintarou menjauh dari Kiyoomi.

Kiyoomi hanya terdiam ketika melihat Rintarou yang ditarik begitu saja oleh Atsumu untuk bergabung dengan teman mereka yang lain. Kiyoomi meneguk ludahnya sekali, kedua manik matanya berkilat ketika melihat bagian leher Rintarou yang terekspos bebas.

“Sini lo! Balik sama Wakatoshi aja sana!” Kiyoomi menoleh ke sebelahnya ketika merasakan seseorang menepuk pundaknya. “Remember the rule!” Kiyoomi mendengus, ia berbalik kemudian berjalan pergi meninggalkan pemuda yang menepuk pundaknya tadi.

•••

Rintarou terengah-engah. Ia menatap pemuda yang kini sudah mabuk berat di sebelahnya. “Kur, jalan yang bener, dong! Lo berat tahu, nggak!” seru Rintarou yang sedari tadi memapah Tetsurou. Memang jarak ruang tamu kediaman kembar Miya tidak begitu jauh dari kamar mandi utama keluarga Miya, namun tetap saja memapah orang mabuk yang tubuhnya lebih besar dari tubuhnya menjadi kendala tersendiri bagi Rintarou. Jika saja temannya yang lain itu berhati baik membantunya, sayangnya teman-temannya menyebalkan semua. Mereka memilih melanjutkan bermain dan meminta Rintarou yang mengantarkan Tetsurou ke kamar mandi sendiri.

“Kur! Jalan yang bener!” titah Rintarou lagi.

“Rin! Rin!” panggil Tetsurou. Rintarou mendengus, Tetsurou yang mabuk memang lebih suka memanggil Rintarou dengan panggilan ‘Rin’ daripada ‘Suna’ seperti biasanya. “Rinnnn!” Tetsurou merengek.

“Iya, iya, ini gue di sini!” tukas Rintarou malas.

“Rin, mau pipis!” rengek Tetsurou lagi.

“Yaudah sana pipis!” tukas Rintarou mendorong Tetsurou pelan ke dalam kamar mandi begitu mereka sampai di tempat tujuan awal.

Rintarou membiarkan Tetsurou sibuk dengan urusan duniawinya, ia berniat pergi meninggalkan depan kamar mandi ketika ia mendengar suara gedebuk aneh yang terdengar dari dalam kamar mandi. Rintarou mendadak panik, bagaimana jika Tetsurou yang mabuk itu terpeleset lantai kamar mandi lalu... Rintarou menggelengkan kepalanya, lantas bergegas masuk ke kamar mandi menyusul Tetsurou.

“Kur, lo kenapa?” tanya Rintarou sedikit panik ketika melihat Tetsurou yang sudah terduduk di lantai kamar mandi.

“Sakit.” Tetsurou merintih memijit pelipisnya dengan salah satu tangannya.

“Lo kenapa juga? Kepleset? Udah buang air belum lo?” tanya Rintarou.

“Sakit, Rin!” Tetsurou merengek.

“Anjir. Lo klo mabuk ngeselin! Sini berdiri!” titah Rintarou.

Tetsurou menggeleng, “sakit, Rin! Di sini!” tukas Tetsurou menunjuk pelipisnya.

“Iya trus gue harus apain? Makanya berdiri ntar gue kasih salep biar nggak lebam!” tukas Rintarou lagi.

“Mau sun!”

“Hah?”

“Sun! Mau sun!”

“Apasih, lo? Mau gue gimana maksudnya?”

“Mau sun. Cium! Di sini!” tunjuk Tetsurou lagi.

“Anjir nyari kesempatan banget lo. Nggak! Buru bangun!” tukas Rintarou berusaha menarik kedua tangan Tetsurou untuk berdiri. Namun alih-alih berhasil, Rintarou justru kehilangan keseimbangan pijakannya ketika Tetsurou balik menarik dirinya.

Rintarou terkejut bukan main ketika tubuhnya kini sudah jatuh dalam pelukan Tetsurou. Rintarou berusaha berdiri, namun dua tangan Tetsurou lebih dulu melingkar pada pinggangnya dan menarik tubuh Rintarou lebih dalam masuk pada pelukan yang lebih tua.

“Kur!”

“Hmm! Mau cium! Cium Rin!” Rintarou tiba-tiba merinding ketika Tetsurou menggesek-gesekkan hidungnya pada perpotongan leher Rintarou yang terekspos bebas.

“Kur, lepasin gue!” tukas Rintarou mencoba mendorong Tetsurou.

Tetsurou menggeleng, “cium dulu!” tukasnya. “Rin cantik! Cantik banget. Seksi!”

Demi Tuhan, Rintarou rasanya ingin memukul kepala Tetsurou sekarang juga. “Kuro! Gue serius! Lepasin gue!” tukas Rintarou.

Tetsurou kembali menolak. Beberapa saat kemudian Rintarou kembali dikejutkan dengan tindakan impulsif Tetsurou yang tiba-tiba menggigit daerah lehernya.

“ANJIR, KUR!! SAKIT!” sekuat tenaga Rintarou mendorong tubuh Tetsurou dan akhirnya ia berhasil. Tetsurou masih terlihat linglung karena mabuk. Buru-buru Rintarou berdiri dan sedikit menjauhi Tetsurou.

“Sun, lo lama amat ngan—HAH? SUN, LEHER LO KENAPA?” Rintarou terlonjak ketika mendengar suara lain bertanya kepadanya. “Lo nggak apa-apa?”

Rintarou menggeleng menatap sosok Bokuto Koutarou di depannya. Pemuda berambut abu-abu jabrik itu adalah salah satu sahabat Tetsurou yang Tetsurou kenalkan kepada Rintarou. “Gue nggak apa-apa. Mending lo urus Kuroo aja, tuh!” tunjuk Rintarou pada Tetsurou yang sepertinya sudah hilang kesadaran.

“Manusia satu ini emang parah klo udah mabuk!” tukas Koutarou. “Ah, ni pake!” Koutarou mengambil salah satu jaket yang tersampir di dalam kamar mandi itu lalu memakannya di bahu Rintarou. Rintarou kenal betul itu adalah salah satu jaket milik Atsumu. “Gue bawa balik Kuroo aja, ya. Tolong bilangin Atsumu sama Osamu!” tukas Koutarou.

Rintarou mengangguk. Ia melihat bagaimana Koutarou sepertinya dengan mudah menarik tubuh tidak sadarkan diri Tetsurou berdiri lalu memapahnya. Secara tubuh Koutarou lebih berisi dan besar daripada Tetsurou, jadi tidak susah bagi Koutarou untuk memapah Tetsurou.

“Jangan kemaleman pestanya. Lo juga pasti kedinginan, kan, pake baju kayak gitu dari tadi?” tanya Koutarou. Rintarou mengangguk pelan, “gue sama Kuroo balik dulu, ya.” Rintarou mengangguk, menatap kepergian Koutarou yang membawa pergi Tetsurou dari hadapannya.

Rintarou menghembuskan napas pelan, ia berjalan mendekati cermin yang tertempel di kamar mandi. Ia melepas jaket yang sebelumnya Koutarou sampirkan di bahunya. Ia meringis pelan ketika melihat bekas gigitan Tetsurou di lehernya. Tidak terlalu dalam, namun tetap membekas dan meninggalkan sedikit darah yang mulai mengering.

“Udah gila si Kuroo, gigit sampe kayak gini.” Rintarou berbisik kepada dirinya sendiri. Tangannya membuka kotak tempat di mana keluarga Miya biasa menyimpan perlengkapan mandi mereka. Ia berniat mengambil sesuatu yang bisa menyembunyikan bekas gigitan Tetsurou di lehernya.

Sibuk mencari apa yang dibutuhkannya membuat Rintarou sama sekali tidak menyadari jika sudah ada orang lain yang masuk ke dalam kamar mandi bersamanya. Suara deheman cukup keras membuat Rintarou terkejut. Botol parfum milik bunda si kembar yang sebelumnya berada di tangannya langsung meluncur jatuh ke lantai. Rintarou reflek berbalik, sangat terkejut ketika melihat sosok asing yang kini tengah bersandar santai pada pintu kamar mandi yang entah sejak kapan sudah tertutup.

Rintarou mengernyit, dari banyaknya karakter atau kostum untuk datang ke pesta halloween seperti ini, kenapa sepertinya banyak sekali yang memilih menjadi vampir atau drakula di pesta malam ini? Termasuk pemuda yang berdiri tidak jauh dari Rintarou kini, yang mengenakan setelan kostum vampir mirip yang Kiyoomi kenakan.

“Lo siapa?” tanya Rintarou.

Si lawan bicara terlihat mengernyitkan dahi, “masa lo nggak kenal gue?” tanyanya balik.

“Emang lo sepenting apa sampe-sampe gue harus kenal sama lo?” tanya Rintarou lagi.

Si lawan bicara tertawa, merasa geli dengan pertanyaan Rintarou tadi. “Gue vokalis plus gitaris band di kampus kita, loh. Semi Eita. Masa lo nggak tahu,” ucap pemuda di depan Rintarou itu.

Kini giliran Rintarou yang mengernyitkan dahi, “jadi lo cuma vokalis sama gitaris band? Tapi lo mau gue ini siapa lo?” tanya Rintarou, “nggak penting banget!” tukas Rintarou kemudian. “Keluar sana! Gue mau pake kamar mandinya!” tukas Rintarou terkesan mengusir.

Rintarou kembali berbalik badan, meneruskan untuk mencari barang yang ia butuhkan. Rintarou terkejut ketika tiba-tiba ada angin yang berhembus hingga hampir saja menyingkap bagian rok maid-nya jika Rintarou tidak segera menahan roknya.

Rintarou mendengar pemuda di belakangnya itu bersiul ketika melihat rok Rintarou yang hampir tersingkap tadi. “Wow! Berani banget lo pake baju gituan dan cuma pake celana dalam doang!”

“Lo—”

“Apa? Gue nggak sengaja liat doang!” sangkal Eita.

“Keluar lo!” tukas Rintarou berjalan mendekati Eita. Ia berusaha meraih gagang pintu kamar mandi. Namun sebelum ia berhasil meraih gagang pintu itu, tiba-tiba Eita sudah berhasil menggenggam kedua tangan Rintarou, mendorong tubuh Rintarou hingga punggungnya menempel pada pintu kamar mandi dan Eita di depannya.

“Apa-apaan, sih, lo!” Rintarou geram, “lepasin tangan gue!” tukas Rintarou mencoba melepaskan kedua tangannya yang ditahan oleh Eita di atas kepalanya.

Jantung Rintarou tiba-tiba berdetak lebih cepat dari biasanya. Entah mengapa ia bisa merasakan aura berbahaya yang terpancar dari pemuda di depannya itu. Belum lagi kekuatan cengkraman tangan Eita yang sama sekali tidak bisa Rintarou lepaskan dari tangannya.

“Lepasin gue!” seru Rintarou. Ia mendesis pelan ketika merasakan cengkeraman tangan Eita semakin erat di tangannya.

“Gue udah nahan-nahan ini dari lama. Setelah gue dapat kesempatan, mana mungkin gue lepasin lo gitu aja!” tukas Eita.

Rintarou tidak mengerti, maksud Eita sebenarnya apa. “Maksud lo apa, sih?” tanyanya, “lepasin tangan gue! Sakit!” desis Rintarou.

“Lo pernah ngerasa nggak, sih? Lo itu menggoda banget buat dideketin sama orang lain?”

“Apaan, sih? Menggoda apaan? Gue nggak pernah godain orang!” seru Rintarou.

“Lo mungkin nggak ada niatan gitu. Tapi orang lain? Sengaja mepet-mepet lo!” tukas Eita.

“Lo dari tadi ngomongin apa, sih? Gue nggak paham! Mending lo lepasin gue sekarang!” tukas Rintarou lagi.

Rintarou kembali memberontak, namun usahanya masih saja sia-sia. Ia terkesiap kaget ketika merasakan tangan dingin yang mengelus pelan pahanya, dari paha perlahan naik hingga berhenti di bokongnya. Otak Rintarou mendadak kosong. Ia tahu ia dilecehkan, namun otak Rintarou seperti mati rasa, sama sekali tidak memberikan perintah kepada anggota tubuhnya yang lain untuk memberontak. Ia hanya bisa tegang terdiam.

“Lo sengaja pake baju ginian biar orang-orang tahu betapa seksinya lo, ya? Lo pengen orang-orang perhatiin lo? Lo pengen orang-orang deketin lo?” tanya Eita. Remasan pelan di bokongnya membuat Rintarou sama sekali tidak nyaman. Matanya mulai berkaca-kaca, siap menumpahkan air matanya.

Rintarou tiba-tiba merasa ketakutan ketika melihat tiba-tiba manik mata Eita berubah menjadi semakin merah, senyum yang Eita berikan ketika menatapnya tidak membuat Rintarou tenang. Justru semakin panik. Dari pandangannya yang mulai kabur karena air mata, Rintarou melihat dengan jelas bagaimana gigi taring muncul di antara deretan gigi Eita yang berjejer rapi.

“Rin... lo tau nggak gue ini apa?” tanya Eita. Rintarou tidak menjawab, ia masih syok dengan apa yang dilihatnya. Eita tersenyum manis ketika melihat ekspresi ketakutan Rintarou. “Lo percaya vampir itu ada nggak?” tanya Eita.

Perlahan, Eita bisa melihat Rintarou menggelengkan kepalanya pelan.

“Heee? Nggak percaya? Padahal ada gue yang jelas-jelas di depan lo sini!” tukas Eita.

Rintarou merintih ketika merasakan goresan perih di pergelangan tangannya. Eita kembali tersenyum. Ia mendongak, menghirup dalam-dalam aroma wangi darah yang menguar dari luka di pergelangan tangan Rintarou karena goresan kukunya.

“Gue udah lama ngincer lo, Rin. Bau darah lo wangi banget. Gue nggak sabar pengen ngicipin darah lo.” Eita berbisik.

Rintarou menggeleng kepalanya, air matanya semakin deras mengalir jatuh di pipinya.

“Lo tahu? Gue udah nahan dari lama. Cuma bisa diem ngeliatin lo doang dari jauh. Mastiin nggak ada yang bakal berani macem-macem sama lo. Tapi tetep aja temen-temen lo itu terlalu kurang ajar deketin lo mulu!” tukas Eita. “Apalagi ini—” Rintarou terkejut ketika tangan Eita yang satunya mencengkeram erat pipinya, menelengkan wajah Rintarou ke samping hingga memperlihatkan dengan jelas bekas gigitan Tetsurou tadi di leher Rintarou. “Gue nggak suka orang lain nandain lo seenaknya!” tukas Eita. “Lo cuma milik gue, Rin!”

Eita mengernyit ketika mendengar suara samar dari mulut Rintarou.

“Lo bilang apa?” tanya Eita melepaskan cengkraman tangannya dari pipi Rintarou.

“Gu-gue b-bukan ... pu-punya lo-lo!” Rintarou mengatakan itu dengan terbata-bata.

Eita menyeringai mendengar ucapan Rintarou. “Rin, sejak pertama kali gue liat lo. Gue udah nandain lo. Lo itu cuma milik gue!” tegas Eita.

Rintarou kembali menggeleng. “Le-lepas!” masih mencoba melepaskan diri dari cengkeraman tangan Eita, meskipun Rintarou tahu itu sia-sia.

“Rin, gue tanya sekali lagi. Lo pake baju kayak gini ... sengaja buat nyari perhatian orang-orang, ya?” tanya Eita. Rintarou menggeleng kepalanya cepat. “Ahh ... sohib kembar lo itu, ya, yang maksa?” tanya Eita lagi, namun kali ini Rintarou tidak menjawab pertanyaan Eita.

Eita berdecak kesal, ia melepaskan cengkraman tangannya dari kedua pergelangan tangan Rintarou. Rintarou sedikit bernapas lega ketika Eita melepaskannya. Baru berapa detik ia bernapas lega, ia kembali panik ketika tangan Eita beralih melingkar di pinggangnya dan menarik tubuh Rintarou semakin dekat dengan Eita.

“Malem ini, gue bakal jadiin lo milik gue, Rin!” tukas Eita.

“Maksud lo apa?” tanya Rintarou.

Well, I mean—” ucapan Eita terhenti, mata merahnya melirik bekas gigitan Tetsurou pada leher Rintarou, kemudian mendekatkan wajahnya pada leher Rintarou, “I want your blood, baby!” Eita berbisik tepat di sebelah telinga Rintarou.

“Ap—” ucapan Rintarou tertahan di kerongkongan ketika tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang tajam menancap di lehernya. Bola mata Rintarou bergulir ke samping, Eita tengah menghisap darahnya.

Kedua tangan Rintarou meremat bagian depan baju yang Eita kenakan. Rasanya sangat amat sakit. Rintarou bisa merasakan bagaimana rasanya darah dalam tubuhnya seperti disedot secara paksa. Namun, semakin lama, ia merasakan tubuhnya makin panas, kakinya mendadak lemas ... ia bisa saja jatuh jika saja Eita tidak memeluk erat tubuhnya. Semakin lama, rasa sakit yang Rintarou rasanya tergantikan dengan sensasi menyenangkan di tubuhnya. Seiring dengan rasa yang panas dan menyenangkan itu, kesadaran Rintarou perlahan semakin menghilang.

“S-Se-mi....”

Rintarou benar-benar kehilangan kesadarannya begitu Eita menjauhkan wajahnya dari leher Rintarou. Tubuh Rintarou yang lemas langsung Eita tangkap dalam dekapannya.

Eita menatap wajah berkeringat Rintarou, ia menyingkirkan anak rambut Rintarou yang basah dari keningnya. Tangannya mengelus pelan pipi Rintarou.

Do you know how hard I hold myself since the first time I saw you?” Eita berisik, “now, you’re in my arms. I will never let you go, Rin. Never. You’re mine, my soulmate.

Maka, satu hari sejak malam pesta halloween itu, Suna Rintarou dinyatakan menghilang. Tidak ada yang melihat keberadaan Rintarou sejak saat itu.

Mereka tidak tahu jika di malam halloween itu, Semi Eita, salah satu vampir bangsawan telah menahan Rintarou di kastilnya. Mengklaim Rintarou adalah miliknya dan tidak akan pernah melepaskan Rintarou darinya.

—FIN