ijin

narasi bagian sembilan dari Missing You, a semisuna short story


Rintarou meletakkan ponselnya setelah membaca pesan terakhir yang dikirimkan oleh teman-temannya. Ia mendongak, menatap ayahnya yang baru saja memasuki rumah mereka.

“Pa, habis ini Rin mau ngomong, ya.” Rintarou berkata.

“Mau ngomong apa?” tanya Keishii menatap putra semata wayangnya. Ia lantas mendudukkan dirinya di sofa sebelah Rintarou.

“Papa bersih-bersih dulu sana!” tukas Rintarou.

“Ih, nggak apa-apa. Ntar aja. Sekarang kamu mau ngomong apa?” tanya Keishii.

Rintarou menatap wajah ayahnya sebentar sebelum mulai berbicara. “Pa, tadi sepulang sekolah aku liat kucing di jalan.”

“Terus?”

“Kucingnya kasihan, Pa. Lemes gitu, pas aku bawa juga sempet pingsan kali, ya? Soalnya diem aja,” lanjut Rintarou. “Kucingnya mirip Bubu banget, Pa. Aku kira tadi itu Bubu!” tukas Rintarou.

“Kucingnya kamu bawa pulang, ya?” tebak Keishii.

Rintarou mengangguk, “iya, Pa. Kasihan soalnya,” jawab Rintarou. “Aku boleh keep kucingnya?” tanya Rintarou.

“Sekarang di mana kucingnya?” tanya Keishii.

“Ada di kamarku. Tadi habis aku kasih makan. Masih agak galak dikit, sih, soalnya waktu mau aku pegang dia nggak mau.” Rintarou menjelaskan.

“Mana coba papa lihat!” tukas Keishii.

Rintarou mengangguk, ia lebih dulu berjalan menuju kamarnya ... disusul Keishii yang berjalan di belakang Rintarou. Begitu mereka sampai di kamar Rintarou, Rintarou mempersilahkan ayahnya itu untuk masuk ke dalam kamarnya.

“Nah, tuh, di deket jendela kucingnya!” tukas Rintarou menunjuk pada seekor kucing abu-abu yang sedang duduk melihat ke luar jendela.

Keishii sempat terdiam ketika melihat kucing itu. Memang benar apa yang dikatakan oleh putranya, mirip Bubu.

“Udah kamu kasih makan?” tanya Keishii.

“Udah, kok. Baru dikit, sih. Takutnya dia nggak suka tadi,” jawab Rintarou.

“Ya udah ambil lagi sana makanannya. Kalau mau pelihara kucing ini, jangan kamu sia-siain!” tukas Keishii.

Rintarou tersenyum lebar, “jadi boleh aku keep?” tanyanya.

Keishii mengangguk, “boleh,” jawabnya ikut tersenyum.

“Makasih, Pa!” seru Rintarou langsung memeluk ayahnya.

“Tunggu, ya! Aku ambilin makanan yang banyak buat kamu!” tukas Rintarou kepada kucing itu. Rintarou langsung berbalik, sedikit berlari keluar dari kamarnya.

Keishii hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah putranya itu. Ia kemudian berbalik, lantas duduk di lantai kamar Rintarou dan menatap kucing yang ada di depannya. Kelopak mata kucing itu mengerjap beberapa kali, seperti bingung kenapa Keishii terus menatapnya dalam diam.

“Tolong jaga anak saya, ya. Jangan buat dia sedih lagi. Rintarou satu-satunya anak saya yang paling berharga, saya tidak suka lihat anak saya sedih. Jadi tolong, jangan buat anak saya sedih lagi.” ucap Keishii tersenyum simpul menatap si kucing.

“Papa ngapain duduk di situ?” tanya Rintarou begitu ia kembali ke kamarnya dan melihat ayahnya sedang duduk di lantai kamar.

“Pengen lihat lebih jelas kucingnya aja,” jawab Keishii.

Rintarou berjalan mendekat, “mirip Bubu banget, kan?” tanya Rintarou. Keishii mengangguk kecil.

“Ya udah. Kamu kasih makan kucingnya, ya ... papa mau bersih-bersih dulu.” Keishii mengusak pelan rambut Rintarou kemudian berjalan meninggalkan kamar Rintarou.

Sepeninggal ayahnya, Rintarou langsung menatap kucing yang ia bawa tadi.

“Papa udah bolehin kamu tinggal di sini. Ini makan lagi, ya. Masih lapar, kan?” tanya Rintarou sembari menyodorkan satu mangkuk makanan kucing kepada kucing yang ia temukan tadi.

Rintarou tersenyum lebar ketika kucing itu langsung menghampirinya ketika ia menyodorkan makanan. Rintarou terkekeh, ia bukannya ingin menggantikan Bubu dengan kucing lain, hanya saja Rintarou merasa aneh ... kenapa ia ingin sekali memelihara kucing yang baru ditemukannya itu. Setidaknya jika ada kucing abu-abu baru itu, Rintarou tidak akan begitu kesepian.

tbc