kebohongan kecil

narasi bagian tiga puluh enam dari Dua Sisi, a Suna Rintarou harem story


Suasana dalam mobil tiba-tiba mendadak canggung. Rintarou masih sedikit terkejut ketika Tooru tiba-tiba muncul dan mengajaknya pergi dari cegatan teman-temannya. Apalagi ketika mereka pergi, Tooru kemudian menggenggam erat tangannya sampai akhirnya mereka tiba di tempat parkir di mana mobil Tooru parkir.

Rintarou pun masih bingung dengan alasan yang diberikan Tooru agar teman-temannya tidak menahannya lebih lama.

Ibunya menghubungi Tooru?

Bagi Rintarou, itu adalah sangat mustahil. Ibunya saja sebenarnya jarang menghubunginya jika bukan Rintarou yang menghubungi wanita itu dulu. Mana mungkin ibunya tiba-tiba menghubungi Tooru hanya untuk menanyakan keberadaannya? Apalagi setelah kejadian tempo hari di mana Tooru melamarnya. Sangat mustahil.

Rintarou memperbaiki posisi duduknya, yang semula menghadap ke depan, kini Rintarou memilih untuk menghadap Tooru yang fokus menyetir mobilnya.

Tooru melirik melalui sudut matanya. Melihat Rintarou yang menatapnya dengan tatapan menuntut jawaban.

“Apa?” akhirnya Tooru buka suara.

“Nyokap gue nanyain gue?” tanya Rintarou, “lo harusnya kasih alasan yang lebih logis daripada itu,” ucap Rintarou.

“Pake alasan ortu yang mau ketemu itu biasanya berhasil, sih,” ucap Tooru. “Buktinya mereka juga nggak nyegah Suna-chan buat pergi, kan?” tanya Tooru.

“Ya emang nggak, sih.” Rintarou menyetujui. “Soalnya mereka nggak tahu gimana gue sama ortu gue. Coba kalau ada Semi di sana, nggak bakal percaya itu anak sama alasan lo tadi,” jelas Rintarou.

“Untungnya yang namanya Semi itu nggak ada di sana,” balas Tooru.

“Jadi? Nyokap gue nggak beneran nyariin, kan?” tanya Rintarou.

Tooru menggeleng, “ya nggaklah. Gue nggak punya nomor mama Suna-chan juga,” jawab Tooru.

Rintarou menghembuskan napas pelan. Ia lantas menyandarkan kepalanya pada sandaran jok mobil. “Terus kita mau ke mana?” tanya Rintarou.

“Suna-chan mau ke mana? Udah makan?” tanya Tooru.

Rintarou menggeleng. “Lo mau makan sekalian sebelum balik?” tanya Rintarou.

“Boleh request nggak?” tanya Tooru.

Rintarou mengernyit, “request apaan?”

“Makan di rumah aja, dong. Suna-chan yang masak,” pinta Tooru. “Kalo Suna-chan nggak keberatan aja sih,” sambung Tooru.

“Hmmm... gue nggak masalah, sih. Tapi kalau gitu mampir ke supermarket dulu. Sekalian belanja bahan makanan bulanan,” ucap Rintarou.

Tooru tersenyum lebar kemudian mengangguk antusias. “Jangankan cuma nemenin Suna-chan belanja, bayarin semua belanjaan aja gue mampu banget kok!” tukasnya.

Rintarou terkekeh, “nggak usah lebay!”

“Serius! Gue nggak keberatan bayarin, kok. Asal ntar Suna-chan rajin masakin gue!” tukas Tooru.

“Gue bukan tukang masak,” balas Rintarou.

“Nggak apa-apa. Itung-itung belajar jadi suami buat gue,” ucap Tooru terkekeh.

“Dih! Siapa yang mau nikah sama lo?” tanya Rintarou.

“Kita, kan, udah pacaran sekarang,” ucap Tooru.

“Iya pacaran, kan, juga belum tentu bakal nikah juga,” balas Rintarou.

Tooru langsung merengut mendengar jawaban dari Rintarou. “Suna-channnn!” rengekan Tooru mulai terdengar.

Rintarou hanya tertawa melihatnya. “Udah buruan ke supermarket. Sebelum hilang mood gue buat masak!” tukas Rintarou.

“Tapi Suna-chan beneran nikah sama gue ya nanti?”

“Ya liat aja besoknya!”

“Suna-chan.” Rengekan Tooru kembali terdengar.

“Tooru.”

Tooru terdiam ketika mendengar Rintarou memanggil nama kecilnya. “Siap, grak! Meluncur ke supermarket!”

Rintarou tersenyum samar. Ia memang sudah mengakui bahwa ia menyukai Tooru. Tapi untuk menikah dengan Tooru nantinya, Rintarou belum benar-benar memikirkannya.

tbc