kecurigaan awal

narasi bagian satu dari Dua Sisi, a Suna Rintarou harem story


Rintarou buru-buru berjalan keluar dari kafe tempatnya bersantai saat ini begitu mendapatkan pesan dari Eita bahwa pemuda itu sudah menunggunya di depan kafe. Rintarou sedikit merinding ketika dindingnya udara menyapa kulitnya yang hanya berbalutkan kaos tipis. Di luar masih turun hujan, semakin membuat Rintarou kedinginan ketika air hujan jatuh membasahi kulitnya. Rintarou berlari kecil, menuju sebuah mobil Jazz abu-abu; kendaraan yang setia menemani Eita ke manapun ia pergi.

“Lo nggak pake jaket?” tanya Eita begitu Rintarou masuk ke dalam mobil, duduk di kursi penumpang sebelah Eita.

“Lupa tadi buru-buru.” Rintarou menjawab sembari berusaha memakai sabuk pengamannya.

“Nih pake!” Eita mengambil sesuatu dari jok belakang mobilnya, kemudian memberikannya kepada Rintarou.

Thanks.” Segera saja Rintarou memakai jaket yang Eita berikan tadi kepadanya.

“Kenapa bisa lupa nggak pake jaket? Lo berangkat dari Inari juga, kan?” tanya Eita yang mulai melajukan mobilnya.

“Tadi pagi ditebengin si kembar. Gue baru bangun pas Osamu ngabarin mau mampir, jadi ya gue cepet-cepet aja biar nggak kelamaan nunggu juga.” Rintarou menjelaskan. “Lo juga kenapa masih di kamar gue. Nggak balik ke rumah ya lo?” tanya Rintarou balik.

Eita mendengus. “Gue males balik ntar ketemu bokap. Gue lagi males debat,” jawab Eita.

“Terus lo udah makan apa belum?” tanya Rintarou lagi.

“Cuma pesen makanan lewat online doang tadi. Bubur ayam yang di depan asrama cewek itu.”

Rintarou mengangguk-angguk mengerti. “Nih, ntar lo makan!” tukas Rintarou memperlihatkan sebuah kantong plastik hitam di tangannya.

“Apaan tuh?”

“Ayam geprek keju kesukaan lo.” Eita tersenyum lebar ketika mendengar jawaban yang Rintarou berikan. “Asik. Pengertian banget lo jadi sohib. Nggak sia-sia kita udah temenan dari orok, tau aja lo yang jadi kesukaan gue,” ucap Eita.

“Nggak gratis ya, nyet! Ntar anterin gue balik ke apart Shiratori sama besok jemput gue ke kampus jam 10!” tukas Rintarou.

“Pamrih lo ah. Nggak seru!” Eita tampak cemberut yang membuat Rintarou tertawa.

“Muka lo makin jelek kalo begitu!”

Perjalanan menuju asrama yang dituju tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama. Selama perjalanan mereka berdua banyak berceloteh, bercerita dan saling melempar canda. Sangat cocok jika dikatakan bahwa mereka terlihat sangat akrab satu sama lain. Namun, jika keduanya berada bersama teman-teman mereka, polah mereka akan jauh berbeda. Tidak akan tampak sedekat seperti sekarang ini.

Bukan tanpa alasan, mereka tentu mempunyai alasan tersendiri yang telah keduanya sepakati.

“Lo mau ngomongin apa, sih?” tanya Rintarou ketika mereka berdua sampai di dalam kamar asrama Rintarou.

“Jangan marah, ya, tapi,” ucap Eita.

Rintarou mengernyit, “ya tergantung. Kalo lo nyebelin ya gue marah, kalo biasa aja ya gue nggak bakal marah,” jawab Rintarou.

Eita mengangguk paham. Ia lantas berjalan menuju salah satu lemari tinggi yang ada di kamar Rintarou, ia meraih sesuatu yang diletakkan di lemari itu kemudian menurunkannya.

Rintarou sendiri? Wajahnya mulai pucat panik ketika sadar kardus apa yang baru saja Eita ambil. Bagaimana Eita bisa tahu ia meletakkan kardus itu di atas lemari.

“Ini apaan?” tanya Eita yang sengaja mengambil benda dalam kardus itu kemudian memperlihatkannya pada Rintarou.

Rintarou memutar otak, berusaha mencari alasan yang terdengar sangat masuk akal. “Oh, onesie ini?” tanya Rintarou mencoba bersikap biasa, “kok lo kepo ngecek isi kardusnya?”

“Kemarin kardusnya hampir jatuh makanya gue benerin. Pas gue nggak sengaja liat, isinya ginian,” jawab Eita. “Jadi ini punya lo?” tanya Eita lagi.

“Secara teknis, sih, iya itu punya gue.”

“Lo suka make ginian?” tanya Eita.

“Ya nggaklah!” Rintarou menyangkal.

“Terus lo ngapain punya kostum ginian segala? Gue jadi inget Nana semalem yang ngasih konten ke Tsukishima pake ginian,” ucap Eita.

Rintarou menggigit bagian dalam pipinya, mana mungkin, kan, dia mengatakan jika dirinya sendiri adalah pemilik akun alter bernama Nana yang sering teman-temannya puja itu.

“Lo suka si Nana pake gituan juga?” tanya Rintarou.

“Lucu, sih, jujur aja liatnya,” jawab Eita.

“Oh.” Rintarou merespon pendek, “lo tau gue pernah deket sama cewek namanya Mao itu, kan?” Eita samar-samar mengangguk, “gue dulu rencananya mau ngasih ini ke dia. Eh, sebelum sempet ngasih dianya malah udah duluan jalan sama cowok lain. Jadi yaudah gue nggak jadi ngasih terus gue masih simpen sampe sekarang.”

Please, percaya. Please, percaya. Rintarou menjerit dalam hatinya.

“Owalah, yang dulu lo sempet nggak semangat itu juga ya?” tanya Eita yang hanya mendapatkan anggukan kecil dari Rintarou. “Padahal ini juga lucu. Sayang kalo nggak dipake.” Eita berkomentar.

“Lo mau pake atau bawa? Boleh aja saja kalo lo mau,” ucap Rintarou.

Eita menatap wajah Rintarou sekilas sebelum akhirnya tersenyum lebar. “Main game, yuk! Ntar yang kalah harus pake ini onesie.”

tbc