kejadian masa lalu

narasi bagian dua dari Invisible, a semisuna story


cw // mention of abortion , murderer , flashback , blood

Suasana sekolah pagi itu cukup kondusif, para siswa masih berada di kelas masing-masing mendengarkan penjelasan dari guru yang mengajar. Namun kondisi itu tidak berlangsung lama ketika beberapa menit kemudian terdengar keributan di salah satu ruang kelas.

Kegaduhan semakin terdengar ketika suara tangisan meraung-raung terdengar menggema di penjuru kelas. Beberapa kelas sebelah ikut penasaran, beberapa guru tampak kelimpungan mencoba menenangkan.

“Ada apa, Mao? Kok koridor sana ribut-ribut?” tanya Eita kepada salah satu teman satu kelasnya yang baru saja memasuki kelas.

“Ada yang kesurupan lagi!” tukas siswi yang bernama Mao itu.

“Hah? Siapa?” beberapa murid lain ikut bertanya, guru yang mengajar di kelas Eita siang itu juga langsung pergi keluar kelas. Beberapa siswa turut mengikuti.

“Siapa yang kesurupan?” tanya Eita.

“Itu loh, yang kemarin waktu MOS kesurupan. Dia kesurupan lagi.”

Jantung Eita mencelos, tiba-tiba berdetak lebih cepat. Tanpa menunggu lama, Eita langsung berdiri dari tempat duduknya kemudian berlari menuju kelas Rintarou yang cukup jauh dari kelasnya.

Sesampainya Eita di sana, kelas Rintarou sudah sangat ramai oleh murid maupun guru yang kepo dengan kejadian yang ada di dalam kelas itu. Eita memaksa masuk, menerobos kerumunan massa itu hingga ia berhasil berdiri di depan pintu kelas Rintarou.

Di sana Eita terpaku, ia melihat Rintarou duduk di bangkunya dengan posisi kedua tangan yang berada di atas perutnya. Suara Rintarou pun bukan seperti suara Rintarou biasanya. Suara itu sungguh familiar di telinga Eita yang sering kali Eita dengar sejak ia mulai bersekolah di sekolah ini.

Rintarou menangis, meraung dengan suara tangisan perempuan sambil terus memeluk perutnya sendiri. Beberapa guru mencoba menyadarkan Rintarou, berbagai macam doa dirapalkan... namun sepertinya tidak terlalu membantu.

Eita akhirnya melangkahkan kaki memasuki ruang kelas Rintarou. Seakan tahu jika Eita memasuki kelas tersebut, suara tangisan Rintarou—atau lebih tepatnya suara tangisan sosok yang merasuki tubuh Rintarou—semakin keras terdengar. Kali ini bahkan Rintarou terus mengucapkan kata ‘tolong aku, di mana bayiku’ terus-menerus.

“Pak, Suna kenapa bisa kesurupan lagi?” tanya Eita berbisik kepada salah satu gurunya, Pak Washijo namanya, termasuk guru senior juga di sekolah Eita.

“Bapak juga kurang tau kenapa bisa begitu,” jawab Pak Washijo.

Guru yang lain mencoba mengajak sosok dalam tubuh Rintarou berkomunikasi, namun tampaknya sosok itu tidak mau dan hanya terus menangis. Sampai akhirnya sosok tersebut membuat Rintarou mengacungkan jarinya ke depan, tepat ke arah Eita.

Orang-orang yang ada di situ jelas terkejut, tatapan penuh selidik langsung menghujam ke arah Eita. Beberapa berbisik, jangan-jangan yang merasuki tubuh Rintarou ada hubungannya dengan Eita. Jangan-jangan sosok itu adalah pacar Eita yang sudah meninggal.

“G-gue?” tanya Eita terbata.

Rintarou menganggukkan kepalanya, tangannya sudah turun dan kembali memeluk perutnya sendiri.

“Kenapa jahat? Jahat! Kamu jahat!” teriak Rintarou, masih dengan suara perempuannya. Bisik-bisik semakin terdengar, tatapan penuh selidik semakin membuat Eita risih.

“Aduh! Jangan bikin salah paham, dong!” tukas Eita akhirnya. “Gue nggak kenal lo, Mbak!”

“Semi, maksud ‘dia’ ini apa? Kamu jahatin ‘dia’?” tanya salah satu guru.

Eita menggeleng cepat. “Nggak, Pak! Saya nggak ngapa-ngapain!” sangkalnya.

“Terus kenapa dia bilang jahat ke lo, Sem?” pertanyaan itu datang dari Osamu.

Eita semakin bingung, ia menatap ke sekelilingnya yang tampak menunggu penjelasan dari Eita. Ketika ia menatap Rintarou, ia semakin tidak tega karena Rintarou terus saja menangis dan meraung seperti itu.

“Aduhhh! Kok jadi gini, sih!” dengus Eita. “Asli! Gue nggak ada hubungannya sama yang ngrasukin Suna!” tukasnya.

“Terus kenapa, dong? Kok ‘dia’ nunjuk-nunjuk lo tadi, bilang lo jahat segala lagi?” tanya Osamu.

“Semi, coba kamu ceritakan yang sebenarnya saja. Supaya masalah ini segera terselesaikan,” ucap Pak Washijo.

“Aduh, Pak! Tapi beneran, saya nggak ada hubungannya sama yang ngrasukin Suna itu!” tukas Eita. Namun tampaknya orang-orang di situ tidak langsung percaya kepada Eita.

Eita tampak putus asa, tatapan menyalahkan itu menyakiti perasaannya.

“Oke! Saya ngaku! Tapi bukan saya yang bikin ‘mbak itu’ gentayangan!” tukas Eita akhirnya. “Percaya nggak percaya, saya sebenarnya bisa melihat makhluk yang seperti ‘itu’,” cerita Eita, “saya bisa melihat banyak sekali makhluk yang gentayangan di sekolah ini, salah satunya ya ‘mbak itu’. Dia sering nangis di wc cewek, kalo nggak gitu dia sering jalan mondar-mandir di koridor sekolah sambil megangin perut gitu.” Eita menunjuk Rintarou. “Kadang sambil ngomong ‘di mana bayiku, di mana bayiku, anakku, anakku’ gitu,” sambung Eita.

“Saya bisa ngeliat, tapi saya pura-pura nggak mau tau. Saya pengen hidup normal tanpa diikutin makhluk-makhluk ‘itu’ karena saya bisa melihat. Makanya waktu beberapa kali ketemu ‘mbak itu’ saya diam pura-pura nggak tau!” jelas Eita.

“Benar begitu?” tanya salah satu guru kepada Rintarou. Kepala Rintarou mengangguk, menandakan bahwa sosok itu setuju dengan cerita Eita.

“Tapi kenapa kamu bilang Semi jahat? Semi tidak ada hubungannya dengan apa yang terjadi sama kamu, kan?” tanya guru lain.

“Jahat! Tidak mau membantu.” Sosok itu menjawab lirih.

Eita sedikit kesal. Perkara tidak mau membantu saja membuat hampir seluruh manusia yang ada di situ tidak percaya kepadanya.

“Baiklah, sekarang coba ceritakan dari awal, kenapa kamu menjadi seperti ini. Kami tidak ingin anak yang kamu rasuki ini kenapa-napa, jadi kami harap kamu cepat keluar dari tubuh anak ini.”

Sosok itu menangis lagi, namun perlahan ia mulai bercerita bagaimana ia bisa berakhir menjadi seperti sekarang ini.

Sosok itu bercerita bahwa dirinya dulu adalah salah satu murid sekolah Eita sekarang. Sekitar lima belas tahun yang lalu, sosok itu masih duduk di bangku kelas sebelas ketika ia dihamili oleh pacarnya. Ketika ia meminta pertanggungjawaban kepada pacarnya, pacarnya justru menyuruh sosok itu untuk mengaborsi bayi yang ada di dalam kandungannya. Hati calon ibu mana yang tega membunuh buah hatinya sendiri, maka dari itu sosok itu menolak menggugurkan kandungannya. Hal tersebut membuat sang pacar tidak terima dengan keputusan itu. Maka tanpa sepengetahuan sosok itu, pacarnya itu memberikan minuman yang sudah diberi obat penggugur kandungan. Hingga terjadilah kandungan itu benar-benar gugur. Efek samping dari obat yang diberikan tersebut ternyata cukup parah, pasalnya hal tersebut membuat sosok itu pendarahan hebat di salah satu kamar mandi sekolah. Sosok tersebut baru ditemukan sudah tidak bernyawa dikemudian hari yang langsung membuat satu sekolah geger pada masa itu.

Beberapa guru dan siswa lain yang mendengar cerita dari sosok itu menangis, tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan sosok itu dahulu yang berusaha membesarkan anaknya dan bertanggung jawab justru berakhir mengenaskan di tangan laki-laki yang tidak bertanggung jawab.

Eita bisa melihat perubahan ekspresi dari wajah Pak Washijo sebelum akhirnya Pak Washijo sendiri yang membenarkan cerita tersebut. Kejadian itu jelas tidak bisa Pak Washijo lupakan begitu saja, terlebih ketika Pak Washijo mengingat bahwa sosok yang merasuki Rintarou itu adalah sahabat putrinya pada saat itu.

Sosok itu hanya ingin meminta pertanggungjawaban dari laki-laki yang sudah berbuat jahat kepadanya. Maka ketika ia mendapatkan kesempatan untuk merasuki Rintarou yang tengah lengah, ia langsung memasuki tubuh Rintarou.

Suasana tiba-tiba berubah ramai ketika salah satu guru laki-laki ikut memasuki ruang kelas tersebut. Rintarou yakin semula hanya duduk di bangkunya tiba-tiba mendongakkan kepalanya. Tatapannya tajam menatap guru yang baru saja memasuki ruang kelas itu, Rintarou langsung berdiri kemudian berlari ke arah guru tersebut.

Hal tersebut tentu membuat gaduh keadaan, apalagi ketika Rintarou mencoba untuk mencekik leher guru itu sambil melontarkan sumpah serapah.

Eita kemudian paham, jangan-jangan yang dimaksud oleh sosok itu adalah guru itu. Guru itu yang dulunya adalah yang menghamili pacarnya dan membunuh sosok yang merasuki Rintarou.

Tubuh Rintarou kemudian terkulai lemas tidak lama kemudian karena salah satu guru terpaksa membuat Rintarou pingsan. Rintarou yang pingsan kemudian dibawa ke UKS sekolah, sedangkan guru laki-laki yang hampir diserang oleh Rintarou tadi langsung dibawa ke ruang kepala sekolah oleh Pak Washijo.

—tbc