kejelasan

narasi pendek dari Gagal Move On, a semisuna story


cw // boys love , slight nsfw , kissing

Rintarou mengerjap terkejut ketika mendengar suara ketukan pintu kamar kosnya. Buru-buru ia berjalan menuju pintu dan membukanya. Ia kembali dikejutkan dengan sosok pemuda yang beberapa menit yang lalu menjadi lawan bicara di aplikasi chatting ponselnya.

“Gue udah di sini!” tukas Eita. Napasnya ngos-ngosan, membuat Rintarou sedikit mengernyit heran.

“Jangan bilang lo lari-lari ke sini!” Rintarou menebak.

Eita mengangguk kecil. “Gue lagi di kampus pas lo chat suruh ke sini. Kelamaan gue kalo harus ngambil motor dulu ke parkiran baru ke sini!” tukas Eita.

“Ya tapi nggak lari juga ke sininya!” tukas Rintarou.

Keduanya lantas terdiam. Eita masih mencoba menormalkan kembali napasnya, sedangkan Rintarou diam menunggu Eita.

“Masuk dulu, deh! Nggak enak ngobrol di depan pintu!” ajak Rintarou kemudian membuka lebih lebar pintu kamar kosnya. Eita mengangguk, mengikuti Rintarou berjalan masuk ke dalam kamar kos.

Hening menyelimuti di antara mereka. Rintarou duduk di atas kasurnya, sedangkan Eita memilih duduk di atas karpet kamar kos Rintarou. Ah, Eita masih ingat! Karpet berbulu di kamar kos Rintarou ini dulunya dibeli bersama dengannya. Rintarou yang waktu itu bingung ingin memberi alas pada lantai kamar kosnya dan akhirnya Eita menawarkan diri untuk menemani Rintarou membeli karpet bulu yang sampai sekarang masih setia menghiasi lantai kamar kos Rintarou.

“Kak.”

“Hah? Oh ya!” Eita gelagapan.

“Buruan cerita!” tuntut Rintarou.

“Hah? Cerita apa?” tanya Eita kebingungan.

“Soal banner itu. Soal galaunya lo. Dan semua asumsi lo tentang cowok yang lo bilang pacar baru gue itu.” Rintarou menuntut.

Eita terdiam sebentar menatap Rintarou sebelum akhirnya menghembuskan napas pelan. “Ya gimana ya. Lo tau nggak sih rasanya lo masih sayang sama seseorang, tapi tiba-tiba harus putus. Terus pas habis putus ternyata dia kayak keliatan baik-baik aja, nggak keliatan habis putus cinta gitu. Pas tau lo mau dateng ke konser band gue dan dateng sama cowok lain. Iseng aja gue pesen banner itu ke temennya Bokuto.” Eita menjelaskan.

Giliran Rintarou yang terdiam setelah mendengar penjelasan Eita. Ia mengerjakan kelopak matanya beberapa kali. “Lo masih sayang sama gue?” tanya Rintarou pelan.

Eita mendengus. “Ya masih! Lo pikir gampang apa move on dari pacar yang udah hampir empat tahun lo pacarin!” tukas Eita.

“Ya tapi lo juga pas gue ajak putus lo oke-oke aja!” tuding Rintarou.

“Ya... Yaa...” Eita terbata-bata. “Ya karena gue gengsi!” tukasnya kemudian.

“Hah!?”

“Ya masa cowok seganteng gue diputusin pacar sendiri!”

Eita mengaduh kesakitan beberapa menit kemudian ketika lemparan bantal milik Rintarou tepat mengenai wajahnya. “Sakit, Rin!” Eita merajuk.

Ada desiran aneh dalam diri Rintarou ketika mendengar suara Eita yang merajuk seperti itu, apalagi ketika Eita memanggilnya dengan panggilan kecilnya saat mereka masih berpacaran dulu.

“Gengsi lo terlalu gede!” cibir Rintarou.

“Iya tau! Makanya itu gue nyesel,” ucap Eita setelahnya. “Gue nyesel waktu itu gue nggak nyoba pertahanin hubungan kita dan malah setuju-setuju aja kita putus,” sambungnya. “Gue nggak suka liat lo jalan bareng cowok lain. Kesel gue waktu liat lo udah nggak peduli lagi sama gue. Kalo ketemu gue sama temen-temen gue yang lain, lo sapa semuanya kecuali gue. Sedih gue liatnya. Terus semalam lo dateng sama cowok baru lo, gue jadi sadar... ternyata gue masih sayang banget sama lo. Gue masih cinta sama lo. Gue nggak rela lo bareng cowok lain, tapi gue nggak mungkin juga ngerebut lo lagi dari cowok lo pas gue tau lo kayak seneng banget waktu gue liat sama cowok lo.”

Wajah Rintarou memanas, ia berusaha menahan senyumnya namun rasanya tidak bisa. Hatinya terlalu bahagia mendengar pengakuan jujur dari mantan kekasihnya.

“Lo nggak bisa move on, Kak.” Rintarou berucap pelan.

“Iya, kan, udah gue bilang tadi! Mana bisa gue move on secepat it—”

“Sama, Kak. Gue juga masih sayang sama lo!”

Eita terdiam. Berusaha keras memproses apa yang baru saja didengar oleh telinganya.

“Hah?”

“Gue juga nyesel ngajak lo putus waktu itu,” ucap Rintarou.

“Bentar! Maksudnya apaan? Lo masih sayang sama gue, tapi lo ngajak putus waktu itu. Terus sekarang lo juga udah ada pacar!” tukas Eita.

Rintarou mengernyit. “Siapa yang bilang gue udah punya pacar?” tanyanya.

“Lah itu cowok yang bareng sama lo!” tukas Eita.

“Lah? Emang gue pernah bilang iya kalo dia cowok gue?” tanya Rintarou.

“Tapi ka—” ucapan Eita terhenti ketika ia berusaha mengingat-ingat apakah Rintarou pernah mengiyakan tuduhan yang Eita berikan mengenai pacar baru Rintarou. Eita menatap Rintarou, Rintarou ikut menatap Eita. Rintarou berusaha keras untuk menahan senyumnya. “AHHH! LO MAH!” seru Eita kemudian. Ia merebahkan tubuhnya di atas karpet. Kedua tangannya menutupi wajahnya. Ia benar-benar malu.

“Osamu bukan pacar gue, Kak. Dia temen gue. Lo lupa gue punya temen kembar yang pernah gue kenalin ke lo? Itu Osamu yang bareng gue nonton konser semalem,” jelas Rintarou.

“Anjir! Gue bego banget, dah!” dengus Eita masih menutupi wajah dengan kedua tangannya.

Rintarou terkekeh kecil. Ia bangkit dari kasur kemudian berjalan mendekati Eita. Eita nampaknya sangat terkejut ketika tiba-tiba merasakan sesuatu menindih perutnya. Ia menyingkirkan tangannya dari wajahnya dan disambut dengan Rintarou yang sudah menyamankan duduknya di atas perutnya.

“Rin! Lo—”

“Jadi gimana, Kak? Masih sayang sama gue apa nggak?” tanya Rintarou yang menunduk menatap Eita.

“Lo, tuh, ya,” Eita berucap lirih. Rintarou cukup terkejut ketika merasakan kedua tangan Eita kini berpindah ke pinggangnya. Eita bangkit dari posisi tidurnya hingga sekarang posisi mereka menjadi Rintarou berada di pangkuan Eita. “Lo jangan tiba-tiba gini, dong! Ntar kalo adek gue bangun emang lo mau tanggung jawab?” tanya Eita.

Rintarou terkekeh, “ya boleh-boleh aja,” ucapnya.

“Rin!” Eita memberikan peringatan.

Rintarou kembali tertawa, kedua tangannya terulur ke depan, melingkar pada leher Eita. “Jawab dulu. Masih sayang sama gue nggak? Mau balikan apa putus aja?”

“BALIKANLAH! YAKALI PUTUS LAGI! GUE MASIH SAYANG SAMA LO GILA AJA!” teriak Eita.

“Berisik lo!” tukas Rintarou yang kemudian mempertemukan bibirnya dengan bibir Eita.

Tidak perlu menunggu lama bagi Eita untuk kemudian membalas ciuman yang Rintarou berikan. Lebih dalam, lebih panas dan lebih sensual. Tangannya yang tidak bisa diam pun iseng meremas pinggang Rintarou cukup kencang. Cukup untuk membuat Rintarou terkejut dan tidak sengaja mengeluarkan lenguhan yang terdengar manja di telinga Eita.

“Bentar!” tukas Rintarou mendorong bahu Eita ketika merasakan tangan Eita mulai bergerak liar meraba kulitnya.

“Apa lagi?” tanya Eita protes.

“Janji dulu!”

“Janji apa?” tanya Eita.

“Kak Eita jangan pernah duet lagi sama Alisa Alisa itu!”

Eita terdiam sebentar, ia mengernyit heran ketika tiba-tiba Rintarou menyebutkan nama Alisa. Ah, ternyata begitu.

“Rin, jangan bilang dulu minta putus karena gue pernah duet bareng Alisa?” tanya Eita.

Rintarou mendengus. “Ya habisnya nyebelin aja. Habis Kak Eita duet sama Alisa, sekampus jadi kayak nyomblangin kalian berdua. Yang katanya cocoklah, serasilah, sama-sama cakeplah nyenyenye!” cibir Rintarou.

Eita terkekeh kecil. “Maaf, ya. Besok-besok nggak lagi. Aku juga minta maaf, waktu itu aku juga sebel soalnya sering dicengin sama Alisa terus, pusing. Pas kamu marah, aku jadi ikutan marah. Kalau aja waktu itu aku lebih tenang, kita nggak ada tuh putus-putus segala,” jelas Eita.

“Udah pake aku lagi, nih?” tanya Rintarou.

“Lah iya, dong! Kan kamu pacar aku lagi sekarang!” tukas Eita.

“Iyain aja, deh. Daripada ntar galau lagi kalau aku tolak.”

“Nggak boleh nolak, dong! Katanya masih sayang!”

“Ya emang masih!”

“Ya udah kita sama!”

“Ya udah!”

“Ya udah kalo gitu! Kita lanjutin yang tadi!”

“Hah? Lanjutin apaan?”

“Ngewe! Kak Eita kangen sama Rinta!”

Rintarou memekik terkejut setelahnya. Eita tiba-tiba berdiri dengan posisi Rintarou dalam gendongannya dan membawa Rintarou ke atas kasurnya.

Eita tidak peduli. Walaupun ini masih siang, ia sudah tidak tahan. Ia sangat merindukan Rintarou kesayangannya.

END