kejutan

narasi bagian dua dari Surprise, a semisuna short story


cw // kissing , slight NSFW

Kesalahpahaman kemarin berhasil Rintarou atasi. Gara-gara sebuah komentar disalah satu tweet Eita, Eita mendadak menjadi polisi yang mengintrogasi Rintarou dengan banyak pertanyaan.

Pemuda yang ditanyakan oleh Eita adalah Ushijima Wakatoshi, ketua BEM di fakultas tempat Rintarou kuliah. Wakatoshi adalah kakk angkatan Rintarou, mereka saling mengenal pada saat malam keakraban yang diadakan oleh fakultas mereka. Sejak saat itulah Rintarou menjadi cukup dekat dengan pemuda berpostur tubuh yang tinggi dan gagah itu.

Namun walaupun begitu, Rintarou sama sekali tidak pernah menaruh perasaan pada Wakatoshi. Bagi Rintarou, Eita adalah satu-satunya untuknya. Meskipun jujur saja cukup banyak mahasiswa atau mahasiswi dari kampusnya yang menyatakan perasaan kepadanya ... namun Rintarou menolak baik-baik orang yang ingin menjadi kekasihnya. Rintarou tidak pernah mengatakan hal ini kepada Eita, bisa-bisa Eita kebakaran jenggot dan langsung pindah ke kampus Rintarou jika pemuda itu tahu banyak yang mengincar kekasihnya.

“Rin? Sudah siap?” Rintarou menoleh ke arah pintu kamarnya ketika pintu itu terbuka, tidak lama kemudian seorang pria paruh baya terlihat dari balik pintu kamar Rintarou. “Udah?” tanya pria itu lagi.

Rintarou mengangguk. “Udah, Pa. Mau berangkat sekarang?” tanya Rintarou.

“Iya, ayo. Nanti malam Papa harus meeting juga di sana,” jawab pria paruh baya yang Rintarou panggil ‘Papa’ itu.

“Oke. Udah siap, kok!” tukas Rintarou.

“Kamu yakin nggak mau nginep bareng Papa aja di hotel?” tanya Papa Rintarou.

“Enggak, Pa. Rin mau ngasih kejutan buat Eita.” Rintarou menolak halus tawaran papanya.

“Jangan aneh-aneh loh, ya!” peringat sang Papa.

“Iya, ih, Pa! Emang mau aneh-aneh apaan coba?” tanya Rintarou.

“Ya kali aja kamu sama Eita bakal ngelakuin ‘itu’,” ucap sang papa.

“Ih, Papa!” Rintarou berseru kesal, wajahnya memerah.

Pria paruh baya itu terkekeh geli ketika melihat ekspresi lucu di wajah putra semata wayangnya. Ia mengusak pelan rambut Rintarou dan tersenyum.

“Papa nggak ngelarang juga, sih. Asal main aman aja. Nggak nyangka, anak Papa udah gede aja, udah tau gituan,” ucap Papa Rintarou.

“Papa ihhh!” seru Rintarou semakin kesal. “Udah ayo berangkat!” seru Rintarou berjalan mendahului papanya.

“Iya, iya, ayo berangkat.”

•••

Beberapa jam menempuh perjalanan, akhirnya Rintarou sampai di kota tempat kekasihnya itu berkuliah. Ia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Eita tentu saja. Ia ingin melihat bagaimana wajah Eita ketika pemuda itu melihatnya datang secara tiba-tiba.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Dua jam lagi sebelum ulang tahun kekasihnya. Rintarou sudah menghubungi salah satu teman dekat Eita untuk bertanya di mana keberadaan Eita.

Eita memiliki sebuah band musik yang cukup terkenal di kampusnya. Malam ini, berdasarkan informasi yang Rintarou dapatkan ... Eita dan band-nya mendapatkan job manggung disalah satu kafe besar di kota itu. Band Eita diundang sebagai pengisi acara pada acara anniversary yang digelar oleh si pemilik kafe.

Rintarou berterima kasih kepada papanya ketika pria itu mengantarkannya dengan selamat sampai di tempat tujuan Rintarou. Sebuah kafe tempat Eita tampil malam ini.

“Kalau ada apa-apa telfon Papa, ya!” pesan Papa Rintarou.

“Iya, iya. Rin bisa jaga diri, kok. Papa fokus aja sama meeting Papa nanti,” balas Rintarou. Sang Papa tersenyum kecil, ia berpamitan kepada Rintarou dan mulai mengendarai mobilnya menjauh.

“Suna!” Rintarou langsung menoleh ketika mendengar seseorang memanggil namanya.

“Halo,” sapa Rintarou.

“Semi habis ini tampil. Yuk, masuk!” ajak orang itu.

“Eh, tunggu, Kur!” Rintarou menahan tangan orang yang di depannya itu, “kalau gue lewat pintu depan ntar langsung ketahuan Eita, dong!” tukas Rintarou.

“Ya udah ayo lewat pintu belakang. Lo diem-diem aja nonton di backstage, kalau udah selesai nanti gue kasih kodenya.”

Rintarou mengangguk, “makasih, ya, Kuroo ... udah mau bantuin gue,” ucap Rintarou.

“Santai aja!”

Rintarou tersenyum kecil. Keduanya lantas berjalan memasuki kafe itu melewati pintu belakang. Berkat bantuan dari Kuroo Tetsurou—salah satu teman Eita—mereka diperbolehkan masuk melalui pintu belakang oleh manajer kafe itu.

Diam-diam Rintarou berjalan menuju backstage. Ia tidak bisa langsung melihat Eita yang sedang tampil bersama band-nya secara sempurna, namun Rintarou tetap merasa puas bisa melihat kekasihnya itu tampil di panggung lagi.

Kurang lebih 45 menit kemudian, band Eita selesai tampil di atas panggung. Eita bersama anggota band-nya turun menuju backstage satu per satu. Awalnya Eita tidak menyadari akan hadirnya Rintarou di sekitarnya. Sampai akhirnya seseorang menepuk pundak Eita ketika Eita sedang minum dari botol minuman yang sudah disiapkan untuknya.

“Hai.”

Mulut Eita terbuka lebar, begitu juga dengan kelopak matanya yang melebar karena terkejut melihat Rintarou yang berdiri tepat di belakangnya.

“Kok bengong?” tanya Rintarou.

“Rin? ANJIR, RIN!” Eita melangkah maju dan langsung menarik tubuh Rintarou ke dalam pelukannya. Rintarou terkekeh, membalas pelukan Eita tidak kalah eratnya. Beberapa teman Eita berseru, meneriakkan kata ‘cie, cie’ ketika melihat adegan roman picisan Eita yang bertemu dengan Rintarou. “Anjir! Ini beneran Rin? Ya Gusti, Rin! Gimana bisa ada di sini?” tanya Eita terkejut.

Rintarou terkekeh, “kejutan, dong!” balas Rintarou.

“Sumpah aku kaget beneran. Kirain yang dateng cuma kado doang, ternyata Rin juga dateng!” tukas Eita.

“Ya masa pacarku ultah nggak aku rayain!” tukas Rintarou. Rintarou terkekeh kecil ketika Eita kembali memeluk tubuhnya.

“Kok bisa sampai sini? Bareng siapa?” tanya Eita.

“Papa. Papa ada dinas di sini juga, jadi aku minta papa buat jemput aku dulu sebelum ke sini,” jawab Rintarou.

“Rin, mah! Harusnya ngomong aja sama aku, nanti biar aku yang jemput Rin!” tukas Eita.

“Ya kalau bilang sama Eita duluan, nggak kejutan namanya,” balas Rintarou terkekeh. Eita tersenyum lagi mendengar jawaban Rintarou yang memang benar-benar berhasil membuat kejutan untuknya.

Suasana pada malam itu semakin meriah. Tidak hanya kedatangan Rintarou yang menjadi kejutan bagi Eita, namun ternyata teman-teman Eita yang lain juga sudah menyiapkan sesuatu untuk Eita.

Pesta kecil-kecilan akhirnya digelar untuk memperingati hari ulang tahun Eita. Semuanya tampak gembira dan menikmati jalannya acara dadakan tersebut, tidak terkecuali Eita dan Rintarou yang ikut dalam pesta tersebut.

•••

Eita buru-buru mengajak Rintarou kembali ke apartemen tempat tinggalnya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari, Eita dengan berbagai alasan yang ia punya akhirnya berhasil membawa Rintarou pergi dari kafe tempat teman-temannya merayakan ulang tahunnya.

Eita menarik pergelangan tangan Rintarou cukup kencang, memaksa Rintarou agar lebih cepat berjalan mengikuti Eita.

“Eita! Pelan-pelan, dong!” tukas Rintarou akhirnya.

Eita menggeleng cepat, “nggak bisa! Udah nggak sabar ini!” tukas Eita.

Mereka berdua sampai di apartemen Eita tidak lama kemudian, tanpa membuang banyak waktu lagi ... Eita langsung membawa Rintarou masuk ke dalam apartemennya.

“Eit—hummp—” suara Rintarou terputus ketika tiba-tiba Eita sudah menyerang Rintarou dengan ciuman tepat di bibirnya.

Rintarou hanya bisa pasrah, berusaha membalas ciuman Eita yang semakin lama semakin terasa menuntut.

“E-i—ta—ha—ahh—” suara Rintarou kembali tertelan. Eita benar-benar tidak memberikan kesempatan kepada Rintarou untuk berbicara. “Ei—ta!” Akhirnya setelah perjuangan yang berat, Rintarou berhasil melepaskan tautan bibir mereka berdua. “Ta! Sabar, ih!” seru Rintarou.

“Maaf, maaf! Tapi nggak bisa sabar, nih! Kangen banget sama, Rin!” tukas Eita.

“Ya tapi nggak main nyosor gitu aja, dong! Masa baru nutup pintu langsung gitu!” protes Rintarou. “Ini lihat dulu, apa yang aku bawa!” tukas Rintarou memperlihatkan sesuatu yang sedari tadi ia bawa.

Eita melirik sebuah tas berbentuk unik yang Rintarou bawa, kemudian tersenyum. Ia menarik tubuh Rintarou ke dalam pelukannya kemudian melepaskannya. “Udah lihat, kok, tadi,” balas Eita. “Udah kelihatan banget dari bentuknya,” sambung Eita.

“Tapi, kan, belum liat langsung isinya apa!” tukas Rintarou.

“Nggak perlu.” Eita menolak, “unboxing kado yang itu besok aja. Sekarang aku mau unboxing kado yang di depanku dulu,” sambungnya.

“Hah?”

“Aku mau Rin dulu, boleh, ya,” ucap Eita, ia menatap Rintarou dengan ekspresi penuh harap.

Rintarou masih terdiam, masih memproses apa yang Eita maksudkan. Sampai akhirnya ia tersadar, wajahnya langsung memerah dan tangannya reflek memukul pelan bahu Eita. Rintarou mengalihkan pandangannya, menghindari tatapan mata Eita yang terasa mengintimidasinya.

“Rin, boleh, ya...” Rintarou terpaksa kembali menatap wajah Eita ketika tangan Eita mengapit dagunya, dan membuat Rintarou mau tidak mau harus menatap wajah Eita.

“A-apa?” tanya Rintarou tergagap.

“Aku kangen banget, loh, sama Rin. Masa nggak boleh minta ‘itu’?” tanya Eita.

“Ihh, apaan, sih!” Rintarou mendesis kesal. Namun ia tetap tidak bisa menutupi rasa malunya. Rintarou menghembuskan napas pelan, kemudian mengangguk, “ya udah,” bisiknya.

Kelopak mata Eita melebar mendengar suara pelan Rintarou, “ya udah apa?” tanyanya.

Rintarou mendengus, “ya udah kalau mau minta ‘itu’,” bisik Rintarou. Rintarou membalas tatapan mata Eita, pipinya semakin memerah, “karena hari ini ultah Eita, jadi aku turutin permintaan Eita,” ucap Rintarou.

“Beneran?” tanya Eita yang tidak bisa menutupi rasa senangnya. Rintarou mengangguk. Eita tersenyum lebar, kedua tangannya berpindah menangkup kedua pipi Rintarou, kemudian menarik wajah Rintarou hingga bibir mereka kembali beradu. Ciuman yang awalnya hanya sebatas kecupan saja, semakin lama berubah menjadi kecupan dalam dan basah. Eita berhasil memasukkan lidahnya ke dalam mulut Rintarou hingga membuat Rintarou kewalahan dalam membalas ciuman Eita.

Pagutan bibir keduanya baru terlepas ketika Rintarou memukul bahu Eita pelan, memberi kode pada Eita bahwa ia membutuhkan pasokan oksigen baru. Wajah memerah Rintarou dan benar saliva yang tercipta karena ciuman mereka membuat Eita semakin gemas melihat wajah kekasihnya.

Eita memajukan wajahnya, lantas mendaratkan kecupan singkat di pipi Rintarou. “Gemes banget, sih, Rin.” Eita berkata.

“Diem!” seru Rintarou sebal.

“Makasih, ya, Rin sayang ... udah ngasih kejutan begini buat aku,” ucap Eita.

Rintarou tersenyum tipis, “selamat ulang tahun, ya, Eita,” ucap Rintarou.

“Makasih banget, Rin.” Eita ikut tersenyum, “sekarang aku boleh buka hadiahnya, kan?” tanya Eita.

“Bole—EH? EITA!” Rintarou sangat terkejut ketika tiba-tiba Eita merapatkan tubuhnya pada tubuh Rintarou. Jangan lupakan juga tangan Eita yang tiba-tiba saja sudah mendarat dengan sempurna di bokong Rintarou.

Eita tersenyum menatap wajah Rintarou, “happy birthday to me. Makasih kadonya, Sayang. Aku buka sekarang, ya,” bisik Eita di telinga Rintarou.

tbc