kemajuan

narasi bagian sembilan dari Missing Cat, a semisuna story


Hubungan antara Eita dan Rintarou mengalami kemajuan yang nampak sejak beberapa hari yang lalu. Sejak Rintarou menyetujui ia akan menemani Eita menonton film diakhir pekan ini, mereka menjadi lebih dekat satu sama lain. Canggung di antara mereka sudah mulai mengikis, mereka berdua menjadi sering berhubungan layaknya teman yang sudah lama kenal.

Kebiasaan baru pun ada di antara mereka, untuk sekarang ... Rintarou tidak lagi berangkat atau pulang sekolah bersama Atsumu atau Osamu, melainkan bersama Eita. Eita yang menawarkan diri menjemput dan mengantar Rintarou tentunya. Walaupun Rintarou sempat menolak, namun bukan Eita namanya jika tidak memaksa Rintarou agar mengatakan ‘ya’ kepadanya.

Dipagi hari, Eita akan tiba di rumah Rintarou. Selama Eita menunggu Rintarou bersiap dan sarapan, tentu saja Eita akan bermain bersama Tuna. Eita tidak enak hati jika harus selalu sarapan di rumah Rintarou setiap pagi (walaupun baru dua kali), jadi di rumah ia meminta ibunya untuk menyiapkan sarapan lebih pagi dari biasanya. Tuna sendiri juga tampaknya terlihat akrab dengan Eita. Kucing gembul itu juga anteng-anteng saja ketika Eita beberapa kali mendandani kucing itu dengan topi atau baju khusus kucing yang Rintarou punya.

Saat pulang sekolah, Rintarou biasanya akan menunggu Eita di depan warung makan sederhana yang tidak jauh dari sekolah mereka. Rintarou biasanya akan memesan es teh atau es jeruk yang kemudian diberikan kepada Eita sebelum mereka berkendara pulang. Sahabat mereka yang melihat kedekatan keduanya pun sedikit bingung dan senang. Bingung karena Eita dan Rintarou bisa menjadi sedekat itu padahal belum ada satu minggu mereka kenal. Senang karena; dipihak sahabat Eita akhirnya melihat Eita tidak terlalu berambis menyibukkan diri bermain dengan gitar di ruang musik sekolah mereka, dipihak sahabat Rintarou (khususnya Atsumu) melihat hal ini bisa saja membantu Rintarou move on dari Osamu.

Di sekolah pun beberapa kali mereka sering bertegur sapa, dari yang sebelumnya saja mengenal satu sama lain saja tidak. Kini, di manapun keduanya tidak sengaja bertemu, mereka akan bertegur sapa satu sama lain; entah itu hanya dengan sebuah senyuman, lambaian tangan, pertanyaan ‘mau ke mana’, atau sekedar percakapan singkat Rintarou dan Eita.

“Kok lama?” Rintarou langsung bertanya kepada Eita begitu Eita memberhentikan sepeda motornya di depan warung sederhana tempat Rintarou menuggu.

Sorry, tadi tiba-tiba Pak Tomo nyuruh gue bantuin beresin ruang musik,” balas Eita.

“Nih!” tukas Rintarou mengulurkan sebungkus es teh kepada Eita.

“Yah, udah nggak dingin!” tukas Eita.

“Salah lo sendiri kelamaan, jadi esnya cair semua, kan!?” tukas Rintarou.

“Bentar gue mau minta es Mak Cik lagi!” tukas Eita yang bergegas turun dari sepeda motornya dan langsung memasuki warung sederhana itu.

Rintarou menghela napas, ia mengambil satu helm yang biasa ia gunakan saat membonceng Rintarou.

“Sun, suka cimol nggak?” tanya Eita tiba-tiba yang sudah ada di belakangnya.

“Suka-suka aja, sih. Kenapa?” tanya Rintarou.

“Cari cimol dulu, yuk. Gue tiba-tiba pengen cimol, nih!” ajak Eita.

“Napa lo? Ngidam?” tanya Rintarou.

Eita terkekeh, “enggak. Kemarin kakak gue pulang kuliah bawa cimol, enak banget. Gue jadi pengen beli cimol,” jelas Eita.

“Ya udah ayo aja. Lo tau di mana belinya emang?” tanya Rintarou.

“Tau. Tapi agak jauhan nggak apa-apa, ya,” balas Eita.

“Nggak masalah, sih.” Rintarou menyetujui.

Eita tersenyum lebar mendengar persetujuan Rintarou. “Ntar lo beli yang bumbu jagung manis aja. Gue lagi pengen yang balado campur bon cabe,” ucap Eita.

“Makan pedes mulu lo!” tukas Rintarou. “Lo tadi di kantin juga udah makan bakso sambelnya banyak banget, kan!?” tanya Rintarou.

“Kok tau?”

“Ya biasa,” balas Rintarou.

Eita berdecak, “males, ah. Nggak Bokuto, nggak Atsumu, cepu semua ke lo,” balas Eita.

Rintarou terkekeh sendiri melihat wajah sebal Eita, “jangan kebanyakan makan sambel, ah. Nggak baik,” ucap Rintarou.

“Klo gue inget ntar gue kurangin,” jawab Eita, “udah ayo naik!” tukas Eita yang bersiap memakai helmnya. Rintarou mengangguk.

Sebenarnya, alasan mencari cimol hanyalah akal-akalan Eita saja yang ingin lebih lama menghabiskan waktu sepulang sekolah berkeliling kota mengendarai sepeda motornya. Penjual cimol banyak di pinggiran jalan kota, tetapi Eita sengaja memilih yang lebih jauh hanya supaya ia bisa lebih lama bersama Rintarou.

Semoga saja Rintarou tidak menyadari jika ‘ingin beli cimol’ kali ini hanya akal-akalan Eita saja.

tbc