kepanikan

narasi bagian sebelas dari Dua Sisi, a Suna Rintarou harem story


cw // hars words , mentioned car accident , traumatic moment , minor character death

Siang itu kamar asrama Rintarou mendadak ramai. Beberapa teman-temannya tampak berada di sana. Shinsuke yang memang tidak ada kelas hari itu ada di sana, dibantu oleh Daichi, Shinsuke mencoba menenangkan Koutarou yang tampaknya masih emosi. Di depan Koutarou ada Yamaka Mika—kekasih Daishou Suguru—yang sedang berusaha membersihkan luka lengan dan tangan Koutarou karena jatuh menolong Rintarou tadi.

“Lo nggak kenapa-kenapa, kan, Sun?” tanya Atsumu yang duduk di sebelah Rintarou.

Rintarou diam selama beberapa detik sebelum akhirnya menggeleng pelan.

“Lecet doang itu kayaknya. Habis ini gue obatin deh,” ucap Mika menatap telapak tangan Rintarou yang luka.

“Lo, tuh—” Koutarou bersuara, “—bisa nggak, sih, lo kalo lagi jalan jangan liat HP! Lo kebiasaan mainan HP mulu, Sun! Kalo kejadian kayak tadi lagi gimana ntar? Nyawa lo ada berapa gue tanya?” tanya Koutarou.

“Ssstt! Bok, udah!” Daichi mencoba menenangkan.

“Nggak bisa, Wak! Ni anak kebiasaan mainan HP mulu di mana-mana! Kalo aja gue nggak liat tadi, ni anak nggak bakal ada di sini sekarang!” tukas Koutarou.

“Iya, Bok, iya. Thanks banget tadi udah reflek nyelametin Suna. Udah nggak usah marah-marah mulu. Kasian Suna masih kaget itu,” ucap Daichi.

Koutarou mendengus. Ia menepis pelan tangan Mika yang masih mengobati lukanya. Koutarou berdiri, kemudian berjalan pergi meninggalkan kamar asrama Rintarou.

Suasana kamar itu menjadi hening seketika. Mika lantas berinisiatif untuk mengubah posisinya menjadi duduk di sebelah Rintarou untuk ganti mengobati luka Rintarou.

“Mau minum?” tawar Shinsuke. Rintarou mengangguk pelan.

“Gue ... mau pulang tadi. Mau pesen taksi.” Suara Rintarou terdengar lirih, hanya Mika dan Atsumu yang bisa mendengar apa yang Rintarou ucapkan.

“Mau pesen taksi? Lain kali jangan sambil jalan, Sun, mesennya. Berhenti dulu,” ucap Mika menanggapi.

“Lo mau balik ke mana emang sampe harus mesen taksi?” tanya Suguru.

“Inari.” Rintarou menjawab singkat.

“Ini minumnya. Diminum dulu.” Tidak lama kemudian, Shinsuke kembali ke kamar Rintarou dengan satu gelas air putih hangat di tangannya. Rintarou mengangguk, bergumam kata terima kasih sebelum meminum air yang diberikan Shinsuke.

“Mending lo semua keluar aja. Biarin Suna istirahat. Masih agak pucet itu mukanya!” Mika memberikan komando begitu ia selesai mengobati luka Rintarou.

“Gue telfon Osamu dulu ya biar dia ngambil mobil kita. Ntar lo baliknya bareng gue sama Osamu aja!” tukas Atsumu.

Rintarou dengan cepat menggeleng. “Gue mau di sini dulu,” ucapnya.

“Ya sudah justru bagus kalau kamu tinggal di asrama dulu. Kita jadi bisa memantau kamu,” ucap Shinsuke.

“Gue balik kalo gitu. Istirahat aja, Sun!” pesan Mika. “Anterin balik!” tukas Mika kepada kekasihnya. Suguru mengangguk cepat dan segera berjalan menyusul Mika yang sudah mendahuluinya.

“Kita tinggal dulu, ya. Kalau ada apa-apa, teriak saja. Nanti pasti ada yang dengar,” ucap Shinsuke. Rintarou hanya mengangguk.

Rintarou langsung membaringkan tubuhnya di atas ranjang begitu pintu kamar asramanya tertutup. Ia jelas masih terkejut dengan apa yang baru saja dialaminya. Ia akui ia salah karena bermain ponsel sambil berjalan hingga tidak memperhatikan sekelilingnya. Koutarou benar, jika saja tidak ada Koutarou yang menolongnya, Rintarou tidak akan baik-baik saja seperti sekarang ini.

Rintarou mulai lelah. Pada akhirnya ia menyerah dan menutup matanya. Tidak lama kemudian, ia sudah berkelana di alam mimpinya.

***

Rintarou membuka matanya perlahan. Ketika ia menoleh ke samping, ia dikejutkan dengan keberadaan Eita dan Yuuji yang duduk di lantai kamar asramanya. Dua pemuda itu tampak sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, tidak menyadari jika Rintarou sudah terbangun dari tidurnya.

“Jam berapa?” ketika Rintarou buka suara, barulah Eita dan Yuuji menoleh ke arahnya. Keduanya lantas beringsut mendekati Rintarou.

“Lo nggak apa-apa?” pertanyaan itu terlontar bersamaan dari mulut Eita dan Yuuji. Rintarou sempat terdiam, sebelum terkekeh geli.

“Nggak apa-apa.” Rintarou menjawab, “udah akur lo berdua?” tanya Rintarou kemudian.

“Emang kita berdua kenapa?” tanya Eita.

Yuuji ikut mengangguk, “biasa aja padahal,” ucap Yuuji.

Rintarou tidak ingin membahas mengenai masalah Eita dan Yuuji lebih dalam, jadi ia memilih diam ketika mendapatkan jawaban seperti itu dari dia temannya.

“Sekarang jam berapa?” tanya Rintarou lagi.

“Mau Maghrib. Kenapa? Lo laper?” tanya Eita.

“Tadi Osamu sama Bang Kuroo beliin lo makanan sama buah, tuh!” tunjuk Yuuji ke atas meja belajar Rintarou.

“Banyak banget. Gue nggak apa-apa padahal!” tukas Rintarou.

“Ya namanya temen habis kena musibah. Dibawain banyaklah. Sekalian tebusan karena nggak bisa jenguk lo waktu sakit kemarin,” balas Yuuji.

“Laper nggak? Gue ambilin, ya!” tukas Eita.

“Nggak usah!” tolak Rintarou. “Buat lo berdua aja dulu. Muka lo berdua kusut amat kayak orang kurang makan dua hari,” ucap Rintarou.

“Lah lo mau ke mana?” tanya Yuuji begitu melihat Rintarou bangkit dari ranjangnya.

“Gue mau ketemu Kak Boo,” jawab Rintarou. “Mau minta maaf sama bilang makasih,” sambungnya.

“Oh. Ya udah. Bang Boo kayaknya baru kelar mandi barusan. Masih di kamar mungkin sekarang,” ucap Eita. Rintarou mengangguk kemudian berjalan keluar dari kamar asramanya meninggalkan Yuuji dan Eita.

Ketika sampai di depan pintu kamar Koutarou, pintu kamar pemuda itu sedikit terbuka, sehingga Rintarou bisa melihat apa yang sedang Koutarou lakukan di dalam kamarnya. Koutarou sedang berjongkok di depan lemari dan membelakangi pintu. Saat Rintarou perlahan memasuki kamar Koutarou, pemuda itu tampak tidak menyadari kedatangan Rintarou.

Koutarou baru menyadari keberadaan Rintarou ketika Rintarou memutuskan untuk berdehem cukup keras.

Sorry, Kak. Gue ganggu nggak?” tanya Rintarou.

“Masuk aja. Ada perlu apa?” tanya Koutarou.

“Kak Boo lagi ngapain jongkok-jongkok di situ?” tanya Rintarou.

“Nyari duit!” tukas Koutarou.

Rintarou mengernyit mendengar jawaban dari Koutarou.

“Gue serius lagi nyari duit!” tukas Koutarou ketika melihat ekspresi tidak yakin dari wajah Rintarou.

“Duit Kak Boo ilang?” tanya Rintarou.

“Bukan. Kali aja ada duit nyempil di tumpukan baju gue,” balas Koutarou.

“Duit Kak Boo habis emang? Belum ditransfer ortu?”

Koutarou terdiam, posisinya masih sama, hanya saja kali ini tidak lagi berjongkok melainkan duduk di lantai dan menyandarkan punggungnya pada lemari di belakangnya. “Lo duduk aja di kasur nggak apa-apa!” tukas Koutarou ketika melihat Rintarou berniat duduk di lantai sepertinya. “Gue butuh duit, buat gantiin HP lo,” ucap Koutarou kemudian.

“Hah? HP gue?” tanya Rintarou heran. Keduanya saling diam, sebelum akhirnya Rintarou mengingat apa yang terjadi pada ponselnya siang tadi. “Oh? Santai aja, Kak. Gue masih punya HP lain kok di apartemen,” ucap Rintarou.

“Ya nggak bisa gitu. Gue udah ngrusakin HP lo, kudu gue ganti!” tukas Koutarou.

“Serius, Kak, nggak apa-apa. Gue beneran masih ada HP di apartemen yang belum gue pake. Dulu mau gue kasih adek gue, taunya adek gue udah dikasih duluan sama ortu. Jadi masih gue simpen itu HP,” jelas Rintarou.

“Beneran nggak apa-apa nggak gue ganti?” tanya Koutarou.

Rintarou mengangguk, “nggak apa-apa,” balasnya.

“Terus ke sini mau apa? Gue kira mau nagih gantiin HP tadi,” ucap Koutarou.

“Gue mau minta maaf sama bilang makasih kek Kak Boo.” Rintarou menatap Koutarou, “maaf udah bikin Kak Boo marah-marah, udah bikin Kak Boo luka juga.” Rintarou melirik pada lengan dan tangan Koutarou yang penuh plester luka. “Makasih udah nolongin gue tadi,” sambung Rintarou.

Koutarou menghembuskan napas pelan, kepalanya mendongak, menatap langit-langit kamar asramanya.

“Gue kaget, Sun. Takut juga,” ucap Koutarou. “Sorry juga gue emosi tadi sama lo,” sambungnya. “Gue ada kakak dua, cewek semua. Kakak pertama gue sekarang udah nikah dan punya anak. Tapi kakak kedua gue udah nggak ada. Kakak kedua gue meninggal karena kecelakaan, Sun. Ketabrak mobil waktu gue masih SMP.” Rintarou cukup terkejut ketika mendengar apa yang Koutarou ceritakan. “Kakak kedua gue waktu itu baru aja punya pacar, tiap hari selalu main HP chatting atau telfon pacarnya. Suatu hari pas pulang sekolah, kakak gue sibuk chatting sama pacarnya sambil kita jalan berdua balik ke rumah. Gue udah bilang sama kakak gue buat jangan main HP mulu, tapi kakak gue ngeyel. Akhirnya gue tinggal.”

Koutarou menghentikan ceritanya, ia mengambil napas dalam dan menghembuskannya perlahan.

“Salah gue yang ninggalin kakak gue waktu itu. Gue udah nyebrang jalan duluan. Tapi karena kakak gue terlalu sibuk sama HP dia, dia nggak fokus sama jalan. Waktu lampu hijau udah nyala, kakak gue nyebrang. Dan ... lo tau apa yang terjadi.” Koutarou beralih menatap Rintarou. “Kakak gue ketabrak mobil. Gue pengen lari nolongin, tapi gue terlalu syok. Gue nggak bisa apa-apa. Cuma bisa ngeliat kakak gue udah jatuh di aspal dan mobil yang nabrak kakak gue kabur gitu aja. Kakak gue nggak selamat karena kehabisan darah sama gegar otak parah, Sun.”

“Makanya, waktu liat lo tadi. Gue panik. Gue nggak mau lagi ngalamin apa yang dulu pernah gue alami. Gue takut lo beneran ketabrak. Gue lari, dan untungnya masih sempat. Gue reflek marah dan banting HP lo karena gue takut nasib lo kayak kakak gue, Sun.” Koutarou akhirnya menunduk, memejamkan matanya erat-erat. Berusaha sekuat mungkin agar tidak meneteskan air mata.

Koutarou sedikit terkejut ketika merasakan elusan pelan pada kedua tangannya yang entah sejak kapan sudah mengepal. Perlahan Koutarou merenggangkan kepalan tangannya, beralih menggenggam tangan Rintarou yang sebelumnya mengelus tangannya.

I’m sorry to hear that, Kak.” Rintarou berbisik. “Thank you, Kak. Kalo nggak ada lo, gue nggak akan ada di sini sekarang ini.”

Koutarou hanya mengangguk kecil, kepalanya kembali menunduk. Tangannya kini semakin erat menggenggam tangan Rintarou. “Gue bersyukur, gue tepat waktu.” Koutarou berbisik.

Di luar kamar Koutarou, beberapa teman mereka hanya bisa diam. Mereka tidak menyangka jika Koutarou menyimpan rasa sakit yang begitu dalam. Koutarou yang biasanya terlihat ceria dan sering bercanda, malam itu, mereka melihat sisi lain dari Koutarou yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.

tbc