makan bareng

narasi bagian tiga dari Missing Cat, a semisuna story


Eita langsung beranjak dari kelasnya begitu bel tanda istirahat berbunyi. Ia terlihat begitu semangat, meskipun dalam hati ia juga sangat was-was jika saja sahabat-sahabatnya itu benar-benar kepo dan berniat mengganggu acara makan barengnya dengan Rintarou.

Begitu Eita memasuki area kantin, tidak sulit baginya untuk menemukan di mana Rintarou duduk. Dari pintu kantin ia bisa melihat Rintarou duduk di salah satu meja kantin seorang diri, sibuk menunduk memainkan ponselnya.

Sorry lama.” Eita langsung duduk di depan Rintarou, sedikit mengangetkan Rintarou yang kemudian mendongak. “Gue lama, ya?” tanya Eita.

“Eh, nggak gitu lama kok.” Rintarou menjawab.

“Udah jadi pesen?” tanya Eita. Rintarou menggeleng, “mau pesen sekarang?” tanyanya, “gue pesenin, ya!” tukas Rintarou.

“Eh, gue aja nggak apa-apa!” Eita meraih pergelangan tangan Rintarou, mencegah Rintarou yang berniat pergi. “Gue aja. Lo duduk aja. Itung-itung karena gue udah bikin lo nunggu lama di kantin sendiri,” ucap Eita.

Rintarou mengalah, akhirnya kembali mendudukkan dirinya. “Yaudah deh. Gue pesen batagor pake bumbu kacang aja, ya. Nggak pake sambel.”

“Minumnya lo mau apa gue pesenin sekalian.”

“Es jeruk di Bang Teru,” ucap Rintarou.

“Oke. Tunggu, ya!” tukas Eita yang kemudian berjalan pergi menuju kedai warung Bang Teru di kantin sekolah mereka.

Selama berjalan meninggalkan Rintarou, Eita tidak bisa menahan senyumnya. Masih teringat dengan jelas bagaimana tangannya menggenggam pergelangan Rintarou tadi. Rasanya sangat pas sekali ketika Eita menggenggam pergelangan tangan Rintarou. Baru pergelangan tangan saja Eita sudah senyum-senyum seperti ini, bagaimana jika ia benar-benar bisa menggenggam telapak tangan Rintarou suatu hari nanti?

Eita kembali tersenyum. Tidak sabar jika suatu hari nanti ia bisa benar-benar menggenggam tangan Rintarou.

Eita kembali ke meja Rintarou tidak lama kemudian. Pesanannya dan Rintarou sedikit lama karena memang batagor Bang Teru menjadi salah satu jajanan favorit siswa di sekolah mereka.

Sorry lama lagi. Agak rame tadi,” ucap Eita sembari memberikan sepiring batagor kepada Rintarou. “Minumannya nanti dianterin,” ucap Eita lagi.

Rintarou mengangguk kecil, “makasih, ya,” ucapnya.

“Nggak masalah,” balas Eita.

Eita sama sekali tidak menyadari bahwa sedari tadi Rintarou menatapnya aneh ketika Eita menaburkan beberapa sendok sambal ke atas batagor yang ia pesan.

“Lo makan batagor pake sambel sebanyak itu?” Eita mendongakkan kepalanya ketika mendengar Rintarou bertanya.

“Makan klo nggak pedes tuh nggak enak tau,” balas Eita. “Lo nggak suka pedes emang?” tanya Eita.

Rintarou menggeleng, “gue nggak suka,” ucapnya. Eita mengangguk-angguk kecil. Ia kembali membuat notes di dalam kepalanya bahwa Rintarou tidak suka makanan pedas. “Lo nggak tanya kenapa gue nggak suka pedes? Apa ketawa gitu?” tanya Rintarou kemudian.

Eita mengurungkan niatnya untuk menyuapkan sesendok batagor ke mulutnya ketika mendengar pertanyaan Rintarou lagi. “Kenapa gue harus ketawa? Gue tau kok selera orang beda-beda, nggak mesti sama. Klo lo nggak suka pedes, yaudah. Emang apaan yang kudu diketawain?” tanya Eita.

“Biasanya orang yang nggak suka pedes, kan, sering ditanyain tuh kok nggak suka pedes kenapa? Emang enak makan makanan yang nggak pedes? Gitu gitu dah,” ucap Rintarou.

“Ah, nggak berlaku buat gue. Gue sama kakak gue aja beda selera kok. Gue suka pedes, kakak gue nggak suka,” ucap Eita. “Santai aja klo makan sama gue mah. Lo nggak suka pedes ya gue nggak bakal pesenin makanan pedes,” sambung Eita.

Rintarou mengangguk pelan, bergumam terima kasih sebelum akhirnya keduanya kembali melanjutkan menyantap batagor pesanan mereka. Tidak lama berselang, pesanan minuman mereka juga datang. Es jeruk untuk Rintarou dan es teh untuk Eita.

“Kabar Shiro gimana?” tanya Rintarou tiba-tiba disela makan mereka.

“Baik-baik di rumah. Gue hampir aja kena omel kakak gue gara-gara ngilangin Shiro kemarin,” jawab Eita. “Eh, Sun... petshop kemarin itu punya lo kah?” tanya Eita.

“Bukan punya gue,” jawab Rintarou.

“Oh, trus punya siapa? Lo kerja di sana?” tanya Eita lagi.

“Punya ortu gue,” jawab Rintarou terkekeh kecil.

“Ah elah! Sama aja dong itu punya lo juga!” tukas Eita. Ia sedikit terpesona ketika melihat Rintarou yang terkekeh tadi, matanya semakin sipit saat tertawa.

“Beda dong. Besok klo udah diwarisin ke gue, baru gue akuin punya gue. Klo sekarang masih punya ortu gue,” balas Rintarou.

“Ya deh, ya deh, suka-suka lo aja!” tukas Eita. “Gue boleh main-main ke sana juga, kan, kapan-kapan? Klo misal gue mau beli makanan Shiro atau apa gitu?” tanya Eita.

“Boleh aja. Ajak Shiro juga, ya. Lucu soalnya,” ucap Rintarou.

“Lo suka kucing?” tanya Eita.

Rintarou mengangguk. “Gue juga punya kucing sendiri kok di rumah,” jawab Rintarou.

“Ohh, kayak apa kucing lo?” tanya Eita penasaran.

“Ntar gue kirimin fotonya,” balas Rintarou.

Eita tersenyum lebar. Satu persamaan antara dirinya dan Rintarou, sama-sama menyukai kucing. Eita semakin semangat, pembahasan soal kucing bisa saja menjadi alasan ia bisa terus berkontak dengan Rintarou.

Sisa makan bersama itu Eita dan Rintarou habiskan untuk bercerita tentang satu sama lain. Eita sangat bahagia tentu saja, Rintarou itu anak yang menyenangkan, mudah tertawa ketika ia menceritakan bagaimana absurd-nya kelakuan sahabat-sahabat Eita. Eita suka tawa Rintarou, Eita berharap ia bisa terus melihat tawa Rintarou dan menjadi alasan Rintarou tertawa.

tbc