makan berdua

narasi bagian dua dari Dua Sisi, a Suna Rintarou harem story


Rintarou langsung bersiap-siap begitu mendapatkan jawaban dari kakak angkatannya itu. Kita Shinsuke, Rintarou biasa memanggilnya Kak Shin—Shinsuke sendiri yang meminta Rintarou memanggilnya seperti itu.

Perasaan Rintarou sejujurnya masih campur aduk. Rintarou harusnya tahu jika Shinsuke itu memiliki otak yang cerdas, menarik kesimpulan dari beberapa hint yang pemuda itu sadari tentunya tidak sulit bagi Shinsuke. Ketika Shinsuke mengatakan bahwa ia melihat Rintarou dan Eita yang berjalan memasuki kamar asrama Rintarou, kemudian beberapa jam kemudian Eita menulis sebuah cuitan ‘aneh’, lalu Shinsuke tahu betul jika pada saat Eita menulis cuitan itu, Eita masih berada di kamar Rintarou. Eita bisa menarik kesimpulan bahwa sosok yang dirahasiakan oleh Eita itu adalah Rintarou.

Rintarou mendadak mulas. Bukan karena terlalu lapar, ia sudah sarapan tadi pagi. Namun ia lebih mereka mulas karena gugup jikalau Shinsuke menanyakan hal-hal yang lainnya. Shinsuke itu cerdas dan teliti, kadang membuat Rintarou canggung dan gugup ketika berhadapan dengan kakak angkatannya itu.

Suara notifikasi dari ponselnya tiba-tiba berbunyi, Rintarou segera meraih ponselnya, ia meringis kecil ketika membaca sederet tulisan yang mengatakan bahwa Shinsuke sudah sampai di lobi apartemennya kini.

Rintarou bergegas, ia meraih dompetnya, kemudian jaket milik Eita yang masih ada padanya sejak kemarin Eita pinjamkan. Rintarou mengunci unit apartemennya, buru-buru ia memasuki lift dan menekan tombol turun ke lantai dasar gedung apartemennya.

“Maaf lama, Kak.” Rintarou menepuk pelan bahu Shinsuke yang masih duduk di atas sepeda motornya.

“Ini pakai dulu,” Shinsuke mengulurkan sebuah helm kepada Rintarou, “mau makan apa? Kalau bisa yang dekat-dekat saja, takutnya nanti hujan. Saya hanya naik motor soalnya.”

“Lo pengen makan apa, Kak? Gue ngikut aja, selama bukan soto,” Rintarou menjawab.

“Saya sedangkan ingin makan sushi. Kamu mau?” tanya Shinsuke.

Rintarou mengangguk, “boleh. Gue tau resto sushi deket sini yang enak. Mau nyobain ke sana?” tawar Rintarou.

“Saya ngikut kamu saja.”

“Ya udah, yuk, jalan!” tukas Rintarou setelah menyamankan diri diboncengan sepeda motor Shinsuke. Shinsuke segera menyalakan mesin sepeda motornya, perlahan mengendari kendaraan itu menuju tempat yang diarahkan oleh Rintarou.

***

Restoran sushi yang Rintarou maksud terlihat ramai dan sibuk, cukup banyak pelanggan yang sedang menghabiskan jam waktu makan siang di sana. Apalagi hari ini weekend, tidak heran jika restoran itu cukup ramai.

Rintarou dan Shinsuke cukup beruntung masih mendapatkan meja kosong di antara meja lainnya yang sudah terisi penuh. Mereka duduk di salah satu meja paling dekat dengan kasir restoran. Setelah keduanya memesan pesanan yang diinginkan, keduanya diam. Rintarou bingung harus bagaimana membuka percakapan dengan sosok yang duduk di hadapannya.

“Kamu lucu.”

Rintarou terkejut, ia reflek menatap Shinsuke. “Hah? Apaan? Tiba-tiba banget!” tukas Rintarou.

“Saat kamu memakai kostum onesie itu, kamu lucu.” Shinsuke kembali menegaskan.

“Oh, haha, thanks. Tapi itu cuma hukuman aja gara-gara gue kalah main sama Semi,” ucap Rintarou.

“Kamu dan Semi cukup dekat?” tanya Shinsuke.

“Nggak deket-deket banget, sih. Tapi ya lumayanlah.”

“Semi sudah sering menginap di kamarmu?” tanya Shinsuke lagi.

“Tadi kayaknya lo udah tanya gitu di chat, dah. Napa tanya lagi,” ucap Rintarou terkekeh.

“Ingin memastikan saja. Soalnya sepertinya Semi memang sering menginap di kamarmu. Lalu kamu tidur di mana kalau Semi menginap?”

“Gue balik ke apart, Kak. Pas Semi nginep, seringnya pas gue lagi nggak tidur di asrama,” jelas Rintarou.

“Oh. Kenapa kamu menyewa apartemen banyak-banyak kalau kamu bisa tidur di asrama saja?” tanya Shinsuke.

Rintarou hanya tersenyum tipis, “ya ada beberapa alasan, sih. Gue cari nyaman aja. Di asrama enak deket kampus, tapi kadang rame banget. Apalagi kalau udah ada Kak Tetsu, Kak Boo atau Teru yang jadi satu, berisik banget. Kalo di apart setidaknya bisa tenang dikit gitu dari suasana rame,” jawab Rintarou.

Tidak berapa lama kemudian pesanan mereka sampai. Apa yang mereka pesan terlihat menggiurkan dari luarnya. Rintarou mengeluarkan ponselnya, mengambil foto pesanan mereka kemudian mengunggah foto itu pada akun media sosialnya. Rintarou dan Shinsuke langsung menyantap sushi mereka masing-masing setelahnya, disela makan mereka, obrolan masih kembali berlanjut.

Rintarou mengernyit ketika melihat Shinsuke mengambil ponselnya dan membaca sesuatu dari sana.

“Kenapa, Kak?” tanya Rintarou.

“Ini grup. Anak-anak membahas soal Nana lagi. Dia hari terakhir update foto tadi pagi,” jawab Shinsuke.

Rintarou terdiam. Jelas saja akun Nana tidak update sesuatu hingga siang ini, karena apa yang Rintarou butuhkan untuk memerankan sosok Nana di media sosial banyak ia tinggal di apartemennya yang ada di Inari. Ia belum bisa mengambil gambar untuk unggahan terbarunya.

By the way, Kak. Boleh tanya sesuatu?” tanya Rintarou.

“Tanyakan saja!”

Rintarou mengangguk, “lo udah suka sama Nana sejak kapan, Kak? Gue kira lo nggak tertarik yang begituan,” ucap Rintarou.

“Saya juga manusia biasa, Suna. Bisa tertarik dengan hal seperti itu juga,” jawab Shinsuke tersenyum tipis.

“Iya, tau, sih. Cuma agak kaget aja. Mana katanya Nana itu cowok, kan?” tanya Rintarou yang diangguki oleh Shinsuke. “Apa yang bikin lo suka sama dia, Kak?”

“Penasaran.”

“Hah?”

“Saya penasaran. Seperti apa sebenarnya Nana ini di dunia nyata.” Shinsuke menjawab lagi, “kalau kamu sendiri bagaimana? Kamu bilang tidak suka Nana tetapi ikut masuk grup itu juga?”

“Gara-gara Atsumu itu, mah. Dia iseng masukin gue ke grup itu dulu. Trus yaudah, deh. Anggap aja sebagai cara lain mencari teman, kan. Karena grup itu juga gue kenal sama lo semua,” jawab Rintarou.

“Saya ingin melihat tanda merah-merah di kulit Nana.”

“Hah?”

“Kulit Nana terlihat bersih sekali. Saya rasanya ingin meninggalkan banyak jejak merah di sana.”

Rintarou terdiam, tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Apalagi ketika ia merasakan tatapan aneh yang membuatnya ‘takut’ ketika menatapnya.

tbc