malam itu

narasi bagian tiga belas dari Missing Cat, a semisuna story


Eita sukses memarkirkan mobil yang dikendarainya di dalam garasi rumahnya. Rintarou meneliti rumah Eita, ia memang baru pertama kali ini mengunjungi rumah Eita, ternyata rumah Eita cukup besar dan mewah juga.

“Ayo. Lo bawa ini roti bakarnya, ya. Gue bawa gita gue,” ucap Eita memberikan bungkusan plastik berisikan roti bakar yang mereka beli tadi.

“Maa! Abang!” teriak Eita sambil memasuki rumahnya. Rintarou hanya diam mengikuti Eita dari belakang.

“Dah bal—LO BELI GITAR LAGI!?” Rintarou sedikit berjengit terkejut ketika mendengar suara histeris dari laki-laki di depan mereka. Perawakan laki-laki itu hampir mirip dengan Eita, jadi ini adalah kakak Eita.

“Santai aja, dong, Bang!” tukas Eita.

“Heh! Lo baru berapa bulan kemarin ya beli gitar! Ini udah beli lagi!” tukas laki-laki itu.

“Sstt! Diem!” tukas Eita. “Nih, kenalin, Suna Rintarou yang sering bareng gue berangkat sekolahnya semingguan ini,” ucap Eita memperkenalkan Rintarou kepada kakaknya, “Sun, ini kakak gue satu-satunya, Bang Koushi,” ucap Eita lagi.

Rintarou mengangguk, “salam kenal, Kak,” ucapnya.

Koushi menatap Rintarou cukup lama sebelum akhirnya mengangguk. “Sini, sini, ayo masuk! Mama udah nungguin juga di meja makan. Lo bawa apa itu? Harusnya nggak usah repot-repot!” tukas Koushi.

“Eh, nggak, kok, Kak. Nggak repot sama sekali. Malah harusnya aku yang minta maaf soalnya sampe bikin kakak sama mamanya kakak masak banyak buat makan malam ini,” balas Rintarou.

“Santai aja!” tukas Koushi, “lo balikin aja tuh gitar! Gue ajak Suna ketemu mama dulu!” perintah Koushi.

“Lo jangan macem-macem, ya, Bang!” tukas Eita.

“Nggak ada gue macem-macem segala!” tukas Koushi.

Eita sebenarnya tidak begitu percaya kakaknya, ia yakin kakaknya itu pasti akan melakukan sesuatu. “Ya udah ntar gue nyusul,” ucap Eita menatap Rintarou, “klo abang gue ngapa-ngapain lo, teriak aja. Ntar gue gebuk abang gue,” ucap Eita.

“Buruk sangka amat lo sama kakak sendiri!” tukas Koushi.

“Soalnya lo mencurigakan!” tukas Eita.

“Ya udah, yuk, Sun! Langsung ke ruang makan aja!” ajak Koushi. Rintarou hanya bisa diam mengangguk ketika Koushi berjalan lebih dulu mendahuluinya. Rintarou mendadak mulas, ia tiba-tiba nervous ketika harus bertemu dengan mama Eita.

•••

“Adek, kok, pinter juga, ya, klo milih calon pacar?” Eita langsung mematung di tempatnya berdiri ketika mendengar mamanya itu bertanya kepada dirinya. Belum sempat Eita duduk di meja makan, mamanya sudah bertanya seperti itu.

Sama halnya dengan Rintarou. Ia cukup terkejut ketika mendengar pertanyaan mama Eita, bahkan wanita itu juga memasang senyum lebar ketika menanyakan hal itu.

Eita melirik kakaknya, kakaknya itu terlihat tersenyum puas menatap Eita. Eita ingin memaki, kakaknya pasti sengaja!!

“Hah? Apaan, sih, Ma!” tukas Eita mencoba bersikap biasa.

“Ihh, bener loh! Nak Suna ini udah cakep, sopan lagi. Mana bawain roti bakar kesukaan mama juga!” tukas mamanya.

“Kenapa kok ciut? Lo klo di rumah pede banget sering nyebut ngapelin calon pacarlah, gebetanlah, berangkat bareng calon pacarlah, gitu, kan?” tanya Koushi.

“Abang!!!” seru Eita sebal.

Koushi tertawa kecil melihat ekspresi panik adiknya itu, membuat ia semakin ingin menggoda Eita. “Suna, jangan mau klo diajak pacaran sama adek gue, dia masih manja sama mamanya,” ucap Koushi menatap Rintarou.

Rintarou gelagapan, sama sekali tidak menyangka akan ada pembicaraan seperti ini di meja makan keluarga Semi.

“Abang, jangan gitu, ah! Tuh lihat muka dua-duanya merah semua, tuh!” tukas sang mama. Koushi menjadi semakin tidak bisa menahan tawanya.

Malam itu, selain makan malam biasa ... namun banyak sekali cerita yang mengalir selama makan malam. Termasuk Koushi dan mama Eita yang terus-menerus menggoda mereka mengenai ‘bagaimana jika keduanya berpacaran saja’?.

Rintarou juga tidak menyangka jika keluarga Eita akan begitu menerimanya. Ia memang sangat terkejut ketika mengetahui jika Eita menyukainya atau mengaku-aku jika Rintarou adalah calon pacarnya, namun ia lebih terkejut ketika mendengar pernyataan mama Eita yang mengatakan jika ‘apapun pilihan Eita, kalau dia bahagia, tante sebagai mamanya cuma bisa mendoakan yang terbaik untuk kebahagiaan Eita’. Rintarou sangat takjub dengan kata-kata yang keluar dari mulut wanita paruh baya itu.

Selesai makan malam tentu saja tidak lupa Eita mengajak Rintarou menemui Shiro. Kucing itu tampak terlelap di atas ranjang kamar Eita ketika mereka memasuki kamar Eita.

“Kamar lo bagus,” ucap Rintarou mencoba mencairkan suasana.

“Oh, thanks. Papa gue yang desain,” balas Eita.

Ah, iya. Ngomong-ngomong soal papa, Rintarou sama sekali tidak melihat sosok papa Eita itu sejak ia masuk ke rumah Eita.

“Papa gue udah lama nggak balik,” ucap Eita, “papa gue kerja di kapal pesiar, jadi chef gitu. Udah lama nggak balik juga, sih. Terakhir gue tau kabar soal papa gue juga kapan, ya? Minggu lalu kayaknya. Papa bilang lagi di Italia, nggak tau klo sekarang,” cerita Eita. “Papa sama mama gue dulu sama-sama kerja di kapal pesiar. Papa sama mama jadi chef semua. Mereka berdua tuh katanya duo chef hebat di kapal waktu itu, sering barengan akhirnya end up nikah. Tapi waktu kakak gue lahir, papa nyuruh mama buat fokus sama keluarga aja biar papa yang cari uang. Makanya sekarang gue udah jarang ketemu papa, paling berapa tahun sekali ketemu papa,” cerita Eita lagi.

“Lo nggak kangen gitu sama papa lo?” tanya Rintarou.

“Kangen pasti ada lah. Siapa yang nggak kangen? Gue juga kadang iri sama anak lain yang bisa ketawa bareng sama papanya, bisa main bareng, gue nggak bisa soalnya. Tapi kakak gue bilang nggak apa-apa, papa kerja buat keluarga. Gue sama kakak gue bisa hidup berkecukupan gini juga karena papa yang udah kerja keras jauh dari keluarga. Klo papa pulang juga bakal fokus ngabisin waktu buat keluarga, jadi ya gue nggak apa-apa, sih,” jelas Eita.

Rintarou terkekeh kecil ketika melihat Shiro yang tampak bermain-main dengan mainan berbentuk tikus di lantai kamar Eita. Rintarou bahkan tidak menyadari sejak kapan kucing putih kecil itu sudah bangun dari tidurnya.

“Shiro tidur sama lo?” tanya Rintarou.

Eita menggeleng, “dia tidur di mana aja suka-suka dia. Gue sama kakak gue nggak pernah rapet nutup pintu kamar soalnya Shiro sering keluar-masuk kar kita. Tengah malem kayaknya dia masuk kamar gue, tapi pas gue bangun paginya, dia ada di kamar kakak gue,” jawab Eita. “Klo lo gimana?” tanya Eita.

“Gimana apanya?” tanya Rintarou.

“Ya lo. Lo tinggal bertiga doang sama ortu lo?” tanya Eita, Rintarou mengangguk.

“Gue anak tunggal, sih,” jawab Eita.

“Enak, dong?”

“Ya gitu, deh. Ada enaknya ada enggaknya,” jawab Rintarou.

“Suna,”

“Hmm?”

“Soal tadi—”

“Soal apa?”

“Ya itu, yang di meja makan ... nggak usah terlalu dipikirin, ya. Kakak gue emang suka nyebelin gitu,” ucap Eita. Wajahnya sudah merah menahan malu dan takut jika Rintarou menjadi risih kepadanya.

“Lo punya tingkat kepedean di atas rata-rata, ya?” tanya Rintarou. Eita mengernyit mendengar pertanyaan Rintarou, “ya habis ... pede banget lo ngaku-ngaku gue itu calon pacar lo!” tukas Rintarou.

Wajah Eita benar-benar merah sekarang. Kenapa juga Rintarou harus memperjelas itu lagi.

“Sun, udah!” tukas Eita.

“Udah kenapa?” tanya Rintarou.

“Gue malu!” tukas Eita menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Rintarou tertawa kecil, Eita yang mengintip Rintarou dari sela-sela jarinya tidak bisa menahan senyumnya juga. Ia suka melihat Rintarou tertawa

“Jadi, lo beneran suka sama gue?” tanya Rintarou.

“Kok lo tanya gitu?” tanya Eita terkejut.

“Ya—”

“Ah, anjir! Pasti Bokuto sama. Atsumu!” seru Eita. “Udahlah! Gue nggak mau curhat ke Bokuto lagi!” tukas Eita.

Rintarou tersenyum samar, “jadi? Bener lo suka sama gue?” tanya Rintarou lagi.

“Ya ... gimana, ya? Iya, sih,” jawab Eita akhirnya. “Lo risih?” tanya Eita.

Rintarou menggeleng, “nggak. Ngapain risih? Lo pasti juga tau, kan, gue mantannya Osamu?” tanya Rintarou.

“Oh, iya, sih. Osamu yang sering maksa lo makan pedes itu, kan?” tanya Eita. “Lo masih deket sama dia, ya?” tanya Eita.

“Si kembar sahabat gue dari kecil, sih. Jadi ya rasanya aneh aja klo tiba-tiba ngejauh setelah kita putus,” jelas Rintarou.

“Lo masih suka sama Osamu, ya?” tanya Eita.

“Ya gitu deh,” balas Rintarou. Rintarou menatap Eita yang mengangguk-angguk sambil sesekali bermain dengan Shiro. “Sem,”

“Hmm?”

“Bantuin gue move on dari Osamu, bisa?”

Eita langsung mendongak menatap Rintarou, kedua matanya melebar menatap Rintarou kaget. “HAH!?”

tbc