marah

narasi bagian tiga dari Mantan, a semisuna short story


Rintarou langsung berjalan menuju tempat parkir siswa begitu ia mendapatkan persetujuan Osamu yang akan memberinya tumpangan pulang. Dalam hatinya ia masih merutuki Eita. Pemuda itu yang tadi pagi memaksa Rintarou untuk pulang bersama. Namun sudah lebih dari tiga puluh menit Rintarou menunggu di kelasnya, Eita tidak kunjung muncul juga. Bahkan pesan yang Rintarou kirimkan pada Eita tidak kunjung dibalas. Eita bagai hilang entah ke mana, membuat Rintarou semakin sebal pada mantan pacarnya itu.

Rintarou hampir saja sampai di parkiran kendaraan siswa ketika ia melihat Osamu yang terlihat mondar-mandir di lorong sekolah, tidak jauh dari parkiran kendaraan. Rintarou mengernyit, heran dengan apa yang dilakukan sahabatnya itu.

“Sam? Lo ngapain di sini?”

“RIN! LO NGGAK BACA SMS GUE?” tanya Osamu, langsung ngegas begitu melihat Rintarou.

“Hah? Kenapa, sih? Enggak. HP gue ada di tas,” jawab Rintarou.

Osamu menunjukkan ekspresi panik yang membuat Rintarou semakin keheranan. “Lo kenapa, sih? Ayo balik! Katanya mau mampir dulu?”

“Lo tunggu di gerbang aja gih!” suruh Osamu.

“Dih! Ogah! Ya masa gue kudu puter balik. Lo yang nyuruh gue ke parkiran, kan? Udahlah ayo cepet! Gue juga pengen balik, nih!” tukas Rintarou berjalan mendahului Osamu.

“Duh, Rin! Dengerin gue, mending nunggu di gerbang aja sana!” tukas Osamu berusaha menghentikan langkah Rintarou.

“Napa, sih, Sam? Udah terlanjur di sini elah! Mager gue klo harus puter balik!” Rintarou masih kukuh menolak permintaan Osamu.

“Rin, seriusan mendi—” ucapan Osamu terhenti ketika ia melihat Rintarou yang menghentikan langkah kakinya. Osamu mendongak, melihat ke mana arah pandang Rintarou.

Osamu merutuk dalam hati. Ia merutuki Eita yang dengan bodohnya berduaan dengan siswi cantik di tempat parkir kendaraan seperti ini.

“Rin—”

“Udah! Ayo balik!” tukas Rintarou berjalan menuju sepeda motor Osamu. Osamu dalam diam mengikuti Rintarou dari belakang.

“RIN!” suara teriakan terdengar disusul dengan langkah lari kecil yang menghampiri Rintarou juga Osamu. “Gue udah nungguin lo dari tadi,” ucap suara itu lagi.

Rintarou berbalik. Menatap nyalang pada Eita yang berdiri di depannya itu. “Mau apa lo? Pulang aja sama sama cewek itu. Gue bisa balik sama Osamu!” tukas Rintarou.

“Kok gitu? Gue udah nungguin lo dari tadi di sini,” ucap Eita.

“Emang gue peduli? Gue udah bareng sama Osamu. Ayo, Sam!” ajak Rintarou menarik tangan Osamu.

“Rin! Rin! Kenapa, sih?” Eita masih berusaha mengejar Rintarou.

“Diem lo! Pergi sana!” tukas Rintarou yang langsung duduk di jok belakang sepeda motor Osamu begitu mereka menemukan di mana sepeda motor Osamu terparkir. “Cepetan, Sam!” sungut Rintarou.

Osamu gelagapan, bingung juga berada di tengah-tengah pertengkaran pasangan itu.

“Sam!”

“Iya, iya. Aduh kunci gue di mana dah?” tanya Osamu sambil mengubek-ubek isi tas ranselnya.

“Rin, bareng gue aja, ya,” bujuk Eita. Namun Rintarou segera menepis tangan Eita ketika Eita berusaha meraih tangannya.

“Nggak. Pergi lo!” usir Rintarou.

Tidak lama kemudian Osamu berhasil menemukan kunci sepeda motornya. Ia langsung meraih helm dan memakainya. Osamu tersenyum canggung di balik helm yang ia pakai ketika sepeda motor yang dikendarainya melaju melewati Eita dengan Rintarou yang ada diboncengannya.

Eita mematung. Tidak paham lagi apa yang membuat Rintarou kembali semarah itu padanya? Padahal tadi pagi sepertinya Rintarou tidak semarah ini atau malah tidak menunjukkan kemarahan kepadanya. Lalu apa yang membuat Rintarou marah dan menolak pulang bersamanya?

Eita mengacak-acak rambutnya kasar. Diraihnya ponsel dari dalam saku celana seragamnya. Kedua matanya membulat ketika mendapatkan beberapa spam chat dari Rintarou. Eita bodoh! Dia lupa memberi tahu Rintarou jika ia sedikit terlambat karena ada urusan band sebelum pulang tadi.

Eita menghembuskan napasnya pelan. Ia akan meminta maaf kepada Rintarou-nya nanti.

tbc