ngapel pagi

narasi bagian enam dari Missing Cat, a semisuna story


Pagi-pagi sekali, Eita sudah rapi. Bahkan mama dan kakaknya pun keheranan ketika melihat Eita yang sudah rapi pagi-pagi sekali dan tampak bersemangat. Biasanya, Eita masih sering malas-malasan dipagi hari, entah itu bermain dengan Shiro terlebih dahulu, menunggu sampai kakaknya itu memarahinya karena tidak kunjung bersiap-siap ke sekolah atau bahkan beralasan menunggu mamanya membuat sarapan untuknya.

Namun hari ini berbeda. Pukul setengah enam, Eita sudah terlihat sangat rapi dan siap berangkat ke sekolah.

“Rapi amat lo? Mau ke mana?” tanya Koushi—kakak Eita yang sedang duduk bersantai menonton acara berita pagi di televisi.

“Bang, lo nggak liat apa dandanan gue udah cakep gini masih ditanya mau ke mana?” tanya Eita menatap wajah kakaknya, “ya mau ke sekolah lah, Bang!” tukas Eita.

“Lo kesambet setan apa jam segini udah rapi? Biasanya masih males-malesan di kamar,” ucap Koushi.

Eita tersenyum lebar, senyum aneh yang membuat Koushi mengernyit heran menatap adik semata wayangnya. “Lo beneran kesambet, ya?” tanya Koushi. “MAHH!! EITA BENERAN KESAMBET DEH KAYAKNYA!” teriak Koushi. Tidak lama kemudian terdengar respon mama mereka yang tidak begitu jelas dari arah dapur.

“Sembarangan aja lo, Bang, ngatain gue kesambet!” tukas Eita. “Harusnya lo seneng liat adek lo ini berubah jadi rajin pagi-pagi udah rapi,” ucap Eita.

“Lo mencurigakan. Nggak yakin gue lo begini karena kemauan lo sendiri,” ucap Koushi.

Eita terkekeh lagi yang langsung mendapatkan lemparan bantal sofa dari Koushi, tepat mengenai wajahnya.

“Aduh, Bang!! Yang benerlah lo! Main lempar-lempar bantal ke muka segala!” sungut Eita.

“Ya makanya jangan aneh-aneh lo-nya. Bikin merinding aja!” tukas Koushi.

“Aneh apaan, sih, Bang? Ya Gusti!” seru Eita sebal.

“Ngomong aja lo pasti ada maksud yang enggak-enggak sepagi gini udah rapi-rapi!” tuding Koushi.

“Hehe ... gue mau ngapel pagi-pagi, Bang. Mau jemput calon pacar,” ucap Eita.

Koushi mengernyit lagi, “lo punya gebetan? Emang ada yang mau sama lo?”

“Bang, lo jangan gitu banget sama adek lo lah! Gini-gini gue juga ada yang suka!” tukas Eita. Walaupun di dalam hati juga Eita masih tidak yakin juga Rintarou itu suka padanya atau tidak.

“Eh? Eh? Mau ke mana lo?” tanya Koushi lagi begitu melihat Eita sudah selesai memakai sepatu sekolahnya.

“Mau berangkat sekarang! Dadah abangku yang jelek!” teriak Eita yang kemudian langsung berlari menuju garasi rumahnya, mengeluarkan sepeda motornya kemudian tancap gas pergi dari rumahnya.

“Loh, Bang, adekmu mana?” tanya sang mama ketika hanya melihat Koushi sendirian saja di ruang keluarga.

“Udah berangkat tuh.”

“Nggak sarapan dulu?”

“Udah berangkat, Mah, itu anaknya. Buru-buru pula. Mau jemput gebetan katanya,” jawab Koushi.

“Hah? Eita punya gebetan!?” seru sang mama terkejut.

Koushi terkekeh kecil. Lihat, kan? Mama mereka saja terkejut mendengar pernyataan bahwa Eita itu punya gebetan.

•••

Pukul enam kurang berapa menit, sepeda motor Eita sudah terparkir di depan gerbang rumah Rintarou. Baru saja Eita akan mengirimkan chat kepada Rintarou, pintu gerbang rumah Rintarou sudah terbuka. Eita pikir itu adalah Rintarou, tetapi ternyata yang keluar justru seorang pria paruh baya.

“Cari siapa, Mas?” tanya pria paruh baya itu.

Eita gelagapan, ia segera turun dari sepeda motornya dan mengangguk kecil memberikan salam pada pria di depannya itu. “Anu, Om, itu ... Suna-nya ada?” tanya Eita.

“Rin?” tanya pria itu. Eita mengangguk.

“Saya temen sekolahnya, Om. Kemarin udah janjian mau berangkat sekolah bareng,” jelas Eita.

“Oh, masuk dulu sini! Pagi-pagi bener berangkat ke sekolahnya? Osamu aja klo jemput Rin suka mepet jamnya,” ucap pria yang berjalan di depan Eita itu, “masukin sini aja motornya!” tukasnya.

“Eh, iya, Om!” Eita buru-buru kembali ke sepeda motornya lagi, kemudian menuntunnya memasuki halaman rumah Rintarou.

“RINN! ADA TEMENMU INI!” teriakan nyaring pria paruh baya itu terdengar sampai halaman rumah. Pria paruh baya itu tidak begitu mirip dengan Rintarou, tapi mungkin pria itu adalah ayah Rintarou.

Ya Gusti, pagi-pagi udah ketemu calon mertua aja nih gue! Batin Eita dalam hati.

“Siapa, Yah?” Eita tersenyum lebar ketika mendengar suara yang begitu familiar di telinganya. Padahal ia baru beberapa kali saja mendengar suara Rintarou. Tidak lama kemudian Rintarou muncul dari pintu rumahnya, masih mengenakan baju rumahan dan celana pendek selutut dan handuk yang dikalungkan di lehernya. “Lo ngapain ke sini pagi-pagi?” tanya Rintarou terkejut.

Eita hanya bisa cengengesan saja, “gue nggak sabar pengen berangkat bareng lo, jadi kepagian deh,” jawabnya.

Rintarou menggelengkan kepalanya pelan, “gue baru aja selesai mandi. Lo kepagian ke sininya,” ucap Rintarou. “Masuk dulu aja. Lo pasti belum sarapan juga, kan?” tanya Rintarou. Eita menggeleng. “Ayo masuk! Sekalian sarapan bareng aja ntar!” ajak Rintarou.

“Nggak apa-apa nih gue sarapan di sini?” tanya Eita.

“Santai aja. Atsumu sama Osamu juga sering kok sarapan di rumah gue klo pas jemput gue ke sekolah,” balas Rintarou.

Eita diam. Jadi Osamu sering banget dong makan bareng keluarga Suna?

“Kok malah bengong? Ayo masuk!” tukas Rintarou mengagetkan Eita.

“Eh, eh, iya!”

“Lo main dulu sama Tuna sana,” ucap Rintarou.

“Hah? Mana? Mana?” seru Eita senang. Untuk sejenak ia lupa mengenai pikirannya bahwa Osamu sering sarapan bersama keluarga Suna.

tbc