Our Valentine

a #semisuna short story

cw // cringe , ooc , m/m , slight nsfw , kissing , hars words

1,4k words


#semisuna

Rintarou gemas sendiri, ia hanya iseng menuliskan tweet diakun media sosialnya karena sedikit merasa muak mendengarkan cerita-cerita tentang persiapan hari valentine atau hari kasih sayang dari teman-temannya yang tentu saja sudah mempunyai pasangan. Rintarou yang memang menyukai tontonan produksi Jepang itu kemudian iseng menulis tweet seperti itu. Ia sama sekali tidak menyangka jika Semi Eita—seseorang yang selama ini ia suka—justru tiba-tiba mengiriminya pesan dan mengajak Rintarou berpacaran.

Rintarou hampir saja menggigit sikat gigi yang ia pakai jika saja ia tidak ingat sikat gigi itu berbahan keras dan hanya akan menyakiti giginya jika ia menggigitnya.

Semi Eita stres. Hanya kalimat itu yang terus-menerus Rintarou suarakan dalam hatinya. Bagaimana tidak? Eita maupun dirinya tidak begitu kenal dekat, hanya beberapa kali saja mereka hangout bersama, itupun tidak hanya berdua, teman-teman mereka yang lain ikut juga. Lalu tiba-tiba Eita mengajaknya berpacaran, tentu Rintarou terkejut bukan main. Memang sejak kapan Eita suka padanya? Atau apakah ini benar jika Eita menyukainya, bukan hanya prank belaka?

“Kak??? Cepetan mandinya! Ini ada temen kakak nunggu di ruang tamu!”

Rintarou berjengit ketika mendengar ketukan pintu di kamar mandi yang ia pakai. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Eita beneran dateng. Itu batinnya. Jangan-jangan teman yang dimaksud oleh mamanya itu adalah benar Semi Eita.

“Bentar lagi, Ma!” Rintarou menjawab mamanya. Buru-buru ia menyelesaikan acara bersih-bersih badan kemudian memakai pakaian yang memang sudah sebelumnya ia siapkan.

Sekitar sepuluh menit kemudian Rintarou sudah siap sepenuhnya, sudah rapi dan tentu saja wangi. Ia berjalan menuju ruang tamu rumahnya, langkahnya sempat berhenti sebentar untuk melihat sosok Eita yang benar-benar duduk di sofa ruang tamu rumahnya.

Rintarou berjalan perlahan menghampiri Eita, setiap langkahnya terasa berat. Masih tidak percaya jika pemuda itu juga mempunyai rasa yang sama dengan dirinya.

Eita tersenyum lebar ketika melihat Rintarou yang menghampirinya. “Ciye yang habis mandi.” Eita berujar begitu melihat Rintarou.

“Berisik!” tukas Rintarou kemudian duduk di sofa yang tidak jauh dari Eita.

“Mau ketemu gue terus mandi dulu, kan!” tuding Eita tertawa.

“Enak aja! Pede amat lo!” tukas Rintarou berusaha menyembunyikan rasa malunya. “Itu martabak manis dari mana? Mama gue beli?” tanya Rintarou.

“Dari gue. Beli di deket rumah gue, dijamin enak lo pasti suka. Cobain aja!” tukas Eita.

“Kak, Mama sama adek ke depan komplek dulu, ya. Mau belanja dulu.” Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu tersenyum sambil menyajikan minuman untuk Eita. “Diminum ya, Kak Eita. Martabaknya bener enak loh, adek aja pengen nambah lagi katanya,” ucap sang mama.

Eita tersenyum lebar, ia beralih menatap sosok gadis kecil yang terlihat malu-malu bersembunyi di belakang tubuh ibunya. “Ambil aja lagi nggak apa-apa, nanti kakak beliin lagi kalau boleh main ke sini lagi,” ucap Eita.

Si gadis kecil tersenyum lebar, tangan mungilnya kemudian mengambil dua potong martabak manis yang ada di atas meja.

“Terima kasih, Kak Eita.” Si gadis kecil itu tersenyum menatap Eita.

“Udah yuk, keburu pergi nanti tukang sayurnya!” tukas mama Rintarou kemudian menggandeng tangan si gadis kecil pergi.

“Adek lo gemesin banget sih, Sun!” tukas Eita kemudian.

“Naksir lo?” tanya Rintarou.

Eita langsung menatap wajah Rintarou, “kagak. Gue, kan, naksir kakaknya,” balasnya.

“Apa, sih!” tukas Rintarou memalingkan muka, mencoba menyembunyikan rona kemerahan di wajahnya. “Lo beneran ke sini, gue kira boongan,” ucap Rintarou kemudian.

“Ya beneran, masa bohong,” ucap Eita. “Jadi gimana?”

“Heh, pake aba-aba kek! Jangan tiba-tiba gitu! Kaget, nih, gue!” tukas Rintarou.

Eita tertawa kecil melihat ekspresi Rintarou saat ini. “Yaudah, gue kasih aba-aba dulu. Sun, mau nggak jadi pacar gue? Daripada pacaran sama karakter gepeng, mending pacaran sama gue nggak sih? Gue asli, bisa lo peluk sesuka hati juga. Mau minta lebih juga gue ayoin aja!” tukas Eita.

“Stres lo!” tukas Rintarou melempar bantal sofa ke arah Eita.

Eita tertawa lagi.

“Gue serius loh, mau nggak jadi pacar gue?” tanya Eita lagi.

“Lo serius ngajakin orang pacaran kayak ngajak beli cilok begini?” tanya Rintarou heran, “gampang banget lo ngomong begitu?”

Eita menghembuskan napas pelan, “gue bukan tipe cowok yang bisa romantis, geli sendiri gue kadang kalau sok romantis gitu. Daripada basa-basi, langsung to the point aja nggak sih?” tanya Eita.

Rintarou mencibir, “to the point, sih, to the point. Tapi pikirin perasaan orang lain yang lo ajak pacaran juga, dong!” tukas Rintarou.

“Kenapa? Lo nggak suka gue ya?” tanya Eita harap-harap cemas. “Sorry jadi kesannya maksa gini,” sambung Eita.

Rintarou yang mendengar perubahan pada suara Eita menjadi tidak enak, “bukan gitu maksud gue,” ucap Rintarou pelan. “Gue kaget aja jujur. Kayak nggak percaya juga, sejak kapan lo suka sama gue? Kenapa juga lo bisa suka sama gue?” berbagai macam pertanyaan itu akhirnya Rintarou tanyakan langsung kepada Eita, berharap ia dapat mendapatkan jawaban yang memuaskan rasa penasarannya.

“Hmm? Kalau ditanya sejak kapan gue suka sama lo ... udah agak lama juga, tapi gue nggak berani bilang. Mungkin sejak awal kita kenalan. Inget nggak sih waktu pertama kali kita kumpul bareng, lo kayak nggak nyaman gitu terus gue temenin lo ngobrol. Nyatanya gue ngerasa nyaman dan nyambung ngomong sama lo. Sejak itu gue tertarik sama lo, Sun.”

Rintarou mengerjapkan kelopak matanya beberapa kali setelah mendengar penjelasan dari Eita di depannya. “Se-selama itu?” tanya Rintarou akhirnya.

Eita mengangguk, “selama itu.” Eita menegaskan.

“Gue ... nggak tau,” bisik Rintarou.

“Karena gue nggak pernah ngasih tau ke orang-orang juga, sih,” balas Eita.

Even your very best friends?” tanya Rintarou.

Eita kembali mengangguk, “even my very best friends.” Rintarou lagi-lagi terdiam, “lo sendiri gimana? Lo suka nggak atau pernah sedikit aja gitu suka sama gue nggak?” Eita memberi pertanyaan balik kepada Rintarou.

Rintarou malu jika ingin mengakuinya, namun ia sudah terlanjur basah. Terobos sajalah! Pikir Rintarou. “Jujur, gue juga suka sama lo. Nggak usah senyam-senyum gitu lo!” tukas Rintarou begitu melihat ekspresi wajah kegirangan dari wajah Eita. “Gue nggak tau kapan persisnya gue mulai suka sama lo, tapi ya tiba-tiba aja gue suka sama lo gitu. Nyebelin emang.” Rintarou melanjutkan ucapannya.

“Kok nyebelin?” tanya Eita.

“Iya nyebelin! Siapa lo tiba-tiba jadi sering bikin gue kayak orang gila mikirin lo. Bikin gue deg-degan sendiri tiap mau ketemu lo, padahal ketemunya juga nggak berdua doang. Lo siapa, sih, seenaknya ngacak-ngacak hati gue bikin gue kadang mikir gue ini suka apa sebel sama lo!” tukas Rintarou.

Eita yang mendengar pernyataan Rintarou yang berapi-api itu lantas tertawa lepas. Gemas sekali ketika melihat bagaimana ekspresi Rintarou yang begitu menggemaskan di matanya kini.

“Itu tandanya lo suka sama gue nggak, sih?” tanya Eita terkekeh.

“Iya emang gue suka sama lo!” Rintarou membalas.

Eita kicep. Kini giliran Eita yang mengerjapkan kelopak matanya berkali-kali menatap Rintarou. Tidak lama kemudian keduanya terbahak bersama.

“Jadi, gimana? Lo mau jadi pacar gue nggak?” tanya Eita.

“Sumpah, ya! Lo nggak ada romantis-romantisnya sama sekali!” tukas Rintarou masih terkekeh kecil.

“Besok aja romantis-romantisannya setelah kita beneran pacaran,” balas Eita.

“Jiah, kita!” tukas Rintarou tertawa lagi.

“Cepet elah jawab, ketawa mulu lo! Gue cium nanti diem lo!”

“Emang berani?”

“Lah nantangin?”

“Lah emang lo berani?”

“Sini lo!”

“Lo yang ke sini, siapa yang butuh!”

“Anjir beneran nantangin lo, Sun!”

“Ya makanya buktiin sini kalo emang berani!”

“Jangan nangis lo gue cium!”

“Enak aja nangis!”

Rintarou gemas sendiri, sebelum Eita bangkit dari sofa, Rintarou lebih dulu bangkit kemudian berjalan mendekati Eita. Eita melotot kaget ketika tiba-tiba Rintarou mendudukkan dirinya di pangkuannya hingga kini mereka duduk berhadapan.

“Kok diem?” tanya Rintarou tersenyum miring menatap wajah Eita yang masih shock.

Eita memejamkan kelopak matanya dan mengambil napas dalam-dalam sebelum menghembuskannya perlahan. Kedua tangannya kemudian melingkari pinggang Rintarou yang masih setia duduk di pangkuannya, sedikit menarik tubuh Rintarou agar semakin merapat padanya.

Rintarou terkejut ketika hidung mereka bersentuhan, wajah mereka berdua begitu dekat bahkan bisa saling merasakan hembusan napas satu sama lain.

I really like you, Rin. Will you be mine?” Eita berbisik, kedua manik matanya menatap lurus pada manik mata Rintarou.

Rintarou tersenyum kecil, “I like you too, so okay, I’ll be yours.”

Eita ikut tersenyum lebar, “gitu dong dari tadi!”

Rintarou tidak sempat beraksi ketika tiba-tiba bibir Eita sudah lebih dulu meraup bibirnya. Eita melumat perlahan kedua belah bibir Rintarou, perlahan meminta untuk mengakses lebih ciumannya. Rintarou yang sudah kepalang terbuai permainan bibir Eita akhirnya hanya bisa pasrah saja memberikan apa yang Eita minta. Hingga kedua lidah tak bertulang itu saling membelit, mencecap rasa satu sama lain, berciuman panas seakan-akan tidak ada lagi hari berikutnya.

You hard? With only kiss?” bisik Rintarou ketika merasakan sesuatu yang keras menusuk pahanya.

Your fault!” tukas Eita.

Rintarou hampir memekik ketika tiba-tiba Eita berdiri dan menggendongnya seperti menggendong koala.

“Kamar lo di mana?”

“Anjir? Lo mau ngajakin ngewe pagi-pagi begini?” tanya Rintarou kesal.

“Tanggung!” Eita menjawab dengan kekehan khasnya.

•FIN