pagi di sekolah

narasi bagian dua dari Mantan, a semisuna short story


Keesokan harinya, Rintarou sengaja datang lebih pagi ke sekolah dari biasanya. Biasanya ia akan datang sepuluh sampai lima menit sebelum bel jam mata pelajaran pertama berbunyi. Tetapi hari ini sedikit berbeda, Rintarou sampai di sekolah bahkan ketika tempat parkir siswa masih sepi. Rintarou tidak mengendarai kendaraan sendiri, ia berangkat bersama papanya. Namun ia bisa melihat keadaan sepi di parkiran siswa ketika ia berjalan menuju gedung kelasnya.

Sejujurnya, Rintarou memilih datang lebih pagi karena ia tidak ingin tiba-tiba Eita datang ke rumahnya dan menjemputnya. Rintarou sejujurnya juga tidak tahu, dia dan Eita sudah memutuskan hubungan tali kasih mereka sebagai sepasang kekasih, tetapi Eita masih selalu terlihat perhatian kepada Rintarou. Sudah hampir satu minggu mereka putus, hampir satu minggu pula Eita tidak henti-hentinya menghantui Rintarou.

Bagaimana dengan Rintarou sendiri? Sebenarnya Rintarou juga tidak paham kenapa ia bisa semarah itu pada Eita hingga membuatnya dan Eita putus. Ia hanya ingat ia melihat Eita bermesraan dengan seorang siswi di taman sekolah dan Rintarou meminta putus saat itu juga tanpa mendengarkan penjelasan Eita.

Rintarou menyesal? Sejujurnya, iya. Tapi mana mau Rintarou mengakuinya. Bisa malu dia jika mengakui hal itu, apalagi jika dua sahabat kembarnya itu tahu jika sebenarnya Rintarou menyesal putus dari Semi Eita.

“Heh! Pagi banget lo, Rin, datengnya?” Rintarou berjengit kaget ketika merasakan tepukan cukup keras di bahunya.

“Kuning setan! Ngagetin aja, sih, lo!” sungut Rintarou ketika melihat salah satu sahabatnya itu tertawa, Miya Atsumu namanya. Sedangkan saudara kembar Atsumu bernama Miya Osamu. “Samu mana?” tanya Rintarou.

“Samu naik motor sendiri. Tadi dia nganterin bunda dulu ke pasar pagi-pagi. Gue berangkat tadi bunda sama Samu belum balik juga,” jawab Atsumu. “Lo juga tumbenan berangkat pagi bener? Kesambet apaan lo?” tanya Atsumu.

Rintarou mendengus, ia meletakkan tas ranselnya di bangkunya kemudian duduk sibuk memainkan ponselnya. Atsumu juga melakukan hal yang sama, ia bermain dengan ponselnya untuk mengirim pesan kepada saudara kembarnya. Rintarou, Atsumu dan Osamu memang berada di kelas yang sama, 11 IPS 1. Rintarou juga heran, sejak kecil ia bersahabat dengan dua kembar itu, sejak masuk bangku sekolah juga mereka selalu berada di kelas yang sama.

“Lo berangkat bareng siapa deh bisa sepagi ini?” tanya Atsumu.

“Bareng papa tadi,” jawab Rintarou. Atsumu mengangguk-angguk. Keduanya lalu diam, sibuk dengan kegiatan dengan ponselnya masing-masing.

Semakin siang, suasana kelas semakin ramai. Satu persatu teman satu kelas Rintarou dan Atsumu mulai berdatangan. Suasana yang semula hening mendadak menjadi ramai ketika salah satu siswa ribut bertanya ada ulangan atau tidak hari ini.

“Heh, dicariin tuh!” Rintarou mendongakkan kepalanya ketika mendengar suara familiar di telinganya. Osamu baru saja datang dan langsung duduk di sebelah Rintarou.

“Kok lo lama banget sih?” protes Atsumu pada saudara kembarnya, “mana bekal gue!” tagih Atsumu.

“Yang sopan lo! Nggak gue kasih nih ntar bekal dari bunda!” ancam Osamu. “Ih, Rin, ngapain masih di sini! Itu dicariin di depan!” tukas Osamu beralih menatap Rintarou.

“Siapa, sih?” tanya Rintarou.

“Liat aja sendiri!” tukas Osamu. Rintarou mendengus. Tiba-tiba merasakan perasaan tidak enak ketika ia berjalan keluar dari kelasnya. Dan benar saja. Rintarou baru saja berniat berbalik masuk ke dalam kelasnya lagi, tetapi orang yang menunggunya tadi sudah lebih dulu melihatnya.

“Apaan, sih? Ngapain di sini!” tukas Rintarou malas.

“Kok SMS gue ga dibales, sih?” tanya Eita.

“Pengen banget gitu SMS-nya dibales?” tanya Rintarou.

Eita tersenyum tipis melihat wajah badmood Rintarou. “Salting, ya, semalem?” tanya Eita.

Rintarou mendelik tidak suka, “nggak usah kegeeran! Mana ada gue salting!” tukas Rintarou. Bohong, sih. Sebenarnya Rintarou memang salting setelah membaca pesan Eita semalam.

“Yaudah nggak usah ngambek. Lo berangkat jam berapa, sih, tadi? Gue ke rumah lo tapi kata tante, lo udah berangkat sama om,” ucap Rintarou.

“Ya gue, kan, emang biasanya sering bareng sama papa!” tukas Rintarou. “Nanti pulangnya bareng gue aja, ya,” ucap Eita.

“Dih! Ngapain! Ogah!” seru Rintarou.

“Udah bareng gue aja. Tadi tante udah nitip nyuruh gue nganterin lo pulang,” ucap Eita.

“Kok lo mainnya ngadu sama mama, si!?” tanya Rintarou sebal.

“Gue nggak ngadu apa-apa. Tante sendiri kok yang bilang gitu. Lo tanya sama tante aja klo nggak percaya,” jawab Eita.

“Nggak mau, ah! Gue bisa balik sendiri!” tukas Rintarou.

“Nggak usah ngeyel. Lo juga baru aja sakit kemarin. Pulangnya gue anter pokoknya. Lo tunggu aja!” tukas Eita. “Dah, ya. Gue ke kelas dulu.” Sebelum pergi, Eita sempat-sempatnya mengacak pelan rambut Rintarou. Rintarou yang mendapatkan perlakuan seperti itu langsung diam, kebiasaan Eita yang mengacak-acak rambutnya masih belum hilang juga bahkan setelah mereka putus.

Rintarou baru tersadar ketika dari belakang, si kembar sahabatnya itu menyoraki dirinya. Rintarou merutuk. Ia sangat kesal dengan mantan pacarnya itu.

tbc