pemberian

narasi bagian tujuh dari Catatan Akhir Sekolah, a semisuna story


Seperti yang sudah dijanjikan, begitu bel istirahat kedua berbunyi ... Osamu dan Rintarou segera pergi menuju ruang tata usaha untuk mengambil formulir biodata yang harus diisi oleh setiap murid kelas 12. Sesampainya di ruangan itu, tidak begitu ramai ... hanya beberapa murid saja yang mengantri di depan loket pembayaran administrasi sekolah.

“Ambil buat sekelas, kan?” tanya Rintarou kepada Osamu di sebelahnya.

“Iya. Sekalian aja,” balas Osamu.

Rintarou mengangguk, ia memilih untuk berjalan memasuki ruang tata usaha dan langsung memberi tahukan maksud kedatangan kepada staf tata usaha yang lain. Tidak lama kemudian, Rintarou sudah kembali mendekati Osamu yang berdiri menunggunya tidak jauh dari pintu ruang tata usaha.

“Gue kira lo ikutan masuk elah!” sungut Rintarou.

Sorry, ini gue balesin grup panitia tadi,” balas Osamu.

“Sibuk ya lo jadi panitia BTS?” tanya Rintarou.

“Ya gitulah. Semuanya pada pengen hasil yang bagus, jadi maunya perfeksionis banyak komentar ini itu,” balas Osamu.

“Temanya belum diumumin, kan?” tanya Rintarou.

“Ntar klo ada jam kosong, gue sama Mao bakal kasih tau, sekalian pembagian grup buat photoshoot-nya nanti.” Osamu menjawab. “Lo jadi ke kantin?” tanya Osamu.

Rintarou mengangguk, “jadi! Pengen beli jajan,” balasnya.

“Yaudah ayo. Sekalian gue juga mau beli minum,” ucap Osamu.

Ruang tata usaha tidak terlalu jauh dari kantin, sehingga tidak membutuhkan waktu lama bagi keduanya untuk sampai di sana. Seperti kantin pada umumnya, kantin mereka terlihat ramai dengan murid-murid yang menghabiskan waktu makan siang di sana.

“Lo mau beli apa?” tanya Osamu.

“Batagor,” jawab Rintarou.

“Jajan berat lagi? Emang bento dari gue nggak cukup?” tanya Osamu. Benar, seperti yang sudah Osamu janjikan, Osamu menepati janjinya untuk membawakan bento untuk Rintarou. Rintarou pun juga sudah menerima bento dari Osamu dan langsung memakannya begitu bel istirahat pertama berbunyi.

“Gue laper,” balas Rintarou.

Osamu geleng-geleng kepala, “sejak kapan lo makannya banyak?” tanya Osamu.

“Heh apasih! Lo bawain bento isinya cuma tempura sama omelette telur doang nggak ada nasinya. Enak, sih, tapi mana kenyang gue!” tukas Rintarou. “Itu, mah, namanya cuma ngemil lauk doang nggak ada nasinya,” sambung Rintarou.

Osamu diam, kemudian terkekeh. “Sebenernya gue udah bikin onigiri buat lo. Tapi dimakan Tsumu,” balas Osamu.

“Wah!!! Nggak bener, nih, kembaran lo!” tukas Rintarou.

“Lo tagih, deh, ke dia!” Osamu tertawa.

Rintarou mendengus, ia berjalan memasuki salah satu kedai batagor di kantin sekolahnya, sedangkan Osamu pergi ke kedai lain untuk memesan minuman.

“Weh, Sam. Sendirian?” Osamu menoleh ketika merasakan tepukan pelan di pundaknya.

“Oh, nggak. Bareng temen. Lo bertiga mau pesen minum juga?” tanya Osamu pada Eita, Tetsurou dan Tooru. Tetsurou adalah orang yang menepuk pundaknya tadi.

“Iya, nih, haus!” Tetsurou membalas.

“MBAK PESEN POP ESNYA TIGA YA. COKLAT SEMUA!”

“Buset! Congor lo toa amat, Oik!” tukas Eita begitu mendengar Tooru berteriak memesan minuman.

“Bacot! Males masuk rame amat,” balas Tooru.

“Lo ke sini sama siapa, Sam?” tanya Eita.

Osamu tersenyum samar. “Bareng Suna, tuh. Lagi beli batagor,” balasnya.

Eita langsung menegakkan tubuh, “Suna beli makan? Udah beli minum belom?” tanya Eita.

“Wah, ini bucin kumat!” komentar Tetsurou.

“Belom, sih,” balas Osamu.

“Suna suka susu, kan ya?” tanya Eita. Osamu hanya mengangguk sebagai jawaban. “Oke. Tunggu sini!” tukas Eita kepada Osamu yang langsung berlari kecil memasuki kedai tempat Tooru juga memesan minuman.

“Kan, bucin,” ucap Tetsurou mendengus malas.

“Heran juga gue sama tu anak. Kayaknya dulu keliatan main-main doang, sekarang kenapa jadi bucin gitu, deh?” tanya Tooru bingung.

“Kena pelet si Suna jangan-jangan!” tukas Tetsurou.

“Ngawur aja lo klo ngomong,” balas Osamu terkekeh. “Bukan Rin yang make pelet, sih. Itu karma buat Semi,” sambung Osamu.

Tetsurou dan Tooru mengangguk setuju lalu tertawa bersama. Tidak lama kemudian, Eita kembali mendekati mereka dengan segelas cup plastik berisi susu coklat.

“Nitip buat Suna, ya, Sam,” ucap Eita memberikan segelas susu itu kepada Osamu. “Nih, buat lo juga gue beliin,” ucap Eita.

“Ini sogokan, nih, maksudnya biar gue mau ngasih ke Suna?” tanya Osamu tertawa.

“Kagak elah! Nggak apa-apa sekali-kali gue traktir,” balas Eita.

“Gue sama Oik juga ditraktir, kan?” tanya Tetsurou.

“Ogah! Bayar sendiri lo pada!” tukas Eita.

“Idih pelit amat lo!” cibir Tooru.

“Ya udah, thanks, ya, Sem. Tuh Suna udah selesai, gue balik ke kelas dulu, ya!” tukas Osamu menunjuk Rintarou yang baru saja keluar dari kedai batagor, terlihat celingukan mencari Osamu.

Thanks juga, Sam,” balas Eita.

Osamu lantas berjalan menghampiri Rintarou. Rintarou tampak bertanya dari mana saja Osamu, sebelum Osamu memberikan susu pemberian Eita kepada Rintarou yang tentu saja Rintarou terima. Osamu mengatakan sesuatu yang kemudian membuat Rintarou menoleh ke arah Eita. Eita tersenyum lebar, melambaikan tangannya ke arah Rintarou. Rintarou mendengus, ia langsung melengos dan berjalan mendahului Osamu.

Eita terkekeh, setidaknya Rintarou menerima minuman susu pemberiannya, tidak mengembalikannya ke Eita lagi atau bahkan memberikannya kepada Osamu.

“Kan, si bego bucin lagi!” cibir Tooru menatap aneh Eita yang sedari senyum-senyum sendiri.

“Gue takut. Balik ke kelas ajalah, yuk!” ajak Tetsurou.

“Bentar ambil minum dulu!” tukas Tooru. Tetsurou mengikuti Tooru.

Eita bahkan tidak sadar jika dua temannya itu sudah meninggalkannya karena merasa ngeri melihat Eita senyum-senyum sendiri.

tbc