pertanyaan

narasi bagian dua puluh lima dari Dua Sisi, a Suna Rintarou harem story


Rintarou membuka kelopak matanya perlahan. Sayup-sayup ia bisa mendengar pintu apartemennya yang diketuk berkali-kali. Tangannya meraba samping tubuhnya, mencari keberadaan ponsel yang kalau ia tidak salah ingat ia letakkan di sebelahnya. Ponsel ia dapatkan, ia pencet tombol power di samping badan ponsel dan melihat jam digital ponselnya sudah menunjukkan pukul enam pagi lebih sedikit.

Rintarou sontak terbangun dari posisi berbaringnya. Gerakan yang salah, kecepatan gerakannya yang tiba-tiba itu membuat kepalanya pusing. Ia memejamkan mata sejenak. Sebelum akhirnya berjalan keluar kamar dan menuju pintu apartemennya.

Ia mengintip terlebih dahulu. Tidak ingin jika ia membuka pintu dan sosok yang ia hindari ada di sana seperti tempo hari. Kerutan di keningnya terlihat jelas, Rintarou mengernyit ketika melihat sosok Tooru yang ada di depan pintu apartemennya.

“Lo ngapain pagi-pagi ada di depan apartemen gue?” tanya Rintarou.

“Bersyukur dikit, kek, gue baik gini bawain lo makanan!” tukas Tooru memperlihatkan bungkusan plastik yang ada di tangannya.

Rintarou semakin mengernyit, “kok lo baik?” tanyanya, “pasti ada sesuatu, nih!” tukas Rintarou.

Tooru berdecak, jarinya reflek menyentil kening Rintarou yang membuat Rintarou mengaduh kesakitan. “Benerin dulu itu keriput di dahi lo! Cepet tua baru tau rasa lo!” tukas Tooru. “Semalem temen-temen lo pada ke sini, tapi nggak lo bukain pintu sama sekali. Rada panik mereka takut kalo lo skip makan malam. Lo juga, tidur apa hibernasi? Pintu diketokin berkali-kali nggak denger, bikin berisik aja,” ucap Tooru.

Rintarou berdecih, “ya gue capek! Makanya tidur nggak denger!” tukas Rintarou.

Tooru terdiam sejenak, menatap wajah Rintarou yang memang terlihat masih lelah. “Ya udah ini bawa masuk! Bersih-bersih dulu sana terus sarapan!” tukas Tooru memberikan kantong plastik yang ia bawa tadi.

Rintarou menatap kantong plastik itu kemudian mengangguk, “makasih,” ucapnya.

“Gue nggak tau selera makanan lo kayak gimana. Kalo emang nggak suka, nggak lo makan juga nggak apa-apa,” ucap Tooru sebelum berjalan meninggalkan pintu apartemen Rintarou dan masuk menuju unit apartemennya sendiri.

Rintarou membuka bungkusan plastik yang Tooru berikan, terdiam sejenak ketika melihat bungkusan berlabel warung bubur yang biasa menjadi langganannya.

***

Rintarou merasa risih. Bagaimana tidak? Sedari tadi sejak awal ia menginjakkan kaki di gedung perkuliahannya, dua kembar temannya itu terus saja menempelinya. Bahkan saat duduk di bangku mengikuti perkuliahan pun Rintarou harus duduk di antara Osamu dan Atsumu. Bukan hanya itu, sesekali Atsumu atau Osamu akan dengan sengaja melingkarkan tangan mereka di bahu Rintarou. Sesekali mengusili Rintarou dengan bermain rambut Rintarou.

Lalu, ketika perkuliahan telah selesai. Dua kembar itu masih saja mengikuti Rintarou. Berjalan berdampingan dengan Rintarou di sebelah kanan dan kirinya.

“Lo berdua napa, sih?” tanya Rintarou akhirnya, “engap gue lo pepet berdua!” tukas Rintarou.

“Ya nggak apa-apa. Kangen aja sama lo!” tukas Atsumu.

Rintarou mendengus.

“Udah lama kita nggak jalan bareng. Wajar nggak, sih, kalo kangen!” Osamu ikut menimpali.

“Lo berdua nggak begini ya dulu! Nggak ketemu gue berhari-hari biasa aja!” tukas Rintarou.

“Ya dulu sama sekarang, kan, beda,” ucap Atsumu.

“Geseran sana. Sumpek gue!” tukas Rintarou mendorong tubuh Atsumu dan Osamu sedikit menjauh darinya. Bukannya menjauh, Atsumu justru semakin menjadi. Ia mengalungkan tangannya di leher Rintarou dan menarik Rintarou merapat ke tubuhnya.

“Jangan gitulah. Beneran kangen, nih, gue!” tukas Atsumu.

“Tsum, lepas!” tukas Rintarou mencoba melepaskan diri dari Atsumu.

“Ngomong-ngomong, Sun, lo kenapa nggak pernah update akun Nana?” tanya Osamu tiba-tiba.

“Hah?”

“Oh, iya! Lo udah jarang update di sana!” Atsumu menimpali.

“Lo—”

“Kita tau dari Sakusa. Udah pada tau juga, sih, anak-anak yang lain,” ucap Osamu.

Ah ya, seharusnya Rintarou tidak terkejut jika teman-teman dekatnya sudah tahu jika di balik akun Nana adalah dirinya. Namun yang ia kejutkan adalah Osamu dan Atsumu yang berani menanyakan hal itu secara langsung kepada dirinya.

Update lagilah, Sun!” tukas Atsumu.

“Males.” Rintarou membalas singkat.

“Yah, nggak seru lo!” tukas Atsumu lagi.

“Anak-anak pada nungguin konten lo padahal,” ucap Osamu.

“Apa jangan-jangan lo pengennya kita liat langsung aja lo jadi Nana?” tanya Atsumu.

Rintarou mendelik, segera saja ia layangkan pukulan pelan ke kepala Atsumu. “Sembarangan aja lo!” seru Rintarou kesal. “Lo aja sana coba pake baju gituan. Pamerin noh ke sosmed!” tukas Rintarou.

“Yah, kita, kan, maunya lo yang begitu,” balas Osamu.

“Nggak!” tolak Rintarou mentah-mentah.

“Jadi lo bakal update lagi nggak?” tanya Atsumu.

“Nggak. Males!” tukas Rintarou.

“Yah, penggemar kecewa ini lo tiba-tiba ngilang gitu!” tukas Atsumu.

Rintarou hanya menatap datar wajah sedih yang dibuat-buat oleh Atsumu. Entah kenapa sejak identitasnya diketahui banyak teman-temannya, Rintarou benar-benar menjadi malas untuk mengunggah foto baru lagi di akun Nana-nya.

“Suna, Atsumu, Osamu.”

Tiga orang itu menoleh dan mendapati sosok Wakatoshi yang berjalan mendekati mereka. Awalnya Rintarou cukup terkejut ketika melihat Wakatoshi, namun ia mencoba untuk bersikap seperti biasa saja.

“Suna, saya bisa bicara berdua denganmu sebentar?”

tbc