prolog

narasi bagian satu dari IDOL, a suna harem story


tw // bullying , suicide , sharp object , blood , major character death , depression

Rintarou meringis ngilu ketika tubuhnya jatuh setelah didorong paksa memasuki ruang ganti di belakang panggung. Rintarou menatap telapak tangannya yang tampak lecet sebab gesekan kulitnya dengan lantai kasar yang dipijaknya.

“Lo, tuh, ya! Udah berapa kali gue bilang!? Fokus, anjing! Fokus!” suara itu menggelegar, membuat Rintarou tersentak kaget setelah mendengarnya. “Gara-gara lo yang nggak fokus tadi, Atsumu hampir jatuh dari panggung, goblok!” teriakan pemuda bernama Sakusa Kiyoomi itu kembali terdengar. “Denger nggak!” Rintarou merintih ketika tangan besar Kiyoomi tiba-tiba mencengkeram rambutnya dan memaksa Rintarou untuk mendongak menatap wajah Miyoomi yang memerah akibat amarah.

“Ma-maaf.” Rintarou hanya bisa merintih sambil mengucap maaf.

“Kak, udah!” Kageyama Tobio, member paling muda dalam grup itu mencoba untuk melerai.

“Omi, udahlah. Lagian gue juga nggak kenapa-napa,” ucap Miya Atsumu.

“Nggak bisa gitu! Walaupun lo nggak apa-apa juga gara-gara dia koreo kita jadi kacau di panggung tadi!” tukas Kiyoomi.

Tsukishima Kei hanya bisa menghembuskan napas malas. Sudah biasa untuk dirinya melihat kegaduhan dalam grupnya itu. “Ya, terus sekarang lo maunya apa, Kak? Toh, udah kejadian juga,” ucap Kei akhirnya.

“ANJING!” Kiyoomi mengumpat, menghempaskan kepala Rintarou yang ada dalam cengkeramannya. Rintarou jelas terkejut, kejadiannya begitu cepat ketika kepalanya tiba-tiba sudah menghantam permukaan lantai yang kasar hingga terdengar suara keras.

“Kak Suna!” Tobio yang pertama kali bereaksi, segera menghampiri Rintarou yang tampak kesakitan. “Kak Omi apa-apaan, sih!” Tobio menatap galak pada Kiyoomi yang balas menatap tajam Tobio dan Rintarou.

“Omi!” Atsumu ikut maju. “Gue tau Suna salah, tapi nggak gini juga!” tukas Atsumu. “Gue ada pemotretan besok sama Suna. Kalau sudah sampai babak belur ntar gue juga yang repot!” Atsumu mendengus.

Kiyoomi berdecih. “Harusnya gue nggak terima dia jadi member grup kita kalau cuma bisa nyusahin kita doang!” tukas Kiyoomi.

“Apa yang lo harepin dari newbie kayak dia? Dia bukan apa-apa tiba-tiba disuruh nyanyi sama nari di atas panggung, ya grogilah!” tukas Kei. “Kayak lo nggak pernah jadi newbie aja,” sambung Kei.

“Lo diem! Lo nggak ngerasa apa? Lo, tuh, juga sama aja! Idol macam apa lo nggak pernah senyum sama fans lo, hah?” tanya Kiyoomi. “Di sini, yang paling problematik itu lo! Lo nggak inget bulan lalu Kuroo baru aja ngurusin skandal lo yang hampir bikin grup kita diblack-list gara-gara lo nonjok asisten produser!” tukas Kiyoomi.

Kei berdecih, “tuh tua bangka pantes dapat bogem gue,” balas Kei.

“Lo pada kenapa, hah?” suara pintu yang terbuka kemudian tertutup mengalihkan atensi semua orang yang ada di dalam ruangan itu. Kuroo Tetsurou menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menunggu penjelasan dari remaja yang menjadi tanggung jawabnya. Tetsurou menghembuskan napas pelan, ia berjalan mendekati Rintarou yang masih tidak berani menunjukkan wajahnya. “Sak, control emosi lo!” tukas Tetsurou. “Gue udah ngobrol sama pihak acara, mereka sama sekali nggak ada masalah sama penampilan kalian tadi,” ucapnya, “Miya, lo bantuin Suna bersih-bersih, deh. Jangan sampe pemotretan besok muka Suna makin parah gara-gara masalah ini!” Tetsurou memberikan perintah.

Atsumu berdecih. “Gue bilang apa! Gue juga yang repot kalau gini!” tukasnya. “Buruan bangun!” tukas Atsumu menarik satu lengan Rintarou.

“Kak, pelan-pelan aja dong!” tukas Tobio berusaha ikut membantu.

“Udah! Udah semuanya bubar! Pak Nabe udah nunggu kalian di parkiran. Sakusa, Tsukishima sama Kageyama balik duluan, biar Miya yang ngurus Suna. Dan inget, besok lo berdua ada jadwal pemotretan jam sepuluh pagi. Jangan sampai telat!” Tetsurou memberikan arahan.

***

Rintarou berjalan memasuki apartemennya dengan langkah goyah. Fisiknya sangatlah lelah. Bukan hanya fisiknya saja yang lelah, namun juga batinnya teramat lelah. Tanpa berganti pakaian, Rintarou langsung memasuki kamarnya. Ia menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Wajahnya ia sembunyikan di bantal, tidak lama, bahunya tampak bergetar. Rintarou menangis, suara tangisnya tampak teredam oleh bantal.

Satu setengah tahun yang lalu, Rintarou mengikuti audisi untuk menjadi seorang idol disuatu agensi. Rintarou yang memang mempunyai mimpi untuk menjadi seorang idol tentu saja tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Sampai akhirnya Rintarou berhasil lolos seleksi. Rintarou pikir ia akan ditempatkan bersama para newbie idol yang mempunyai mimpi yang sama dengannya, bisa berjuang bersamanya. Namun Rintarou salah, Rintarou justru ditempatkan sebagai member baru dari grup idol lama yang hampir redup namanya karena banyaknya skandal yang grup itu lakukan.

Alasan klise manager-nya saat itu; Rintarou sangat cocok untuk ditempatkan bersama dengan empat member grup sebelumnya.

Rintarou memilih setuju dan mengiyakan. Dengan bergabung bersama idol lama, Rintarou berpikir ia bisa belajar banyak dari seniornya. Namun Rintarou salah besar. Kesalahan kecil yang Rintarou perbuat membuat Kiyoomi selalu marah kepadanya. Rintarou sama sekali tidak memahami Atsumu, kadang Atsumu baik namun juga kadang tidak peduli dengannya. Kei juga yang sepertinya sama sekali tidak peduli dan tidak senang ada Rintarou di dalam grup mereka. Dan Tobio, anak itu begitu polos dan baik kepada Rintarou, namun sama sekali tidak bisa berbuat banyak untuk membantu Rintarou karena Tobio tidak berani kepada Kiyoomi jika pemuda itu marah. Manager mereka pun—Kuroo Tetsurou—hanya peduli dengan grup itu jika mereka bisa menghasilkan uang. Tetsurou sama sekali tidak peduli ketika Rintarou babak belur dihajar Kiyoomi dan tetap memaksa Rintarou untuk bekerja sebagai idol setelahnya.

Rintarou pikir menjadi idol adalah mimpinya. Mimpi itu seharusnya indah, bukan? Tetapi kenapa Rintarou merasakan kebalikannya? Kenapa Rintarou begitu tersiksa setelah ia bisa meraih mimpinya menjadi seorang idol?

Satu setengah tahun belakang begitu menyiksa untuk Rintarou. Satu setengah tahun juga Rintarou menikmati betapa beratnya hidup menjadi seorang idol yang harus berpura-pura tersenyum meski rasanya ia tidak bisa lagi tersenyum. Berpura-pura bahagia meskipun hatinya menjerit tersiksa.

Rintarou bangkit dari ranjangnya, tertatih ia berjalan menuju kamar mandi. Rintarou terkekeh kecil melihat pantulan dirinya di cermin kamar mandi. Lihatlah wajah menyedihkan itu! Rintarou membatin dalam hatinya.

Rintarou sudah tidak tahan dengan siksa batin yang ia rasakan selama ini. Tangannya tampak gemetar ketika ia meraih sebuah silet di atas wastafel. Semakin gemetar ketika Rintarou mengarahkan sisi tajam silet itu ke pergelangan tangannya. Rintarou memejamkan kedua matanya rapat-rapat, ia menggigit bibirnya keras, menahan rasa sakit ketika silet tajam itu berhasil menggores nadinya.

Sekali lagi.

Lagi.

Terus.

Gores lagi.

Terus,

jangan berhenti.

Tubuh Rintarou ambruk ke samping, tangannya sudah mati rasa. Hanya merah yang bisa Rintarou lihat. Rintarou tersenyum miris. Akhirnya penderitaannya berakhir sampai di sini.

Perlahan tapi pasti, kelopak mata Rintarou terasa berat. Rintarou tersenyum lemah untuk terakhir kalinya.

Tuhan, bolehkah aku meminta untuk terakhir kalinya. Jika aku harus terlahir kembali di dunia, tolong berikan aku banyak kasih sayang dari orang-orang di sekitarku. Aku ingin semua orang menyayangiku.

Air mata tampak mengalir dari sudut mata Rintarou, bersamaan dengan hilangnya napas terakhir milik Rintarou.

Rintarou pergi untuk selamanya malam itu, sendirian, dan tanpa ada seorang pun yang tahu tentang kepergiannya.

—tbc