rival?

narasi bagian tujuh dari Friends with Benefits, a semisuna omegavers story


Suasana makan siang kelompok sahabat itu tampak sedikit canggung saat itu. Rintarou paham betul apa yang membuat suasana tampak sedikit canggung. Kenma memang tipe yang tidak banyak berbicara dan lebih sering terfokus pada ponselnya, namun setidaknya pemuda itu masih menanggapi beberapa ucapan teman-teman di sekelilingnya. Siang itu tampak berbeda, Kenma hanya diam dengan tenang memakan makan siangnya, sesekali menfokuskan diri pada ponselnya. Sama sekali tidak ikut bergabung dalam pembicaraan teman-temannya yang lain.

Rintarou menyadari itu, meskipun teman yang lain tampak biasa saja. Rintarou menjadi teringat kejadian kemarin. Apakah Kenma masih marah mengenai pembicaraan antara mereka berdua siang itu?

“Gue duluan ya.” Kenma tiba-tiba berdiri dari duduknya. Ia memasukkan ponselnya ke dalam saku jaketnya dan menatap satu per satu temannya. Namun sama sekali tidak menatap ke arah Rintarou.

“Lah? Buru-buru banget, Ken?” tanya Atsumu heran.

“Gue diajak mabar sama temen gue ini. Enakan main di komputer daripada HP,” jawab Kenma.

“Lah? Mabar doang! Bisa nanti-nantilah!” tukas Atsumu.

“Iya, Ken. Sini dulu lah, udah lama juga kan kita nggak kumpul bareng,” ucap Keiji.

“Nggak enak gue. Ini temen online inter soalnya, beda time zone. Kesempatan juga bisa main bareng dia,” balas Kenma.

“Ya udah biarin aja Kenma pulang duluan. Lagian juga habis ini gue ada kelas, lo berdua juga kan?” tanya Osamu menatap Keiji dan Atsumu.

“Ya, iyasih,” balas Atsumu. “Ya udah, Ken. Salam aja buat temen lo!” tukas Atsumu kemudian.

Kenma mengangguk, “gue duluan, ya.” Kenma pamit, kemudian segera berjalan pergi meninggalkan teman-temannya.

“Lo kenapa diem aja dari tadi, Sun?” tanya Keiji yang melihat Rintarou tampak berbeda.

Rintarou menggeleng cepat, “nggak apa-apa gue. Kenyang aja liat ini meja penuh,” balas Rintarou.

“Eh, gue pengen telur gulung depan kampus deh. Ke sana yuk!” ajak Atsumu.

“Heh! Lo belom kenyang apa? Udah makan banyak gini juga!” tukas Osamu.

“Halah! Jajan pencuci mulut!” tukas Atsumu. “Sun, mau nggak lo? Akaashi mau juga nggak?” tanya Atsumu.

Keiji mengangguk, “boleh, deh,” jawabnya.

“Lah!” Osamu mendengus, berbeda dengan Atsumu yang tersenyum lebar karena mendapatkan teman yang setuju dengan keinginannya.

“Lo, Sun?” tanya Atsumu.

Ragu-ragu Rintarou mengangguk, “mau, deh,” jawabnya.

Atsumu bertepuk tangan gembira, memeletkan lidahnya ke arah kembarannya. “Tiga lawan satu. Mau apa lo?” tanyanya. Osamu hanya berdecih pelan.

“Ya udah ayo ke sana!” ajak Keiji.

Baru saja mereka beranjak dari kantin, seseorang memanggil nama Rintarou. Rintarou menghentikan langkah kemudian menoleh ke belakang. Jantung Rintarou sedikit berdebar karena melihat sosok Kita Shinsuke yang tersenyum tipis kepadanya dan melambaikan tangan.

Semburat kemerahan mulai muncul di kedua pipi Rintarou. Ia menatap teman-temannya. “Gue nggak jadi ikut. Mau sama Kak Kita aja! Dah!” ucap Rintarou kemudian berlari kecil menghampiri sosok Shinsuke.

“Si anjir bucin!” tukas Atsumu. “Ya udah kita bertiga aja yang beli!” ajak Atsumu.

***

Kita Shinsuke bukannya tidak sadar jika sedari tadi Rintarou hanya diam duduk di hadapannya. Mereka berdua sengaja duduk disalah satu gazebo terdekat dengan gedung BEM kampus mereka. Shinsuke cukup sibuk membawa laporan-laporan di tangannya, namun perhatiannya juga tidak luput dari apa yang Rintarou lakukan.

Tempo hari Rintarou menawarkan diri untuk membantu Shinsuke menyelesaikan laporan-laporan kegiatan program kerja lembaga organisasi mahasiswa. Namun tampaknya hari ini bukan hari yang tepat bagi Shinsuke untuk meminta bantuan kepada Rintarou.

Shinsuke menghembuskan napas pelan. Ia membereskan kertas-kertas di depannya, bahkan Rintarou saja tidak sadar ketika kertas yang ada di depannya diambil oleh Shinsuke.

“Suna, kamu tidak apa-apa?” tanya Shinsuke.

Rintarou tersentak kaget ketika merasakan elusan pelan pada punggung tangannya. Segera saja ia menarik tangannya dari jangkauan Shinsuke.

“Maaf. Saya membuatmu kaget, ya?” tanya Shinsuke meminta maaf.

“Eh? Nggak! Kaget, dikit,” balas Rintarou gugup. “Loh? Kertas laporannya di mana?” tanya Rintarou panik. Ia langsung berdiri kemudian mencari keberadaan kertas yang harusnya ada di hadapannya.

“Kamu tidak fokus dari tadi,” ucap Shinsuke. “Kertasnya sudah saja bereskan dari tadi,” sambungnya.

Rintarou menghentikan pencariiannya. Ia tersenyum kikuk menatap Shinsuke. “Maaf,” cicit Rintarou.

Shinsuke menggeleng kecil, “tidak apa-apa,” ucapnya. “Kamu kenapa? Saya lihat dari tadi kamu melamun. Ada masalah?” tanya Shinsuke yang terdengar sangat perhatian kepada Rintarou.

Rintarou kembali duduk di hadapan Shinsuke, tidak langsung menjawab pertanyaan Shinsuke.

“Kalau mau cerita, saya dengarkan,” ucap Shinsuke.

Rintarou mengangguk, “sebenarnya nggak tau termasuk masalah apa nggak. Cuma kepikiran dikit sama temen gue, Kak. Dari kemarin kayaknya gue didiemin sama dia,” ucap Rintarou.

“Kenapa? Kamu tau alasannya?” tanya Shinsuke.

Rintarou mengangguk ragu, “kayaknya tau, tapi nggak yakin itu penyebabnya,” balas Rintarou. “Gue harus gimana ya, Kak? Rasanya canggung banget kalau kumpul diem-dieman gitu,” ucap Rintarou.

“Sudah coba meminta maaf?” tanya Shinsuke.

Rintarou menggeleng kecil, “gue takut, Kak. Gue sebenernya pengen aja minta maaf, tapi kayak segan aja gitu. Soalnya dia bener diemin gue,” jelas Rintarou.

“Coba dulu untuk meminta maaf. Sedari tadi kamu diam pasti memikirkan itu. Coba temui temanmu itu dulu, kalian bicara baik-baik.” Shinsuke memberikan saran.

“Maaf ya, Kak, padahal gue udah janji mau bantuin Kak Kita. Tapi guenya malah gini,” ucap Rintarou penuh penyesalan.

Shinsuke hanya menggeleng kecil kemudian tersenyum, “tidak apa-apa. Saya yang harusnya minta maaf. Ini tugas saya tapi kamu jadi ikut-ikutan mengecek semua laporan ini,” ucap Shinsuke.

“Gue nggak masalah asli! Gue beneran mau bantuin lo kok, Kak!” tukas Rintarou.

“Suna, nanti—”

“Suna!” ucapan Shinsuke terhenti ketika mendengar suara lain yang menyerukan nama Rintarou.

Rintarou menoleh. Kelopak matanya melebar ketika melihat sosok Eita yang berjalan mendekati gazebo tempat Shinsuke dan Rintarou duduk.

“Dari tadi gue telfon nggak diangkat taunya lo di sini!” tukas Eita.

“Lah? Lo juga ngapain telfon-telfon gue!” tukas Rintarou malas. “Lo juga ngapain ke sini?” tanya Rintarou.

“Ya ngajak lo baliklah! Lo lupa tadi pagi lo berangkat bareng gue!” tukas Eita.

“Gue bisa balik sendiri!” tukas Rintarou.

“Nggak! Lo balik bareng gue!” Eita memaksa. Eita sempat menatap Shinsuke dengan tatapan tidak suka. “Udah ayo balik!” tukas Eita meraih pergelangan tangan Rintarou.

“Ih apaan sih! Gue bisa balik sendiri!” tukas Rintarou.

“Gue udah bilang lo balik bareng gue!” tukas Eita. “Si kembar tadi udah nitip lo ke gue!” sambung Eita.

“Hah?” Rintarou kebingung.

“Udah buru! Kita balik!” ajak Eita.

Tanpa berpamitan pada sosok yang lainnya, Eita menarik tangan Rintarou untuk mengikutinya. Sebelum pergi mata Eita sempat bersitatap dengan mata Shinsuke. Suara protesan Rintarou sama sekali tidak didengarnya, Eita segera saja menarik Rintarou menjauhi Shinsuke.

Shinsuke? Pemuda itu hanya diam saja, tidak mengatakan apa-apa. Tidak ingin gegabah. Walaupun rasanya ingin sekali menahan Rintarou, namun ia menahan dirinya. Samar-samar feromon alpha yang menempel pada Rintarou mirip sekali dengan feromon pemuda yang membawa Rintarou pergi.

Shinsuke tampak berbipikir. Apa hubungan Rintarou dengan pemuda tadi?

tbc