satu kamar

narasi bagian sembilan dari Dua Sisi, Suna Rintarou harem story


“Ini yakin nggak apa-apa gue nginep?” tanya Eita untuk kesekian kalinya. Pasalnya yang sebelumnya Rintarou menyuruh Eita untuk kembali ke rumahnya, sekarang justru Rintarou tidak masalah Eita menginap di unit apartemennya. “Gue nginep di kamar asrama lo aja gimana?” tanya Eita.

“Asrama udah tutup paling. Sekarang udah jam sepuluh lebih,” ucap Rintarou.

Eita kembali bingung. Bukan permasalahan ia menginap di apartemen Rintarou. Eita sudah biasa jika harus menginap di kamar asrama Rintarou ataupun apartemen Rintarou. Masalahnya adalah Rintarou juga akan tidur di tempat yang sama dengannya. Biasanya jika Eita menginap di kamar asrama Rintarou, Rintarou akan pulang ke apartemennya. Jika Eita di apartemen Rintarou, Rintarou yang akan kembali ke asrama atau apartemennya yang lain. Namun malam ini? Mereka berdua akan tidur disatu ruangan yang sama.

“Sun—”

“Lo kenapa cerewet amat dari tadi!?” Rintarou jengah. “Sekarang udah jam setengah sebelas lebih. Kalo lo balik ke rumah, perjalanan masih panjang. Lo paling cepet sampe rumah ntar tengah malem. Kasian tante keganggu tidurnya cuma buat bukain pintu lo doang!” tukas Rintarou.

Eita meringis mendengar penuturan Rintarou. “Masalahnya bukan itu, Sun.”

Rintarou menatap wajah Eita penuh selidik, “kenapa lo? Lupa rasanya tidur sama gue?” tanya Rintarou.

“Ambigu amat, Sun!” tukas Eita.

“Ya habisnya kesannya kayak lo nggak mau banget tidur di sini kalo ada gue. Kita sering tidur bareng dulu kalo lo lupa,” ucap Rintarou.

“Tolong bedain maksud ‘tidur bareng’ waktu kita masih kecil, waktu kita masih pacaran sama waktu udah jadi mantanan, Sun!” tukas Eita.

Rintarou justru tertawa mendengar ucapan Eita. “Gue nggak bakal ngapa-ngapain lo elah walaupun lo tidur di sini juga!” tukas Rintarou. “Atau jangan-jangan lo yang mau ngapa-ngapain gue?” tanya Rintarou.

“Ya nggaklah!” tukas Eita cepat.

“Ya udah kalo gitu. Nggak masalah, kan, kalo kita tidur bareng juga. Udah malem, nih! Gue capek juga ngeladenin protesan lo mulu!” tukas Rintarou.

Eita akhirnya menyerah. Ia akhirnya mau tidak mau menyetujui usulan Rintarou yang menyuruh Eita menginap di apartemennya saja. Pada akhirnya setelah lelah bermain di arcade, Rintarou mengajak Eita untuk pulang. Rintarou meminta mengantarkan Rintarou ke apartemen di Shiratori lagi. Namun sebelum Eita berpamitan pulang, Rintarou justru mengajak Eita untuk menginap di apartemennya saja.

“Gue tidur di sofa aja, ya,” ucap Eita setelah memasuki unit apartemen Rintarou.

“Gue nggak ada cadangan selimut. Selimut gue yang satunya baru gue laundry kemarin, belum dianter balik ke sini. Tidur di kamar gue aja!” tukas Rintarou.

“Trus lo sendiri tidur di mana?” tanya Eita.

“Ya di kamar.”

“Lah sekamar kita?”

“Sekasur.”

“Yang bener aja!” tukas Eita terkejut.

“Ya kalo lo mau tidur di lantai yang dingin ya silahkan. Kalo lo mau tidur di sofa dan kedinginan juga silahkan. Kalo lo sakit bukan salah gue tapi,” jelas Rintarou. “Gue mau bersih-bersih sebelum tidur. Lo terserah mau ngapain!” tukas Rintarou.

“Lo masih minum susu sebelum tidur?” tanya Eita.

“Kadang, kalo sempet bikin.” Rintarou menjawab.

“Gue bikinin, ya.” Eita menawarkan.

Rintarou mengangguk cepat. “Lo kalo mau bikin minuman atau apa ya terserah aja,” ucap Rintarou. Eita mengangguk.

Eita langsung berjalan menuju dapur kecil di apartemen Rintarou, begitu menemukan bahan yang ia butuhkan, ia segera membuat satu gelas susu untuk Rintarou dan satu gelas teh untuknya.

Tidak lama setelah itu, Rintarou muncul dari kamarnya. Sudah berpakaian lebih santai dari sebelumnya dan tampak lebih segar. “Lo juga bersih-bersih sana!” suruh Rintarou.

“Gue nggak bawa ganti,” ucap Eita.

“Gue cariin kolor aja ya. Daripada lo tidur pake celana jeans gitu,” ucap Rintarou. Eita mengangguk, sementara Rintarou kemudian ikut sibuk mencari celana kolor yang mungkin saja muat dipakai oleh Eita. “Gue taruh di atas kasur ya!” teriak Rintarou. Samar-samar Rintarou mendengar suara Eita menjawab dari dalam kamar mandi.

Rintarou berjalan menuju pantry dapur. Ia tersenyum samar ketika melihat sudah ada satu gelas susu di sana. Ia segera duduk, meminum satu gelas susu hangat itu perlahan-lahan.

“Manis nggak?”

“Anjir! Ngagetin aja lo!” tukas Rintarou.

Sorry. Jadi gimana?” tanya Eita.

Rintarou mengangguk, “enak. Manisnya pas,” jawabnya. “Habis ini langsung tidur aja, ya. Gue duluan. Gue udah bilang tadi, terserah lo mau tidur sekasur sama gue apa nggak. Misal lo kedinginan atau apa jangan salahin gue!” tukas Rintarou.

“Iya, iya. Gue paham,” ucap Eita. Eita menatap kepergian Rintarou. Jantungnya masih tidak bisa diajak kerja sama, sedari tadi terus saja berdebar tidak karuan. Setelah menghabiskan satu gelas teh yang ia buat, Eita segera menyusul ke kamar Rintarou.

Eita membuka pintu perlahan, memastikan ia tidak menggangu Rintarou jika saja Rintarou sudah terlelap. Dan memang benar saja, Rintarou tampak sudah terlelap lebih dulu.

Eita menarik napas dalam-dalam sebelum menghembuskannya perlahan. Perlahan ia menaiki ranjang kemudian membaringkan tubuhnya di samping Rintarou.

Eita menoleh ke sebelahnya, senyumnya perlahan muncul ketika melihat Rintarou yang sudah tertidur, napasnya terlihat teratur dan tenang. Rintarou terlihat nyaman-nyaman saja meskipun ada Eita yang berada disatu ruangan dengannya. Apakah itu artinya Rintarou percaya kepada Eita yang tidak mungkin melakukan sesuatu kepada Rintarou?

Good night, Rin. Have a nice dream.

tbc