sebuah permintaan

narasi bagian tujuh dari Missing Cat, a semisuna story


“Semi! Udah, dong! Ntar telat nih!” tukas Rintarou yang sedari tadi sudah bersiap. Namun Eita sama sekali tidak mempedulikan Rintarou, justru sibuk memfoto Tuna dengan berbagai macam angel dan gaya menggunakan ponsel pemuda itu. “Semii!” seru Rintarou malas.

“Bentar, bentar. Tuna lucu, nih!” tukas Eita.

Rintarou mendengus. “Lo nggak usah jemput gue aja deh klo nempel Tuna mulu gini!” tukas Rintarou.

Eita seketika menoleh menatap Rintarou, “masa gitu!?” Eita protes.

“Ya makanya, ayo cepetan berangkat. Udah mau jam tujuh, nih!” tukas Rintarou.

“Iya, iya.” Kali ini Eita menurut, ia langsung memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Sebelum pergi, ia sempat mengusap-usap gemas kepala Tuna.

“Nih!” Eita menyerahkan sebuah helm kepada Rintarou.

“Lo bawa helm dua?” tanya Rintarou.

“Ya, kan, gue jemput lo. Masa nggak pake helm,” ucap Eita.

Rintarou menerima helm pemberian Eita lantas memakainya. Setelah selesai, ia langsung naik pada jok belakang sepeda motor Eita. “Udah. Cepet berangkat!” tukas Rintarou menepuk pundak Eita.

Eita mengangguk, ia menyalakan mesin sepeda motornya, membunyikan klakson beberapa kali hingga kedua orang tua Eita muncul dari dalam rumah.

“Makasih, ya, Tante, Om, sarapannya!” teriak Eita.

“Sama-sama. Jangan malu mampir ke sini lagi, ya!” balas ibu Rintarou.

Eita memberikan tanda jempol kepada kedua orang tua Rintarou dan tersenyum di balik helm full face yang ia kenakan.

“Hati-hati di jalan. Jangan ngebut!” ayah Rintarou berpesan.

“Siap, Om. Kita berangkat dulu, ya!” tukas Eita. Ia sekali lagi membunyikan klakson sepeda motornya sebelum mulai mengendarainya meninggalkan rumah Rintarou.

•••

Kurang dari tiga puluh menit, mereka berdua sudah sampai di tempat parkir kendaraan siswa di sekolah mereka. Rintarou sedikit cemberut ketika ia turun dari sepeda motor Eita. Pemuda itu memang sengaja mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan yang di atas rata-rata. Kemarin saat Eita mengantarkan Rintarou pulang, Eita mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan yang biasa saja, namun pagi ini berbeda. Eita sengaja mempercepat sepeda motornya agar mereka bisa sampai di sekolah sebelum bel pelajaran pertama berbunyi.

“Gila!” sungut Rintarou menyodorkan helm yang sudah ia copot kepada Eita.

Eita tertawa kecil, “sorry, sorry. Kebiasaan,” ucapnya.

“Nggak mau lagi gue bareng lo lagi klo gitu caranya!” tukas Rintarou.

“Oh! Berarti lo mau bareng gue lagi?” tanya Eita tersenyum lebar. Rintarou diam, merutuki dirinya yang seakan-akan berharap bisa berangkat sekolah dibonceng Eita lagi.

“Nggak!” seru Rintarou.

“Eh, eh, tunggu, dong!” tukas Eita buru-buru turun dari sepeda motornya dan menyusul Rintarou. “Ntar pulangnya bareng lagi mau, ya,” ucap Eita.

“Nggak—”

“Gue nggak akan ngebut! Beneran!” tukas Eita menatap Rintarou.

Rintarou menyipitkan kedua matanya ketika menatap Eita. “Gue bakal bareng Osamu klo lo masih suka ngebut waktu boncengin gue!” tukas Rintarou.

“Iya, janji, gue nggak bakal ngebut lagi!” tukas Eita yakin.

“Gue tunggu ntar di gerbang.” Rintarou langsung melengos pergi setelah mengatakan itu. Ia tidak melihat bagaimana perubahan wajah Eita yang kembali tersenyum lebar ketika Rintarou setuju pulang bersamanya lagi.

Jika harus mengantar-jemput Rintarou pun Eita tidak masalah. Selama ia bisa terus dekat dengan Rintarou, Eita tidak masalah.

tbc