sebuah pertemuan

narasi bagian delapan belas dari Dua Sisi, a Suna Rintarou harem story


Rintarou tersenyum kaku, ia mengangguk kecil ketika melihat sosok Ushijima Wakatoshi berjalan menuju meja kafe tempat ia duduk. Tidak lama kemudian sosok tinggi besar Wakatoshi sudah duduk di hadapan Rintarou.

“Kak Ushi kok bisa di sini?” tanya Rintarou.

“Tadi saya baru saja mengecek gedung yang akan digunakan untuk seminar minggu depan. Tidak taunya malah sekarang hujan deras sekali,” balas Wakatoshi.

“Kak Ushi nggak naik kendaraan emang? Kok nggak langsung balik?” tanya Rintarou lagi.

“Saya naik mobil. Tapi sebentar dulu, saya ingin minum yang hangat-hangat, kopi misalnya. Soalnya saya juga sedikit mengantuk,” jawab Wakatoshi lagi.

“Oh, yaudah Kak Ushi pesen aja dulu sana. Mumpung lagi sepi juga,” ucap Rintarou.

“Kamu mau pesan juga?” tanya Wakatoshi.

Rintarou menggeleng, “nggak usah, Kak. Pesenan gue udah habis tadi. Udah kenyang juga,” balas Rintarou.

Wakatoshi mengangguk, kemudian berjalan pergi menuju meja pemesanan. Rintarou menatap punggung Wakatoshi yang sedang berjalan menjauhinya. Ia mengamati bagaimana gerak-gerik pemuda itu ketika memesan. Sangat elegan, di matanya. Rintarou juga bisa melihat bagaimana pelayan perempuan yang melayani Wakatoshi tidak berhenti tersipu setiap kali mendengar Wakatoshi berbicara.

Pantas saja, sih. Pesona sosok Wakatoshi memang siapa yang bisa menolak?

Ketika Rintarou sibuk memainkan ponselnya, Wakatoshi sudah kembali duduk di hadapannya bersama dengan nampan berisi pesanannya.

“Kak Ushi kok tau gue ada di sini, sih?” tanya Rintarou tiba-tiba.

“Saya tidak tau kalau kamu di sini. Tapi saya melihat Atsumu membalas twit kamu mengatakan kamu ada di Inari. Pas sekali saya juga sedang ada urusan di sini.” Wakatoshi menjelaskan.

Setelahnya, keduanya sama-sama sibuk dengan kegiatan masing-masing. Wakatoshi yang menikmati pesanannya, sedangkan Rintarou yang sibuk dengan ponselnya. Rintarou melirik sekilas, ia ingin menanyakan sesuatu. Namun tidak yakin haruskah ia bertanya atau tidak.

“Ada apa?” suara Wakatoshi jelas mengangetkan Rintarou. Rintarou sedikit terlonjak.

“Eh, nggak!” sangkal Rintarou.

“Kamu seperti ingin mengatakan sesuatu. Katakan saja!” tukas Wakatoshi.

Rintarou sedikit ragu, “ah, itu... Gue liat tadi pagi Nana update. Tapi digrup kenapa pada diem aja. Biasanya kan chaos banget,” ucap Rintarou.

“Mungkin karena suasana grup sedang tidak baik, jadi semuanya memilih untuk diam saja. Sebenarnya saya juga ingin berkomentar, tapi saya tidak enak kalau tiba-tiba mengatakan sesuatu digrup,” ucap Wakatoshi.

“Gara-gara Semi sama Atsumu berantem, ya?” tanya Rintarou.

Wakatoshi terdiam sebentar sebelum menjawab, “mungkin saja.” Rintarou mengangguk kecil ketika mendengar jawaban Wakatoshi. “Kamu tau kalau Semi dan Atsumu bertengkar?” tanya Wakatoshi.

“Twitnya Nishinoya, Kak. Aku baca, jadi tau.” Rintarou menjawab. “Keadaan mereka gimana, Kak? Kak Ushi juga di sana, kan, waktu kejadian?” tanya Rintarou.

Wakatoshi mengangguk. “Atsumu yang cukup parah. Semi tidak apa-apa. Mungkin besok wajah Atsumu akan terlihat biru-biru karena pukulan Semi,” jawab Wakatoshi. “Ada apa? Khawatir?” tanya Wakatoshi kemudian.

Rintarou gelagapan, “ah, eh? Dikit, sih.” Rintarou menjawab. “Penasaran juga kenapa kok mereka sampe berantem gitu,” sambung Rintarou.

“Baik Semi atau Atsumu masih diam ketika yang lain bertanya kenapa. Mungkin memang alasan yang tidak bisa mereka ungkapkan,” ucap Wakatoshi. Wakatoshi mengamati reaksi Rintarou. Walaupun sebenarnya ia tahu penyebab pemukulan yang dilakukan Eita kepada Atsumu, mana mungkin ia mengatakannya kepada Rintarou sekarang. “Kamu kapan kembali ke asrama, Suna?” tanya Wakatoshi. “Beberapa hari ini kamu seperti ilang-ilangan, jarang kembali ke asrama juga. Kamu juga terlihat menghindari saya. Saya khawatir jika saya memiliki salah ke kamu dan saya tidak menyadarinya,” ucap Wakatoshi.

Rintarou cukup terkejut ketika mendengar perkataan Wakatoshi. Bukan salah Wakatoshi, justru itu adalah salahnya. Ia terlalu malu bertemu dengan Wakatoshi karena kejadian waktu ia mabuk di ulang tahun Kiyoomi tempo hari.

“Eh, Kak! Nggak gitu! Gue emang lagi pengen di apart aja. Lo nggak salah sama sekali!” tukas Rintarou.

“Lalu kenapa kamu seperti menghindari saya?” tanya Wakatoshi.

Lidah Rintarou kelu, ia malu untuk menjawab pertanyaan itu. Masih ingat ketika ia melihat video yang direkam oleh Osamu memperlihatkan kelakuan tidak senonohnya kepada beberapa kakak angkatannya itu.

“Suna?”

Rintarou terlonjak, “eh itu ... gue malu!” tukas Rintarou akhirnya.

“Malu karena apa?” tanya Wakatoshi.

“Kak, masa lupa! Gue malu gara-gara kelakuan gue waktu mabuk itu!” tukas Rintarou.

“Oh. Itu.” Wakatoshi merespon singkat, “waktu kamu duduk di pangkuan saya lalu—”

“Kak! Stop! Nggak usah dilanjutin!” seru Rintarou. Ia mengalihkan pandangannya. Terlihat jelas pipi dan telinganya yang memerah. Wakatoshi tersenyum tipis. Merasa lucu dengan tingkah laku Rintarou di depannya. “Iya. Maaf.” Ungkap Wakatoshi. “Hujan sudah mulai reda. Mau pulang sekarang? Saya antar kamu nanti,” tawar Wakatoshi.

“Nggak ngrepotin?” tanya Rintarou.

Wakatoshi menggeleng, “tidak sama sekali. Tapi tempat parkir saya sedikit jauh dari sini. Kamu tidak keberatan?” tanya Wakatoshi. Rintarou menggeleng. “Dingin, ya?” tanya Wakatoshi tiba-tiba. Rintarou belum sempat menjawab ketika tiba-tiba Wakatoshi sudah menyampirkan jaket besarnya ke bahu Rintarou. Rintarou cukup terkejut jelas saja. Apa terlihat sekali jika ia kedinginan sejak tadi?

“Kak Ushi pake apa kalo jaketnya dikasih ke gue?” tanya Rintarou.

“Sudah pakai saja. Saya tidak apa-apa,” balas Wakatoshi.

Rintarou dan Wakatoshi lantas membereskan barang-barang yang mereka bawa. Di luar hujan sudah sedikit reda meskipun masih gerimis. Rintarou kembali terkejut ketika mengetahui Wakatoshi membawa payung yang ia letakkan di tempat penitipan payung di depan kafe. Ketika Wakatoshi membuka payung itu, Rintarou kembali dikagetkan dengan Wakatoshi yang tiba-tiba bahunya dan menarik Rintarou merapat ke arah pemuda yang lebih tinggi.

“Geser sini sedikit. Nanti kamu basah!” tukas Wakatoshi. Kini mereka berada di bawah payung yang sama. Berjalan berdampingan dengan tangan kiri Wakatoshi masih merangkul bahu Rintarou.

Rintarou merasakan malu. Namun ia mengakui, berdekatan dengan Wakatoshi seperti ini membuat dirinya merasa aman dan hangat.

tbc