tamu

narasi bagian lima dari Missing You, a semisuna short story


Malam hari, Rintarou dan ayahnya sedang menikmati makan malam berdua. Suasana duka masih terasa. Pasalnya biasanya sebelum makan malam Rintarou akan menyiapkan makan malam terlebih dahulu untuk Bubu. Namun, karena kini Bubu sudah tiada ... rasa aneh dari dalam diri Rintarou makin terasa karena sekarang ia tidak bisa menyiapkan makan malam lagi untuk Bubu kesayangannya.

“Rin, kenapa bengong?” teguran dari ayahnya membuat Rintarou tersadar. Ia menunduk menatap sepiring makanan di hadapannya. Ia bahkan tidak menyadari bahwa sedari tadi hanya mengaduk-aduk acak makanan yang ada di piringnya. “Masakan Bi Minah nggak enak?” tanya sang ayah.

Rintarou menggeleng cepat, “bukan. Cuma inget Bubu aja,” balas Rintarou.

Keishii menatap wajah putranya prihatin. Ia sangat tahu betapa berharganya Bubu bagi Rintarou, baginya juga. Namun kepergian Bubu sangat berefek pada Rintarou. “Jangan sedih terus. Sedih boleh, tapi jangan terus-terusan, ya. Kasian Bubu kalau liat kamu kayak gini terus.” Keishii mengingatkan Rintarou.

Rintarou mengangguk pelan. Makan malam kembali berlanjut, hanya bunyi alat makan dan piring yang beradu. Tidak ada percakapan lain di antara keduanya. Bukan karena Rintarou dan ayahnya tidak akrab, hanya saja sejak Rintarou kecil ... ayahnya sudah mengajarkan kepada Rintarou bagaimana tata krama ketika makan di meja makan: termasuk jangan berbicara ketika sedang makan.

Bel pintu rumah tiba-tiba berbunyi. Rintarou menatap ke arah ayahnya, begitu juga dengan ayahnya yang balik menatap Rintarou. Keduanya seperti berkomunikasi lewat kode kira-kira siapa yang bertamu malam-malam seperti ini.

“Kamu terusin aja dulu makannya. Biar Papa yang bukain pintu.” Rintarou mengangguk ketika melihat sang ayah kemudian meletakkan alat makannya dan berjalan meninggalkan ruang makan.

“RIN! RIN!” Rintarou mendongak ketika tidak lama kemudian ia mendengar suara ayahnya memanggil. Rintarou ikut meletakkan semua alat makannya kemudian berjalan menuju ayahnya yang ada di ruang tamu bersama tamu tadi.

Rintarou sedikit mengernyit ketika melihat kedua orang tua Semi Eita yang ternyata adalah orang yang bertamu ke rumahnya. “Ada apa, Pa?” tanya Rintarou.

“Sini duduk!” tukas Keishii menepuk sofa sebelahnya. Rintarou menurut, ia segera duduk di sebelah ayahnya. “Rin, Rin di sekolah satu kelas sama Eita, kan?” tanya Keishii. Rintarou sebenarnya bingung kenapa tiba-tiba orang tua Eita datang ke rumahnya. Namun Rintarou tetap mengangguk.

“Iya. Kenapa, Pa?” tanya Rintarou.

“Nak Rin, tante mau tanya ... tadi Eita datang ke sekolah tidak, ya?” tanya ibu Eita.

“Hari ini Rin ijin nggak masuk sekolah, Tante,” jawab Rintarou. Rintarou bisa melihat raut khawatir semakin jelas terlihat di wajah sepasang suami-istri itu, “tapi kata temenku yang lain, katanya hari ini Eita juga nggak masuk sekolah. Rin kira Eita nggak masuk karena sakit,” sambung Rintarou kemudian.

“Eita nggak masuk sekolah juga?” kini giliran ayah Eita yang bertanya.

Rintarou mengangguk, “kata temen Rin gitu. Eita nggak ijin juga katanya. Rin kira Eita sakit di rumah,” ucap Rintarou. “Kenapa emang, Om, Tante?” giliran Rintarou yang bertanya.

Kedua orang tua Eita saling berpandangan sebelum akhirnya mulai bercerita.

“Eita itu sudah pulang kemarin sore. Kayak biasanya langsung bersih-bersih terus masuk kamar, Tante pikir Eita tidur kayak biasanya. Waktu makan malam juga dia nggak mau katanya mau tidur aja.”

“Tapi waktu udah malam banget hampir pagi, tiba-tiba Jeki—anjingnya Eita menggonggong gitu ribut banget. Kita langsung cek ke kamar Eita. Ternyata Jeki lagi ngejar-ngejar kucing di kamar Eita. Karena kita juga panik, akhirnya cuma buka jendela rumah dan kucingnya kabur dari rumah. Waktu itu kita udah sadar Eita sudah tidak ada di kamarnya. Cuma kita tau kadang Eita emang suka tiba-tiba ngilang, jadi kita mikirnya ntar paling pulang.”

“Tapi, waktu pagi kita mau sarapan. Eita masih nggak ada di kamarnya.” Ayah Eita bercerita panjang lebar.

“Pas kita cek. Kita baru sadar HP, kunci motor dan barang-barangnya Eita nggak ada yang Eita bawa. Padahal kita tau banget Eita nggak mungkin pergi keluar rumah tanpa HP dan kunci motor.”

“Maksudnya? Eita kabur dari rumah?” tanya Keishii.

Kedua orang tua Eita menggeleng. “Kita nggak paham juga Eita kabur atau tidak. Tapi kalau misalnya kabur? Kenapa? Karena masalah apa?” tanya ibu Eita menahan tangis.

“Tante sama Om udah nyari Eita?” tanya Rintarou.

“Kita udah coba tanya orang-orang sekitar, tapi mereka bilangnya terakhir liat Eita waktu Eita pulang sekolah kemarin.” Ayah Eita menjawab, “makanya kita langsung ke sini waktu ingat kalau Nak Rin satu kelas sama Eita,” sambung ayah Eita.

“Maaf, Om, tapi Rin bener nggak tau Eita di mana. Kemarin juga kayaknya Eita langsung balik sekolah, kok. Biasanya Eita kan nongkrong sama temen-temen deketnya, tapi kemarin Rin nggak liat Eita di tempat nongkrong biasanya,” jelas Rintarou.

“Rin, coba tanya temen-temenmu yang lain. Kali aja ada yang tau di mana Eita.” Keishii mengusulkan.

“Eh? Oh, iya, Om, Tante. Nanti Rin coba bantu tanya-tanyain ke temen-temen dulu, ya,” ucap Rintarou.

“Tolong bantu Tante sama Om, ya, Nak Rin. Apapun kabarnya, tolong kasih tau Tante, ya!” Rintarou langsung menganggukkan kepalanya.

Dalam hatinya, Rintarou bertanya-tanya ... ke mana sebenarnya perginya Eita hingga membuat orang tuanya itu panik karena mencarinya.

tbc