Fallacious!


notes : – bxb – kookv – top!gguk bott!tae – cw // angst – tw // harsh words , misunderstanding , death , mcd , mention of rape , – slighty 🔞 – rt/qrt, likes are very appreciated!

p.s bagian yang sekiranya bikin ga nyaman akan kuberi tanda.


Tetesan air hujan tak hentinya membasahi bumi. Satu persatu toko mulai menutup diri karena waktu telah berdentang di angka 10 malam. Jalanan mulai sepi, tampaknya orang-orang kini sedang menggulungi diri di bawah selimutnya masing-masing.

Tentu saja! Memang siapa yang mau menghabiskan waktu di luar rumah ketika hujan deras? Terlebih lagi ini Kota Seoul! Suhu sudah turun hingga -5 derajat sejak sore tadi.

Namun dinginnya malam tampaknya tidak cukup membuat pemuda manis ini untuk berdiam di rumah. Berjalan tergesa sendirian dengan payung besarnya demi berlindung dari derasnya air hujan. Berharap tempat yang ia cari masih buka walau dirasa mustahil.

Namanya Kim Taehyung. Pemuda manis bersurai madu yang dengan nekatnya keluar rumah di tengah hujan deras demi mencari sesuatu. Memang sepenting apa hal yang dicarinya?

“Hah, yang ini tutup juga.” Helaan nafas sedari tadi Taehyung lontarkan kala melihat satu persatu tempat yang ia tuju telah menutup rapat gerainya.

“Bagaimana ini? Ah, aku lelah sekali.” Memilih mendudukkan diri di bawah emperan toko, tidak perduli celananya akan basah atau kotor karena memang tungkainya sudah lelah berdiri.

Bagaimana tidak? Dirinya baru saja menginjakkan kaki di apartment setelah harus lembur hingga jam 10 malam. Belum sempat ia mengganti baju, Jeongguk dengan tega menyuruhnya keluar lagi untuk membelikan makanan. Ya, Jeon Jeongguk, kekasihnya.

-flashback on-

“Aku pulang!”

Baru saja Taehyung hendak melepas sebelah sepatunya ketika sang kekasih menghampiri dengan air muka kusut.

Bersandar pada dinding dan melipat tangan di dada, Jeongguk menatap Taehyung yang baru saja tiba. “Kenapa baru pulang?”

“Hmm, aku lembur. Kan aku sudah chat.” Jawab Taehyung tanpa menatap Jeongguk.

Disisi lain, Jeongguk menatap Taehyung yang berfokus melepaskan sepatu pantofelnya.

“Oh, okay. Mmm..”

Gumaman itu membuat Taehyung seketika mengalihkan atensinya kepada sang kekasih.

“Ada apa?”

“Aku lapar.”

“Kenapa tidak delivery saja?” Taehyung bertanya dengan nada heran. Jelas saja, layanan pesan-antar kan sudah tersedia dimana-mana, kenapa kekasihnya ini memilih kelaparan?

“Mereka menolak terus gara-gara hujan!” Dengus Jeongguk.

“Ooh, kenapa tidak memasak saja?”

Balasan yang dilontarkan Taehyung semakin membuat Jeongguk jengkel. “Kau lupa? Kulkas kita kosong karena kau belum membeli bahan makanan.”

“Okay, maafkan aku.” Tak ada ucapan lain selain pernyataan maaf yang keluar dari bibir Taehyung. Tubuhnya lelah, tak ingin berdebat terlalu lama dengan kekasihnya.

Padahal sebenarnya ini bukan sepenuhnya kesalahan Taehyung. Belanja bulanan biasanya mereka berdua lalukan di hari minggu ketika akhir bulan. Tapi karena akhir-akhir ini Taehyung -hampir selalu- lembur, maka Jeongguk memilih melimpahkan semua kesalahan pada Taehyung.

“Sudahlah. Sekarang belikan aku makan!”

“Mau aku buatkan ramyeon saja? Atau telur mata sapi? Di luar masih agak deras Gguk.” Tawar Taehyung.

“Kan sudah kubilang, isi kulkas kosong, hanya tersisa air dingin. Lagian lidahku sudah muak. Jangan banyak alasan! Kan ada payung.” Jeongguk menunjuk kotak besi di sudut dekat rak sepatu yang berisikan beberapa payung dan jas hujan.

“Tapi ini sudah jam setengah 11, tidak akan ada toko yang masih buka.” Suara Taehyung mulai terdengar memelas. Ayolah, ia benar-benar lelah. Dipikirannya sekarang hanya ingin berendam air panas lalu tidur di bawah selimut hangatnya atau dipelukan Jeongguk. Kenapa Jeongguk tak menyadari itu?

Dan nyatanya Jeongguk memang tak menyadari maksud Taehyung. Dengan posisi berkacak pinggang, ia masih menyalahkan Taehyung. “Memang aku sekarang ini kelaparan gara-gara siapa hah?!”

“Okay, maafkan aku.” Lagi, Taehyung hanya tidak ingin berdebat lagi.

“Maafmu tidak membuatku kenyang. Cepat belikan!”

Memilih mengalah, Taehyung kemudian mencoba berjalan masuk. “Iya baiklah. Tapi aku mau ganti baju dulu ya.”

“Tidak usah! Sekalian basah saja.”

“Tapi...”

Brukk

Blamm

Belum sempat Taehyung berkata, Jeongguk sudah mendorong seraya melemparkannya sebuah payung dan menutup kasar pintu.

Melihat itu ia hanya bisa menghela nafas lelah.

“Hah, lagi-lagi begini.”

Hubungan mereka sudah berjalan sejak di Senior High School. Dimana saat itu Jeongguk dengan gencarnya selalu mencoba mendekati Taehyung. Apa-apa maunya Taehyung. Selalu mendahulukan Taehyung dari segalanya.

Awalnya Taehyung agak risih, ia tak pernah berminat untuk pacaran sebelumnya, tidak ingin repot katanya. Namun Jeongguk bukanlah tipe orang yang gampang menyerah. Hingga pada akhirnya Taehyung luluh dan mulai membalas perasaan Jeongguk. Mereka juga mendapatkan restu dari orangtua mereka untuk tinggal berdua di salah satu unit apartment pemberian ayahnya Jeongguk.

Namun sejak beberapa bulan terakhir, sikap Jeongguk perlahan mulai berubah.

Ia tak segan-segan membentak Taehyung, seperti kejadian tadi. Bahkan pernah bersikap seolah-olah Taehyung hanya sekedar menumpang.

Taehyung sakit hati? Tidak, ia tak sakit hati.

Ia lebih memilih untuk mengintrospeksi diri atas perlakuan Jeongguk dan memilih menyalahkan dirinya sendiri atas berubahnya sikap Jeongguk terhadap dirinya.

Mungkin aku berbuat salah, pikirnya. Sampai suatu ketika matanya menangkap Jeongguk tengah berciuman dengan seorang wanita. Ia ingin berlari dan menanyakan apa maksud Jeongguk. Kenapa ia melakukan itu?

Tapi sayangnya kakinya tak kuasa bergerak. Ia hanya bisa memandangi dalam diam kekasihnya bercumbu mesra dengan wanita lain di hadapannya.

Taehyung sakit hati? Tidak, tapi ia kecewa.

Namun ia berusaha untuk tegar. Ia tak mau menyia-nyiakan 5 tahun hubungan mereka hanya karena satu ciuman semata. Mungkin Jeongguk khilaf, percayanya.

Taehyung bodoh? Mungkin iya.

-flashback off-

“Halo Gguk? Tokonya tutup semua.”

“.......”

“Aku sudah mengitari semuanya. Tapi memang tidak ada toko 24 jam disini.”

“......”

“Baiklah.”

Jeongguk pov

Aku bosan. Sedari tadi berbaring di sofa, tanganku tak hentinya memindahkan saluran televisi mencari siaran yang menarik. Ayolah, mengapa televisi ini hanya menampilkan program tidak berbobot?

Ahh, Taehyung lama sekali. Apa mungkin ia sedang menunggu makanannya disiapkan?

Ting! ting! ting! ting!

Pengganggu! Apa mereka tidak tahu etika menelpon huh? Aku tak mau mengangkatnya, tapi bagaimana kalau itu Taehyung?

Agak tergesa, ku raih gawaiku yang sebelumnya masih tersambung dengan kabel charger di dekat televisi. Benar saja, nama Taehyung tercetak jelas disana.

Kugeser ikon hijau guna menjawab panggilan itu. Suara Taehyung mulai terdengar setelahnya.

“.....”

“Cari yang buka 24 jam.”

“.....”

“Sudahlah aku mau tidur saja!”

“.....”

Hari yang menyebalkan. Kupikir ia sedang mengantri ternyata semua toko memang sudah tutup, seperti kata Taehyung kala tiba tadi. Sepertinya tidak ada yang harus kulakukan sekarang. Mematikan televisi lalu kulangkahkan kakiku menuju kamar.

Hah, aku lapar sekali tapi mau bagaimana? Ini semua gara-gara Taehyung yang lembur jadi dia tidak bisa membelikanku makanan. Kenapa ia harus lembur setiap hari sih?

Tunggu, apa tadi aku terlalu kasar padanya ya? Ini tidak seperti diriku yang biasanya. Ah tidak, dia memang pantas mendapatkannya. Toh, inikan memang salahnya dari awal.

Keadaan kamar sangat sepi, tidak ada lagi suara terdengar selain pemanas ruangan dan rintikan hujan. Masih lumayan deras ternyata. Taehyung bagaimana ya? Tenang, dia akan baik-baik saja. Toh ia sudah dewasa, kan?

Tiba-tiba aku kepikiran kenapa kami jadi begini, aku dan Taehyung. Tidak, bukan tiba-tiba tapi selalu. Topik ini selalu menjadi penghantar tidurku.

Aku masih ingat awal hubungan kami, betapa gencarnya aku yang selalu berusaha mendekatinya, mengambil perhatiannya, menyatakan cinta, meminta restu hingga akhirnya bisa tinggal seatap berdua.

Bahagia? Tentu aku sangat bahagia!

Aku benar-benar mencintai Taehyung, kekasih manisku yang indah.

Tapi ntah kenapa akhir-akhir ini diriku mudah sekali dikuasai amarah.

Mungkin sejak Taehyung memilih untuk bekerja. Aku sudah melarangnya untuk bekerja, toh sebentar lagi kami akan menikah dan tentu saja aku yang akan menafkahinya kelak.

Tapi waktu itu Taehyung tiba-tiba menjadi sangat keras kepala. Tekatnya sangat besar dan itu benar-benar menyebalkan. Hingga mau tak mau aku yang harus mengalah.

Dan berbagai masalah kemudian muncul setelah ia mulai bekerja. Taehyung mulai sering lembur, hampir setiap hari. Aku tau mungkin karena pekerjaannya sebagai sekretaris yang memang harus selalu siap sedia di sebelah atasannya.

Sampai akhirnya ku melihat pinggang Taehyung-ku seenaknya disentuh oleh si brengsek Kang Jae Han. Rasanya aku ingin memukul dan mematahkan tangan itu. Tapi satu pertanyaan tiba-tiba terlintas di benakku. Kenapa Taehyung diam saja? Apa dirinya lupa betapa cemburunya seorang Jeon Jeongguk?

Tentang sosok Kang Jae Han, tentu aku tau seberapa bajingannya dia. Karena ia merupakan salah satu relasi yang selalu ingin kuhindari. Pria itu licik dengan mulut yang sangat 'manis'. Dan sialnya dia bosnya Taehyung.

Ya, aku juga seorang CEO sebagaimana Kang Jae Han. Walau belum menjabat di perusahaan inti, tapi sedari kuliah ayah sudah menyuruhku untuk meng-handle salah satu anak perusahannya. Walau hanya cabang, toh posisinya sama-sama CEO.

Maka dari itu aku melarang Taehyung untuk bekerja dan kalaupun ingin, ia bisa bekerja di perusahaanku atau perusahaan ayah yang lain. Tapi seperti yang kalian tau, Taehyung tentu saja menolak dengan alasan bahwa ia kini sudah dewasa dan tak ingin terlalu bergantung denganku. Apa ia tak salah dengar?

Ah, aku benar-benar benci ini. Karena masalah itu, muncul lagi masalah baru.

Setelah insiden si brengsek itu menyentuh Taehyung-ku, aku berpikir untuk menghabiskan malam di klub.

Di jalan menuju parkiran, tiba-tiba seorang wanita dengan pakaian kekurangan bahan menarik dan menciumku begitu saja. Awalnya aku ingin mendorongnya sampai akhirnya mataku menangkap Taehyung berdiri sambil mengenggam tas kerjanya. Menatapku.

Kupikir ia akan langsung mendekatiku dan menampar atau mencaci maki, tapi nyatanya tidak. Ia lebih memilih untuk diam dengan ekspresi tak acuhnya. Tentu itu membuatku semakin berang dan memilih untuk membiarkan wanita asing ini menciumku.

Topik ini selalu membuat kepalaku sakit. Mungkin lebih baik aku tidur.

Jeongguk pov end

Author pov

Disaat Jeongguk memutuskan mengarungi mimpi, di luar sana Taehyung baru akan beranjak untuk pulang.

Badannya sudah mulai menggigil. Giginya tak berhenti bergemelutuk. Ia merapatkan mantel hangatnya yang sebagiannya sudah basah diterpa hujan.

Jalanan sudah sangat sepi, ntah mengapa ia merasa ada yang mengawasinya. Dirasa sekitarnya tak aman, ia mulai mempercepat langkah kakinya.

Taehyung sebenarnya bukan termasuk orang yang penakut. Ia tak percaya hal mistis. Tapi perasaannya mengatakan untuk segera menjauh dari sana. Kini ia mendengar suara langkah kaki yang mulai terdengar jelas. Mencoba untuk tetap tenang, ia lantas menelpon Jeongguk.

Tuuut tuuut

Panggilan pertama tak terjawab. Tak menyerah ia mencoba beberapa kali hingga suara kekasihnya mulai terdengar di seberang.

“Kenapa lagi? Aku sedang tidur tadi!”

Taehyung hampir berlonjak gembira tapi ia urungkan niatnya itu. Ia akan meminta Jeongguk menjemputnya sekarang. “Maaf membangunkanmu, Jeongguk. Tapi apa kau bisa menjemputku? Aku takut. Aku ada di...” Suara Taehyung terpotong oleh suara Jeongguk yang ketara kesal meski sedang mengantuk.

“Kau serius? Kau membangunkanku untuk ini?”

Nafasnya tercekat, Jeongguk adalah satu-satunya harapannya saat ini. “Sepertinya ada yang mengikutiku. Aku takut, tolong.”

“Itu hanya perasaanmu saja. Pesan taxi dan kau akan baik-baik saja. Kututup, mataku berat sekali.”

“Tapi Gguk....”

Tuuuut

“Ggukie...” Badannya lemas, Jeongguk mematikan panggilannya begitu saja.

Taehyung kembali kecewa, Jeongguknya benar-benar tidak perduli padanya. Apa tidak tersisa sedikitpun rasa khawatir di diri Jeongguk untuk Taehyung?

Tak ada pilihan lain, Taehyung pun mulai berlari. Tidak perduli bajunya akan basah kuyup karena payung tak lagi menutupi tubuhnya dengan benar.

⚠️ (mention of rape! Bagi yang tidak nyaman bagian ini bisa di skip sampai batas strip, ya!)

Namun sayangnya langkah kaki tersebut juga terdengar cepat, seperti ikut berlari. Dan itu membuat Taehyung ketakutan setengah mati.

Draap draap draap

“Arghh.” Langkah kakinya terhenti ketika orang tersebut berhasil menggapainya.

Orang itu menggenggam mantel belakang Taehyung erat, enggan melepasnya. “Mau lari kemana lagi cantik?”

“T-tidak, lepaskan aku!” Taehyung hanya bisa berteriak ketika sadar dirinya mulai dikepung oleh beberapa lelaki dengan penampilan lusuh yang dipenuhi oleh aroma alkohol. Ini tidak baik, dia hanya berharap dia dapat pulang dengan selamat.

Salah satu dari mereka mendekatkan wajahnya ke arah Taehyung. Mengambil payung yang sempat Taehyung jatuhkan. “Melepaskanmu? Ya, mungkin saja. Tapi setelah kita puas bermain hahahahahaha.” Mereka semua tertawa lepas, terdapat 8 orang disana termasuk dirinya. Taehyung takut.

“T-TOLOONG TOLOONG.” Taehyung mulai diseret ke arah bangunan yang letaknya agak jauh dari tepi jalan. Langkahnya tidak lagi benar, hingga ia berakhir digendong paksa layaknya sekarung beras.

Taehyung masih mencoba berteriak sambil menangis. Orang di belakangnya berkata dengan santai sambil menatap remeh ke arahnya. “Berteriaklah hingga pita suaramu putus, tak akan ada telinga yang mendengarmu disini.”

Dan kalimat itu menamparnya telak, mungkin hari ini ia tidak akan bisa pulang cepat.

‘Jeongguk, kumohon tolong aku!’


Sinar mentari menerobos masuk membangunkan si empunya, Jeon Jeongguk.

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 8 pagi, normalnya orang-orang sudah berada di sekolah atau di tempat kerja, tapi tidak dengan Jeongguk.

Hari ini ia memilih untuk bekerja dari rumah saja karena tubuhnya menolak berpisah dari tempat tidur. Tak apa-apa toh dia bosnya, pikirnya.

Matanya menoleh ke sisi lain kasur, tak terlihat keberadaan kekasihnya. Ah tentu saja ia pasti sedang di perjalanan ke tempat kerja, pikir Jeongguk tanpa tau bahwa kenyataannya sang kekasih sama sekali belum pulang sejak semalam.

Dirinya kemudian memilih untuk memejamkan mata dan kembali melanjutkan mimpinya yang sempat terjeda. Sampai satu panggilan telepon ia dapatkan.

Dengan gerakan malas ia mematikan panggilan itu. Namun sialnya, gawai itu kembali berdering nyaring. Dengan perasaan geram ia melihat nama kontak yang tertera dan menjawabnya. “Kau menggangguku tidurku lagi, Tae.”

“Maaf, selamat pagi, kami dari pihak kepolisian Kota Seoul.” Tunggu, kenapa suara Taehyung berubah? ini bukan suara Taehyung-nya. Seketika kesadarannya menjadi penuh. Dengan tergesa ia duduk dan menanyakan dimana kekasihnya berada. “Taehyung dimana?”

“Kami menghubungi anda karena nomor anda berada di speed call gawai korban dan menjadi orang terakhir yang dihubungi korban.”

Korban.

Maksudnya Taehyung?

Menekan rasa gelisah dan takutnya, Jeongguk hanya berharap tidak terjadi sesuatu yang buruk terhadap Taehyung. Ia butuh mendengar suara lembutnya lagi, untuk meyakinkannya bahwa kekasihnya dalam keadaan tidak mengkhawatirkan. “Taehyung dimana? Baik-baik saja kan? Tolong, aku ingin berbicara dengannya sekarang.”

Namun sayangnya jawaban yang ia dapat bukanlah hal yang ingin didengarnya saat ini, atau selamanya. “Pemilik ponsel ini sedang berada di Seoul Hospital karena mengalami, mohon maaf, kasus kekerasan seksual.”

“Kami menyesal harus menyampaikan hal ini, tapi korban ditemukan dalam kondisi sudah tidak bernyawa. Diduga korban meninggal sekitar pukul 7 pagi ini. Jenazah akan segera kami autopsi, untuk itu dimohon kehadiran keluarga segera. Saya turut berdu..........”

Dengung seketika mengisi telinga Jeongguk. Tangannya melemas dan melepaskan gawai hitam itu dari genggamannya begitu saja.

Sesaat dunia Jeongguk berhenti bergerak. Apa yang ia dengar tadi? Taehyung-nya ditemukan tidak bernyawa?


The End.