We don't even have a title.

“Two best friends, they might kiss...”

“Hah? Gimana?” sahut Jeno mengalihkan atensi dirinya kepada si lawan bicara.

“Enggak, ini bacain komen di live Instagramnya Dery sama Dejun.” jawab Sherin sembari melihat layar ponselnya.

“Lagian ngaco banget komentar-komentarnya anjir kenapa dah...” lanjutnya.

“Emang kenapa?” tanya Jeno.

“Apanya yang kenapa?”

“Ya itu, pernyataannya, yang 'two best friends, they might kiss', kenapa?” tanya Jeno lagi.

“Yaaa it sounds weird, isn't it? I mean, ya ngapain kiss-kissan segala? Katanya best friend, temenan, masa ciuman? Aneh banget, kalo gitu berarti temenannya pake feeling. Temenan mah ya temenan aja, gak usah bawa-bawa hati, kayak kita, iya 'kan? Coba deh menurut kamu gimana?”

“I think it depends on the situation. They won't do that but also will probably do. Maybe because they have been friends for a long time atau salah satu dari mereka emang menaruh rasa.” ujar Jeno tanpa melirik sang lawan bicara.

Perpaduan dinginnya angin malam dengan suhu AC mobil Audi A8 L hitam milik Jeno cukup membuat indera peraba mereka tertusuk oleh atmosfer yang tidak biasa. Ditambah dengan alunan lagu dari The Rose yang berjudul I.L.Y. terasa lengkap membuat jiwa raga Jeno tertusuk.

Kalau boleh jujur, obrolan yang diucapkan Sherin tadi cukup membuat Jeno tersadar bahwa sebenarnya mereka berdua tidak pernah saling memiliki.

Segala sesuatu yang telah dilakukannya selama ini ternyata tidak akan dengan mudahnya merubah keadaan. Dibilang hanya teman pun rasanya sudah tidak cocok lagi dengan kenyataan mereka berdua. Namun, jika lebih dari teman, apakah sudah bisa dibilang seperti itu walau tak ada ikatan?

We don't even have a title for us.

Pembicaraan tadi masih berlanjut ketika Sherin keukeuh menentang pernyataan dari Jeno, “Ya tapi kan tetep aja, No, best friends shouldn't be involve a feeling. Kalo gitu mah namanya bukan temenan.”

Jeno berhasil memarkirkan mobilnya tepat di tempat biasa ia menitipkan mobilnya di gedung parkir apartemen Sherin. Biasanya mereka berdua langsung bergegas keluar mobil untuk menuju kamar apartemen Sherin, berbeda dengan kali ini.

Keadaan gedung parkir yang sudah tidak ada orang lagi selain mereka berdua membuat keduanya lebih betah untuk beristirahat sebentar di dalam mobil.

“Sher,”

“Apa?” Sherin menoleh.

“Obrolan yang tadi masih berlaku, gak?”

“Yang mana?”

“Yang barusan.”

“Obrolan mah gak bakal expired kali, mau ngomong mah ya—”

He suddenly removed the gap between her and him. His gaze eyes look straight into her beautiful eyes and finally, their lips touched each other. Nothing brutally just started with smooth kisses. His manly hand pulls out her chin to guide her lips slowly until becoming tender and passionate. Strawberry and Cigarettes by Troye Sivan still filling up the atmosphere of their endless night. Their infinite kiss finally ended up with breathless Sherin so she pushed his chest to let them both catch the oxygen.

The atmosphere becomes an awkward silence after that incident. None of both wants to speak or explain that “thing.” Glad that the parking lot's lights didn't turn on as well as the lamp inside this car so he can't see her face that had been turned into a tomato from the beginning.

“Sher,”

“H-hah?” this awkward situation really hits her hard, she can't even look into his eyes.

“Kalo udah kayak tadi, kita masih temenan atau enggak?”

📌©lalalovegood, the 2nd of January 2021.