“We were here to fix each other, but sadly, our hearts didn't include.”

the last Thursday in 2020, page 366.

Masih teringat jelas rekaman di kepala Stella perihal kejadian tahun lalu yang membuatnya seperti ini sampai sekarang. Bodoh jika dirinya tak mengambil kesempatan saat itu, tapi lebih bodoh jika ia tak kunjung berhenti memikirkannya hingga detik ini.

Aneh rasanya ketika Stella percaya bahwa ini merupakan takdir tidak terduga di tengah kehidupannya yang penuh canda. Benar-benar bukan rencananya untuk sampai mengenal akrab seseorang yang bahkan dirinya tidak sadar akan keberadaan orang tersebut.

Entah dunia memang sempit atau ada benang kusut yang bersembunyi dalam sunyi, semuanya bagaikan kebetulan yang saling terhubung satu sama lain. Setidaknya ini yang dirasakan oleh Stella, yang sudah jelas berbeda dengan seseorang yang rasanya baru ia kenal kemarin, Sungchan.

Rindu juga kalau dipikir-pikir. Awalnya sedikit membingungkan karena Sungchan selalu tiba-tiba bercerita tentang apapun kepada Stella yang pasalnya disebut teman pun rasanya mereka berdua hanya sebatas tahu nama dan beberapa hal lainnya, tidak sampai ke akar. Namun semakin kesini, keberadaan Sungchan juga seperti lampu temaram.

Terakhir kali mereka berkomunikasi ada sekitar lima hari yang lalu, yang juga berakhir gantung. Padahal mereka berdua hanya membicarakan hal-hal tidak penting, yang biasanya jadi melebar kemana-mana. Kalau saja Stella tidak refleks memberitahu apa yang dialaminya kala itu, mungkin tidak akan ada yang namanya komunikasi lagi sampai detik ini.

Semuanya terasa berbeda semenjak tiga minggu terakhir.

Telah banyak hal yang membuat dirinya terdistraksi akan pikirannya tersebut, tapi selalu saja manusia yang kerap dipanggil “Chan” oleh Stella itu menghampiri dirinya secara tiba-tiba. Entah itu di dunia nyata dengan tiba-tiba mengirim pesan, menelepon, dan bahkan menghampiri dunia mimpi.

Stella akui Sungchan adalah seseorang yang paling misterius yang pernah ia temui, sehingga benaknya selalu saja membuat pertanyaan-pertanyaan baru, yang tentu saja tak pernah ia tanyakan. Mengingat Stella bukanlah tipe orang yang sangat ingin tahu perihal kehidupan seseorang, makanya ia memilih untuk mengubur pertanyaannya tersebut. Katanya, “Biarlah waktu yang menjawab di suatu hari nanti.”

Selain pertanyaan, ada juga pikiran-pikiran lain yang kerap bersembunyi di dalam pusat neuron milik Stella. Sebuah kebenaran, pendapat, kritik, atau sekedar pembicaraan yang sebenarnya tidak perlu disampaikan, semuanya terkumpul dalam sistem saraf tersebut.

“Gue pernah suka sama lo, and I admit that you had known about that before I told you. But, what if I started to have a crush on you for the second time?”

“Aneh banget ya yang namanya hati, padahal gue pernah kesel sama lo, banget malah, gara-gara sikap lo waktu itu. Tapi pas lo balik lagi, rasa keselnya jadi pudar seiring berjalannya waktu.”

“Lo tuh balik lagi ke gue karena udahan sama cewek lo, atau gabut sih?”

“Thanks for told me a story of your day.”

“Kok lo masih ngomong sama gue sih? Maksudnya... kenapa?”

“If there's something about you or between me and you, please tell me ASAP.”

“I know it's weird but I'm mentally tired...”

“Kita... temenan, kan?”

“I think I really decided to stop.. Is it okay?”

Kira-kira seperti itulah sebagian kecil dari sesuatu yang bersembunyi dalam isi kepala Stella. Dan bagian akhirnya, ia benar-benar berhenti.

Lelah rasanya berada di dalam kekonyolan yang tidak membutuhkan kepastian. Sudah terlalu jauh dirinya berlari, hingga terjatuh dua kali. Tidak akan sanggup jika harus terjebak dalam satu lingkaran yang sama dengan akara miliknya. Apalagi harus membeku dalam nirwana ilusi yang masih saja dipenuhi hima duniawi.

Tak apa jika diri ini kau jadikan sebagai one call away kalau kata anak zaman sekarang. Atau setidaknya tolong ingat lirik lagu Right Here milik Keshi. Sudah cukup untuk kali ini, terima kasih karena telah menghampiri lagi. Jikalau ternyata ingin pergi juga, silahkan, sebab nyatanya kau bisa kembali kapan saja layaknya sang redum bersama hujan.

May we meet again.

xoxo Stella, 2020