Ketika Hujan

Lima belas Januari, hujan turun dengan deras.

Di SMA Gagak Malam, hujan mengganggu kegiatan dalam kelas. Pendengaran terdistraksi oleh suara hujan dan suasananya sebabkan kantuk datang. Namun, Pak Crewel tidak ingin konsentrasi siswanya pecah. Dia tinggikan suaranya menyaingi rintik hujan. Terkadang, dia ketukkan tongkat kecil di papan tulis.

Holly melirik ke luar jendela. Intensitas hujan cukup besar hingga seolah membentuk tirai dari air. Tampaknya, hujan tidak akan reda dalam waktu dekat, sedangkan matapelajaran Pak Crewel adalah yang terakhir untuk hari ini.

Holly tidak membawa payung. Haruskah dia mengerjakan PR langsung di sekolah sembari menunggu hujan reda? Sayangnya, kepala Holly sudah terasa berasap seharian ini. Mungkin dia nanti bisa menunggu sambil mengobrol dengan teman-teman.

Atau Deuce, batin Holly.

Pikirannya tertuju pada siswa bertato spade dari kelas sebelah. Bukan sembarang siswa, tetapi pacarnya.

Membayangkan nanti menunggu hujan reda bersama Deuce membuat Holly tersenyum sendiri. Kemudian, Pak Crewel mengetukkan tongkatnya ke papan tulis lagi. Holly tersentak sadar dari lamunan. Entah apakah teguran itu diarahkan padanya atau bukan, Holly tidak berani berkhayal lagi. Dia fokus terhadap buku dan papan tulis.


Siswi berambut dua warna melemaskan kedua bahu begitu kelas berakhir. Pak Crewel telah keluar, tetapi sebagian besar siswa masih di dalam. Hujan belum menunjukkan tanda-tanda akan reda.

Deuce, kelasmu di mana? tanya Holly via chat.

Deuce langsung membalas, Di gedung A.

SMA Gagak Malam terdiri atas tujuh bangunan utama. Membacanya, Holly mendesah kecewa. Gedung A cukup jauh dari Gedung G tempatnya saat ini. Letak gedung A bersebelahan dengan gedung pusat dan berada di dekat lapangan upacara.

Dengan hujan sederas ini, tidak mungkin bagi Holly untuk menghampiri Deuce, atau sebaliknya. Sepertinya Holly harus puas hanya ditemani lewat chat.

Mereka berdua berbalas pesan, saling bercerita tentang hari yang dialami. Deuce dan Ace tadi diceramahi Pak Crowley karena terlambat memasuki kelas usai jam istirahat. Duo sahabat tersebut terlambat 20 menit. Lucunya, ternyata kata teman sekelas mereka, Pak Crowley juga datang terlambat 15 menit. Begitu jam pelajaran yang diajar Pak Crowley usai, Ace menggerutu bahwa guru yang terlambat seharusnya tidak memarahi siswa.

Holly tertawa kecil karena dapat membayangkan situasinya. Ganti dia yang bercerita tentang kelas olahraga Pak Vargas tadi pagi. Selanjutnya, Holly mengeluhkan PR dari Pak Crewel.

Suara hujan di luar terdengar seperti lagu ketika Holly larut dalam percakapan di media sosial. Lagu pengiring obrolan dengan seseorang tersayang.

Lantas, saat hujan berganti menjadi gerimis dan semakin menghilang, Deuce bergegas mengirim pesan: Aku datang ke kelasmu, Holly.

Dilihat dari masih pekatnya mendung di langit, hujan pasti belum usai, sekadar reda sejenak. Kilat pun menyambar.

Tidak sampai lima menit, dia tiba di depan kelas Holly. Rambut dan seragam Deuce tidak basah, tetapi sepatunya amat kotor. Pastilah Deuce habis berlari secepat kilat.

Senyuman lebar terpampang di wajah Deuce saat mengajak Holly. “Ayo kita pulang sebelum hujannya deras lagi!”


Sepasang remaja berjalan di bawah mendung. Langit masih abu-abu dan sesekali kilat tampak di kejauhan. Petrikor memenuhi udara sekitar, membawa sensasi nyaman. Pohon dan bangunan basah usai terguyur air dari langit. Sejumlah titik air jatuh dari dedaunan ketika tertiup angin.

Deuce dan Holly asyik mengobrol. Saking hanyutnya dalam kebersamaan, mereka lupa untuk bergegas, padahal siswa-siswi lain berlari melewati mereka ... hendak menuju halte atau tempat parkir.

“Menu telur di warung belakang sekolah tadi enak,” ujar Deuce.

“Besok aku ingin mencoba. Tadi aku makan di kantin seperti biasa,” komentar Holly.

“Tahu begitu tadi kubelikan.”

“Hahaha. Kapan-kapan makan bareng saja yuk!”

Lantas, mereka dikagetkan oleh tetesan besar air yang turun dari langit. Hujan tiba-tiba turun lagi saat mereka berada di tengah lapangan olahraga—dalam perjalanan menuju gerbang.

Holly menengok ke belakang lalu ke depan. Dari lokasi mereka sekarang, maju atau mundur sama-sama akan basah. Dia menyesal tidak membawa payung hari ini.

Sigap, Deuce melepaskan jaket dan membentangkannya di atas kepala mereka. “Kamu tidak apa-apa?” tanyanya.

“I-iya.” Holly gugup karena berpayung jaket bersama Deuce.

Kegugupan Holly dan kecanggungan Deuce terhenti karena hujan bertambah deras. “Kita cari tempat berteduh yuk.”

Mereka berdua pun berlari menembus hujan. Sepatu mereka basah karena menerjang genangan air, tetapi mereka berdua tertawa. Badan memang kedinginan, tetapi hati tidak. Deuce dan Holly pun sepaham; mungkin semangkok bubur dan secangkir teh dapat menghangatkan sembari menunggu redanya hujan.

Ketika bersama, ternyata situasi ini tidak menyebalkan. Ketika bersamanya, langit abu-abu tidak terasa suram.