write.as

Makan malam yang di rencanakan pun akhirnya terlaksanakan juga. Job — kekasih Nakunta menepati janjinya untuk menyelesaikan segala pekerjaannya untuk datang memenuhi undangan makan malam.

Job — pria yang sudah hampir satu tahun ini menjadi kekasih dari Nakunta Sumettikul itu merupakan seorang karyawan yang bekerja di bidang pemasaran. Mereka bertemu sewaktu Nakunta ada kunjungan dari kampus ke kantor tempat Job bekerja. Job yang di beri perintah untuk memandu para mahasiswa/i itu pun langsung terpana pada Nakunta. Dari sanalah semuanya berawal, hingga detik ini hubungan mereka hampir menginjak satu tahun. . . .

“Selamat datang kakak” sapa Nakunta saat membukakan kekasihnya pintu utama mansion yang di tempati keluarganya.

“Hai, sayang” Job mengusap kepala Nakunta dengan penuh kasih sayang, sejujurnya dia takut tidak akan di terima dengan baik oleh keluarga kekasihnya karena perbedaan status sosial mereka.

Nakunta membawa Job masuk ke dalam rumahnya, Nakunta menggandeng tangan Job dan mengusapnya pelan sambil mengucapkan kalimat penenang. Pasalnya ia tahu bahwa kekasihnya sedang gugup saat ini, terasa dari jemarinya yang berkeringat dingin saat Nakunta menggenggamnya.

Di meja makan, tuan dan nyonya Sumettikul sudah duduk di singgasana mereka masing masing. Mereka menunggu anak semata wayang mereka yang sedang menyambut kedatangan kekasihnya di luar.

“Ayah...” Panggil Nakunta, membuat pria paruh baya yang masih sangat terlihat tampan itu menoleh ke arah putranya.

“Ayah.. Ibu.. ini kak Job, pacar aku” Nakunta mengenalkan Job dengan rasa bangga di hadapan kedua orang tuanya. Job pun langsung mengambil langkah pertama dengan menyalami tangan kedua orang tua kekasihnya.

“Silahkan duduk..” titah tuan besar yang ada di sana, dan mereka semua pun menurut. Nakunta melayani Job dengan baik, ia mengambilkan beberapa makanan ke dalam piring Job. Semuanya tak luput dari pandangan sang ayah.

“Maaf sebelumnya om, nama saya Job—..”

“Saya sudah tahu, bahkan dimana rumahmu, pekerjaan, bahkan informasi tentang orang tua kamu, saya sudah tahu” Job mengangguk, dia lupa berhadapan dengan tuan besar Sumettikul sekarang, orang yang sangat mudah mendapatkan informasi apapun.

“Silahkan makan dulu, nak Job” sela ibu Nakunta untuk mencairkan suasana, ini pertama kalinya sang anak membawa seseorang yang di kenalkan sebagai pacar. Dia tak ingin membuat pacar dari anaknya merasa tidak nyaman, walau mungkin Job sudah merasakannya sejak menginjakkan kakinya di rumah mewah itu.

Makan malam berjalan dengan khidmat, kebiasaan keluarga Nakunta tidak boleh berbicara ketika sedang makan, jika sudah selesai baru boleh berbicara. Job makan dengan tenang, sejujurnya ia ingin pingsan ketika di tatap dengan tatapan intimidasi oleh ayah Nakunta. Begitu juga dengan Nakunta yang merasa resah, padahal ayahnya itu sosok ayah yang penyayang. Tapi kenapa ayahnya bersikap tak ramah pada Job di kali pertama pertemuan mereka. Nakunta merasa takut jika sewaktu waktu ayahnya akan memberitahukan pada Job jika Nakunta sempat akan di jodohkan dengan Jeff walau mereka sama sama telah menolak perjodohan itu berlanjut.

Selesai makan malam, mereka — Nakunta ayah dan ibunya serta Job tentu saja, mereka pindah ke ruang tamu. Hanya ibu Nakunta yang beramah tamah pada Job, tidak dengan ayahnya Nakunta. Dia masih tetap dengan wajah mengintimidasinya, membuat Nakunta merasa tidak enak pada Job.

“Ayah.. kenapa wajahnya begitu?” Rengek Nakunta, Job sejujurnya ingin mencubit pipi gemas kekasihnya. Namun ia masih ingin bertahan hidup jika berani melakukan itu di depan ayah Nakunta.

“Apa kamu serius dengan anak saya?” Tuan Sumett tidak mengindahkan rengekan sang anak, dia malah melempar tanya pada pria jangkung yang kini tampaknya tengah gugup setengah mati.

“Saya sangat serius sama hubungan kami, om” jawab Job tegas.

“Apa kamu yakin bisa membahagiakan anak saya, anak saya satu satunya”

“Saya sangat yakin, om. Sebentar lagi posisi saya akan naik di kantor, jadi mulai dari itu saya akan menabung dan mulai mempersiapkan masa depan saya dengan Nakunta”

“Kenapa kamu begitu yakin bahwa di masa depan Nakunta lah yang akan bersama kamu?”

“Karena kami sama sama saling mencintai, om”

“Cinta, tciikk...”

“Saya dan ibunya Nakunta dulu menikah tanpa adanya rasa saling cinta, tapi kami bisa sampai sekarang. Bahkan kami memiliki Nakunta”

“Yah..” tegur ibu Nakunta pada suaminya, ia sudah mengerti kemana arah pembicaraan yang sebentar lagi akan di utarakan suaminya. Ibu Nakunta sebagai seorang istri tak dapat berbuat banyak, ia hanya bisa menuruti semua kehendak suaminya. Bahkan ia tak berdaya ketika sang anak meraung menangis meminta sang ayah untuk berhenti bicara, jika Nakunta sudah memiliki calon suami dari anak salah satu teman bisnisnya.

“Cukup ayah.. kenapa jadi begini? Aku gak mau di jodohin sama Jeff! Aku cintanya sama kak Job! Ayah kenapa gak ngerti, ayah sendiri yang minta kak Job buat datang makan malam di rumah kita. Kemarin saat makan malam bersama om Satur, ayah tidak lagi membahasnya. Kenapa sekarang ayah malah meminta kak Job untuk mundur, dimana otak ayah! Aku tanya di mana otak ayah..”

“Nakunta!!”

Plak

Wajah Nakunta terpaling ke samping saat tangan besar ayahnya untuk pertama kalinya menyapa pipinya. Semua orang di sana begitu terkejut akan tindakan sang kepala keluarga, terlebih nyonya rumah.

“Mas..!”

“Sayang..” Job langsung membawa Nakunta masuk ke dalam dekapannya. Nakunta masih memegang wajahnya yang terasa sangat panas, ini pertama kalinya sang ayah menjatuhkan tangan. Sebelumnya, senakal apapun dirinya di waktu sekolah sang ayah tidak pernah berbuat kasar padanya. Salahkah dia ingin memilih jalan hidupnya sendiri, salahkah ia menginginkan haknya sebagai seorang anak, atau apakah sikapnya yang telah salah sehingga membuat ayahnya murka.

Nakunta menangis, ia tak pernah berada di posisi ini sebelumnya. Ia belum mampu memproses segalanya yang terjadi begitu cepat, ia hanya menginginkan untuk bersama Job. Bukan Jeff atau yang lainnya.

“Kami sudah lama bersepakat untuk menjodohkan kalian.. salahmu sendiri yang tidak bilang pada ayah jika kau mempunyai pacar. Ayah tau yang terbaik untukmu, dan inilah keputusan ayah.. dan untukmu Job, silahkan tinggalkan rumah saya sekaligus anak saya.. kalau kau masih berani untuk mendekati anak saya, jangan salahkan saya jika saya bertindak lebih jauh!” Pembicaraan itupun di akhiri sepihak oleh tuan rumah, ia naik ke lantai atas menuju kamar utama. Namun belum sempat ia menaiki tangga di susul sang istri, Nakunta kembali bersuara.

“Jika ayah tetap memaksakan kehendak ayah, lebih baik aku mati!” Nakunta melepaskan pelukan Job dan berlari mengambil vas bunga yang ada di atas meja, membanting vas itu hingga menciptakan runcingan tajam yang jika menembus kulit akan memberikan rasa sakit yang teramat, bahkan lebih parahnya jika Nakunta nekat untuk memutuskan urat nadinya.

“Nakunta.. sayang.. dengerin kakak, oke. Please, jangan ya sayang.. kita cari solusinya ya, oke manis. Kakak mohon, jangan lakukan itu. Kamu tega sama kakak? Hmm..” Nakunta tak gentar, dia masih menaruh sisa pecahan vas itu di pergelangan tangannya, dan pecahan vas itu pun perlahan mulai mengoyak kulit pergelangan tangannya hingga mengeluarkan darah.

“Nakunta hentikan!” Titah sang ayah sambil mendekat.

“Sayang.. ibu mohon jangan nak”

Job dengan gerakan cepat merampas vas yang sedang di pegang Nakunta, membuat Nakunta meringis karena luka robekan nya tak sengaja di sentuh Job. Darah yang keluar sudah terbilang banyak, mata Nakunta perlahan mengunang dan sebelum dirinya kehilangan kesadaran dia mengucapkan kata cinta untuk Job.

“Aku mencintaimu kak..” dan semuanya gelap untuk Nakunta.