write.as

Lapangan

Daren kembali merebut bola dari Hisyam, badannya berbalik memutar untuk mengecohkannya, tangannya dengan lincah melakukan dribbling sampai ia melompat dan shoot— bola masuk kedalam keranjang.

Daren tertawa puas, terhitung sudah 9 point yang laki laki itu cetak malam ini, sementara Hisyam hanya berhasil mencetak 6 point. Mereka sengaja latihan malam malam seperti ini karena besok turnamen sudah dimulai.

“Istirahat istirahat bentar,” ucap Hisyam sambil berjalan kepinggir lapangan. Daren yang juga merasa kelelahan akhirnya mengikutinya.

Mereka sekarang berada di Apartement Hisyam. Daren, yang udah minggat dari kost-an beberapa minggu yang lalu akhirnya dapet kost di daerah sudirman, dekat dengan apartement Hisyam. Tadinya sih, Daren mau numpang di Apart Hisyam aja, tapi Daren tau diri karna Jelita pasti bakal sering kesana dan Daren gak mau ganggu mereka.

Eh taunya malah putus.

Kalo gitu mending dia numpang aja sama Hisyam.

“Lo belom kasih tau gua,” Daren mengengok ke arah Hisyam. “Lo putus kenapa dah?”

Hisyam menutup botol airnya, “Emang lu ga dikasih tau sama anak kost?”

Daren menggeleng, dia emang dengar masalah mereka putus tapi dia gak pernah tau alesannya.

“Yah gitulah, namanya juga hubungan.” ucap Hisyam lagi.

Daren langsung ketawa, “Tai.”

Hisyam mengedikkan bahunya, “Emang gitu kan.” lanjutnya.

Daren menengadah, matanya menatap kerlipan lampu gedung-gedung jakarta. “Lo tau gak, alasan gua akhirnya bisa sayang sama Lily walaupun Mina selalu ada di dekat gua?”

Hisyam mengikuti arah pandangan Daren, “Kenapa?” tanyanya.

“Karna Lily mau menerima masa lalu gua,” Daren jeda sebentar. “Walaupun itu tepat ada di depan mata dia. Sebelum kejadian kemarin, pastinya.”

Hisyam ikut menerawang langit, matanya tertuju pada awan yang bergerak secara perlahan. “Terus kenapa lo sia-sia in?”

“Bisikan setan,” jawab Daren yang langsung mendapatkan tatapan sinis dari Hisyam. “Lo jangan ngeremehin bisikan setan loh, emang bener-bener bisa bikin lo buta seketika.” lanjut Daren.

“Ya salah lu lah mau aja dengerin setan ngomong.”

Daren hanya tersenyum kecil, “Terus karna kejadian itu gua baru sadar, kalo ternyata Lily yang gua kira selama ini baik-baik aja sama keadaan gua, ternyata nutupin semua sakitnya dia demi hubungan kita.”

Hisyam mengangguk mengerti. Jarinya bermain dengan aspal lapangan yang kasar.

“Tapi lo sama Jelita beda, Syam.” Tangan Hisyam berhenti dengan sendirinya ketika mendengar nama Jelita disebut. “Lo masih punya kesempatan buat ngebenerin semuanya, memperbaiki hubungan lo dan dia biar jadi lebih sehat lagi.”

“Dia gak cinta sama gua.” ujar Hisyam. Kepalanya menunduk. “Kalo pun kita balikan, gua gak bisa pacaran sama orang yang jelas jelas gak ada rasa sama gua.”

“Emang definisi cinta buat lo apaansi?” tanya Daren. “Dia harus teriak dari atas monas ngumumumin ke semua orang kalo dia cinta sama lo, gitu?”

Hisyam menggeleng, “Lo tau bukan itu maksud gua.”

“Terus maksud lo tuh cinta yang gimana?” tanya Daren lagi. “Yang dia harus setia nemenin lo 24/7 atau yang dia harus kasih hadiah buat lo terus menerus atau yang kayak gimana?”

“Yang selalu ada di fikiran dia, satu-satunya.” Hisyam akhirnya menatap Daren.

Tidak seperti yang Hisyam bayangkan, ternyata respon Daren cuma ketawa. Ketawa yang gede banget.

“HAHAHAHAAAAA kalo aja lu liat dan sadar gimana dia akhir-akhir ini, lo gak bakal berani ngomong kaya gitu Syam.” Daren masih tertawa sambil memegang perutnya.

Hisyam menaikkan alisnya bingung, “Hah?”

Daren akhirnya berhenti, ia mengatur nafasnya. “Gini gini, ini mungkin rada curang tapi karna gua kasian sama lu, jadi biar gua kasih tau sesuatu.” ia mendekatkan dirinya ke Hisyam, seolah-olah ingin membicarakan suatu hal yang serius. “Gua emang udah minggat dari kostan, tapi gua masih belom left group anak-anak kost.”

Hisyam menatap Daren, menyuruhnya untuk melanjutkan. “Jadi kemaren Jelita sempet tanya, gimana cara bikin cowok tau kalo kita CINTA sama dia.” Daren berhenti sebentar, “Dan lo tau? hampir semua jawaban yang dikasi sama anak-anak dia lakuin. Buat lo.”

Hisyam melebarkan matanya, kupingnya memerah, ujung bibirnya naik perlahan-lahan.

“Gausah kesenengan gitu lo bangsat,” Daren menepuk pundak Hisyam yang masih tak mau berhenti tersenyum. “Masih gak percaya juga sama perasaannya Jelita?” Tanya Daren sinis.

Senyum Hisyam semakin melebar, matanya membentuk bulan sabit, hatinya berdetak lebih kencang dari biasanya. “Makasih Ren, Makasih infonya.”