write.as

Japa Jiva

CW // Voice Call Sex

“Halo,” jawab Jiva menerima panggilan dari Japa.

“Halo, lagi apa?” tanya Japa.

“Habis makan, Pa. Ini baru duduk aja. Kamu?” tanya Jiva balik.

“Habis makan siang di luar, terus balik kantor lagi. Petir mana?”

“Petir di tempatnya Nata. Tadi aku mau ke sana nganterin arak tuh, ehh anaknya ngikut, kangen om Nata. Malah nggak mau ikut balik. Ya aku tinggal balik dulu,” jawab Jiva.

“Jadi ini sendirian?” tanya Japa.

“Nggak, ada mbak di belakang rumah.”

“Masuk kamar gih,” pinta Japa.

“Apaan! Gila, jangan aneh-aneh.”

“Mumpung sendiri, kapan lagi?”

“Apa, sih! Jangan gila, kamu lagi kerja.”

“Andai aku di sana,” keluh Japa.

“Samperin,” lirih Jiva. Ia beranjak dari tempat duduknya, lalu bergegas masuk ke dalam kamar.

Klik

Mengunci pintu kamarnya.

“Aku samperin kamu, memanggil namamu. Jiva ...” lirih Japa. Ia juga beranjak dari tempat duduknya, mengunci pintu ruang kerjanya, lalu berjalan masuk ke dalam kamar mandi pribadinya.

Jiva menyalakan musik acak, sedikit mengeraskan volumenya, lalu ia berbaring di tempat tidurnya.

“Iya, apa? Masuk aja,” pinta Jiva berbisik.

“Yang, mau video call?” tanya Japa seraya membuka ikat pinggangnya.

“Nggak mau. Gini aja,” ujar Jiva. Ia meringkuk ke dalam selimut.

“Oke, pejamin mata,” pinta Japa selagi menggeluarkan penis dari balik celananya.

“Iya, udah,” jawab Jiva seraya memasukkan tangan kirinya ke dalam celananya, menyentuh penisnya.

“Buka pintu kamarmu, masuk kamar, samperin sayangku. Hei, kangen nggak?” Japa mengurut pelan penisnya.

“Kangen banget. Peluk?” Jiva mengusap pelan penisnya yang mulai mengeras.

“Sayang, dengerin suaraku, fokus.”

“Mmm...”

Sembari mengocok penisnya, Japa berbisik, “Dektin kamu, peluk kamu erat. Sayang, aku mau kamu.”

“Makan aku.”

“Menjamah tubuh sexy-mu, meremas pantatmu, melepas pakaianmu, menjilat dagumu, lehermu, menghisap tulang selang kamu. Sayang, aku suka putingmu— shhh....”

Jiva hilang akal begitu mendengar suara bisikan Japa dari ujung sana. Matanya terpejam, tangannya mengelus penisnya yang sudah mengeras. Ia berbisik pelan beriring suara musik yana ia putar. “Ahhh... menikmati sentuhanmu. Sayang, hisap aku...”

“Cantik, aku mau makan kamu,” bisik Japa. “Menjilat putingmu, memilin putingmu, menghisap putingmu...”

“Ahhh .....”

“Sayang, kamu indah. Aku melepas celanamu, dalamanmu. Melihat seluruh tubuh telanjangmu, mengocok penisku. Sayang, aku keras banget...”

“Menatap penismu, menatapmu. Japa, mau penismu ... Ahhh ....”

“Yang, kamu main juga— ahhh...” tanya Japa selagi mengocok penisnya.

“Mmm ..... ahh.”

“Sayang Ahhhh... membuka kaki—”

Bisikan Japa terhenti saat tiba-tiba Jiva menyela.

“Japa stop! Anjir, Nata WA, Petir nangis nyari aku!”

Tut .... Tut ....