Flexin’ New Socks

Suna Rintarou x Miya Osamu

3.7k words. Explicit Sexual Content. Porn what a plot. Profanity. Degrading. Anal fingering. Anal sex. Rough sex. Begging. Dirty talk. Spit as lube. Spanking. Mentioning using local porn words


Rintarou menghela napasnya kasar. Osamu Miya, kekasihnya ini sungguh menguji kesabaran. Entah akalnya sudah tak berfungsi atau memang binal dan haus akan hubungan seksual, keduanya beda tipis bagi Osamu.

Saat ini, raut wajah Rintarou menegang kala melihat cuitan di akun milik Osamu. ‘udah gila’, batinnya.

Kaos kaki yang disebutnya beberapa saat yang lalu memang menggemaskan, namun tidak dengan pemandangan di atasnya. Tak ada sehelai pun benang menutupi bagian tubuh lainnya, kecuali kaos kaki yang dimaksud. Langsung saja ia menghubungi kekasihnya melalui iMessage. Namun gagal, sebab ia telah diblokir oleh Osamu.

“sun, lo kenapa dah? tiba tiba diem gitu”, ujar Tetsurou. Tak biasanya Rintarou seperti ini. Biasanya ia paling berisik, petakilan, jahil, tak bisa diam. Maka, Tetsurou yang heran berusaha melirik ponsel Rintarou.

Kedua manik kelam milik Tetsurou melebar, terkejut dengan apa yang baru saja dilihatnya.

“woi! tweet osamu!”, refleks ia berteriak. Atau lebih tepatnya memberi perintah agar teman-teman yang lain tidak ketinggalan ‘konten’ nikmat.

“anjing! adek gue ini!”, umpat Atsumu. Terkejut batin melihat kelaluan adik kembarnya. Belum lagi ia melihat teman-temannya yang heboh berkata tak senonoh.

“gue jadi mau cobain osamu dah”, ucap Yuuji memancing pertengkaran dengan Rintarou. Kesadaran Rintarou kembali saat ia mendengar ucapan Yuuji ingin ‘mencoba’ Osamu. Tentu ia tak setuju. Osamu miliknya.

“gue tonjok lo ya, bangsat”. Wajah Rintarou menegang, seiring dengan tangannya mengepal. Dengan cepat jemarinya mengetuk fitur pesan pada akun twitter milik Osamu. Melontarkan kata-kata kasar pada kekasihnya sebab ia kerap menunjukkan perlawanan.

Hingga balasan terakhir dari Osamu, ia bangkit berdiri. “gue cabut duluan”, ucapnya sembari merapikan barang bawaannya.

“cie, cie. mau ngewe ya?”, goda Suguru. Temannya yang lain pun ikut menyoraki dirinya dengan kata ‘cie’.

“sun, adek gue jangan dirusakin”, Atsumu mengingatkan. Pasalnya, setiap keduanya baru saja melakukan maksiat, Osamu sering mengeluh sakit dan berkata, “Rin mainnya kasar”

Rintarou hanya tersenyum tipis lalu berkata, “ga janji ya”. Kemudian ia melangkah menjauh dari kerumunan pria yang sibuk menyoraki dirinya.

Osamu Miya. Pria ini selalu saja memancing Rintarou disaat yang tak tepat. Entah itu saat ia sedang bermain, atau kerja sambilan. Osamu Miya, pria dengan sejuta hasrat yang tak pernah habis. Pria yang kecanduan akan Rintarou, begitu pun sebaliknya. Rintarou pun merasa Osamu bagai opium bagi dirinya. Tak bisa ia lepas jauh, bersifat adiktif dan buat dirinya melayang.

Jarak tempat berkumpulnya Rintarou dan teman-temannya tak begitu jauh dengan kediaman Miya. Hingga tak butuh waktu yang cukup lama bagi Rintarou untuk menjangkau kediaman kekasihnya.

Disinilah ia berada, di hadapan pagar besar nan kokoh. Berkali-kali ia menekan bel di depan rumah, namun tak kunjung diberi akses masuk. Semakin gencar ia menekan tombol kecil yang melekat pada dinding dengan tempo cepat, barulah ia dapatkan sosok Osamu dengan selembar kaos berukuran kebesaran yang membungkus dirinya. Tak lupa kaos kaki baru miliknya yang dilindungi dengan sandal bulu miliknya juga.

“waduh, lonte mau jual badannya disini?”, sindir Rintarou. Bukan tanpa alasan ia berkta demikian. Melainkan karena milik Osamu yang sedikit berlendir mengintip sesekali dari balik kaosnya.

Osamu pun tak ingin kalah, ia dengan senyum menggoda pun menjawab, “kamu mau main disini?”

Rintarou menggelengkan kepala tanda tak percaya. Memang Osamu sudah gila. “dasar lonte gila”, ejek Rintarou.

Osamu tertawa mendengarnya, lalu mendekat ke arah Rintarou. Mengalungkan kedua lengannya pada leher Rintarou. Menggesek kelamin keduanya, bahkan sesekali menekan. Kini wajah Rintarou semakin menegang.

“walah, baru gini aja udah ngaceng”, sindir Osamu. Raut wajah Rintarou berubah. Tersirat sedikit rasa tak suka, namun lebih dominan wajah jahil.

“nanti dientot nangis”

Osamu tertawa mendengarnya. Lalu kembali menjawab, “iya, nangis keenakan”.

Setelahnya, Osamu menarik tangan Rintarou agar memasuki halaman kediaman Miya. Mengunci pagar sebagai bentuk antisipasi orang lain masuk tanpa izin. Akan tetapi, sebelum Osamu selesai mengunci pagar, kedua lengan Rintarou sudah berada melingkar pada pinggangnya.

“Sam, disini aja ya?”

Pupil mata Osamu melebar, terkejut akan ucapan Rintarou. Senyum tipis terlukis pada wajahnya, ia sangat setuju sebenarnya. Tetapi akal warasnya masih berfungsi. Ia tak mau ketahuan berhubungan intim dengan seseorang di tempat yang cukup terbuka.

Bagaimana kalau tetangganya melihat? Bagaimana kalau ada anak kecil yang iseng mengintip? Bagaimana kalau orang tuanya pulang secara mendadak?

Maka ia menggeleng kuat kemudian berkata, “sinting. gak dulu”.

Rintarou mendecih, kemudian melepaskan pelukannya pada Osamu. Berjalan masuk ke dalam rumah keluarga Miya tersebut. Tak lama, Osamu menyusul. Menuntun Rintarou menuju kamarnya, ruangan yang selalu menjadi saksi bisu hubungan keduanya.

Tepat saat memasuki ruangan persegi berukuran 4 x 4, atmosfer di antara keduanya berubah. Osamu yang sedari tadi menggoda Rintarou berubah menjadi kucing penurut. Begitu pula dengan Rintarou yang tadinya cuek, berubah menjadi sosok yang dominan tak ingin dibantah.

“Osamu”, panggil Rintarou. Yang dipanggil hanya menoleh dengan tatapan seakan berkata 'apa?'.

Rintarou masuk lebih dahulu, duduk di tepi kasur milik Osamu. Jemarinya terangkat, kemudian bergerak memberi isyarat agar Osamu menghampirinya. Osamu mengerti. Ia berjalan atau lebih tepatnya merangkak menuju Rintarou.

“pinter banget. mau dikasih apa?”, tanya Rintarou.

Senyum Osamu merekah. Kepalanya tergerak menuju celah di antara kedua paha Rintarou. Mencium benda yang berada disana.

“tapi, tadi kelakuannya nakal banget. haus banget ya?”

Osamu menggeleng di sela kegiatannya. Rintarou menarik kepala Osamu agar menjauh. Tatapan Osamu penuh akan rasa lapar. Berkali-kali Rintarou merendahkan dirinya, namun tak menyurutkan gairahnya.

“samu cuma mau nunjukin kaos kaki aja kok”

Rintarou mendecih, “pamerin kaos kaki sekalian jual diri?”

“itu kalo dapet yang gede”

“sinting. sini”, perintah Rintarou sambil menepuk pahanya. Osamu menurut, ia naik ke pangkuan Rintarou. Telungkup di atas pangkuannya, Rintarou tak lakukan apa apa selain mengusap dua bongkahan daging kenyal nan mulus.

Osamu mulai tak sabar, ia menggesekkan miliknya dengan paha Rintarou. Melirik Rintarou penuh damba.

“lonte nakal harusnya dihukum kan?”

Rintarou mengelus beberapa kali putaran pada pipi tebal bagian bawah Osamu, bahkan sesekali mencengkram kuat. Osamu keluarkan desahan dan lenguhan tertahan khas dirinya.

“aw!” Satu tamparan yang tak terlalu keras mendarat pada permukaan kulit halus Osamu. Ia berikan tatapan tak terima kepada si pelaku yang dibalas dengan wajah datar.

“hitung”, titah Rintarou tak ingin dibantah. Osamu ajukan tatapan protesnya. Baru saja ia ingin keluarkan argumennya, kembali tangan Rintarou menyapa permukaan kulitnya. Kali ini lebih kuat.

“mmh.. satu..” Osamu menggigit bibir bawahnya. Meredam desahannya tiap kali Rintarou melayangkan telapak tangannya.

Bercak merah dengan pola menyerupai telapak tangan lebar Rintarou menghiasi kulit putih Osamu. Perih ia rasakan, namun di samping itu semua terdapat nikmat yang membuncah.

“rinn..udaah..saakit-AH!” Tamparan Osamu semakin kuat, Osamu tak sanggup lagi. Ia ingin berhenti. Beberapa kali ia lupa menghitung sesuai perintah Rintarou, dan tiap kali ia lupa juga Rintarou akan mencengkram, meremat, lalu beri tamparan yang lebih kuat bertubi-tubi. Lagi, Osamu lupa menghitung. Sebab ia mengeluarkan tangisnya dalam diam agar Rintarou tak marah

“emangnya gue ada bilang lo boleh berhenti ngitung ya?”

Jantung Osamu berpacu bagai sedang lari marathon. Sial, bagaimana bisa ia lupa menghitung. Kalau sudah begini pasti Rintarou tak ada ampun padanya. Wajah Osamu memucat, pikirannya berkelana mencari jawaban yang tepat.

Rintarou sudah gundah menunggu jawaban Osamu. Ia remat bongkahan daging yang sudah merah itu. “jawab, Osamu Miya”

Osamu alihkan wajahnya ke arah Rintarou. “rin, udah ya? sakit banget..” Osamu menjawab dengan nada pelan tak bersemangat.

Namun Rintarou tetaplah Rintarou. Ia seakan tuli, tak mendengar jawaban Osamu. Jemarinya kini bergerak menyapa pintu masuk lubang senggama milik Osamu.

“udahan? Kan tadi gue bilang kalo gue bakalan entot lobang sempit seret lo ini sampe mentok. gue bakalan hantem kontol gue sampe nyembul ke perut lo.”

Osamu bergidik takut mendengarnya. Harusnya ia ingat kalau Rintarou tak pernah main-main dengan ucapannya. Suasana keduanya hening. Tetapi jari Rintarou tetap bergerak liar. Bahkan sesekali dengan sengaja mengenai dua bola yang menggantung milik Osamu.

“tapi rin, aku kan cuma becanda..”

Rintarou mencubit gemas cincin rektum milik Osamu, buat Osamu merintih bahkan setengah menjerit. Berulang kali ia lakukan, hingga Osamu menangis meraung-raung.

“rin.. udah.. udah.. aku cuma mau nunjukin kaos kaki, beneran.”, ucap Osamu di sela tangisnya. Akan tetapi Rintarou tetap acuh, bahkan kini jarinya sudah menerobos masuk lubang sempit Osamu. Menarik keluar, lalu masuk lagi. Osamu sendiri sudah berada pada puncak kenikmatan. Tak lagi ia minta berhenti, tetapi terus meraung, melenguh, menjerit akibat mabuk akan nikmat duniawi.

“nangis, nangis aja terus. belum juga dientot”

Tentu Osamu mengikuti kata-kata Rintarou. Ia menangis semakin kuat. Tangannya mencengkram erat seprai putih yang menjadi alas. Sesekali cairan putih miliknya keluar sedikit demi sedikit tiap Rintarou mencubit cincin rektum miliknya.

“enak?”, tanya Rintarou. Osamu mengangguk lemas sebagai jawabannya. Terbaring lemas tak bertenaga. Rintarou tertawa meremehkan. Lagi, ia cubit cincin rektum Osamu. Buat Osamu menggelinjang dalam baringnya.

“baru juga gini”, ucap Rintarou menampar sekali lagi bongkahan daging kenyal Osamu. Setelahnya, ia arahkan tubuh Osamu berbalik arah menghadap dirinya. Tuntun Osamu mengambil posisi duduk bersimpuh di atas kasur.

“haa.. rin mau ngapain lagi..”

Rintarou diam membisu. Sibuk melepaskan pakaiannya satu per satu, kemudian memerintah Osamu agar mendekat ke arahnya, lalu mengeluarkan perintah lainnya.

“buka mulutnya” Osamu menurut. Ia membuka mulutnya lebar-lebar hingga seisi rongga mulutnya dapat terlihat. Rintarou memasukkan batang kejantanan miliknya yang belum sepenuhnya berdiri ke dalam rongga mulut Osamu.

Netra Osamu melebar. Terkejut atas serangan tiba-tiba dari Rintarou. Hampir ia tersedak bila tak sigap menarik mundur kepalanya. Pipinya menirus mengapit milik Rintarou dalamnya. Alih-alih merasa lega, ia merasa sesak. Akibat ulah Rintarou yang memegang erat, bahkan sedikit menjambak Osamu. Mengarahkan kepala Osamu bergerak sesuai kemauannya.

“mmh.. hff”, begitulah suara yang dikeluarkan oleh Osamu selama beberapa waktu lamanya. Tak jarang ia meremat paha maupun pinggang Rintarou meminta agar dipelankan temponya. Terkadang Rintarou ikuti kemauannya, terkadang tidak.

Sesekali jemari Osamu bergerak mengejar friksi yang didambakan. Entah itu membelai miliknya yang di depan, maupun di belakang. Bahkan Osamu mencoba melakukan seperti yang Rintarou buat.

“aduh, samu. mulut lo enak banget kayak memek. uhh..” Gerakan pinggang Rintarou tak bertempo. Melesak liar ke dalam rongga mulut Osamu, buat si empu berantakan tak karuan.

Bulir air sebening kristal mengalir membasahi pipi Osamu. Lelah dan pegal ia rasakan di seluruh otot wajahnya. Saliva beserta cairan pra-ejakulasi miliknya dan Rintarou bercampur menjadi satu. Basahi dagu hingga leher Osamu.

Telapak kaki Rintarou bergerak menuju belah kaki Osamu. Mendarat pada apa yang berada di sana. Sesekali pijakannya tak berperasaan, terlalu kuat hingga buat Osamu menjerit dalam kulumannya.

“kenapa? capek?” Osamu menggeleng kuat. Stamina Rintarou bukan main, berapa menit sudah berjalan, namun lahar putihnya tak kunjung keluar. Sedangkan Osamu sudah mengeluarkan sedikit demi sedikit cairannya.

Osamu rasakan hangat pada milik Rintarou yang berada dalam mulutnya. Saat ia ingin mempercepat kulumannya, Rintarou tarik keluar kejantanannya dari mulut Osamu. Jemarinya bergerak mengurut miliknya sendiri tepat ke arah wajah Osamu. Sedangkan Osamu bagai menantikan pelepasan Rintarou, lidahnya ia julurkan keluar seolah memberi instruksi ‘keluarlah, datang padaku’.

Entah kapan pelepasan Rintarou mulai keluar, namun sekarang Osamu bisa rasakan cairan hangat lagi kental berwarna putih yang tercium sedikit amis mengenai wajahnya. Sebagian jatuh tepat pada organ tak bertulang milik Osamu yang terjulur. Sebagian jatuh mengenai surai abu pekat Osamu.

Rintarou menarik dagu Osamu agar menengadah, menatap netra sekelam langit malam Osamu. “mirip bintang bokep, sam”

Osamu tersenyum miring mendengarnya, tentu ia sudah biasa mendengar hal seperti ini. Baginya itu semua terasa sebagai pujian. “mau sekalian bikin bokep gak? mumpung bintangnya lagi disini”

Rintarou melepaskan tangannya dari dagu Osamu. Beranjak dari kasur untuk meraih sabuk kulit berwarna hitam miliknya yang tergeletak asal di lantai. Membentuk pola seukuran dengan pergelangan tangan Osamu, lalu mengikatnya erat.

“ngomong lagi kalo lo bintang bokep. ngomong lagi kalo lo itu lonte”, perintah Rintarou. Kali ini Osamu enggan menurutinya. Ia memilih untuk bungkam dan mengalihkan tatapannya dari manik zamrud Rintarou.

Rintarou cukup terkejut. Biasanya, Osamu tak mau mengacuhkan apapun yang diperintahkannya. Terkejut namun ia suka. Ia suka melihat Osamu melawan seperti ini.

Setelahnya, jemari Rintarou bergerak menuju milik Osamu di bawahnya. Meremat kuat hingga mata Osamu memutih. Jemari Osamu menarik seprai putih alasnya, mulutnya terbuka lebar sebab tak sanggup keluarkan lantunan nada indahnya.

“emang kenapa kalo ga ngomong gitu?”, susah payah Osamu menyelesaikan tanyanya. Rintarou berhenti meremas miliknya, namun jemarinya tak beranjak dari bawah sana. Raut wajah Rintarou berubah, terlihat seperti sedang berpikir keras. “kalo lo ga mau bilang, gue bakalan entot lo keras-keras sampe lo sendiri yang bilang gitu”

Osamu tersenyum. Akhirnya, ia akan segera merasakan lubang kecilnya dihantam oleh Rintarou.

Tangan Osamu bergerak ke bawah. Jemarinya tergerak untuk meregangkan pintu masuk lubang kecil miliknya. Wajahnya tersenyum penuh kemenangan. Kemudian ia berkata, “ya udah. gue ga bakal bilang gitu sampe lo sendiri yang buat gue teriak bilang gitu”

Rintarou merasa seperti ditantang balapan liar dengan hadiah besar. Dengan segera ia mengurung Osamu dalam kungkungannya. Samar-samar ia dengar Osamu berkata sesuatu sebelum memulai.

“fuck me harder until I can’t walk, rin”

Rintarou mengigit pipi tebal Osamu. Menjilat daun telinga Osamu, lidahnya menjelajah tiap lekuk telinga Osamu. Termasuk bagian belakang telinganya. Bahkan sesekali ia membuat bercak keunguan juga bekas gigitan di sepanjang leher dan juga bahunya.

Lidahnya bergerilya menyusuri tiap lekuk tubuh indah Osamu. Buat si empu melengkungkan tubuhnya dan gigit bibir bawahnya untuk bungkam.

Kini Rintarou berhenti. Berhenti bergerak liar di atas Osamu. Osamu beranikan untuk buka matanya, ditangkapnya figur Rintarou tengah membuka bungkus kondom.

“rin.. aku ga punya lubrikan”, rintih Osamu. Rintarou terkejut? tentu tidak. Sudah sering ia dengar Osamu berkata demikian. Untuk seorang yang sering berhubungan intim, seharusnya Osamu menyiapkan pelumas seperti itu. Namun sepertinya ia enggan melakukannya. Osamu menunggu jawabannya, namun hanya hening yang ia temui.

Rintarou kembali bergerak setelah berdiam diri untuk sesaat. Wajahnya mendekat pada pintu masuk lubang senggama Osamu. Beberapa kali menggigit serta tinggalkan bercak keunguan pada sela paha tebal Osamu.

Osamu mulai menggelinjang saat ia rasakan jari serta satu organ tak bertulang lainnya menggoda cincin rektumnya dari luar.

Rintarou penyebabnya, ia memasukkan jarinya serta lidahnya berganti gantian menusuk lubang Osamu. Jijik? tidak, sebab ia yakin Osamu itu orang yang bersih.

Dua digit jari Rintarou melesak masuk ke dalam Osamu. Bergerak perlahan sembari membuat ruang agar dua digit jarinya yang lain dapat masuk.

Lidah panjang yang bergerak liar sedari tadi sudah usai tugasnya, digantikan dengan empat digit jari Rintarou dalamnya. Mengerucut agar keempatnya dapat melesak masuk dan menciptakan ruang. Osamu melenguh, menjerit antara kesakitan dengan nikmat. Punggungnya melengkung indah dengan peluh sebagai aksesoris.

Ia sudahi kegiatannya setelah dirasa pintu masuk Osamu meregang. Ia kumpulkan banyak saliva di ujung bibirnya, lalu keluarkan tepat di cincin rektum Osamu. Ia terkejut, diperlakukan seperti ini buat dirinya benar-benar rendahan.

“apa? ga seneng? maunya masuk kasar aja?” Lagi, Osamu menggeleng kuat. Ia tau persis seperti apa Rintarou jika melakukannya dengan kasar.

Lagi, jemari Rintarou menekan agar gumpalan putih penuh bui yang baru saja ia keluarkan masuk. Kemudian ia keluarkan kembali.

Kini, kepala kejantanan Rintarou tengah menyapa pintu rektum Osamu. Bergerak menggoda dengan sensual dan perlahan. Osamu bergerak gelisah. Ia tak tahan dengan stimulasi seperti ini.

“rin, masukin.. gatel ini”, ucap Osamu dengan lirih dan tatapan sayu yang memabukkan.

“hm? gatel? apa yang gatel?”

Sungguh, Osamu benci Rintarou yang seperti ini. Ingatkan dia untuk memukulnya nanti. Osamu mengeluarkan napasnya dengan kasar. Matanya terpejam, sebelum bibirnya yang terkatup rapat kembali terbuka.

“gatel. lobang aku yang ini gatel, maunya digaruk pake kontol gede rin”

“mau digaruk kayak gini?”

Sesaat setelahnya, Kejantanan keras milik Rintarou melesak masuk tanpa aba-aba. Bergerak liar bahkan sebelum Osamu menyesuaikan dengan milik Rintarou yang terlalu besar baginya. Berkali-kali ia meminta agar Rintarou memelankan temponya, namun seakan tuli Rintarou tak menggubris semua rintihan bahkan tangisan Osamu.

“rin.. rin.. udah.. ga kuat.. sakit”, Osamu menjerit. Tangisannya meraung-raung mengisi seluruh ruangan. Tetap saja Rintarou tak peduli. Dinding rektum Osamu yang menjepit miliknya dengan erat buat ia lupa dengan dunia. Mabuk akan ekstasi, lupa akan sekelilingnya.

“kok nangis lagi? enak?”

Rintarou memelankan gerakannya, merasa kasihan dengan wajah Osamu yang sudah porak-poranda. Osamu terkulai lemas, napasnya tersenggal-senggal akibat diguncang terlalu kasar dan tak manusiawi oleh pria keji di hadapannya.

Tangisannya masih belum berhenti, padahal Rintarou sudah tak bergerak liar maupun lambat. Osamu yang menangis sesenggukan buat hati kecil Rintarou mencelos. Sakit ia rasa sebab tak ingin melihat pria yang disayanginya menangis, apalagi karena dirinya.

Rintaro mengusap bahu Osamu penuh kasih, mengecupnya sesekali salurkan kehangatan. Mengusap kepala Osamu guna menenangkan dan juga beri afeksi.

“ssh.. udah ya sam, maaf kalo gue kelewat batas” Rintarou mengecup bibir Osamu berkali-kali. Bahkan kini sudah merambat ke seluruh wajah Osamu, buat yang dikecup terkekeh kecil akibat geli juga senang.

Osamu menangkup pipi Rintarou dengan kedua tangannya yang terikat, mengusap pipi Rintarou penuh kasih. Andai saja Rintarou sadar kalau dalam setiap tatapan netra Osamu tersirat rasa sayang yang begitu besar.

“gapapa kok, rin. habis ini jangan kasar banget kayak tadi ya?” Rintarou mengangguk pelan. Mengecup kening Osamu, lalu menarik kedua tangan Osamu yang tadi menangkup wajah tirusnya.

Menahan kedua tangan yang terikat ke atas kepala si empu. Osamu tak marah, sebab kini Rintarou sedang mengecup setiap inci tangan Osamu. Tak setitik pun ia lewatkan hingga berhenti pada bahu Osamu. Barulah ia tatap manik gelap Osamu, tersenyum sekilas lalu mulai menggerakkan pinggulnya.

Pelan, lambat juga lembut. Osamu sempat terbuai oleh lembutnya gerakan Rintarou, hingga ia lupa kalau Rintarou tak mungkin bersikap lembut terlalu lama.

“rin, makin gatel”

“terus kalau makin gatel, maunya apa?”

Pinggul Osamu bergerak gelisah. Meliuk ke kanan dan kiri mencari friksi bagi dirinya sendiri. Memperdalam batang Rintarou agar menusuknya lebih dalam.

“maunya digaruk. digaruk pake kontolnya rin, kasar, sampe mau pingsan”

Rintarou senyum melihatnya. Melihat betapa binalnya Osamu jika ia sudah dimabuk euforia. Maka, ia pun bergerak dengan cepat, keras, kembali menjadi pria keji yang menyerang Osamu dengan berbagai gerakan liar nan buas.

Osamu tak kuasa menahan semua jeritan juga lenguhannya. Nada-nada indah berupa desahan, lenguhan, jeritan bercampur menjadi satu. Menghasilkan sebuah musik yang terlalu indah untuk dinikmati oleh seorang pendosa seperti Rintarou.

Lantunan nada indah Osamu sangat adiktif di pendengaran Rintarou. Mendengung dengan indahnya, buat ia dimabuk kepayang, Tak kuasa untuk menahan geraknya agar tak menyerang Osamu tanpa perasaan.

“sam, lobang lo ketat banget kayak memek lonte. hhh, ga kuat gue”

Setelahnya kedua manik Osamu melebar, jari kakinya yang melayang dengan bebas menekuk karena terlalu menikmati ekstasi yang membuat ia melayang. Pinggul Rintarou bergerak dengan buas dan tanpa tempo. Menghantam tepat di titik kenikmatan Osamu berkali-kali.

Tangan Rintarou yang bebas bergerak menuju perut Osamu. Menerka sampai mana kejantannya berada. Sesaat setelah ditemukan olehnya, Ia menekan titik tersebut. Berhasil buat Osamu melolong penuh nikmat.

“gila, kontol gue beneran sampe sini” Rintarou terus menekan titik dimana miliknya berada tanpa mengurangi tempo pinggulnya. Lagi, netra Osamu memutih. Ia terlalu menikmati candu yang diberikan Rintarou. Kejantannya mulai memanas, hendak mengeluarkan semen. Rintarou menyadarinya dan memelankan geraknya, menggoda Osamu agar mendamba, meminta yang lebih darinya.

“sam, tadi lo bilang bakal ngaku lo lonte kalo gue entot keras gini kan? sampe lo ga bisa jalan. ga mau bilang sekarang aja? ntar keburu pingsan”

Semburat merah menjalar di sekitar wajah Osamu. Bagaimana ia bisa lupa dengan kalimat memalukan itu.

“say it, sam. atau kita berhenti sampe sini”

Tentu Osamu tak mau. Maka dari itu ia putuskan untuk menelan gengsi juga harga dirinya. Meneguk liurnya sendiri dengan kasar guna membasahi tenggorokannya yang sedari tadi meraung-raung hingga kering.

“samu.. samu itu lonte. samu itu bintang bokep. samu itu lontenya rin. samu laper sama kontol, maunya kontol rin doang tapinya.” Osamu mengucapkan seluruh kalimat tersebut dengan satu tarikan napas. Matanya terpejam sebab ia menahan malu. Kelopak matanya perlahan terbuka karena Rintarou tak kunjung merespon.

“rin? udahkan? sekarang gerakin, rin. buruaan” rengekan Osamu semakin menjadi. Pinggulnya terus bergerak liar, kedua kakinya yang melayang ia lingkarkan dengan erat pada pinggang Rintarou. Membujuk pria itu agar mau bergerak. Namun semua usahanya tersebut sia-sia. Rintarou tak bergeming.

“capek ah, lo gerak sendiri aja lah. yang haus kontol kan lo, bukan gue”

Osamu merenggut. Rintarou ini sungguh menguji kesabarannya. Osamu mengecup sekilas bibir mungil milik Rintarou. Menghembuskan napasnya kasar.

“ya udah, aku yang gerak”

Rintarou senyum penuh kemenangan. Ia bergerak membalik posisinya agar Osamu berada di atasnya. Langsung saja ia masukkan kembali miliknya ke dalam lubang senggama milik Osamu yang dibalas dengan tatapan mendelik dari si empu. Tangan Osamu yang terikat sabuk kulit disampirkan pada bahu kokoh Rintarou guna menopang tubuhnya.

Osamu yang sedari tadi mencari friksi langsung bergerak dengan kemauannya. Tempo tak beraturan, juga tumpuannya yang mudah goyah buat ia kelimpungan demi menggapai friksi yang dicari.

“rin-ah.. capek.. licin ininya” Yang dimaksud Osamu itu kaos kaki yang ia pamerkan tadi. Belum ada dilepaskan sedari tadi, padahal kaos kaki tersebut yang menyebabkan keduanya merasakan nikmat dunia ini.

“hadeh, sam. baru juga gerak bentar. ya udah, tahan gitu”, Rintarou memegang kedua paha tebal berotot milik Osamu. Menahannya agar tetap dalam posisi tanggung. Kemudia bergerak memompa cepat.

Kalau boleh jujur, Rintarou sangat suka posisi seperti ini sebab ia bisa memasukkan seluruh miliknya tanpa kendala. Berbeda halnya dengan Osamu, posisi ini cepat membuatnya lelah.

Rintarou menggerakkan miliknya dengan cepat, menghantam titik nikmat milik Osamu berkali-kali. Osamu menggelinjang menikmati euforia yang diberi. Pupil matanya memutar, menyisakan putihnya saja. Lidahnya yang tak begitu panjang ia julurkan keluar, desahan serta lolongan nikmat ia keluarkan.

Suara decakan kulit saling menampar terdengar, tak kalah kuat dengan desahan Osamu.

“rin, rin, buruan. mau ini”

Mendengarnya, Rintarou yang tadinya sempat memelankan manuvernya, kembali bergerak liar. Osamu hanya mampu menjerit menikmati. Rasa pegal dan lelah akibat menahan bobotnya pun ia lupakan.

Osamu menyebutkan nama Rintarou bagai sebuah lagu. Desahan serta lenguhan sebagai pengiringnya, sedangkan nama Rintarou sebagai liriknya. Penis yang berdiri tanpa tersentuh milik Osamu mulai memerah, memanas, bahkan membengkak. Cairan pre-cum miliknya keluar.

Osamu tak lagi menahan bobotnya sendiri. Kini, pinggulnya ikut bergerak naik turun. Jika Rintarou bergerak naik, Osamu akan turun, begitu sebaliknya, Mereka lakukan berulang-ulang hingga Rintarou mulai mengerang.

“woi lonte, peju gue mau ditumpahin dimana ini?”

Osamu tampak berpikir sejenak. Lalu memutuskan untuk menjawab, “di muka aku”. Diikuti dengan kerlingan nakal yang ditujukan pada Rintarou.

Rintarou pun mengangkat Osamu, mengatur posisi Osamu agar bersimpuh di atas kasur. Batang kejantanan milik Rintarou yang sudah membengkak diberi afeksi agar segera mengeluarkan caira cintanya. Rintarou mengejar friksinya sendiri, demikian dengan Osamu.

Rintarou mendekatkan kepala Osamu sebagai pertanda bahwa pelepasannya semakin dekat. Lidah Osamu terjulur keluar tatkala pelepasan Rintarou keluar pada wajah Osamu. Osamu juga mempercepat kocokannya sendiri. Hingga akhirnya pelepasan keduanya keluar secara bersamaan.

“haa..ha.. cantik, sam. lo cantik banget, kayak bintang bokep beneran mandi peju gini” Osamu menjilat sperma Rintarou yang berada pada sudut bibirnya. Jemarinya bergerak mencolek sperma miliknya yang berada di kasur.

“rin, mau lagi, kan belum sampe ga bisa jalan, belum sampe pingsan”

Manik zamrud Rintarou melebar, “oh? mau sampe pingsan rupanya. ya udah ayo”

Dan lagi, hal maksiat itu mereka lakukan sampai Osamu kehabisan suaranya. Sampai kaki Osamu tak sanggup untuk sekadar berdiri. Sampai Osamu hilang kesadaran.