Greedy

Osamu Miya x Rintarou Suna

3k words. NSFW. Explicit Sexual Content. M/M pairing. Blow job. Orgasm Denial (tapi dikit). Anal Sex. Degrading. Breeding kink. Profanity. Praising. Mentioning using local porn words.


Sinar sang surya sedang tingi-tingginya kala Osamu sedang duduk di depan meja jati dengan berbagai kertas di hadapannya. Bahkan di akhir minggu yang seharusnya dipakai beristirahat pun Osamu tetap disibukkan oleh pekerjaannya.

Rintarou, kekasihnya, yang sedang berkunjung pun diacuhkan. Pria dengan surai cokelat tersebut tak henti-hentinya mendengus kesal, ia jauh-jauh datang dari perantauannya tetapi kekasihnya masih saja sibuk sendiri.

“samuu” Rintarou berjalan menuju tempat dimana Osamu sibuk berkutat dengan kertas hitungannya.

Osamu menoleh ketika mendengar suara Rintarou semakin dekat. Memutar kursinya agar dapat menyambut Rintarou yang langsung menghambur dalam pangkuannya. Rintarou menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Osamu, mengais aroma khas Osamu layaknya oksigen.

“kenapa rin?”, tanya Osamu sembari mengelus permukaan punggung bidang Rintarou. Baru ia sadari Rintarou hanya mengenakan selembar lateks tipis yang didominasi renda halus berwarna putih.

Astaga, sesibuk apa Osamu sampai mengabaikan pemandangan indah seperti ini. Rintarou sadar sebagian besar atensi Osamu sudah beralih pada dirinya–atau mungkin tubuhnya. Namun tetap saja Osamu masih berusaha konsentrasi pada pekerjaannya menghitung profit, dan laporan keuangan lainnya.

“samu, ih!” Rintarou memukul bahu kokoh Osamu. Kesal diabaikan eksistensinya, ia mulai bergerak sesukanya. Baik itu jemari panjang, pinggul, maupun kedua kaki jenjangnya.

“iya, kenapa sayang” Osamu memang merespon dengan baik. Bahkan tangan kirinya sudah berada di atas paha putih nan mulus milik Rintarou. Mengusap pelan, bahkan sesekali meremat atau menarik renda putih yang senantiasa melingkar manis pada pahanya.

Rintarou menangkup kedua pipi berisi milik Osamu, memberi kecupan kecil tepat pada bibir ranumnya. “samu jangan kerja terus”

Osamu terkekeh, kekasihnya ini terkadang bisa bersikap dewasa kadang juga manja seperti anak berumur lima tahun. Rintarou menghujani wajah Osamu dengan kecupan ringan. Sedangkan Osamu mengeratkan pelukannya pada tubuh besar di pangkuannya.

“kalau ga kerja mau ngapain?”

“mau bikin dedek sama samu”, begitu jawab Rintarou. Terdengar lucu, tanpa nada yang dibuat-dibuat. Sebab Rintarou memang lucu.

Osamu mulai menjalankan kecupan ringan yang semula berada pada bahu Rintarou hingga ke leher jenjang Rintarou. Meninggalkan jejak keunguan dan beberapa gigitan yang berhasil buat si submisif mengerang menahan sakit dan juga nikmat.

Osamu tampak bangga dengan hasil pekerjaannya pada tubuh Rintarou, sedangkan kertas pembukuan juga lembar bukti transaksi di atas meja diabaikannya. Memilih memedulikan entitas salah seorang makhluk indah di pangkuannya daripada angka yang memuakkan.

Rintarou merasa menang, menang dari laporan keuangan sialan yang selalu berhasil membuat Osamu mengabaikan entitas dirinya. Kini Osamu memanjakan dirinya dengan mengusap pucuk dadanya dibalik renda tipis, membuat bulunya meremang.

Sesekali, Osamu tarik pucuk dada Rintarou dengan dua jarinya. Terkadang ditarik dengan gigi, pelan memang tapi Rintarou yang sangat sensitif di bagian dada merasakan pucuk dadanya menegang. Matanya terpejam, melenguh merasakan nikmat.

“samu, jangan digigit!”

Namun terlambat. Osamu semakin kuat menggigit pucuk dadanya, sebelah tangannya tergerak untuk memelintir pucuk dada sebelah kanan. Rintarou merasakan nikmat yang sangat tinggi, hingga ia tak sanggup menahan salivanya untuk tidak keluar.

“nguuhh, samu!”

Osamu mendekatkan wajahnya pada daun telinga Rintarou, sedikit menjulurkan lidahnya untuk menjilat bagian tersebut. Dengan nada sensual ia berbisik namun dipenuhi intonasi yang dominan, “tahan dulu, lonte”

Direndahkan bagai penjaja kelamin tak menyurutkan gairah Rintarou, justru ia semakin berani bergerak dan mengeluarkan kalimat balasan yang seduktif.

“siapa yang jarang belai aku?”, begitu ucap Rintarou bersamaan dengan pinggulnya yang bergerak menghentak di atas pangkuan Osamu.

Cengkramannya pada bahu Osamu semakin kuat hingga kukunya memutih. Menahan segala stimulasi yang diberikan Rintarou, Osamu menyingkirkan seluruh kertas juga buku dan berbagai alat tulis di atas meja.

Beberapa jatuh ke sembarang arah, namun diacuhkan oleh Osamu. Dengan hati-hati ia mengangkat Rintarou ke atas meja, menidurkan Rintarou dengan perlahan seakan ia adalah boneka langka yang rapuh.

Osamu tersenyum manis melihat pujaan hatinya dengan wajah pasrah berantakan. Wajah Osamu bergerak turun dengan lidah yang lihai menjelajah setiap inci pahatan indah pada tubuh Rintarou.

“aduh, rin. kok ini jadi longgar ya, lo sering colmek?”, tanya Osamu saat dua digit jarinya bergerak masuk menyapa cincin rektumnya Rintarou.

Rintarou menggeleng kuat, sebab kalau ia jujur nanti Osamu batal memakannya. Sebaliknya, kalau Rintarou berbohong Osamu akan bermain kasar–seperti kesukaannya.

Osamu tak akan segan-segan mengucapkan kata-kata merendahkan, bahkan tak menggunakan lagi perasaannya kalau ia mendapati Rintarou berbohong.

Rintarou terlalu larut dalam pikirannya, hingga tak sadar bahwa jemari Osamu sudah keluar masuk dengan kasar sedari tadi.

“bohong ya”

Osamu menekan tepat pada titik prostat Rintarou, hingga kedua manik mata Rintarou melebar. Melenguh dengan begitu indah, bahkan lidahnya ikut terjulur.

“ye, lonte ditanya malah jerit.” Lagi, Osamu melakukan perbuatan yang sama hingga Rintarou mencapai putihnya.

Kini lingerie tipis yang membungkus tubuh Rintarou sudah dipenuhi dengan cairan putih kental yang mengeluarkan aroma sedikit amis.

Bagai tak diberi waktu untuk istirahat, jemari Osamu kembali bergerak bahkan kali ini ia menambahkan satu digit lainnya. Rintarou yang baru saja mendapat pelepasannya terkejut, hingga secara tak sadar ia teriak, “ha-ah! samu!”

“makanya dijawab. sering colmek atau nggak?”

Rintarou dengan sifat keras kepalanya merupakan perpaduan yang buruk. Ia bersikukuh menggeleng kepalanya, tetap pada pendirian awalnya yaitu berbohong pada Osamu. Osamu tahu, ini semua hanya akal-akalan Rintarou agar ia disetubuhi dengan kasar.

“hadeh, lonte tukang boong gini enaknya diapain ya”

Wajah Rintarou terlihat panik, namun dalam paniknya tersebut terselip sebuah senyum kemenangan. Ingin sekali rasanya ia menjawab, ‘dihukum! dientot sampe pingsan, sampe hamil!’ Namun seluruh kata tersebut hanya berada pada benaknya saja, tak sanggup ia keluarkan karena terlalu lemas.

“maunya dihukum? dientot sampe pingsan ya kan? sampe hamil kalo bisa, kan?”

Rintarou mengangguk penuh antusias, Osamu tersenyum merendahkan.

“nggak.”

Kini wajah Rintarou murung, satu kata dari Osamu berhasil membuat ia hilang semangat. Ia memutar akal bagaimana caranya agar Osamu mau menyetubuhi dirinya hingga batas yang ia mampu.

“ga mau kalo yang gerak itu aku” Osamu kembali duduk pada kursinya, menatap datar pada Rintarou yang sedang melebarkan kakinya di atas meja. Tampak sibuk dengan pikirannya sendiri hingga ia tak sadar Osamu memperhatikan tubuh juga posisinya yang tidak berubah.

“samu..” Rintarou menoleh mencari-cari figur lelaki yang tak kalah besar dengan dirinya. Betapa terkejutnya saat ia tak lagi mendapati sosok Osamu di hadapannya, malahan kini Osamu duduk tenang dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada.

“hm? udah mikirnya?”, tanya Osamu tetapi lebih menyindir Rintarou yang mengabaikan entitasnya. Rintarou menoleh, beranjak dari posisinya yang semula berbaring menjadi duduk.

Keduanya bersitatap beberapa menit, hingga Rintarou yang memutuskan kontak mata keduanya. Lagi, ia berpindah posisi hingga duduk di pangkuan Osamu. Melumat bibir ranum milik Osamu, berusaha mendominasi permainan.

Osamu mengabaikan lumatan ringan Rintarou, hingga si surai cokelat tersebut putus asa dan kembali menjauhkan wajahnya.

“aku yang gerak”

Senyum cerah langsung terbit di wajah Osamu, ia menyambar bibir tipis milik Rintarou. Beri lumatan, jilatan, hingga mengajak beradu lidah. Begitu agresif hingga mebuat bibir Rintarou bengkak memerah.

Liurnya menetes membuat aliran tersendiri pada dagu Rintarou. Kini, tatapan Osamu mengintimidasi. Menguasai sekujur tubuh Rintarou dengan aura dominan miliknya.

“good boy knows what he has to do, right?” Osamu bertanya sembari mengelus penuh sayang pucuk kepala Rintarou. Rintarou pun mengangguk penuh semangat, lalu menjawab “yes daddy!”

Setelahnya ia turun dari pangkuan Osamu, beralih duduk di bawah dengan posisi bersimpuh menghadap selangkangan Osamu. Pipinya bersemu kemerahan seperti menanti kebahagiaan terbesarnya.

Mendekatkan wajahnya pada apa yang terletak dibalik kain yang terlihat menyembul. Menghirup aromanya seakan lebih candu dari aroma apapun. Lidahnya terjulur menjilat gundukan tersebut, basahi celana kargo berwarna cokelat muda yang dipakai oleh Osamu.

“apaan jilatnya kok dari luar sih”

“ini tuh teknik teasing”

Rintarou kembali sibuk pada aktivitas sebelumnya, kedua tangannya bergerak melingkar pada karet yang melingkar pada pinggang keras Osamu. Menurunkannya perlahan namun tak semua terlihat.

Batang kemaluan Osamu yang besar lagi berurat pun terlihat menegak setelah celana diturunkan. Rintarou dengan semangat menepuk tangannya kemudian berkata, “yey, selamat makan!”

Sungguh, sebenarnya Osamu tak tahan melihat Rintarou dengan wajah cantiknya berada di bawahnya. Namun apalah daya bila Rintarou suka direndahkan, Osamu hanya bisa menurutinya saja.

Rintarou dengan lihai memanjakan kejantanan Osamu di bawah. Lidahnya tergerak menjilat bagai permen tangkai, jemarinya melingkar bergerak memompa. Bahkan sesekali lidahnya turun hingga kedua bola yang menggantung.

“lontenya samu makin pinter ya”, begitu puji Osamu. Rintarou dalam sela kulumannya mengangguk, seakan setuju jika dirinya semakin pintar dan lihai. Lidahnya menggoda pucuk kepala kejantanan Osamu, menjilat, melingkar, juga menusuk. Buat Osamu mabuk dalam euforia.

Erangan Osamu semakin kuat tiap kali jemari Rintarou meremat buah zakar juga menusuk lubang kecil pada pucuk batang miliknya. Jemari Rintarou lainnya ikut memanjakan seluruh milik Osamu, bergerak melingkar memompa tiada henti.

Osamu tak tahan, ia ingin meraih pelepasannya dengan segera. Maka, ia meraih kepala Rintarou menuntun gerakannya sesuai kehendaknya. Beberapa kali Rintarou tersedak, sebab tak jarang kejantanan Osamu menyentuh pangkal tenggorokan miliknya.

Rintarou menanamkan jarinya pada kedua paha tebal Osamu, menjadikan tumpuannya jika Osamu menggerakkan kepalanya tanpa tempo dan rasa kasihan.

Mata Rintarou memutih, sudah cukup kebas mulutnya bertahan terbuka dan dimasuki secara cepat seperti ini. Tubuhnya melemas, begitu pula pegangannya pada paha Osamu.

“hadeh, emang mulut lonte tuh beda ya. baru juga ngerojok mulutnya, tapi kayak ngentotin memek.”

Bagai dipuji, Rintarou mengetatkan hisapannya saat dirasa kejantanan Osamu mulai memanas. Sebentar lagi Osamu akan mencapai pelepasannya, maka ia bersiap untuk menampung semua putih milik Osamu. Menampung seluruh cairan yang ia sukai dari Osamu.

“rin, rin, rin, mau keluar-ah!”

Osamu menembakkan semua cairan semen miliknya tepat di pangkal tenggorokan Rintarou, Rintarou batuk tersedak meskipun batang milik Osamu belum keluar dari mulutnya. Cairan putih Osamu merembes keluar dari mulut Rintarou akibat dari batuk sebelumnya. Keluar mengalir bercampur dengan saliva milik Rintarou.

Setelah diam beberapa saat, barulah Osamu mengeluarkan miliknya dari mulut Rintarou. Sontak, Rintarou memposisikan kedua tanggannya di depan mulutnya guna menampung semen yang keluar.

Osamu menepuk miliknya beberapa kali pada dinding mulut Rintarou, barulah benar benar ia keluarkan seutuhnya. Rintarou menjilat semen yang ia tampung pada tangannya, lalu tersenyum dengan bangga pada Osamu.

“daddy! rin pinter kan?”

Osamu mengangguk, meraih tangan Rintarou agar duduk pada pangkuannya kembali. Namun bukan sembarang duduk, sebab kini Rintarou sendiri yang berinisiatif mengambil posisi untuk penetrasi.

“rin pinter banget, now take this massive cock as your reward”

Rintarou menggeser kain tipis yang menutup kemaluannya, meraih batang kejantanan milik Osamu untuk dimasukkan ke dalamnya. Baru saja kepalanya yang masuk, namun Rintarou sudah mengerang menahan nikmat seorang diri.

Perlahan ia turunkan pinggangnya, hingga kejantanan Osamu hanya tersisa sedikit diluar. Begitu ketat rasanya milik Osamu dijepit oleh dinding rektum Rintarou. Keduanya mengerang merasakan nikmat yang tabu untuk sesaat.

“lah, masa cuma segini bisanya? masih sisa dikit ini, rin”

Rintarou mengabaikan Osamu, ia sibuk mengumpulkan tenaga untuk bergerak mengangkat tubuhnya. Rintarou mulai bergerak naik diiringi dengan lenguhan, sangat pelan temponya.

Osamu menguap, tanda bahwa ia tak suka permainan tubuh yang dilakukan oleh Rintarou. Rintarou sadar arti gestur Osamu, ia bergerak sedikit lebih cepat dan mengetatkan dinding rektum di dalamnya.

Osamu mengerang, mendecak sekali. Tepat saat Rintarou bergerak naik ke atas, Osamu menghentakkan miliknya begitu dalam. Rintarou dibuat menjerit juga melebarkan pupil matanya.

“masa gini doang ga bisa”

Rintarou melingkarkan kedua lengannya pada leher Osamu, memejamkan matanya saat Osamu memimpin. Osamu menghentak tajam, bahkan Rintarou melenguh melolong bak hewan pasa masa kawinnya.

Kemudian Osamu berhenti, Rintarou mengambil alih permainan. Ia bergerak dengan tempo asal, yang penting milik Osamu bisa masuk semua.

Kedua manik Rintarou memutih, sesekali lidahnya terjulur keluar tiap kejantanan Osamu menekan titik prostatnya. Salivanya sudah basah mengalir hingga dada, Osamu mendekatkan wajahnya pada pucuk dada Rintarou. Kembali mengigit juga mengulum pucuk dada yang berwarna kemerahan tersebut.

Tangan Osamu lainnya bergerak menuju batang kemaluan milik Rintarou yang sudah dibanjiri cairan pra-ejakulasi. Panas dirasa saat memegang pucuk kepala kejantanan Rintarou.

Jari telunjuk Osamu tergerak mengusap pucuk kejantanan Rintarou, sesekali turun melingkar pada batangnya. Rintarou melenguh, air matanya menetes akibat merasakan stimulus yang berlebih di setiap titik sensitif tubuhnya.

“samu! jangan lagi!” Rintarou menjerit panik sebab ia tak ingin keluar secepat ini. Ia ingin lebih lama, lebih lama bertaham agar Osamu-nya tidak mengeluarkan miliknya terlalu cepat.

“kenapa rin? kalau mau keluar ga usah ditahan lah” Jemari Osamu terus memompa, memberi dorongan bagi Rintarou agar segera mengeluarkan miliknya. Tapi sepertinya Rintarou keras kepala sekali.

Osamu pun mengeluarkan cara andalannya, ia membisikkan kalimat yang kemudian mengantarkan Rintarou pada pelepasannya. Memuntahkan semua lahar putihnya, mengotori tubuhnya juga kain yang menutupi tubuhnya.

“rin, kalau mau nurutin kata-kata samu nanti dikasih peju banyak. mau gak?”

Rintarou mengangguk, bagai anjing betina yang siap kawin ia dengan antusias penuh berusaha melepaskan seluruh cairan putih bernama sperma yang sedari tadi ditahan olehnya.

“samu, samu, rin mau keluar”

Rintarou mengeluarkan semua semennya yang sedari tadi ia tahan. Basahi tubuhnya, juga perut berpola kotak milik Osamu. Sesaat setelahnya Rintarou memeluk torso Osamu dengan pasrah yang senantiasa bergerak dengan tempo teratur. Osamu beranjak dari posisi duduknya, baringkan tubuh molek Rintarou di atas meja.

Rintarou dengan napas terengah juga tak bertenaga hanya pasrah. Tautan tangannya yang sedari tadi melingkar di leher Osamu pun tak dilepas. Rintarou tetap memeluknya, meskipun tak erat.

“samu, kalau sekarang rin udah jadi good boy kan? udah jadi lonte yang baik kan?”

Osamu mengangguk, “iya sayang, sekarang mau apa?”

Manik zamrud Rintarou seakan berbinar ketika Osamu menanyakan apa yang ia inginkan. Tubuh bagian bawahnya bergerak menghentak pelan, menggoda milik Osamu yang masih berada di dalamnya.

“mau samu! mau peju samu, mau dientot samu sampe hamil!”

Osamu mengecup bibir Rintarou, tersenyum dalam sela kecupannya. Kecupannya berubah menjadi lumatan, lumatan berubah menjadi pagutan. Osamu kembali mengajak Rintarou beradu lidah, buat jalinan saliva kembali hadir di antara keduanya.

Pinggul Osamu bergerak tak henti, temponya juga tak beraturan. Hanya gerakan kasar dengan tempo cepat tak menentu. Rintarou tak ada hentinya melantunkan desahan indahnya bagai kidung nyanyian yang wajib didengar semua orang.

“rin suka gini kan? suka dirojok kontol sampe mentok?”

Rintarou dengan wajahnya yang berantakan, air matanya mengalir, salivanya merembes keluar. Beberapa kali matanya memutih, lidahnya pun terjulur keluar seakan tak bisa diam di dalam mulutnya.

“ye lonte malah kelojotan, ditanya malah gak jawab”, nada Osamu terdengar santai tapi tidak dengan gerakan pinggulnya. Sengaja menekan tepat pada titik nikmat milik Rintarou hingga si empu tak jarang mengejang.

“iya samu! rin suka dirojok kontol samu-haah!”

Ruangan yang tak terlalu luas tersebut dipenuhi dengan suara kecipak kulit beradu juga nyanyian indah Rintarou. Tubuh keduanya sudah berpeluh serta dipenuhi dengan cairan sperma, namun tak ada yang berniat berhenti.

Rintarou sendiri sudah beberapa kali mencapai pelepasannya, tak seperti Osamu yang belum menembakkan sedikit pun.

“rin, mau keluar,hh”

Rintarou menggangguk dalam kesadarannya yang sudah di ambang batas. Bahkan ia sempat berkata tanpa malu, “di dalem samu”

Osamu menuruti kemauan Rintarou, gerakan sodokan yang ia lakukan menjadi lebih tak bertempo hingga menyentak tanpa henti. Tubuh Rintarou terguncang-guncang sebab ulah Osamu, jemarinya mencari apa saja yang bisa menjadi pegangan.

Nihil, ia tak temukan apa pun, akhirnya ia putuskan untuk meremat rambutnya sendiri. Menjerit akibat kesenangan ekstasi yang ia dapatkan. Osamu lihat dirinya pun mencumbu bibir ranum Rintarou.

“hh, mau hamil kan rin?”

“mau!”

“kalau gitu kita main sampe rin hamil ya?”

“iya! sampe rin hamil!”

Osamu tersenyum. Hari masih panjang, deritan kayu yang bergoyang menggema, dua insan manusia menikmati nikmat yang tabu.


Matahari telah berganti menjadi Rembulan, gelap senantiasa menyelimuti malam. Langit malam terlihat sepi, berbanding terbalik dengan suara ramai pada jalanan di bawahnya.

Dua insan yang sedari siang menikmati hal tabu pun tak kunjung usai kegiatannya. Seluruh isi apartemen mereka sudah dipenuhi dengan aroma khas orang bercinta.

Si submisif sudah berbaring lemah di atas ranjang walau yang lebih dominan masih bergerak dengan liar. Entah berapa banyak sperma yang ia keluarkan pada perut Rintarou, hingga paha mulusnya sudah dipenuhi cairan yang tak tertampung.

Rintarou perlahan membuka matanya, merasakan kebas pada area bawahnya. Mengernyit menatap Osamu yang kehilangan kontrol akan dirinya.

“samu, udaaah. rin capek”

Rintarou merengek minta Osamu berhenti. Sudah cukup lama mereka bersetubuh, menikmati apa yang tak seharusnya dinikmati. Osamu bagai hilang kemampuan mendengarnyaa, masih saja bergerak dengan tempo sedang.

Rintarou menangis, tak sanggup. Ia tak sanggup bila disuruh bertahan lebih lama lagi. Matanya kembali memutih, menembakkan cairan putihnya. Tangisannya semakin kencang karena Osamu memegang erat kejantanan miliknya.

“apasih rin, tadi bilangnya mau hamil. ini lagi dibikin hamil kan”

Rintarou menggeleng, tubuhnya sudah tak kuat berbuat apa pun selain bergetar. Entah itu bergetar karena nikmat atau tangisnya.

“gak mau lagi, udah samu.. samu, ah!”

Osamu menampar kejantanan milik Rintarou, wajahnya mengerut tanda tak suka. Semakin kasar pergerakannya.

“gak jelas banget. tadi yang dateng godain aku kayak jalang siapa, yang minta hamil siapa. sekarang malah gak mau”

Rintarou menggeleng, entah apa maksud dari gelengan tersebut. Wajahnya sudah hancur berantakan, begitu pula kain tipis yang membungkus dirinya.

Mulut Osamu semakin sering merapalkan kata-kata kotor, kebiasaan buruknya jika sudah hilang kendali.

“makan nih peju, biar cepat hamil”

Lalu, Osamu mengeluarkan cairan putihnya di dalam Rintarou. Kedua kaki Rintarou mengejang, jemarinya tertekuk merasakan euforianya.

Akibat terlalu larut dalam euforianya, ia tak sadar Osamu tengah menjahilinya. Menghentak begitu dalam hingga Rintarou kembali melenguh.

“udahan ah, biarin dedek bayinya di perut rin dulu.”

Saat Osamu hendak menarik keluar miliknya, Rintarou melingkarkan kaki jenjangnya pada pinggang Osamu. Menolak Osamu menarik keluar miliknya.

“jangan… dikeluarin”

Wajah Rintarou memerah, merasa malu setelah semuanya hendak berakhir.

“jangan dikeluarin ya, samu. nanti dedek bayinya ikut keluar”

Osamu mengangguk. Menghentak sekali hingga begitu dalam yang dibalas dengan pukulan ringan dari Rintarou pada bahu kokohnya.

Osamu memutar posisinya tanpa melepaskan penetrasi keduanya. Memeluk Rintarou yang berbaring pada dada bidangnya. Tangannya tergerak untuk menekan titik yang menyembul di perut bawah Rintarou.

“jadi dedek bayi ya”

Keduanya begitu mabuk dalam euforia yang tabu, melupakan segala hal yang mustahil. Rintarou meringkuk dalam pelukan Osamu, menyapa bayangan indah bernama mimpi.

Keduanya pun memejamkan matanya sebagai akhir dari kegiatan yang melelahkan yang dilakukan keduanya.