Heavenly Hell

Hanma Shuji x Chifuyu Matsuno

1.7k words. Explicit Sexual Content. Bxb. Anal Sex. Consensual Sex intinya NSFW


Purnama masih tinggi-tingginya, gelap malam pun masih senantiasa lingkupi langit. Lain hal dengan jalanan yang ramai di bawahnya. Persimpangan Jalan Gajah Mada yang ramai pengunjung dengan dunia malamnya.

Di bawahnya pula Hanma gelisah di balik kursi kemudinya. Berkali-kali melirik jam analog pada dasbor mobil. Takut jika ia tak bisa tepati kata-katanya pada sosok yang disayang.

Hanma berpacu dengan waktu, juga janji. Melaju cepat demi sosok yang menanti, yang beri dia perintah untuk pulang kembali ke peluknya. Setibanya di halaman, Hanma bergegas turun, berlari kecil menuju pintu rumah mereka berdua.

Mengetuk kecil pintu jati berwarna putih agar tak mengundang riuh yang berisik dan mengganggu sekitar. Sekitar lima menit Hanma setia berdiri di hadapan pintu yang masih enggan terbuka, menanti Chifuyu di baliknya untuk membuka pintu tersebut.

Namun, sosok yang dinanti tak kunjung tiba. Hanma raih gagang pintu, sekadar memeriksa barangkali tak terkunci. Benar saja dugaannya, pintu itu bahkan tak tertutup rapat. Seakan jadi salam sambutan baginya yang pulang begitu larut.

Jujur, dengan kondisi pintu yang bahkan tak tertutup sempurna itu mengundang rasa curiga dalam diri Hanma. Ingatannya kembali berputar pada pesan Chifuyu yang berucap jika ia hendak ‘bermain’ dengan Baji, yang notabene adalah mantan kekasihnya.

Dengan gerak cepat, ia membuka pintu dengan kasar. Perlihatkan ruang tamu yang temaram sebab tak seorang pun menempatinya. Hanma kembali bergegas, bergerak menuju kamar yang ditempati olehnya dan Chifuyu.

Tanduk imajinernya keluar, wajahnya berhasil memerah padam saat dengar suara Chifuyu di dalamnya tengah nikmati kegiatan tabu. Dengan langkah yang dipenuhi amarah, ia buka paksa pintu di hadapannya.

Suara kuat dari bantingannya pun tak dapat terelak, buat penghuninya dirundung rasa terkejut.

“Kak Hanma! Kalau buka pintu, pelan sedikit,” ucap Chifuyu.

Pemandangan yang dilihat Hanma luar biasa indah, runtuhkan emosi sesaat yang sempat menguasai dirinya. Chifuyu dengan surai pirang yang basah oleh peluh, juga parasnya yang dipenuhi semburat merah muda.

Hanma tak menyangkal, jika objek di hadapannya benar paling memesona dalam manik merah jingga miliknya. Tarik semua atensi dalam dirinya, hingga semua tertuju pada Chifuyu.

Sedangkan Chifuyu, terbaring layaknya seorang peraga elok hendak dilukis. Dengan tipisnya kelambu yang tutupi sebagian dari pahatan tubuh indahnya. Dibantu lampu yang remang menjadi satu-satunya penerangan di ruangan, menambah kesan erotis dari Chifuyu yang terus menggoda.

Iman siapa yang tak akan goyah bila disuguhkan seorang pria bertubuh mungil, cantik pula parasnya. Kini bergerak seorang diri, dengan tempo yang ia ciptakan. Biarkan dua digit jari kecilnya mencari puas seorang diri.

Matanya masih terpejam, asik dengan fantasinya. Hiraukan eksistensi Hanma di depan pintu.

“Haa, kak Hanma..” demikian ranum kecilnya rapalkan nama Hanma berulang kali. Tiap jemarinya bergerak lebih dalam, maka senantiasa bibirnya membuka dan mengeluarkan lantunan nada erotis.

Hanma tetap dalam diamnya, menyilangkan dua tangan di depan dada. Menatap intens pada Chifuyu yang masih beri afeksi pada tubuhnya sendiri. Hanma amati tiap geraknya, tiap tubuh Chifuyu mengejang, tiap alisnya bertaut, tiap tetes peluh dan liurnya yang menetes semua tak luput dari pandangan Hanma.

Tiba saatnya Chifuyu berhenti bergerak, walau pelepasan belum diraihnya. Undang tanya dari Hanma yang disalurkan dengan gestur alis yang naik.

“Udah? Puas main sendiri?”, tanya Hanma.

Chifuyu jawab dengan gelengan kuat. Kaki jenjangnya perlahan turun, dijejakkan pada dinginnya marmer malam. Langkahnya perlahan menuju Hanma, yang masih senantiasa dengan posisi awalnya.

“Kak Hanma, selamat ulang tahun!,” begitu ucapnya saat tiba di hadapan Hanma. Tangannya melingkar sempurna di leher jenjang Hanma, dengan sedikit menjinjit tentu saja.

Meski sudah diberi ucapan, peluk, dan kecup ringan Hanma tak bergeming. Hanya sorot mata dingin yang ia lemparkan pada Chifuyu.

“Kenapa, kak?”

Hanma berdeham sejenak, untuk bersihkan kerongkongan yang mengering.

“Kan, tadi aku udah bilang buat pake baju lagi. Kenapa ga dipake?”

Hanma berjalan melalui Chifuyu, raih potongan kemeja kecil yang terletak begitu saja. Tepat saat Hanma turunkan tubuhnya sedikit menungging untuk ambil kemeja itu, Chifuyu menghampirinya kembali.

Lempar tubuhnya di atas punggung lebar milik kekasih. Sesekali ia bubuhi cumbuan kecil pada leher Hanma.

“Kak Hanma ga suka hadiahnya?”

“Suka”

“Terus, kenapa ga seneng?”

Sekilas Hanma lihat perubahan yang kentara dari wajah Chifuyu. Ranum kecil nan manisnya tak lagi lukiskan senyum hangat, melainkan mengerucut tanda sedang jengkel hatinya.

“Kenapa ga dijawab pertanyaanku?”

Hanma putar tubuhnya hingga sepenuhnya berhadapan dengan Chifuyu. “Suka. Suka hadiahnya, sekarang pake baju dulu ya? Biar tidur”

“Gak! Kan mau rayain ulang tahun,” tolak Chifuyu.

Tahu jika Hanma bisa saja mengeluarkan beerbagai cara agar Chifuyu tidur, maka ia sendiri yang bergegas beri Hanma kode bahwa ia tak akan turuti Hanma.

Chifuyu bergerak menuju bagian bawah Hanma, tempelkan wajahnya pada bagian perut bawah. “Selamat ulang tahun! Ini hadiahnya.”

Sesaat setelah berucap demikian, ia bergerak membuka gesper beserta celana bahan yang tutupi tubuh Hanma. Gerakannya dilakukan secara perlahan, sengaja.

Hanma tahan pergerakan Chifuyu, antisipasi jika kekasih kecilnya itu hendak berbuat lebih jauh. Namun, alih-alih menurut, Chifuyu lebih memilih untuk keluarkan jurus pamungkasnya.

“Oh, bener? Kak Hanma ga suka hadiahnya? Atau habis jajan di luar?”

Hanma menghela napas. Jujur, ia tak suka Chifuyu seperti ini. Bersikap seolah ia yang memegang kuasa, walau memang benar adanya.

“Nggak. Suka kok. Go on, mana hadiahnya tadi?”

Merasa mendapat persetujuan, Chifuyu bergerak bebas sesuka hatinya. Jemarinya menggerayangi pinggang Hanma, turunkan boksernya hingga tak sehelai kain pun tersisa.

Lidah Chifuyu terjulur keluar, hendak kecap ereksi Hanma. Batang panjang berurat itu dikulum, disesap tiap cairan pra-ejakulasinya hingga tak sedikit pun tersisa. Chifuyu sangat andal dalam hal itu.

Hanma sendiri tahan erangannya, sebab sejak awal ia sedikit menolak kegiatan ini. Pikirannya berusaha ia alihkan pada hal lain, melawan gejolak batin yang ada akibat perbuatan iblis kecil di bawahnya.

Chifuyu pun tak habis akal, karena ia paling mahir dalam bidangnya. Bergerak sesapi tiap kulumannya, hingga tandas masuki pangkal tenggorokannya. Matanya berputar, sisakan putihnya saja. Liurnya pun tak dapat tertampung sempurna, penuh sesak oleh penis Hanma.

Terus-menerus ia beri perlakuan manja demikian, buat Hanma naik hingga langit ketujuh. Dilanda pusing yang hebat akibat nikmat yang diberi. Maka dari itu, tak lagi ia menahan diri.

Tangannya yang semula hanya diam pada sisi kepala Chifuyu pun bergerak. Meremat surai pirangnya, beri arahan agar bergerak lebih cepat. Lenguhan tertahan Chifuyu terdengar, antar sensasi tersendiri bagi Hanma.

Chifuyu sendiri tak lagi bergerak liar, nikmati permainan yang Hanma pimpin. Nikmati hangat dari kejantanan Hanma yang berdenyut dan membengkak. Hanma putar kembali dialog yang diucap Chifuyu sebelumnya, “Mana? Hadiahnya aku yang pakai sendiri jadinya? Kirain mau dikasih servis habis-habisan.”

Setelah berucap demikian, Hanma muntahkan cairan putihnya pada rongga mulut Chifuyu. Penuhi mulut kecilnya dengan jutaan sperma yang dengan sigap ditelan olehnya.

Chifuyu julurkan lidahnya keluar, pamerkan dirinya yang habis telan semua milik Hanma.

“Mau dikasih servis?” tawar Chifuyu yang dijawab oleh diam. Pertanyaannya bagai angin yang mengambang begitu saja dalam dinginnya malam.

Lalu, kekasih cantiknya itu menuntun Hanma menuju ranjang mimpi. Bawa Hanma agar kembali nikmati nikmat dunia yang akan ia beri. Dibiarkan Hanma terbaring, bawa sejuta asa yang ditaruh pada sosok Chifuyu seorang.

Hanma tak diberi kuasa barang untuk sesaat, semua diambil alih oleh Chifuyu yang kini tengah duduk di atas perutnya. Membuka simpul dasi guna ikat dua tangan Hanma pada kepala ranjang.

Chifuyu beri cumbuan sesaat pada Hanma, sebelum ia benar-benar turun dan fokuskan seluruh perhatiannya. Bawa masuk tiga digit jemarinya ke mulut, agar dibasahi oleh saliva. Kemudian dibawa masuk pada pintu rektumnya, beri peregangan sendiri.

Dirasa cukup, Chifuyu pun bergegas masuki milik Hanma dalam dirinya. Sapa cincin rektumnya dengan pucuk kepala penis Hanma. Sedikit menggesek sebelum benar-benar habis ditelan oleh liangnya.

Melesak masuk, mengundang lantunan nada kotor dari Chifuyu. Keduanya, baik lubang Chifuyu dan juga desahannya merupakan dua hal favorit Hanma. Dengan suguhan pemandangan erotis, Chifuyu di atasnya pejamkan netra hijaunya, mulutnya terbuka lebar bawa Hanma lupakan seluruh hal yang ada di dunia.

Gerak tubuh Chifuyu di atasnya sangat konstan, cepat dan lambatnya tertata sedemikian rupa dapat mabukkan siapapun yang dilayaninya. Hanma hanya bisa diam dengan sorot mata dinginnya yang mampu menembus kulit.

“Haa, kak Hanma. Sekarang udah suka?”

Hanma gelengkan kepalanya. “Nggak, geraknya lambat. Perek diluar juga lebih jago dari ini”

Kesal, Chifuyu putuskan untuk berhenti. Melepas tautan keduanya. Namun digagalkan dengan Hanma yang menaikkan pinggulnya. Bergerak menyerang dengan cepat, tak beri jeda sedikit pun bagi Chifuyu untuk sekedar bernapas.

“Udah! Udah! Aku ngerti. Ah, kak Hanma stop!”, teriak Chifuyu nyalang.

“Gak mau. Lagi makan kue ulang tahun”

Lalu yang terdengar bukan lagi sepenggal suara desahan tertahan Chifuyu, melainkan suara inkoheren. Tinggi-rendahnya tak lagi dapat diatur karena perbuatan Hanma. Bahkan dinding rektumnya belum terbiasa dengan milik Hanma meski sudah masuk sekali.

Chifuyu tolakkan kepalanya ke belakang, tak dapat tahan stimulasi yang diberikan. Berulang kali prostatnya ditumbuk hingga mengundang tangisnya berlinang. Hanma sibuk kejar friksi seorang diri, berbalik dengan Chifuyu yang terus lantunkan kidung kotor.

Hanma tersenyum melihatnya, tangannya sudah tak terikat kini bergerak bebas. Meraih pinggang ramping Chifuyu, menekan dalam-dalam.

Chifuyu kembali tatap Hanma. Wajahnya berantakan, hasil kerja keras Hanma.

Yang lebih tua tersenyum, sedikit bangga dengan karyanya. Sedangkan yang lebih muda sibuk netralkan pikirannya yang dimabuk euforia.

Tak beri jeda, kembali Hanma gerakkan. Biar si submisif ribut sendiri. Biarlah ia jadi pria keji yang menyerang Chifuyu dengan gerakan buas dan liar.

Lantunan nada indah Chifuyu sangat adiktif di pendengaran Hanma. Mendengung dengan indahnya, buat ia dimabuk kepayang. Tak kuasa untuk menahan geraknya agar tak menyerang Chifuyu tanpa perasaan.

Setelahnya kedua manik Chifuyu melebar, karena terlalu menikmati ekstasi yang membuat ia melayang. Pinggulnya dipaksa bergerak dengan buas dan tanpa tempo. Terima hantaman tepat di titik kenikmatan Chifuyu berkali-kali.

Tangan Hanma yang bebas bergerak menuju perut Chifuyu. Menerka sampai mana kejantannya berada. Sesaat setelah ditemukan olehnya, Ia menekan titik tersebut. Berhasil buat Chifuyu melolong penuh nikmat.

“Enak, suka,” ujar Hanma.

Hanma terus menekan titik dimana miliknya berada tanpa mengurangi tempo pinggulnya. Lagi, netra Chifuyu memutih. Ia terlalu menikmati candu yang diberikan Hanma. Kejantannya mulai memanas, memerah hendak mengeluarkan semen. Hanma menyadarinya dan memelankan geraknya, menggoda Chifuyu agar mendamba, meminta yang lebih darinya.

“Kak, lepass. Aku mau keluar.”

Hanma layangkan senyum kecil, “Gak boleh lah? Aku aja belum.”

Hanma menggerakkan miliknya dengan cepat, menghantam titik prostat milik Chifuyu berkali-kali. Chifuyu menggelinjang menikmati euforia yang diberi. Pupil matanya memutar, menyisakan putihnya saja. Lidahnya yang tak begitu panjang ia julurkan keluar, desahan serta lolongan nikmat ia keluarkan.

Suara decakan kulit saling menampar terdengar, tak kalah kuat dengan desahan Chifuyu.

Chifuyu tak dapat tahan bobotnya sendiri, hingga dipasrahkan semua pada Hanma. Sadar akan hal itu, Hanma putar posisinya agar Chifuyu yang berbaring.

Tak lagi ia tahan pelepasan Chifuyu, hingga Chifuyu dibiarkan keluar terlebih dahulu. Sedangkan dia masih bergerak kejar pelepasannya sendiri, tanpa peduli Chifuyu yang meronta berhenti sebab tak kuat.

“Bentar, bentar lagi ya, sayang.”

Benar ucapannya, sebab tak lama setelahnya Hanma pun keluarkan pelepasannya di dalam Chifuyu.

“Makasih buat hadiahnya.”

Hanma kecup dahi Chifuyu sebagai penutup. Penutup malam yang sudah tak lagi panjang, juga penutup kegiatan tabu keduanya.