“Aku mau jalan-jalan sama om Nata, om Molan. Aku mau beli es klim, beli kue, beli pelmen, beli mobil-mobilan, main-mainnan, yeeeee! OH!! Aku mau beli balon!”

Petir berseru dengan sendirinya selagi Jiva menyiapkan keperluan yang dibawa Petir, dan Japa setengah terbangun karena mendengar ocehan Petir.

“Ayo pakai sepatu dulu,” ujar Jiva meminta Petir turun dari ranjang untuk mengenakan sepatu.

“Nanti nanti nanti...” Petir yang tadinya berdiri langsung duduk menghamburkan tubuhnya ke pelukan Japa yang masih memejamkan matanya. “Ayah, aku mau jalan-jalan. Cium dulu, Ayah....” sambungnya.

“Ayah bobok,” ujar Jiva seraya duduk di sisi ranjang.

Petir merangkak naik ke atas tubuh Japa. Tangan mungilnya menangkup pipi Japa, lalu mendaratkan bibirnya mengecup kening, hidung, bibir, pipi ayahnya, berkali-kali ia mengulangi hal yang sama.

“Mau ciuman ciuman dulu. Mau cium Ayahku dulu... ciuman ciuman.... muahhhhhhh muahhhhhhh muahhhhhhh.....”

“Mmm, dicium dulu, disayang dulu, dipeluk dulu,” ujar Japa. Suaranya serak, berat, khas sebangun tidur. Kedua matanya masih terpejam, namun kedua tangannya merengkuh tubuh Petir.

“Mau Papi juga, mau Papi....” pinta Petir.

Jiva pun mencondongkan tubuhnya lebih mendekat, lalu mendapat kecupan dari Petir.

“Ciuman sama Papi, muuahhhh... muahhhhhhh.... muuahhhh.....”

“Idih, Idih, senengnya mau jalan-jalan, ya?” ucap Jiva sambil mengangkat tubuhnya dari pelukan Japa.

“Aku senang mau jalan-jalan, aku senang Ayah Papi aku sudah menikah. Kata Nenek tuh kalo udah menikah ndak boleh bobok pisah-pisah lagi. Aku suka! Muaahhh....” Petir melingkarkan tangannya ke leher Jiva, lalu mencium pipinya kembali.

“Ayah juga suka...” lirih Japa seraya memeluk pinggul Japa, memberi kecupan singkat di sana.

“Papi juga suka....” ujar Jiva. Memeluk erat putranya sembari memberi kecupan di pipi kenyalnya.

Yang Petir pikir kedua orangtuanya tidak boleh tidur terpisah dalam artian tidur sendiri kondisi tidak sadar di mana individu dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai. Sementara bagi orang dewasa yang sedang membina rumah tangga, mereka tidak boleh pisah ranjang dalam artian jangan sampai ada perceraian di waktu yang akan datang.

— FIN