“Nak,” Itadori Jin mengusap lembut dan penuh kasih sayang pada punggung tegap milik seorang lelaki muda yang sedang membungkuk sambil menyalami salah satu tangannya.
Fushiguro Megumi adalah nama lengkap lelaki muda tersebut, yang kini berstatus sebagai suami sah dari sang anak satu-satunya, Itadori Yūji. Merasa terpanggil, Megumi mendengarkan dengan khidmat apa yang akan disampaikan oleh sang mertua. Badannya masih membungkuk, tidak akan bangun kecuali Jin selesai berbicara; bukti dari bakti Megumi pada sosok yang telah resmi menjadi orangtua kedua setelah orangtua biologisnya.
“Jika suatu saat kau tidak lagi mencintai Yūji-kun, jangan pernah memberitahunya.”
Sedikit terhenyak dengan ucapan Jin, refleks tubuh Megumi adalah tersentak, walau samar-samar. Tiba-tiba tangannya gemetar dan jantungnya bekerja dua kali lebih keras dibanding sebelumnya, ditambah titik-titik keringat mulai bermunculan di dahi. Megumi tidak mengerti, ia tidak mengerti, ke mana arah pembicaraan tersebut akan bermuara. Kerut menghiasi wajah tampan lelaki muda bermarga Fushiguro, yang tentu tidak dapat dilihat oleh Jin.
“Beritahu saja aku, akan kubawa ia pulang.”
Ah, begitu rupanya. Itadori Jin, ayah dari Itadori—kini Fushiguro—Yūji, sedang menasehati perkara urusan dalam rumah tangga. Lelaki dewasa berambut cepak tersebut telah mewanti-wantinya sejak awal, agar ketika datang saat-saat terburuk dalam rumah tangga mereka, Megumi tidak diperbolehkan mengucapkan kata-kata keramat tersebut pada Yūji. Agar sang anak tidak tersakiti hatinya, agar sang ayah dapat kembali melindungi sang anak dalam dekapan penenang. Ah, Megumi paham, apa yang dimaksud oleh Jin.
Punggung Megumi ditegakkan, posisi duduknya dibenarkan. Sambil sepasang iris hijau memandang lurus pada ayah mertua, ia berucap tenang, “saya adalah lelaki yang selalu memegang ucapannya dan saya berjanji, saya akan membahagiakan Yūji, sehingga saya tidak perlu mengembalikannya pada Ayah.”
Jin balas tersenyum—
Tetapi, janji pada akhirnya, hanyalah sebuah kalimat tanpa makna.
“Fushiguro-san, mari bercerai.“
Dan Fushiguro Megumi gagal menepati segala janji manis yang ia katakan dengan tegas dan berani di hadapan Itadori Jin. Ucapan terakhir Yūji, yang diiringi oleh senyuman pilu dan tangis bisu, serta sebuah map tipis berwarna cokelat di meja ruang tengah, adalah masa-masa terakhir bagi usia kehidupan rumah tangganya. Rumah tangga yang dibangun bersama dengan Yūji, harus kandas di tengah-tengah, dan Yūji harus kembali menyandang marga Itadori—alih-alih bertahan dengan nama Fushiguro.
“Jangan beritahu Ayah, ya, Fushiguro-san? Aku saja yang memberitahunya.”
— “Ayah senang mendengarnya.”