Mikiko

Broken

Tags : Drug use, depression, Self Harming, Suicide attempt, murder, Character death.


Sometimes, staying apart isn't all that bad…

***

Keseharian Seishu tak berubah. Bangun pagi, bersiap kerja, minum kopi, lalu pergi ke tempat kerjanya. Seolah hidup dalam loop. Tak ada keseharian menarik dalam hidupnya.

Yang menarik hanyalah pasien di rumah sakit

Seishu seorang perawat di rumah sakit besar. Merawat orang terluka adalah kehidupan sehari-hari. Kematian jadi hal normal dalam hari-hari biasanya.

Yang menarik hanyalah pasien di rumah sakit

Kadang ada pasien yang pasrah dengan keadaan, ada yang denial , ada yang berusaha positif. Banyak kepribadian membuat Seishu lebih peka terhadap lingkungan sosialnya yang membosankan.

Benar-benar menarik

“Inui-kun, bisa tolong tangani ER? Aku harus ke lantai atas”

Seishu mengangguk dan segera pergi ke ER (emergency room). ER selalu ramai karena disinilah awal mula pasien datang. Berbagai keluhan, berbagai kejadian.

“Inui! Sini sini” Mitsuya melambaikan tangannya. Seishu segera menghampiri Mitsuya “kenapa?”

“Itu… mantan pacarmu kan?” Mitsuya menunjuk salah satu pasien. Pasien yang sedang diikat di kasur karena tak berhenti mengamuk.

“Koko?!” Seishu terperanjat. Mantan pacarnya, Koko, sedang menggeram pada perawat dan residen di sekitarnya sembari berusaha lepas dari ikatannya.

“Heee dia benar mantanmu?” Ujar Mitsuya. Memainkan stetoskop di lehernya. Seishu berdehem dan menghampiri Koko.

“INUPI! INUPI!” Mata Kokonoi yang sipit membulat. Bersinar terang saat melihat Seishu berdiri di samping tempat tidurnya.

“Inui-kun, kau kenal dia?” Tanya seorang residen

“TENTU SAJA! AKU PACARNYA!” Koko menjawab dengan semangat.

“Mantan” Seishu mengoreksi.

“INUPI OH AKU MERINDUKANMU!! TOLONG LEPASKAN IKATAN INI KUMOHON INUPI!”

“Apa masalahnya?” Tanya Seishu

“Dia mencoba melompat dari atas gedung. Ketika diselamatkan dia malah menyerang orang sekitar. Lalu terpeleset dan kepalanya terbentur meja”

Seishu memeriksa kondisi kepala Koko. Darah mengucur deras dari pelipisnya. Seishu menghela nafas.

“Dasar bodoh, apa yang kau lakukan huh?”

“AKU MAU TERBANG!”

“Tidak usah berteriak bodoh” Seishu beralih pada perawat lain “aku tidak mau berurusan dengannya. Bukan jadwalku”

“INUPI!! INUPII JANGAN TINGGALKAN AKU!” Koko memanggil-manggil Seishu yang berjalan menjauh.

“Dia kenapa?” Tanya Mitsuya. Seishu mengangkat bahunya. Berjalan pergi memeriksa pasien yang lain. Koko masih berteriak-teriak memanggil Seishu.

Ada apa dengan bocah itu? Pikir Seishu.

***

“Hei Inupi”

“Apa? Belum cukup kau membuat keributan di pagi ini huh? Jangan menggangguku. Aku sibuk” jawab Seishu sambil membereskan meja di samping Koko. Koko tertawa kecil “apa kau tidak senang melihatku? Kau tidak rindu?”

Seishu menghela nafas dan berkacak pinggang. “Rindu? Buat apa aku rindu dengan orang gila sepertimu?” Ia tatap tajam wajah tengil Koko, yang agak lebam karena dihajar orang “dan lagi, kenapa kau harus membuat keributan seperti itu? Aku dibicarakan satu lantai kau tahu?”

Koko tertawa terbahak-bahak. Menatap Seishu riang “bagus, biar semua tahu, aku pacarmu”

“Mantan”

“Di pikiranku, kau masih pacarku”

“Bukankah kau punya tunangan? Apa kabar tunangan cantikmu itu?” Seishu mengecek mata Koko dengan senter kecilnya. Memastikan otaknya tidak rusak parah.

“Oh, dia mati. Aku mendorongnya ke kolam” jawab Koko santai. Seishu menghela nafas. Tentu saja, si tengil ini tak akan ditangkap polisi karena uangnya tak terbatas

“Kenapa? Kau tidak suka? Padahal dia cantik”

“Dia mengatakan aku gila. Padahal aku tidak gila…”

“Lalu kau sakit hati, dan membunuhnya?”

Koko mendelik “dia membuang semua obatku! Aku ini depresi, bukan gila”

Seishu menatap tangan Koko. Banyak bekas suntikan dan sayatan di kulit porselennya. “Lalu kau menggantinya dengan morfin? Heroin?”

“Dia yang memaksaku!” Dalih Koko. Seishu menggelengkan kepalanya. “Kalian berdua, sama-sama aneh”

“Inupi, mau jadi perawat pribadiku?”

“Berani bayar berapa huh?” Tantang Seishu. Koko tertawa kencang. “Kau mau ?”

Seishu tersenyum “tidak”

Seishu keluar dari ruangan VVIP Koko dan berbincang dengan residen yang berjaga “Dok, CT scan nya sudah keluar. Tidak ada tanda kerusakan parah di otak. Hanya pendarahan luar. Tapi efek morfinnya masih aktif, aku sudah berikan antidot untuk menurunkan efeknya”

Residen itu mengangguk “baiklah terima kasih. Ngomong-ngomong, Dokter Mitsuya memanggilmu ke ruangannya”

“Huh? Ada apa?”

“Entahlah, kurasa serius”

“Baiklah. Terimakasih dok” jawab Seishu sambil berjalan ke ruangan Mitsuya. Di ruangannya, Mitsuya sudah menunggu sambil memeriksa beberapa berkas.

“Kau memanggilku?”

“Ya. Duduklah” Mitsuya mempersilahkan Seishu untuk duduk di kursi. Seishu dengan tenang menuruti perintah Mitsuya.

“Dengar, ini tiba-tiba, tapi apa kau bisa merawat pasien secara pribadi? Jadi tugasmu hanya pergi ke rumah pasien”

“Ya… memang kenapa?”

“Keluarga koko-” sebelum Mitsuya sempat menjawab, Seishu terhenyak dari kursinya.

“Oooh… tidak. Aku tidak mau mengurusnya. Tidak. Sudah cukup aku berhubungan dengan dia dan keluarga kayanya itu”

“Inui… jangan bawa masalah personal dengan pekerjaan”

“JANGAN BAWA MASALAH PERSONAL DENGAN PEKERJAAN?! LALU APA MAKSUDMU MENYURUHKU MERAWAT DIA?! APA KARENA AKU MANTAN PACARNYA?!” Seishu meradang. Mitsuya sempat kaget karena baru pertama melihat wajah marah Seishu.

“Hei, dengar, bukan aku yang mengatur… mereka yang meminta sendiri” ujar Mitsuya. Seishu tertawa. Menyibak rambutnya dengan marah.

“Mereka? Keluarga sialan itu? Yang membuangku begitu saja setelah menemukan seorang jalang untuk berdiri di samping Koko?!”

“Inui tenanglah”

“TENANG?! MANA BISA AKU TENANG?! AKU BUKAN LAYANG-LAYANG!”

Mitsuya menghela nafas. Menatap Seishu dengan tatapan memohon “Inui… ayolah… mereka hanya ingin Koko dirawat olehmu”

“Ada perawat lain di rumah sakit ini, pilih saja mereka dan jangan libatkan aku. Aku tak mau mengurus orang gila”

“Inui… ayolah… ini pekerjaan yang cukup bagus untukmu. Dan mereka bersedia membayar lebih”

Seishu beranjak ke pintu. Menoleh sebentar pada Mitsuya.

“Aku lebih baik Mati daripada harus kembali ke rumah sialan itu” Ujarnya sebelum meninggalkan Mitsuya, yang hanya bisa memijat pelipisnya.

***

Koko melempar nampan makanan pada wajah ibunya. Ibunya menghela nafas panjang. Menatap anak semata wayangnya yang bertingkah seperti anak kecil.

“Koko, jangan begini… kau ingin keluar dari rumah sakit bukan? Nanti ibu belikan Lamborghini baru.. ya?”

Seishu meringis mendengar percakapan itu. tak perlu rasanya mengatakan itu. Ia mengalihkan perhatian dengan fokus memasang infus baru.

“Tidak! Aku mau di sini. Di sini aku dirawat dengan baik. Aku minum obat setiap hari. Dan tidak ada yang memanggilku gila”

“Tapi Anastasia hanya bercanda waktu itu”

“Bercanda?!” Seru Koko “ibu bilang dia bercanda?! DIA MEMAKSA AKU MEMAKAI HEROIN DAN KAU BILANG DIA BERCANDA?!”

“Kokonoi… tenanglah…”

Koko mendorong ibunya. Walau dari tempat tidur, Koko bisa membuat ibunya jatuh ke lantai “TENANG?! BAGAIMANA AKU BISA TENANG?!”

“Kalau kau terus berteriak, aku bisa minta Dokter Ryohei untuk mengizinkanku menyuntikkan anestesi padamu”

Ibu Koko menatap sinis Seishu “bicara apa kau? Anestesi? Untuk apa?”

“Oh? Kau bertanya untuk apa nyonya?” Tanya Seishu “anakmu ini mengganggu ketenangan rumah sakit. Dia mungkin ada di ruangan VVIP, tapi tetap saja, keributan tidak diperbolehkan”

“Huh? Sombong sekali kau! Kau cuma perawat! Aku bisa membeli rumah sakit ini dan membuatmu kehilangan pekerjaan”

“Silahkan saja, sebagai gantinya anakmu tak akan pernah sembuh” Tantang Seishu.

“OH?! Begitu kau bicara padaku dasar ba-”

“DIAM!” hardik Koko. Menatap sang ibu dengan marah. “Bisakah kau satu hari tak membicarakan soal Harta?! Apa hartamu itu sudah menyelamatkan aku sejauh ini huh?!”

“Kokonoi…. Bukan itu maksudku…” ibu koko mengusap kepala Koko. Namun ia tepis dengan keras.

“Aku mau istirahat. Ibu pulang saja”

“Tapi..”

“PULANG”

Ibu Koko menatap putra semata wayangnya. Lalu beranjak pergi sambil menatap sinis Seishu. Seishu pun tak mau kalah dan memutar matanya.

“Maafkan soal ibuku ya, Inupi” ujar Koko, lembut. Seraya menatap Seishu dengan sedih.

“Tak apa… ibumu memang selalu membenciku kan?”

“Dia memang begitu” jawab Koko “dari awal sejak tahu kau hanya seorang perawat, dia langsung mengeluh. Katanya aku tidak pantas berpacaran dengan orang miskin” keluh Koko. Seishu hanya menganggukkan kepalanya sambil membaca laporan perkembangan Koko.

“Tidak masalah. Toh sekarang aku dan kau sudah tak punya hubungan apa-apa selain teman bukan?” Ujar Seishu. Mem pager residen sebelum meninggalkan ruangan.

“Aku masih mencintaimu, Inupi”

Seishu menoleh. Koko menatapnya sendu. Tatapan matanya seolah berteriak, memanggil dirinya untuk kembali.

“Aku tahu” sahut Seishu sebelum menghilang dari balik pintu. Seishu duduk di bangku terdekat. Menghembuskan nafas dengan berat dan menatap kosong ke depan.

Kalau saja ibu Koko tak memandang status sosial, Koko bisa saja jadi suaminya saat ini. Ibu Koko tak pernah setuju anak semata wayangnya berkencan dengan orang miskin . Ah tidak pantas juga disebut miskin, orang menengah .

Seishu masih mencintai Koko. Tapi dia terus menyanggahnya. Melupakan perasaannya sendiri. Seishu marah pada dirinya sendiri, kenapa dia harus mencintai seorang Kokonoi Hajime. Kenapa dia tak jatuh cinta pada orang yang setara dengan dirinya.

Tapi bagaimanapun, mau sebesar apapun perasaan Seishu pada Koko, ia akan terus menyanggah dan menyanggah. Panggil aku denial, tapi nyatanya memang begitu. Sampai kapanpun, aku tak sudi kembali padanya. Sudah cukup aku dipermalukan oleh orang kaya gila

BIIP BIIP Lamunan Seishu dikaburkan oleh bunyi Pager. Memanggilnya untuk kembali melanjutkan pekerjaan. Seishu bangkit dan merapikan *scrubs nya.

Tak apa Sei, kau laki-laki kuat! Seishu mengepalkan tangannya, menyemangati diri sendiri sebelum pergi ke tempat ia dipanggil.

***

Hari-hari Seishu yang membosankan, berubah jadi menyebalkan. Koko yang terbaring di tempat tidur mengganggu dirinya di setiap kesempatan. Merengek, menjahili, dan mengganggu Seishu di shift nya. Kalau boleh, Seishu ingin menyuntikkan anestesi dosis besar pada mantan pacarnya itu.

Seperti sekarang, Seishu yang tengah mengganti infus, terus dicolek oleh Koko. Residen dan perawat lain yang bersamanya hanya bisa tertawa kecil. Berpikir bahwa itu sangat menggemaskan.

“Apa? Apa Koko apa?” Tanya Seishu kesal. Koko hanya terkekeh.

“I love you” jawabnya tengil. Perawat lain terkikik mendengar jawaban Koko yang begitu jahil. Seishu tersenyum masam.

“Terserah”

“Ayo balas cintaku” Rengek Koko sambil menarik-narik scrubs Seishu. Seishu menghela nafas dan menurunkan tangan Koko perlahan.

“Inupiiii” rengeknya lagi. Memajukan bibirnya. Bertingkah manja agar Seishu mau menatapnya.

“Oh, aku dipanggil dokter Mitsuya, daah” Seishu melirik pager dan berlari keluar. Mengacuhkan Koko yang berteriak memanggilnya.

Apa Mitsuya memanggil? Tidak. Seishu hanya berasalan agar bisa pergi. Ia pergi ke Kantin dan mengambil pudding. Lalu makan dengan kesal.

Ada apa dengan Koko? Kenapa dia bertingkah seperti itu? Dulu waktu masih berpacaran, Koko terlihat penuh wibawa dan tegas. Kenapa dia terlihat seperti bocah sekarang? Apa karena depresinya?

“Oh, Inupi! Kau disini”

Seishu menoleh. Salah satu dokter/psikolog, Takemichi, menghampirinya.

“Oh, ada apa dok?”

“Ini soal mantan pacarmu”

Seishu menghela nafas. “Kenapa? Dia kenapa?”

“Aku berbincang dengannya beberapa waktu lalu. Setelah melakukan riset dan diagnosis, sepertinya, depresinya semakin parah”

“Apa heroin juga berperan dalam hal ini?”

“Heroin hanya merusak tubuhnya. Keadaan psikologis, itu dari lingkungan”

Seishu memijat pelipisnya. “Apa yang terjadi sebenarnya? Sejak kapan dia depresi begini?”

“Sejak dia putus denganmu ..” jawab Takemichi tenang. Seishu terdiam.

“Apa?”

“Ya, aku bertanya padanya. Dia cukup kooperatif soal ini. Dia mau menceritakan semuanya. Makanya aku kaget ketika perawat lain bilang Koko seringkali mengganggumu. Bersama perawat atau dokter lain, dia selalu berperilaku baik”

“Lalu kenapa dia menggangguku? Kadang marah padaku?”

“Yah… bagaimana ya mengatakannya….” Takemichi menggaruk tengkuknya. Menatap Seishu yang menatapnya heran.

“Orang yang mengalami depresi, biasanya memproyeksikan kemarahan atau rasa frustasinya pada orang yang mereka cintai. Itu karena biasanya, mereka akan memaafkan perbuatan si penderita, walaupun mereka tak mengerti kenapa si penderita melakukan hal tersebut”

“Apa membuat orang marah juga termasuk?” Tanya Seishu sinis. Takemichi mengangkat bahunya.

“Apapun yang terjadi, Mitsuya bilang kau yang jaga”

“Wow wow tunggu… tidak. Aku tidak sudi satu ruangan dengannya”

“Karena dia mantan pacarmu?”

“Aku hanya tidak mau” Seishu mengunyah makanannya dingin “jangan ganggu aku”

Takemichi menghela nafas. Bangkit meninggalkan Seishu. “Dengar, mau tak mau kau harus bisa melupakan rasa bencimu sebentar… demi pasien”

Seishu hanya menganggukkan kepalanya sedikit tanpa memandang Takemichi. Membiarkan Takemichi berjalan menjauh.

Seishu benci, benci mengetahui bahwa dia salah satu faktor Kokonoi jadi seperti ini, benci fakta bahwa ia dipaksa pergi dari sisi Kokonoi ketika dia sedang kesulitan. Seishu marah.

*******

“I love you”

“Aku tahu”

“Jadilah kekasihku lagi”

“Tidak terimakasih”

Satu rumah sakit rasanya tahu akan percakapan mereka berdua. Tidak banyak dari itu. Kokonoi yang terus mengganggu Seishu dan Seishu yang terus menolaknya.

Keduanya tak mau kalah

“Pada akhirnya kau tetap jadi perawat pribadinya” ejek Mitsuya pada Seishu. Seishu tertawa masam. “Salah siapa ini? Dari awal aku sudah menolak”

“Dan lagi…” Seishu menaruh tumpukan berkas pasien dengan keras “... Kenapa dia tidak pulang? Ini sudah tiga bulan dan lukanya sudah sembuh. Tidak ada tanda-tanda narkotika berlebih dalam darahnya. Apa yang dia lakukan di sini?!”

“Keluarganya tidak ingin dia memakai narkoba atau mencoba bunuh diri lagi. Makanya mereka membiarkan dia tinggal di sini”

“Ini rumah sakit, bukan hotel” jawab Seishu ketus. Mitsuya hanya bisa tersenyum mendengarnya.

“Dengar, cepat atau lambat dia harus keluar. Aku tidak peduli bagaimana caranya. Aku tidak mau lagi menatap wajahnya”

“Sudah kuduga kau akan bilang begitu” jawab Mitsuya.

“Lalu? Lakukan sesuatu Mitsuya Takashi?! Kau petinggi rumah sakit! Kau juga dokter ketua”

“Inui…” Mitsuya menatap Seishu dengan sayu “...tugas kita adalah merawat pasien, bukan mengusirnya”

“Terserah” Seishu memutar matanya dan pergi meninggalkan Mitsuya, yang hanya bisa mematung menatap Seishu yang pergi menjauh.

BIIP BIIP “Oh Kokonoi sialan” umpat Seishu saat melihat pagernya. Lalu segera berlari ke ruangan VVIP Koko.

“Ada ap-”

Seishu tertegun. Ada seorang wanita cantik di ruangan itu. Wajahnya mirip dengan tunangan Koko. Tunangan yang membuat Koko meninggalkan dirinya

“Oh… kau pasti Seishu Inui ya?” Gadis itu menghampiri Seishu. Menjabat tangannya “terimakasih, terimakasih sudah merawat kakak iparku”

“Euh… sama-sama. Sudah tugasku”

“Ah ngomong-ngomong aku Bianca, aku saudara kembar Anastasia. Calon istri Koko”

“Calon istri…?” Seishu menatap Koko yang memberi isyarat padanya untuk tak bertanya apa-apa lagi.

“Anu… ngomong-ngomong ada apa? Aku dipanggil ke sini untuk apa?”

“Oh, infusku perlu diganti”

“Infus ap- oh… ” Seishu mengangguk. Mengetahui isyarat Koko. Sejak dulu Koko selalu begitu, menggunakan alasan lain untuk kabur dari situasi Sulit. Koko terbiasa lari dari masalah sejak kecil.

“Koko, aku pulang dulu ya? Sampaikan pada kakak, tadi aku berkunjung”

“Oke, hati-hati”

“Bye~” Bianca berpamitan. Meninggalkan Seishu dan kemudian Koko. Seishu menatap Koko, curiga. “Kau…”

“Ya…”

“Woah… bagaimana kalau adik iparmu itu tahu kakaknya meninggal lima bulan yang lalu”

Koko memijat pelipisnya “entahlah…” ia menarik nafas dalam-dalam “yang lebih menyeramkan adalah dia lebih kasar dari Anastasia”

“Lebih kasar?” Seishu tertawa “dia gadis manis yang imut”

“Jangan salah Inupi. Dia pernah dipenjara karena membunuh orang”

“Oh”

“Kalau dia tahu aku membunuh kakaknya, bisa-bisa aku dibunuh juga”

“Ooh kau pasti terbunuh” Seishu menakut-nakuti Koko. “Cepat atau lambat dia akan tahu, dan dia akan membunuhmu karena merenggut kakaknya”

“Inupi”

“Apa?”

“Kalau aku mati, kau akan datang ke pemakamanku kan?”

Seishu menatap Koko. Tersenyum kecil. “Ya”

“Janji”

“Aku janji”

Koko menjulurkan jari kelingkingnya. “Janji”

Seishu menatap Koko dan menautkan jarinya “janji”

“Ngomong-ngomong kau tidak bisa di sini terus. Kau harus pulang”

“Ini rumahku sekarang”

“Terserah” Seishu mendelik dan beranjak pergi. Namun Koko menarik tangannya. “Inupi… kau masih mencintaiku kan?”

“Tidak”

“Apa aku benar-benar tidak punya tempat lagi di hatimu Inupi?”

“Tidak. Sudahlah. Aku harus kerja” ujar Inupi sambil melepaskan genggaman Koko. Pergi secepat mungkin dari ruangan VVIP tersebut.

Seishu bersandar di dinding. Menghela nafasnya dengan berat. Maafkan aku Kokonoi… aku harus menjauh darimu. Karena aku berhak bahagia

Seishu Melirik pagernya. Mengecek apakah ada panggilan untuknya. Setelah memastikan dia dibutuhkan dia buru-buru pergi. Meninggalkan ruangan yang sebenarnya ia senang datangi.


Apa Koko ingin semua ini terjadi?

Oh tentu saja tidak. Koko sangat mencintai Seishu. Koko benar-benar jatuh hati pada Seishu yang begitu mengerti dirinya. Koko sudah memimpikan banyak hal yang ingin ia lalui bersama dengan Seishu.

Tapi ibunda Koko seorang classist. Ia tak suka anaknya bergaul dengan orang miskin. Apalagi sampai memacarinya. Saat tahu sang anak berpacaran dengan orang miskin, ibundanya mencarikan seorang gadis cantik nan kaya. Memaksa Koko untuk putus dengannya.

Koko marah, ia hanya ingin bahagia. Tapi sejak lahir, setiap langkah di hidupnya terus ditentukan oleh ibundanya. Seishu adalah satu-satunya hal yang ia pilih sendiri. Dan itupun tak bisa bertahan. Karena intervensi sang ibu.

“Koko, mulai hari ini, Anastasia adalah tunanganmu”

Kalimat itu, kalimat yang memaksa Koko untuk tinggalkan Seishu. Koko tak berani melawan ibunya saat itu. Seishu yang malang dibiarkan menangis sendirian di tengah jalan.

Menjauh dari Seishu membuat hati Koko terasa Hampa. Kosong. Ia kehilangan kehangatan yang ia rasakan selama bersama Seishu. Semangat hidupnya perlahan terkikis, hilang bersamaan dengan luka-luka yang ia buat di lengannya.

“Kau terkena depresi Hajime…”

Kalimat dari psikolog mengejutkan dirinya. Apa Seishu sepenting itu? Ia sampai mengalami perubahan pada dirinya seperti ini?

Koko mulai meminum banyak obat-obatan. Agar ia bisa terlihat baik-baik saja ketika sedang menjalankan aktivitas. Tapi tunangannya, Anastasia. Malah membuang semua pil. Membatalkan semua janji kontrol dengan psikolog.

“Kau tidak butuh itu semua, nanti kau tambah gila”

Aku tidak gila

Anastasia malah memperkenalkan dirinya pada Narkoba. Membuatnya Koko, si anak baik penurut, jadi seorang pecandu narkoba. Tubuhnya tidak sehat. Otaknya rusak. Mentalnya sudah kabur.

Koko benci semua itu

Saat ia temukan kesempatan, ia tenggelamkan Anastasia di kolam renang rumahnya. Membiarkan gadis malang itu tenggelam, mati lemas karena paru-parunya terisi air. Ibu Koko panik. Ia harus membayar aparat dengan uang jumlah besar agar Koko tak jadi tersangka. Yang lebih parah, keluarganya memaksa untuk menyembunyikan fakta bahwa Anastasia sudah mati.

Koko benci dengan semua ini. Ia hanya ingin mati

Namun sekarang ia disini, di dekat Seishu, pujaan hatinya. Yang sekarang jadi dingin dan tak mau berurusan dengan dirinya. Koko sedikit kecewa. Tapi jika membuat Seishu marah adalah caranya berinteraksi, ia tak keberatan.

“Hei Koko”

“Ya sayang?”

“Cepat atau lambat, semua akan terbuka”

“Terbuka?”

Seishu tersenyum kecut. “Ya, bersiaplah”

Koko tak mau semua terbuka. Terutama bagaimana dia bisa bebas dari tuduhan pembunuhan Anastasia. Seharusnya dia di penjara. Tapi ibunya tak mau anaknya berada di ruang kecil kotor jauh darinya.

Ini semua karena dia terlalu memanjakanku

Sekarang keseharian Koko hanyalah mengganggu Seishu. Ia tak mau jauh darinya. Tidak lagi. Ia ingin semua seperti dulu, ketika ia bisa tersenyum dan melihat senyuman manis Seishu.

“Pulang sana”

Koko menatap Seishu yang tengah menatapnya dengan kesal. Koko mengangkat alisnya “pulang? Kenapa?”

“Kau sudah tidak sakit bodoh! Ini tempat orang sakit, bukan hotel!”

“Aku sakit kok”

“Depresi bisa dirawat sambil rawat jalan” jawab Seishu.

“Kau benar-benar tak ingin melihatku ya?”

“Kau pikir saja sendiri” ujar Seishu sambil melangkah pergi. Namun Koko berhasil menahannya.

“Inupi…”

“Koko cukup aku tak ingin berurusan denganmu lagi”

“Inupi kumohon…”

“Apa? Apa kau ingin masuk lagi ke kehidupanku? Mengacak-ngacak semua yang sudah ku tata rapi setelah kau pergi? Itukan yang kau mau?”

“Inupi”

“Cukup Koko, aku sudah tak punya lagi perasaan cinta padamu. Sekarang, kita tidak lebih dari sekedar teman” Seishu melepaskan genggaman Koko dan pergi keluar ruangan. Jantung Koko sakit sekali rasanya.

Apa sudah tidak ada lagi kesempatan? Bahkan sepersen? Air mata Kokonoi jatuh. Ia tak sanggup lagi menahan tangisnya. Ia benar-benar rindu si laki-laki bersurai pirang dan bermata lembut itu. Hatinya kian hancur mengetahui bahwa ia sudah jadi orang brengsek di mata Seishu.

Koko melirik ke arah meja kecil di sampingnya, meraih benda tajam apapun yang bisa melukai kulitnya. Rasa sakit ini lebih baik daripada yang ia rasakan selama ini di hatinya.

******

“Koko… ayo pulang”

Koko memalingkan wajahnya. Tak mau menatap ibundanya. Ia benci dengan wajah itu, wajah angkuh yang tak pernah sekali menunduk.

“Aku mau pulang… tapi ke akhirat”

“Koko!”

“Apa?! KENAPA KAU TIBA-TIBA PEDULI?!” Hardik Koko “SEJAK KAPAN KAU MULAI PEDULI PADAKU? BUKANKAH SELAMA INI AKU HANYA BENDA?”

“Kokonoi Hajime! Jaga bicaramu!” Ayah Koko menampar pipinya dengan keras. Hingga Koko terjatuh ke lantai. Koko menatap ayahnya. Ia tak percaya ayahnya yang jarang dirumah, membela ibunya.

“Apa kau tahu aku menderita depresi? Apa kau tahu anakmu ini tersangka kasus pembunuhan? Apa kau tahu semua itu ayah?”

“Kokonoi… ayolah… pulang. Ibumu merindukanmu”

“Tapi aku tidak”

Ibunya terdengar sangat sedih “apa ini semua karena si miskin-”

“Dia punya nama. Seishu Inui”

“Aku tak peduli siapa nama-”

“Kalau begitu aku juga tak peduli denganmu”

“Koko…” ibunya menggenggam tangan Koko “ayolah… lupakan dia ya? Dia itu miskin. Tidak setara denganmu… nanti kau mau makan apa kalau berhubungan dengannya”

“Wow… ternyata isi pikiranmu hanya uang” Koko menepis tangan ibunya. “Pernahkah kau sekali memikirkan bagaimana perasaanku? Pernahkah?”

“Koko apa uangmu tidak cukup? Apa selama ini uang dari ayah kurang”

Koko mengepalkan tangannya. Uang dan uang, apa koko tak seberharga itu

“Keluar”

“Koko..”

“AKU BILANG KELUAR! AKU TAK SUDI MENATAP WAJAH KALIAN! SAMPAI KALIAN BISA BERUBAH AKU TIDAK SUDI JADI ANAK KALIAN!!”

Ayah dan ibu Koko tak bisa berkata apa-apa. Mereka bergegas pergi. Tak ingin mengganggu Koko yang terlihat semakin marah.

“Kau menyayangi mereka bukan?”

Koko menoleh. Seishu sedang berdiri menyilangkan tangannya. Menatap dirinya dengan iba.

“Sayang? Mereka hanya peduli dengan uang”

“Kalau kau tak menyayangi mereka, sejak awal kau seharusnya tidak membiarkan mereka mengunjungimu”

Koko terdiam. Benar juga.

Seishu menarik tangan Koko. Menatap luka sayatan di lengannya. “Baiklah aku rasa lebih baik kau tidak keluar dari rumah sakit”

“Benarkah?” Koko malah berbinar.

“Aku tidak mau melihatmu di ruang jenazah”

“Inupi…” Koko memeluk Seishu tiba-tiba. Memeluknya dengan sangat erat “aku tahu kau mencintaiku”

Seishu melepaskan pelukannya dengan keras “tidak. Aku hanya tidak mau kehilangan seorang teman”

“Yah…” Koko menunduk kecewa. Kembali ke kasurnya dan menyelimuti dirinya sendiri. “Maafkan aku Seishu… aku seharusnya lari dan mengejarmu, bukan hanya diam dan diam”

Seishu menghampiri Koko. Mengusap kepalanya lembut. “Bukan salahmu. Mungkin kita berdua memang tidak ditakdirkan untuk bersama”

“Maafkan aku” Koko terisak pelan. Membenamkan wajahnya pada bantal. Seishu menghela nafas. Meninggalkan ruangan dalam diam. Meninggalkan Kokonoi menangis dalam diam.

****

Koko tak lagi mengganggu Seishu. Ia tak lagi memanggilnya secara mendadak hanya untuk mengatakan sepatah kata tidak berguna. Ia tahu, semua tidak berguna lagi. Seishu sudah mengunci hati untuk dirinya.

Koko tidak akan berusaha lagi, kalau gangguannya membuat Seishu makin benci dirinya, Koko lebih baik diam. Ia sayang pada Seishu, namun melihat orang yang ia sayang membencinya, itu sangat menyakitkan.

Koko mungkin punya semua kekayaan di dunia, dia jentikkan jari dan keinginannya akan terpenuhi. Tapi untuk apa jika ia tak bisa bersama Seishu? Untuk apa ia punya banyak harta namun tak ada orang yang ia sayangi dan menyayangi dia?

Dari Seishu, Koko belajar untuk jadi orang yang rendah hati. Orang yang lebih baik. Seishu tak pernah mengajarkan semua itu. Tapi melihat keseharian Seishu yang sederhana, Koko belajar dengan sendirinya.

“Kau mau kemana?”

Koko menoleh. Seishu datang membawakan sarapan untuknya, yang tengah beres-beres untuk pulang.

“Oh… aku mau pulang. Aku sudah terlalu lama di sini”

“Kau yakin? Kau yakin mau pulang?” Tanya Seishu.

“Mm.. aku yakin” koko mengangguk. Membereskan apapun yang harus dibereskan. “Aku sudah minta untuk pulang ke Apartemen sendiri. Aku tidak ingin kembali ke rumah itu”

“Oh? Baguslah. Kau harus bahagia ya Koko”

Koko tersenyum. Menatap Seishu yang juga tersenyum. “Kau boleh berkunjung kalau mau”

“Tidak apa-apa… aku sibuk kerja mana bisa berkunjung” Seishu tersenyum lagi. Membuatnya Koko sangat senang.

“Makanlah dulu” ujar Seishu. “Baru pulang”

“Baiklah” Koko menurut dan duduk di kasurnya. Lalu makan makanan yang dibawakan oleh Seishu. Ia senang, Seishu akhirnya mau tersenyum padanya.

Seishu bahkan mengantarkan Koko sampai ke rumahnya, entah kenapa. “Aku hanya ingin memastikan kau sampai rumah”

“Kau benar-benar tak mau mampir?”

“Tidak apa-apa. Masih banyak pekerjaan di rumah sakit”

“Oh… baiklah”

Seishu pergi meninggalkan Kokonoi di Depan pintu. Meninggalkannya sendirian. Koko menghela nafas dan membuka pintu rumahnya. Namun ia langsung menjatuhkan barang di tangannya saat melihat Bianca, tengah duduk dengan tenang di tengah rumah.

“Halo kakak…”

“Bi-bianca? Apa yang kau lakukan di sini?”

“Mengunjungi kakakku…” Bianca bangkit. Berjalan mendekati Koko. Tangannya menggenggam sebuah pistol.

“Bianca… turunkan pistolnya…”

“Aku kesini karena ingin bertemu kakak… tapi kenyataannya dia bahkan tidak pernah ada di sini … ” Bianca tertawa. Tatapannya kosong. “Dia sudah lama pergi…”

“Bianca… tolong… tenanglah….”

“Tenang?” Ia tertawa lebih keras. “Bagaimana aku bisa tenang melihat pembunuh kakakku masih bernafas dengan tenang”

“Bianca stop-”

DORR!!

Bianca melepaskan tembakan. Namun Koko berhasil menunduk dan pelurunya menembus pintu. Koko segera menerjang Bianca. Berusaha meraih pistol sebelum ia melayangkan tembakan yang kedua. Namun kepala Bianca terantuk meja hingga tak sadarkan diri. Koko segera menjauhkan pistol dari tubuhnya. Dan terdengar suara ribut di luar.

Koko segera pergi keluar dan terkejut. Seishu ada di sana, dengan dada berlubang karena peluru meleset tadi

“INUPI!”

“ko...ko…”

Koko berlutut. Memeluk Seishu dan berusaha menahan darah yang terus menerus keluar sambil mencoba memanggil security dan bantuan.

“Inupi… sei… bertahanlah sebentar ya… kenapa kau kembali?”

“Aku.. aku melihat… mobil bianca… jadi…”

“Apa kau kesini untuk memberitahuku?”

Seishu mengangguk pelan. Terbatuk pelan. “Kau tidak apa-apa?”

“BODOH! KAU TERTEMBAK! JANGAN PEDULIKAN AKU DULU!”

“ko…”

“Sei… diamlah dulu, bantuan akan segera datang ya? Bertahanlah” Koko mulai panik. Air mata mulai mengalir dari kedua matanya.

“Maaf… maafkan… aku…”

“Kenapa kau minta maaf? Kau tidak salah??”

“Maaf… aku... membohongi… mu”

“Sei.. cukup. Jangan bicara lagi”

Seishu meraih pipi Koko. Mengusapnya lemah “aku… masih… cinta…” tak lama matanya tertutup. Tangannya terkulai lemas. Tak lagi terdengar deru nafas dari dirinya.

“Tidak! Sei.. sei kumohon bangunlah! Seishu!!” Koko terisak sambil memeluk tubuh lemas Seishu yang bersimbah darah. Ia terus menangis sampai security datang.

“Sei… bangunlah…”

******

Koko mondar-mandir di depan ruang operasi, ia tak diizinkan di sana, tapi karena beberapa Hal, Mitsuya mengizinkannya. Koko merasa bersalah karena membiarkan Seishu ikut dengannya. Ia merasa bersalah karena bukan dia yang tertembak.

Koko langsung menghampiri Mitsuya yang keluar dari ruangan operasi. “Bagaimana Sei?”

Mitsuya menatap wajah Koko dengan penuh penyesalan. Dan menariknya ke dalam pelukan. Koko langsung menangis kencang. Ia mengerti maksud pelukan itu. Koko meraung, melepas semua emosi di atas pundak Mitsuya yang juga menangis pelan.

“Waktu kematian, Kamis 1 Oktober, jam 17:19”


beberapa tahun kemudian

Kokonoi menggenggam seikat bunga. Berjalan pelan di antara batu nisan yang berderet rapi di tanah. Terus berjalan dan berjalan. Hingga sampai di depan sekumpulan batu nisan bertuliskan “makam keluarga Inui”.

Seorang gadis berambut pirang tengah duduk di depan batu-batu tersebut. Sambil merapikan sekitar makam. Ia menatap Koko “Hajime?”

“Akane…”

Gadis bernama Akane itu tersenyum. Lalu menepuk tanah di sebelahnya. “Sini”. Koko dengan tenang menghampiri Akane dan duduk di sebelahnya.

“Apa kabarmu?”

“Aku baik… Akane sendiri?”

“Aku juga baik… walau agak sepi”

“Ya…”

“Seishu pasti senang kau datang”

“Kuharap begitu” Koko menaruh bunga yang ia bawa di depan makam. Lalu berdoa sebentar.

“Hajime, apa kau masih marah pada dirimu?”

“Sedikit… tapi aku terus marah pun, tak akan membawa dia kembali bukan?”

Akane mengusap-usap pundak Koko. Menenangkan dirinya yang mulai menangis pelan. “Tidak apa-apa Hajime…”

“Mungkin kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama” isaknya “tapi aku senang, saat tahu bahwa Seishu juga masih mencintaiku”

“Hajime… cinta kalian kuat… kalau kau bisa hidup dengan baik, aku yakin Sei juga akan senang”

“Benarkah?” Koko mengusap matanya.

“Terkadang memang harus berpisah baru merasakan kekuatan dari cinta itu. Ketika bersama malah tidak terasa”

“Akane… terimakasih…”

“Sama-sama. Kuatlah Koko. Untuk Seishu”

“Ya… untuk Seishu”

Koko menutup wajahnya dengan tangan. Membiarkan dirinya terisak dan habiskan semua air matanya hari itu. Ya, untuk sekarang Koko hanya bisa melanjutkan hidup. Jadi orang yang lebih baik. Mungkin di kehidupan selanjutnya, ia dan Seishu bisa bersatu. Ia harap begitu. Tapi untuk sekarang, ia akan tetap hidup demi Seishu. Menjaga cintanya sampai waktu Koko di Dunia habis.

Broken

Tags : Drug use, depression, Self Harming, Suicide attempt, murder, Character death.


Sometimes, staying apart isn't all that bad…

***

Keseharian Seishu tak berubah. Bangun pagi, bersiap kerja, minum kopi, lalu pergi ke tempat kerjanya. Seolah hidup dalam loop. Tak ada keseharian menarik dalam hidupnya.

Yang menarik hanyalah pasien di rumah sakit

Seishu seorang perawat di rumah sakit besar. Merawat orang terluka adalah kehidupan sehari-hari. Kematian jadi hal normal dalam hari-hari biasanya.

Yang menarik hanyalah pasien di rumah sakit

Kadang ada pasien yang pasrah dengan keadaan, ada yang denial , ada yang berusaha positif. Banyak kepribadian membuat Seishu lebih peka terhadap lingkungan sosialnya yang membosankan.

Benar-benar menarik

“Inui-kun, bisa tolong tangani ER? Aku harus ke lantai atas”

Seishu mengangguk dan segera pergi ke ER (emergency room). ER selalu ramai karena disinilah awal mula pasien datang. Berbagai keluhan, berbagai kejadian.

“Inui! Sini sini” Mitsuya melambaikan tangannya. Seishu segera menghampiri Mitsuya “kenapa?”

“Itu… mantan pacarmu kan?” Mitsuya menunjuk salah satu pasien. Pasien yang sedang diikat di kasur karena tak berhenti mengamuk.

“Koko?!” Seishu terperanjat. Mantan pacarnya, Koko, sedang menggeram pada perawat dan residen di sekitarnya sembari berusaha lepas dari ikatannya.

“Heee dia benar mantanmu?” Ujar Mitsuya. Memainkan stetoskop di lehernya. Seishu berdehem dan menghampiri Koko.

“INUPI! INUPI!” Mata Kokonoi yang sipit membulat. Bersinar terang saat melihat Seishu berdiri di samping tempat tidurnya.

“Inui-kun, kau kenal dia?” Tanya seorang residen

“TENTU SAJA! AKU PACARNYA!” Koko menjawab dengan semangat.

“Mantan” Seishu mengoreksi.

“INUPI OH AKU MERINDUKANMU!! TOLONG LEPASKAN IKATAN INI KUMOHON INUPI!”

“Apa masalahnya?” Tanya Seishu

“Dia mencoba melompat dari atas gedung. Ketika diselamatkan dia malah menyerang orang sekitar. Lalu terpeleset dan kepalanya terbentur meja”

Seishu memeriksa kondisi kepala Koko. Darah mengucur deras dari pelipisnya. Seishu menghela nafas.

“Dasar bodoh, apa yang kau lakukan huh?”

“AKU MAU TERBANG!”

“Tidak usah berteriak bodoh” Seishu beralih pada perawat lain “aku tidak mau berurusan dengannya. Bukan jadwalku”

“INUPI!! INUPII JANGAN TINGGALKAN AKU!” Koko memanggil-manggil Seishu yang berjalan menjauh.

“Dia kenapa?” Tanya Mitsuya. Seishu mengangkat bahunya. Berjalan pergi memeriksa pasien yang lain. Koko masih berteriak-teriak memanggil Seishu.

Ada apa dengan bocah itu? Pikir Seishu.

***

“Hei Inupi”

“Apa? Belum cukup kau membuat keributan di pagi ini huh? Jangan menggangguku. Aku sibuk” jawab Seishu sambil membereskan meja di samping Koko. Koko tertawa kecil “apa kau tidak senang melihatku? Kau tidak rindu?”

Seishu menghela nafas dan berkacak pinggang. “Rindu? Buat apa aku rindu dengan orang gila sepertimu?” Ia tatap tajam wajah tengil Koko, yang agak lebam karena dihajar orang “dan lagi, kenapa kau harus membuat keributan seperti itu? Aku dibicarakan satu lantai kau tahu?”

Koko tertawa terbahak-bahak. Menatap Seishu riang “bagus, biar semua tahu, aku pacarmu”

“Mantan”

“Di pikiranku, kau masih pacarku”

“Bukankah kau punya tunangan? Apa kabar tunangan cantikmu itu?” Seishu mengecek mata Koko dengan senter kecilnya. Memastikan otaknya tidak rusak parah.

“Oh, dia mati. Aku mendorongnya ke kolam” jawab Koko santai. Seishu menghela nafas. Tentu saja, si tengil ini tak akan ditangkap polisi karena uangnya tak terbatas

“Kenapa? Kau tidak suka? Padahal dia cantik”

“Dia mengatakan aku gila. Padahal aku tidak gila…”

“Lalu kau sakit hati, dan membunuhnya?”

Koko mendelik “dia membuang semua obatku! Aku ini depresi, bukan gila”

Seishu menatap tangan Koko. Banyak bekas suntikan dan sayatan di kulit porselennya. “Lalu kau menggantinya dengan morfin? Heroin?”

“Dia yang memaksaku!” Dalih Koko. Seishu menggelengkan kepalanya. “Kalian berdua, sama-sama aneh”

“Inupi, mau jadi perawat pribadiku?”

“Berani bayar berapa huh?” Tantang Seishu. Koko tertawa kencang. “Kau mau ?”

Seishu tersenyum “tidak”

Seishu keluar dari ruangan VVIP Koko dan berbincang dengan residen yang berjaga “Dok, CT scan nya sudah keluar. Tidak ada tanda kerusakan parah di otak. Hanya pendarahan luar. Tapi efek morfinnya masih aktif, aku sudah berikan antidot untuk menurunkan efeknya”

Residen itu mengangguk “baiklah terima kasih. Ngomong-ngomong, Dokter Mitsuya memanggilmu ke ruangannya”

“Huh? Ada apa?”

“Entahlah, kurasa serius”

“Baiklah. Terimakasih dok” jawab Seishu sambil berjalan ke ruangan Mitsuya. Di ruangannya, Mitsuya sudah menunggu sambil memeriksa beberapa berkas.

“Kau memanggilku?”

“Ya. Duduklah” Mitsuya mempersilahkan Seishu untuk duduk di kursi. Seishu dengan tenang menuruti perintah Mitsuya.

“Dengar, ini tiba-tiba, tapi apa kau bisa merawat pasien secara pribadi? Jadi tugasmu hanya pergi ke rumah pasien”

“Ya… memang kenapa?”

“Keluarga koko-” sebelum Mitsuya sempat menjawab, Seishu terhenyak dari kursinya.

“Oooh… tidak. Aku tidak mau mengurusnya. Tidak. Sudah cukup aku berhubungan dengan dia dan keluarga kayanya itu”

“Inui… jangan bawa masalah personal dengan pekerjaan”

“JANGAN BAWA MASALAH PERSONAL DENGAN PEKERJAAN?! LALU APA MAKSUDMU MENYURUHKU MERAWAT DIA?! APA KARENA AKU MANTAN PACARNYA?!” Seishu meradang. Mitsuya sempat kaget karena baru pertama melihat wajah marah Seishu.

“Hei, dengar, bukan aku yang mengatur… mereka yang meminta sendiri” ujar Mitsuya. Seishu tertawa. Menyibak rambutnya dengan marah.

“Mereka? Keluarga sialan itu? Yang membuangku begitu saja setelah menemukan seorang jalang untuk berdiri di samping Koko?!”

“Inui tenanglah”

“TENANG?! MANA BISA AKU TENANG?! AKU BUKAN LAYANG-LAYANG!”

Mitsuya menghela nafas. Menatap Seishu dengan tatapan memohon “Inui… ayolah… mereka hanya ingin Koko dirawat olehmu”

“Ada perawat lain di rumah sakit ini, pilih saja mereka dan jangan libatkan aku. Aku tak mau mengurus orang gila”

“Inui… ayolah… ini pekerjaan yang cukup bagus untukmu. Dan mereka bersedia membayar lebih”

Seishu beranjak ke pintu. Menoleh sebentar pada Mitsuya.

“Aku lebih baik Mati daripada harus kembali ke rumah sialan itu” Ujarnya sebelum meninggalkan Mitsuya, yang hanya bisa memijat pelipisnya.

***

Koko melempar nampan makanan pada wajah ibunya. Ibunya menghela nafas panjang. Menatap anak semata wayangnya yang bertingkah seperti anak kecil.

“Koko, jangan begini… kau ingin keluar dari rumah sakit bukan? Nanti ibu belikan Lamborghini baru.. ya?”

Seishu meringis mendengar percakapan itu. tak perlu rasanya mengatakan itu. Ia mengalihkan perhatian dengan fokus memasang infus baru.

“Tidak! Aku mau di sini. Di sini aku dirawat dengan baik. Aku minum obat setiap hari. Dan tidak ada yang memanggilku gila”

“Tapi Anastasia hanya bercanda waktu itu”

“Bercanda?!” Seru Koko “ibu bilang dia bercanda?! DIA MEMAKSA AKU MEMAKAI HEROIN DAN KAU BILANG DIA BERCANDA?!”

“Kokonoi… tenanglah…”

Koko mendorong ibunya. Walau dari tempat tidur, Koko bisa membuat ibunya jatuh ke lantai “TENANG?! BAGAIMANA AKU BISA TENANG?!”

“Kalau kau terus berteriak, aku bisa minta Dokter Ryohei untuk mengizinkanku menyuntikkan anestesi padamu”

Ibu Koko menatap sinis Seishu “bicara apa kau? Anestesi? Untuk apa?”

“Oh? Kau bertanya untuk apa nyonya?” Tanya Seishu “anakmu ini mengganggu ketenangan rumah sakit. Dia mungkin ada di ruangan VVIP, tapi tetap saja, keributan tidak diperbolehkan”

“Huh? Sombong sekali kau! Kau cuma perawat! Aku bisa membeli rumah sakit ini dan membuatmu kehilangan pekerjaan”

“Silahkan saja, sebagai gantinya anakmu tak akan pernah sembuh” Tantang Seishu.

“OH?! Begitu kau bicara padaku dasar ba-”

“DIAM!” hardik Koko. Menatap sang ibu dengan marah. “Bisakah kau satu hari tak membicarakan soal Harta?! Apa hartamu itu sudah menyelamatkan aku sejauh ini huh?!”

“Kokonoi…. Bukan itu maksudku…” ibu koko mengusap kepala Koko. Namun ia tepis dengan keras.

“Aku mau istirahat. Ibu pulang saja”

“Tapi..”

“PULANG”

Ibu Koko menatap putra semata wayangnya. Lalu beranjak pergi sambil menatap sinis Seishu. Seishu pun tak mau kalah dan memutar matanya.

“Maafkan soal ibuku ya, Inupi” ujar Koko, lembut. Seraya menatap Seishu dengan sedih.

“Tak apa… ibumu memang selalu membenciku kan?”

“Dia memang begitu” jawab Koko “dari awal sejak tahu kau hanya seorang perawat, dia langsung mengeluh. Katanya aku tidak pantas berpacaran dengan orang miskin” keluh Koko. Seishu hanya menganggukkan kepalanya sambil membaca laporan perkembangan Koko.

“Tidak masalah. Toh sekarang aku dan kau sudah tak punya hubungan apa-apa selain teman bukan?” Ujar Seishu. Mem pager residen sebelum meninggalkan ruangan.

“Aku masih mencintaimu, Inupi”

Seishu menoleh. Koko menatapnya sendu. Tatapan matanya seolah berteriak, memanggil dirinya untuk kembali.

“Aku tahu” sahut Seishu sebelum menghilang dari balik pintu. Seishu duduk di bangku terdekat. Menghembuskan nafas dengan berat dan menatap kosong ke depan.

Kalau saja ibu Koko tak memandang status sosial, Koko bisa saja jadi suaminya saat ini. Ibu Koko tak pernah setuju anak semata wayangnya berkencan dengan orang miskin . Ah tidak pantas juga disebut miskin, orang menengah .

Seishu masih mencintai Koko. Tapi dia terus menyanggahnya. Melupakan perasaannya sendiri. Seishu marah pada dirinya sendiri, kenapa dia harus mencintai seorang Kokonoi Hajime. Kenapa dia tak jatuh cinta pada orang yang setara dengan dirinya.

Tapi bagaimanapun, mau sebesar apapun perasaan Seishu pada Koko, ia akan terus menyanggah dan menyanggah. Panggil aku denial, tapi nyatanya memang begitu. Sampai kapanpun, aku tak sudi kembali padanya. Sudah cukup aku dipermalukan oleh orang kaya gila

BIIP BIIP Lamunan Seishu dikaburkan oleh bunyi Pager. Memanggilnya untuk kembali melanjutkan pekerjaan. Seishu bangkit dan merapikan *scrubs nya.

Tak apa Sei, kau laki-laki kuat! Seishu mengepalkan tangannya, menyemangati diri sendiri sebelum pergi ke tempat ia dipanggil.

***

Hari-hari Seishu yang membosankan, berubah jadi menyebalkan. Koko yang terbaring di tempat tidur mengganggu dirinya di setiap kesempatan. Merengek, menjahili, dan mengganggu Seishu di shift nya. Kalau boleh, Seishu ingin menyuntikkan anestesi dosis besar pada mantan pacarnya itu.

Seperti sekarang, Seishu yang tengah mengganti infus, terus dicolek oleh Koko. Residen dan perawat lain yang bersamanya hanya bisa tertawa kecil. Berpikir bahwa itu sangat menggemaskan.

“Apa? Apa Koko apa?” Tanya Seishu kesal. Koko hanya terkekeh.

“I love you” jawabnya tengil. Perawat lain terkikik mendengar jawaban Koko yang begitu jahil. Seishu tersenyum masam.

“Terserah”

“Ayo balas cintaku” Rengek Koko sambil menarik-narik scrubs Seishu. Seishu menghela nafas dan menurunkan tangan Koko perlahan.

“Inupiiii” rengeknya lagi. Memajukan bibirnya. Bertingkah manja agar Seishu mau menatapnya.

“Oh, aku dipanggil dokter Mitsuya, daah” Seishu melirik pager dan berlari keluar. Mengacuhkan Koko yang berteriak memanggilnya.

Apa Mitsuya memanggil? Tidak. Seishu hanya berasalan agar bisa pergi. Ia pergi ke Kantin dan mengambil pudding. Lalu makan dengan kesal.

Ada apa dengan Koko? Kenapa dia bertingkah seperti itu? Dulu waktu masih berpacaran, Koko terlihat penuh wibawa dan tegas. Kenapa dia terlihat seperti bocah sekarang? Apa karena depresinya?

“Oh, Inupi! Kau disini”

Seishu menoleh. Salah satu dokter/psikolog, Takemichi, menghampirinya.

“Oh, ada apa dok?”

“Ini soal mantan pacarmu”

Seishu menghela nafas. “Kenapa? Dia kenapa?”

“Aku berbincang dengannya beberapa waktu lalu. Setelah melakukan riset dan diagnosis, sepertinya, depresinya semakin parah”

“Apa heroin juga berperan dalam hal ini?”

“Heroin hanya merusak tubuhnya. Keadaan psikologis, itu dari lingkungan”

Seishu memijat pelipisnya. “Apa yang terjadi sebenarnya? Sejak kapan dia depresi begini?”

“Sejak dia putus denganmu ..” jawab Takemichi tenang. Seishu terdiam.

“Apa?”

“Ya, aku bertanya padanya. Dia cukup kooperatif soal ini. Dia mau menceritakan semuanya. Makanya aku kaget ketika perawat lain bilang Koko seringkali mengganggumu. Bersama perawat atau dokter lain, dia selalu berperilaku baik”

“Lalu kenapa dia menggangguku? Kadang marah padaku?”

“Yah… bagaimana ya mengatakannya….” Takemichi menggaruk tengkuknya. Menatap Seishu yang menatapnya heran.

“Orang yang mengalami depresi, biasanya memproyeksikan kemarahan atau rasa frustasinya pada orang yang mereka cintai. Itu karena biasanya, mereka akan memaafkan perbuatan si penderita, walaupun mereka tak mengerti kenapa si penderita melakukan hal tersebut”

“Apa membuat orang marah juga termasuk?” Tanya Seishu sinis. Takemichi mengangkat bahunya.

“Apapun yang terjadi, Mitsuya bilang kau yang jaga”

“Wow wow tunggu… tidak. Aku tidak sudi satu ruangan dengannya”

“Karena dia mantan pacarmu?”

“Aku hanya tidak mau” Seishu mengunyah makanannya dingin “jangan ganggu aku”

Takemichi menghela nafas. Bangkit meninggalkan Seishu. “Dengar, mau tak mau kau harus bisa melupakan rasa bencimu sebentar… demi pasien”

Seishu hanya menganggukkan kepalanya sedikit tanpa memandang Takemichi. Membiarkan Takemichi berjalan menjauh.

Seishu benci, benci mengetahui bahwa dia salah satu faktor Kokonoi jadi seperti ini, benci fakta bahwa ia dipaksa pergi dari sisi Kokonoi ketika dia sedang kesulitan. Seishu marah.

*******

“I love you”

“Aku tahu”

“Jadilah kekasihku lagi”

“Tidak terimakasih”

Satu rumah sakit rasanya tahu akan percakapan mereka berdua. Tidak banyak dari itu. Kokonoi yang terus mengganggu Seishu dan Seishu yang terus menolaknya.

Keduanya tak mau kalah

“Pada akhirnya kau tetap jadi perawat pribadinya” ejek Mitsuya pada Seishu. Seishu tertawa masam. “Salah siapa ini? Dari awal aku sudah menolak”

“Dan lagi…” Seishu menaruh tumpukan berkas pasien dengan keras “... Kenapa dia tidak pulang? Ini sudah tiga bulan dan lukanya sudah sembuh. Tidak ada tanda-tanda narkotika berlebih dalam darahnya. Apa yang dia lakukan di sini?!”

“Keluarganya tidak ingin dia memakai narkoba atau mencoba bunuh diri lagi. Makanya mereka membiarkan dia tinggal di sini”

“Ini rumah sakit, bukan hotel” jawab Seishu ketus. Mitsuya hanya bisa tersenyum mendengarnya.

“Dengar, cepat atau lambat dia harus keluar. Aku tidak peduli bagaimana caranya. Aku tidak mau lagi menatap wajahnya”

“Sudah kuduga kau akan bilang begitu” jawab Mitsuya.

“Lalu? Lakukan sesuatu Mitsuya Takashi?! Kau petinggi rumah sakit! Kau juga dokter ketua”

“Inui…” Mitsuya menatap Seishu dengan sayu “...tugas kita adalah merawat pasien, bukan mengusirnya”

“Terserah” Seishu memutar matanya dan pergi meninggalkan Mitsuya, yang hanya bisa mematung menatap Seishu yang pergi menjauh.

BIIP BIIP “Oh Kokonoi sialan” umpat Seishu saat melihat pagernya. Lalu segera berlari ke ruangan VVIP Koko.

“Ada ap-”

Seishu tertegun. Ada seorang wanita cantik di ruangan itu. Wajahnya mirip dengan tunangan Koko. Tunangan yang membuat Koko meninggalkan dirinya

“Oh… kau pasti Seishu Inui ya?” Gadis itu menghampiri Seishu. Menjabat tangannya “terimakasih, terimakasih sudah merawat kakak iparku”

“Euh… sama-sama. Sudah tugasku”

“Ah ngomong-ngomong aku Bianca, aku saudara kembar Anastasia. Calon istri Koko”

“Calon istri…?” Seishu menatap Koko yang memberi isyarat padanya untuk tak bertanya apa-apa lagi.

“Anu… ngomong-ngomong ada apa? Aku dipanggil ke sini untuk apa?”

“Oh, infusku perlu diganti”

“Infus ap- oh… ” Seishu mengangguk. Mengetahui isyarat Koko. Sejak dulu Koko selalu begitu, menggunakan alasan lain untuk kabur dari situasi Sulit. Koko terbiasa lari dari masalah sejak kecil.

“Koko, aku pulang dulu ya? Sampaikan pada kakak, tadi aku berkunjung”

“Oke, hati-hati”

“Bye~” Bianca berpamitan. Meninggalkan Seishu dan kemudian Koko. Seishu menatap Koko, curiga. “Kau…”

“Ya…”

“Woah… bagaimana kalau adik iparmu itu tahu kakaknya meninggal lima bulan yang lalu”

Koko memijat pelipisnya “entahlah…” ia menarik nafas dalam-dalam “yang lebih menyeramkan adalah dia lebih kasar dari Anastasia”

“Lebih kasar?” Seishu tertawa “dia gadis manis yang imut”

“Jangan salah Inupi. Dia pernah dipenjara karena membunuh orang”

“Oh”

“Kalau dia tahu aku membunuh kakaknya, bisa-bisa aku dibunuh juga”

“Ooh kau pasti terbunuh” Seishu menakut-nakuti Koko. “Cepat atau lambat dia akan tahu, dan dia akan membunuhmu karena merenggut kakaknya”

“Inupi”

“Apa?”

“Kalau aku mati, kau akan datang ke pemakamanku kan?”

Seishu menatap Koko. Tersenyum kecil. “Ya”

“Janji”

“Aku janji”

Koko menjulurkan jari kelingkingnya. “Janji”

Seishu menatap Koko dan menautkan jarinya “janji”

“Ngomong-ngomong kau tidak bisa di sini terus. Kau harus pulang”

“Ini rumahku sekarang”

“Terserah” Seishu mendelik dan beranjak pergi. Namun Koko menarik tangannya. “Inupi… kau masih mencintaiku kan?”

“Tidak”

“Apa aku benar-benar tidak punya tempat lagi di hatimu Inupi?”

“Tidak. Sudahlah. Aku harus kerja” ujar Inupi sambil melepaskan genggaman Koko. Pergi secepat mungkin dari ruangan VVIP tersebut.

Seishu bersandar di dinding. Menghela nafasnya dengan berat. Maafkan aku Kokonoi… aku harus menjauh darimu. Karena aku berhak bahagia

Seishu Melirik pagernya. Mengecek apakah ada panggilan untuknya. Setelah memastikan dia dibutuhkan dia buru-buru pergi. Meninggalkan ruangan yang sebenarnya ia senang datangi.


Apa Koko ingin semua ini terjadi?

Oh tentu saja tidak. Koko sangat mencintai Seishu. Koko benar-benar jatuh hati pada Seishu yang begitu mengerti dirinya. Koko sudah memimpikan banyak hal yang ingin ia lalui bersama dengan Seishu.

Tapi ibunda Koko seorang classist. Ia tak suka anaknya bergaul dengan orang miskin. Apalagi sampai memacarinya. Saat tahu sang anak berpacaran dengan orang miskin, ibundanya mencarikan seorang gadis cantik nan kaya. Memaksa Koko untuk putus dengannya.

Koko marah, ia hanya ingin bahagia. Tapi sejak lahir, setiap langkah di hidupnya terus ditentukan oleh ibundanya. Seishu adalah satu-satunya hal yang ia pilih sendiri. Dan itupun tak bisa bertahan. Karena intervensi sang ibu.

“Koko, mulai hari ini, Anastasia adalah tunanganmu”

Kalimat itu, kalimat yang memaksa Koko untuk tinggalkan Seishu. Koko tak berani melawan ibunya saat itu. Seishu yang malang dibiarkan menangis sendirian di tengah jalan.

Menjauh dari Seishu membuat hati Koko terasa Hampa. Kosong. Ia kehilangan kehangatan yang ia rasakan selama bersama Seishu. Semangat hidupnya perlahan terkikis, hilang bersamaan dengan luka-luka yang ia buat di lengannya.

“Kau terkena depresi Hajime…”

Kalimat dari psikolog mengejutkan dirinya. Apa Seishu sepenting itu? Ia sampai mengalami perubahan pada dirinya seperti ini?

Koko mulai meminum banyak obat-obatan. Agar ia bisa terlihat baik-baik saja ketika sedang menjalankan aktivitas. Tapi tunangannya, Anastasia. Malah membuang semua pil. Membatalkan semua janji kontrol dengan psikolog.

“Kau tidak butuh itu semua, nanti kau tambah gila”

Aku tidak gila

Anastasia malah memperkenalkan dirinya pada Narkoba. Membuatnya Koko, si anak baik penurut, jadi seorang pecandu narkoba. Tubuhnya tidak sehat. Otaknya rusak. Mentalnya sudah kabur.

Koko benci semua itu

Saat ia temukan kesempatan, ia tenggelamkan Anastasia di kolam renang rumahnya. Membiarkan gadis malang itu tenggelam, mati lemas karena paru-parunya terisi air. Ibu Koko panik. Ia harus membayar aparat dengan uang jumlah besar agar Koko tak jadi tersangka. Yang lebih parah, keluarganya memaksa untuk menyembunyikan fakta bahwa Anastasia sudah mati.

Koko benci dengan semua ini. Ia hanya ingin mati

Namun sekarang ia disini, di dekat Seishu, pujaan hatinya. Yang sekarang jadi dingin dan tak mau berurusan dengan dirinya. Koko sedikit kecewa. Tapi jika membuat Seishu marah adalah caranya berinteraksi, ia tak keberatan.

“Hei Koko”

“Ya sayang?”

“Cepat atau lambat, semua akan terbuka”

“Terbuka?”

Seishu tersenyum kecut. “Ya, bersiaplah”

Koko tak mau semua terbuka. Terutama bagaimana dia bisa bebas dari tuduhan pembunuhan Anastasia. Seharusnya dia di penjara. Tapi ibunya tak mau anaknya berada di ruang kecil kotor jauh darinya.

Ini semua karena dia terlalu memanjakanku

Sekarang keseharian Koko hanyalah mengganggu Seishu. Ia tak mau jauh darinya. Tidak lagi. Ia ingin semua seperti dulu, ketika ia bisa tersenyum dan melihat senyuman manis Seishu.

“Pulang sana”

Koko menatap Seishu yang tengah menatapnya dengan kesal. Koko mengangkat alisnya “pulang? Kenapa?”

“Kau sudah tidak sakit bodoh! Ini tempat orang sakit, bukan hotel!”

“Aku sakit kok”

“Depresi bisa dirawat sambil rawat jalan” jawab Seishu.

“Kau benar-benar tak ingin melihatku ya?”

“Kau pikir saja sendiri” ujar Seishu sambil melangkah pergi. Namun Koko berhasil menahannya.

“Inupi…”

“Koko cukup aku tak ingin berurusan denganmu lagi”

“Inupi kumohon…”

“Apa? Apa kau ingin masuk lagi ke kehidupanku? Mengacak-ngacak semua yang sudah ku tata rapi setelah kau pergi? Itukan yang kau mau?”

“Inupi”

“Cukup Koko, aku sudah tak punya lagi perasaan cinta padamu. Sekarang, kita tidak lebih dari sekedar teman” Seishu melepaskan genggaman Koko dan pergi keluar ruangan. Jantung Koko sakit sekali rasanya.

Apa sudah tidak ada lagi kesempatan? Bahkan sepersen? Air mata Kokonoi jatuh. Ia tak sanggup lagi menahan tangisnya. Ia benar-benar rindu si laki-laki bersurai pirang dan bermata lembut itu. Hatinya kian hancur mengetahui bahwa ia sudah jadi orang brengsek di mata Seishu.

Koko melirik ke arah meja kecil di sampingnya, meraih benda tajam apapun yang bisa melukai kulitnya. Rasa sakit ini lebih baik daripada yang ia rasakan selama ini di hatinya.

******

“Koko… ayo pulang”

Koko memalingkan wajahnya. Tak mau menatap ibundanya. Ia benci dengan wajah itu, wajah angkuh yang tak pernah sekali menunduk.

“Aku mau pulang… tapi ke akhirat”

“Koko!”

“Apa?! KENAPA KAU TIBA-TIBA PEDULI?!” Hardik Koko “SEJAK KAPAN KAU MULAI PEDULI PADAKU? BUKANKAH SELAMA INI AKU HANYA BENDA?”

“Kokonoi Hajime! Jaga bicaramu!” Ayah Koko menampar pipinya dengan keras. Hingga Koko terjatuh ke lantai. Koko menatap ayahnya. Ia tak percaya ayahnya yang jarang dirumah, membela ibunya.

“Apa kau tahu aku menderita depresi? Apa kau tahu anakmu ini tersangka kasus pembunuhan? Apa kau tahu semua itu ayah?”

“Kokonoi… ayolah… pulang. Ibumu merindukanmu”

“Tapi aku tidak”

Ibunya terdengar sangat sedih “apa ini semua karena si miskin-”

“Dia punya nama. Seishu Inui”

“Aku tak peduli siapa nama-”

“Kalau begitu aku juga tak peduli denganmu”

“Koko…” ibunya menggenggam tangan Koko “ayolah… lupakan dia ya? Dia itu miskin. Tidak setara denganmu… nanti kau mau makan apa kalau berhubungan dengannya”

“Wow… ternyata isi pikiranmu hanya uang” Koko menepis tangan ibunya. “Pernahkah kau sekali memikirkan bagaimana perasaanku? Pernahkah?”

“Koko apa uangmu tidak cukup? Apa selama ini uang dari ayah kurang”

Koko mengepalkan tangannya. Uang dan uang, apa koko tak seberharga itu

“Keluar”

“Koko..”

“AKU BILANG KELUAR! AKU TAK SUDI MENATAP WAJAH KALIAN! SAMPAI KALIAN BISA BERUBAH AKU TIDAK SUDI JADI ANAK KALIAN!!”

Ayah dan ibu Koko tak bisa berkata apa-apa. Mereka bergegas pergi. Tak ingin mengganggu Koko yang terlihat semakin marah.

“Kau menyayangi mereka bukan?”

Koko menoleh. Seishu sedang berdiri menyilangkan tangannya. Menatap dirinya dengan iba.

“Sayang? Mereka hanya peduli dengan uang”

“Kalau kau tak menyayangi mereka, sejak awal kau seharusnya tidak membiarkan mereka mengunjungimu”

Koko terdiam. Benar juga.

Seishu menarik tangan Koko. Menatap luka sayatan di lengannya. “Baiklah aku rasa lebih baik kau tidak keluar dari rumah sakit”

“Benarkah?” Koko malah berbinar.

“Aku tidak mau melihatmu di ruang jenazah”

“Inupi…” Koko memeluk Seishu tiba-tiba. Memeluknya dengan sangat erat “aku tahu kau mencintaiku”

Seishu melepaskan pelukannya dengan keras “tidak. Aku hanya tidak mau kehilangan seorang teman”

“Yah…” Koko menunduk kecewa. Kembali ke kasurnya dan menyelimuti dirinya sendiri. “Maafkan aku Seishu… aku seharusnya lari dan mengejarmu, bukan hanya diam dan diam”

Seishu menghampiri Koko. Mengusap kepalanya lembut. “Bukan salahmu. Mungkin kita berdua memang tidak ditakdirkan untuk bersama”

“Maafkan aku” Koko terisak pelan. Membenamkan wajahnya pada bantal. Seishu menghela nafas. Meninggalkan ruangan dalam diam. Meninggalkan Kokonoi menangis dalam diam.

****

Koko tak lagi mengganggu Seishu. Ia tak lagi memanggilnya secara mendadak hanya untuk mengatakan sepatah kata tidak berguna. Ia tahu, semua tidak berguna lagi. Seishu sudah mengunci hati untuk dirinya.

Koko tidak akan berusaha lagi, kalau gangguannya membuat Seishu makin benci dirinya, Koko lebih baik diam. Ia sayang pada Seishu, namun melihat orang yang ia sayang membencinya, itu sangat menyakitkan.

Koko mungkin punya semua kekayaan di dunia, dia jentikkan jari dan keinginannya akan terpenuhi. Tapi untuk apa jika ia tak bisa bersama Seishu? Untuk apa ia punya banyak harta namun tak ada orang yang ia sayangi dan menyayangi dia?

Dari Seishu, Koko belajar untuk jadi orang yang rendah hati. Orang yang lebih baik. Seishu tak pernah mengajarkan semua itu. Tapi melihat keseharian Seishu yang sederhana, Koko belajar dengan sendirinya.

“Kau mau kemana?”

Koko menoleh. Seishu datang membawakan sarapan untuknya, yang tengah beres-beres untuk pulang.

“Oh… aku mau pulang. Aku sudah terlalu lama di sini”

“Kau yakin? Kau yakin mau pulang?” Tanya Seishu.

“Mm.. aku yakin” koko mengangguk. Membereskan apapun yang harus dibereskan. “Aku sudah minta untuk pulang ke Apartemen sendiri. Aku tidak ingin kembali ke rumah itu”

“Oh? Baguslah. Kau harus bahagia ya Koko”

Koko tersenyum. Menatap Seishu yang juga tersenyum. “Kau boleh berkunjung kalau mau”

“Tidak apa-apa… aku sibuk kerja mana bisa berkunjung” Seishu tersenyum lagi. Membuatnya Koko sangat senang.

“Makanlah dulu” ujar Seishu. “Baru pulang”

“Baiklah” Koko menurut dan duduk di kasurnya. Lalu makan makanan yang dibawakan oleh Seishu. Ia senang, Seishu akhirnya mau tersenyum padanya.

Seishu bahkan mengantarkan Koko sampai ke rumahnya, entah kenapa. “Aku hanya ingin memastikan kau sampai rumah”

“Kau benar-benar tak mau mampir?”

“Tidak apa-apa. Masih banyak pekerjaan di rumah sakit”

“Oh… baiklah”

Seishu pergi meninggalkan Kokonoi di Depan pintu. Meninggalkannya sendirian. Koko menghela nafas dan membuka pintu rumahnya. Namun ia langsung menjatuhkan barang di tangannya saat melihat Bianca, tengah duduk dengan tenang di tengah rumah.

“Halo kakak…”

“Bi-bianca? Apa yang kau lakukan di sini?”

“Mengunjungi kakakku…” Bianca bangkit. Berjalan mendekati Koko. Tangannya menggenggam sebuah pistol.

“Bianca… turunkan pistolnya…”

“Aku kesini karena ingin bertemu kakak… tapi kenyataannya dia bahkan tidak pernah ada di sini … ” Bianca tertawa. Tatapannya kosong. “Dia sudah lama pergi…”

“Bianca… tolong… tenanglah….”

“Tenang?” Ia tertawa lebih keras. “Bagaimana aku bisa tenang melihat pembunuh kakakku masih bernafas dengan tenang”

“Bianca stop-”

DORR!!

Bianca melepaskan tembakan. Namun Koko berhasil menunduk dan pelurunya menembus pintu. Koko segera menerjang Bianca. Berusaha meraih pistol sebelum ia melayangkan tembakan yang kedua. Namun kepala Bianca terantuk meja hingga tak sadarkan diri. Koko segera menjauhkan pistol dari tubuhnya. Dan terdengar suara ribut di luar.

Koko segera pergi keluar dan terkejut. Seishu ada di sana, dengan dada berlubang karena peluru meleset tadi

“INUPI!”

“ko...ko…”

Koko berlutut. Memeluk Seishu dan berusaha menahan darah yang terus menerus keluar sambil mencoba memanggil security dan bantuan.

“Inupi… sei… bertahanlah sebentar ya… kenapa kau kembali?”

“Aku.. aku melihat… mobil bianca… jadi…”

“Apa kau kesini untuk memberitahuku?”

Seishu mengangguk pelan. Terbatuk pelan. “Kau tidak apa-apa?”

“BODOH! KAU TERTEMBAK! JANGAN PEDULIKAN AKU DULU!”

“ko…”

“Sei… diamlah dulu, bantuan akan segera datang ya? Bertahanlah” Koko mulai panik. Air mata mulai mengalir dari kedua matanya.

“Maaf… maafkan… aku…”

“Kenapa kau minta maaf? Kau tidak salah??”

“Maaf… aku... membohongi… mu”

“Sei.. cukup. Jangan bicara lagi”

Seishu meraih pipi Koko. Mengusapnya lemah “aku… masih… cinta…” tak lama matanya tertutup. Tangannya terkulai lemas. Tak lagi terdengar deru nafas dari dirinya.

“Tidak! Sei.. sei kumohon bangunlah! Seishu!!” Koko terisak sambil memeluk tubuh lemas Seishu yang bersimbah darah. Ia terus menangis sampai security datang.

“Sei… bangunlah…”

******

Koko mondar-mandir di depan ruang operasi, ia tak diizinkan di sana, tapi karena beberapa Hal, Mitsuya mengizinkannya. Koko merasa bersalah karena membiarkan Seishu ikut dengannya. Ia merasa bersalah karena bukan dia yang tertembak.

Koko langsung menghampiri Mitsuya yang keluar dari ruangan operasi. “Bagaimana Sei?”

Mitsuya menatap wajah Koko dengan penuh penyesalan. Dan menariknya ke dalam pelukan. Koko langsung menangis kencang. Ia mengerti maksud pelukan itu. Koko meraung, melepas semua emosi di atas pundak Mitsuya yang juga menangis pelan.

“Waktu kematian, Kamis 1 Oktober, jam 17:19”


beberapa tahun kemudian

Kokonoi menggenggam seikat bunga. Berjalan pelan di antara batu nisan yang berderet rapi di tanah. Terus berjalan dan berjalan. Hingga sampai di depan sekumpulan batu nisan bertuliskan “makam keluarga Inui”.

Seorang gadis berambut pirang tengah duduk di depan batu-batu tersebut. Sambil merapikan sekitar makam. Ia menatap Koko “Hajime?”

“Akane…”

Gadis bernama Akane itu tersenyum. Lalu menepuk tanah di sebelahnya. “Sini”. Koko dengan tenang menghampiri Akane dan duduk di sebelahnya.

“Apa kabarmu?”

“Aku baik… Akane sendiri?”

“Aku juga baik… walau agak sepi”

“Ya…”

“Seishu pasti senang kau datang”

“Kuharap begitu” Koko menaruh bunga yang ia bawa di depan makam. Lalu berdoa sebentar.

“Hajime, apa kau masih marah pada dirimu?”

“Sedikit… tapi aku terus marah pun, tak akan membawa dia kembali bukan?”

Akane mengusap-usap pundak Koko. Menenangkan dirinya yang mulai menangis pelan. “Tidak apa-apa Hajime…”

“Mungkin kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama” isaknya “tapi aku senang, saat tahu bahwa Seishu juga masih mencintaiku”

“Hajime… cinta kalian kuat… kalau kau bisa hidup dengan baik, aku yakin Sei juga akan senang”

“Benarkah?” Koko mengusap matanya.

“Terkadang memang harus berpisah baru merasakan kekuatan dari cinta itu. Ketika bersama malah tidak terasa”

“Akane… terimakasih…”

“Sama-sama. Kuatlah Koko. Untuk Seishu”

“Ya… untuk Seishu”

Koko menutup wajahnya dengan tangan. Membiarkan dirinya terisak dan habiskan semua air matanya hari itu. Ya, untuk sekarang Koko hanya bisa melanjutkan hidup. Jadi orang yang lebih baik. Mungkin di kehidupan selanjutnya, ia dan Seishu bisa bersatu. Ia harap begitu. Tapi untuk sekarang, ia akan tetap hidup demi Seishu. Menjaga cintanya sampai waktu Koko di Dunia habis.

My little Darling

Boss! Kisaki x Fem! Hanma

Tags: Age gap (18x27), Drug use, underage drinking, mental illnesses, breast play, fingering, unprotected sex, size kink, daddy kink, thigh riding, petname, pussy eating, violence, blood, murder, slight Gore.

Explicit words... Please read with your own risks


“Itu orangnya?”

Asap putih terhembus keluar bersamaan dengan pertanyaan. Dua pasang mata tengah memandang sesosok gadis yang asyik menghajar orang-orang di luar mobil si pemilik mata.

“Iya tuan”

“Hm... Cantik. Siapa namanya?”

“Hanma Shuji”

“Oh? Nama yang menarik”

Sebuah map hitam terjulur dari kursi depan mobil. Yang segera diambil dan dibaca dengan seksama.

“Itu semua informasi yang sudah kami kumpulkan tentang Hanma, sejauh ini belum ada yang menarik seperti yang tuan bilang”

“Oh? Dia pernah menjadi seorang pasien Rumah sakit jiwa?”

“Dia tidak gila-”

“Kau pikir aku bodoh? Aku tahu RSJ bukan hanya untuk orang yang gila”

“Maaf tuan”

Dua pasang mata tajam itu masih menatap. Mengagumi sosok cantik yang sedang sibuk mengayunkan pipa besi dan tertawa riang. Sungguh pemandangan yang mengerikan

“Panggil dia”

“Baik tuan”

Seorang lelaki berjas hitam menghampiri si gadis bernama Hanma itu. Memberinya kartu. Gadis tinggi semampai pun menoleh ke arah mobil. Dan melambaikan tangannya pada dua pasang mata yang sedari tadi terus menatapnya.

Si pemilik mata menyeringai “Makhluk yang menarik”


“Bosan... Sangat membosankan...”

Hanma menghembuskan asap dari mulutnya. Menghisap lintingan marijuana di jarinya sambil menatap deretan gedung di depannya. Satu tangannya memainkan payudara dengan bosan.

“Hm... Aku harus beli bra. Yang ini sudah tidak bisa menampung...” Gumamnya. Ia gigit linting ganja di bibirnya. Kedua tangannya meremas payudaranya sendiri.

“Ya... Mungkin selama ini aku D cup bukan B? Tapi bra D cup mahal... Ah tidak! Bra memang mahal”

Hanma kembali bersandar pada tembok. Berhenti memainkan dua tonjolan di dadanya. Bertopang dagu sambil cemberut. Terdiam sejenak, ia ambil kartu nama dari sakunya.

“Hanma shuji?” “Ya? Ada apa?” Laki-laki asing berjas hitam itu menyodorkan kartu padanya. Kartu yang sama hitamnya dengan jas dan mobil yang ia tumpangi. “Bos kami bilang ia tertarik denganmu. Dan ingin merekrutmu sebagai salah satu pengawalnya” Hanma menggaruk kepalanya. Menatap kartu nama dan si laki-laki berjas bergantian. “Aku? Kau menawari aku?” “Ya nona” “Apa karena aku cantik? Aku tau aku cantik”. Ujar Hanma sambil mengibaskan rambut cantiknya. “Nona juga kuat bukan?” “Ooh.. tentu saja”. Hanma menoleh ke arah mobil. Siapa tahu, ada seseorang di sana. Lalu melambaikan tangannya dengan riang “Aku pikirkan dulu” jawab Hanma. Laki-laki berjas mengangguk dan meninggalkan Hanma

“Hm... Ini perusahaan besar kan?” Gumam Hanma. Ia bolak-balik kartu di jarinya beberapa kali. Membaca dengan cermat isi dari kertas kecil di tangannya itu.

“Baiklah aku coba” hanma meraih ponselnya. Menekan nomor satu persatu sesuai dengan kartu nama di tangannya.

“Halo dengan Kisaki Corp, ada yang bisa dibantu” suara seorang gadis terdengar di telinga Hanma.

“Halo? Ini Hanma, Hanma Shuji”

“Maaf?”

“Bilang saja pada bos mu, Hanma ingin bertemu”

“Baiklah sebentar”

Hanma kemudian menunggu beberapa saat sambil menghabiskan linting ganja di bibirnya. Setelah beberapa saat, kembali terdengar suara si perempuan tadi.

“Tuan Kisaki ingin bertemu dengan anda besok, di kantornya”

“Oh? Oke. Katakan padanya aku akan kesana di jam makan siang”

“Tapi nona-”

“Sudah... Katakan saja padanya ya? Bye~”

Hanma menutup telepon dan menaruh ponselnya ke saku. Kembali bertopang dagu dan menatap ke arah gedung di hadapannya.

****

Hanma mengibaskan rambut lembutnya dan merapikan rok hitam yang menutupi pahanya. Berkaca sejenak pada kaca mobil di dekatnya. Merapikan riasan cantik yang ia lukis pagi ini.

“Hmm... Aku memang cantik”

Dengan riang hanma memasuki lobby gedung Kisaki Corp. Menarik perhatian semua orang karena dia berpakaian begitu seksi. Kemeja putih ketat yang kancing atasnya sengaja dibuka. Rok pendek hitam yang kadang tersingkap, memamerkan sedikit paha montok Hanma. Dia terlihat seperti seorang wanita penggoda.

“Halo! Aku sudah janji dengan bos kalian! Dimana dia?” Tanya Hanma pada resepsionis. Si gadis resepsionis menatap Hanma dari atas ke bawah. Lalu menatapnya sinis.

“Nona kecil, kau yakin tidak salah tempat?”

“Tidak. Aku memang ada janji dengan bos mu. Aku Hanma Shuji yang kemarin menelpon”

“Ah... Si gadis tidak sopan ya?”

“Apa?” Hanma mendelik. Saling menatap sinis pada resepsionis dan orang sekitar.

“Akan aku sampaikan. Tunggu sebentar” dengan malas si resepsionis menekan tombol di telepon. “Halo, iya, ini dari resepsionis. Nona Hanma sudah datang... Ah ya baiklah, terimakasih”

“Apa katanya?” Tanya Hanma

“Langsung saja ke ruangannya, di lantai 15”

“Oke, bye~” Hanma segera pergi dari hadapan resepsionis sinis itu dan masuk ke lift. Menekan tombol dan menunggu.

Hanma dengan cepat menemukan ruangan dari laki-laki bernama Kisaki itu. Sambil membetulkan Bra longgar nya ia menunggu dengan tenang sampai dipersilahkan masuk.

“Tuan bilang kau boleh masuk”

“Ah! Paman yang kemarin! Halo~” sapa Hanma sambil mengelus pipi laki-laki berjas yang membukakan pintu untuknya. Laki-laki itu bergidik dan mematung. Hanma masuk ke dalam ruangan luas yang tertata rapi. Jendela besar menghadap kota membuat ruangan ini semakin indah. Di depan jendela, seorang laki-laki berkacamata tengah memegang segelas wiski.

“Halo~ kau pasti yang bos besarnya kan?” Hanma tanpa basa-basi mendekati laki-laki bernama Kisaki itu. Meraih gelas wiskinya, menenggaknya sekaligus. Kisaki tersenyum. Menatap tubuh semampai Hanma.

“Berapa tinggimu sayang?”

“Aku? 192cm”

“Kenapa kau tidak jadi model hm? Padahal kau cantik...” Kisaki meraih tangan Hanma. Mencium tato hukuman di punggung tangan gadis jangkung itu dengan lembut. “... Kulitmu juga lembut, wanita di luar sana pasti ingin tubuh cantik ini”

Hanma tertawa. Bangga dengan pujian yang dilontarkan Kisaki “Kalau aku mendaftar jadi model, semua wanita akan saling membunuh hanya karena ingin bersanding denganku”

Kisaki tertawa. Terhibur dengan kepercayaan diri Hanma. Kisaki memberi isyarat agar Hanma duduk di sofa. Dengan menurut ia duduk di sofa. Menyilangkan kakinya, dan membetulkan bra nya.

“Ada apa dengan Bra-mu cantik?” Tanya Kisaki, sambil menyalakan cerutu dari atas meja kecil di sampingnya.

“Oh ini? Sudah longgar. Mungkin karena terlalu kecil. Aku punya payudara yang cukup besar” jawab Hanma sambil memegang bagian bawah payudaranya. Membuatnya sedikit terguncang, menggoda Kisaki.

“Sudah tahu alasan aku ingin bertemu?”

“Kau ingin aku jadi bodyguardmu kan?”

“Gadis pintar” Kisaki mengetuk cerutu ke asbak, sebelum menghisapnya kembali “aku sudah dengar tentangmu di jalanan. Kau menghajar banyak Yakuza dan Yankees. Aku tertarik dengan kekuatanmu”

Hanma tertawa terbahak-bahak “aku tahu. Siapa yang tidak tertarik denganku. Coba lihat? Aku cantik, seksi, jago bertarung, aku disukai semua orang!”

“Seperti Harley Quinn” ujar Kisaki.

“Hm... Aku bisa terima hal itu” Hanma mengangguk-angguk.

“Tapi setelah bertemu langsung, aku pikir aku punya tawaran lain” ujar Kisaki. Hanma memiringkan kepalanya. Menatap Kisaki heran. “Tawaran lain?”

“Kau mau jadi sugar baby ku? Uangku banyak, dan aku ingin kau beli pakaian yang lebih layak”

Mata Hanma berbinar. “EH?! Serius? Kau akan membelikan aku apapun?”

“Ya, sebagai gantinya, kau harus berada di sisiku. Melindungiku ketika ada bahaya...” Kisaki mencondongkan tubuhnya “... Dan memanjakan aku ketika diminta”

Hanma berpikir sejenak. Hm... Tawaran menarik. Lagipula aku juga butuh uang untuk membeli ganja

“Apapun akan kau belikan?” Tanya Hanma.

“Apapun” Kisaki meyakinkan Hanma.

“Baiklah~” jawab Hanma. Kisaki tersenyum puas. Lalu beranjak dari duduknya. Mengambil jas di kursinya.

“Ayo ikut, kita beli pakaian baru”

“Yaaaay!!” Hanma melompat girang.

****

Hanma yang biasa berbelanja di loak, sekarang bisa membeli banyak barang bermerek yang sebelumnya tidak mampu Hanma beli. Dia juga sekarang punya pakaian dalam yang bagus.

“Akhirnya... Sekarang ada yang bisa menopang aset berhargaku ini” ucap Hanma sambil mengagumi sosok cantiknya di cermin. Sesekali menaikkan payudaranya. Membuatnya terlihat lebih besar.

“Oh tentu saja, aku memang cantik” sekali lagi, Hanma memuji dirinya sendiri.

Hanma segera memakai bajunya. Baju barunya. Lalu keluar dari ruang ganti. Memamerkan baju barunya pada Kisaki.

“Lihat! Bagus kan?” Hanma berputar-putar dengan riang. Rok nya ikut berputar bersama badannya. Kisaki mengangguk puas “kau suka?”

“Ya!”

“Baiklah, kita lanjutkan belanja ini nanti. Sekarang kau ikut aku”

Hanma mengangkat bahu dan mengikuti Kisaki. “Kita mau kemana bos?” Tanya Hanma. Merapikan ikat rambutnya.

“Bekerja”

Kisaki, Hanma, dan beberapa pengawal yang lain sampai di sebuah gedung. Mereka pergi ke sebuah ruangan dimana sudah banyak orang menunggu.

“Ah... Selamat datang tuan Kisaki. Silahkan duduk!” Ucap salah satu orang yang ada di sana. Mempersilahkan Kisaki untuk duduk.

“Langsung saja, mana barangnya”

“Tuanku, anda lebih baik istirahat dulu. Kantor ini jaraknya cukup jauh bukan?”

“Tidak.” Ujar Kisaki singkat. “Cepat keluarkan barangnya”

Agaknya perintah Kisaki tak boleh ditentang, beberapa orang langsung menaruh koper-koper berisi senjata api dan senjata tajam. Hanma membulatkan matanya. Takjub. Belum pernah ia melihat senjata sebanyak ini.

“Ini barang terbaru, kualitas Paling bagus!”

Kisaki meraih satu buah belati. Mengaguminya sebentar. Lalu melemparkannya pada kepala seseorang. Hanma sedikit terkejut. Kisaki sama sekali tak bereaksi saat melempar belati tadi. Dingin. Tenang. Menyeramkan. Dan membuat Hanma berdebar

“Hm... Bagus. Kalau kau bohong aku sangat kecewa”

Semua mematung. Ketakutan karena pembunuhan yang dilakukan Kisaki terjadi secara tiba-tiba. Ketakutan karena bisa saja, mereka jadi target selanjutnya.

“Seperti yang aku katakan. Kalau barangnya bagus aku akan membayar semua dengan tunai” Kisaki menjentikkan jarinya. Salah satu pengawal menaruh koper besar berisi uang dalam jumlah yang sangat banyak. Bos penjual senjata membelalakkan matanya. Terkejut dengan jumlah uang di hadapannya.

Ia mengulurkan tangannya, hendak menyentuh uang yang segera akan jadi miliknya. Namun Kisaki dengan cepat menutup koper besarnya.

“Satu hal, kau tahu kan aku sangat benci pembohong?”

“A-aku tidak mengerti tuan...”

“Senjata itu... Bukan dari perusahaan milikmu kan? Kau mendapatkan semua ini dari pasar gelap”

“T-tuan apa maksud anda?” Keringat dingin mulai mengucur dari dahi si penjual senjata. Kisaki menyeringai.

“Kau pikir aku tidak tahu?” Ia bersandar pada kursi, mengangkat kakinya ke meja. Satu pengawalnya menyalakan rokok untuknya “kau pikir aku tidak tahu, beberapa waktu ini, perusahaanmu melakukan korupsi dalam produksi senjata, sampai-sampai kualitasnya menurun”

“A-aku-”

“Aku juga sudah cek, laporan penjualan yang kau pamerkan padaku bulan lalu bukan milik perusahaanmu. Kau mencatut laporan perusahaan lain... Mana etika dagangmu?”

Hanma kagum. Kisaki bisa mengancam lawan bicaranya dengan sangat tenang. Dia tak menyesal sama sekali karena mau menerima tawaran Kisaki untuk jadi pengawalnya, Hanma senang berada di sekitar orang menyeramkan seperti Kisaki.

“Tuanku! Aku juga bisa saja menyebarkan berita tentang Kisaki Corp. Yang bertransaksi senjata!” Bos senjata balik mengancam. Kisaki malah tertawa. Tak gentar sedikitpun.

“Kau mengancamku? Apa kau baru saja mengancamku?” Ia menepuk-nepuk pipi si penjual senjata. Sebelum meninjunya dengan tangannya yang berhiaskan cincin perak besar.

“Ooh... Ini sangat menarik” gumam Hanma sambil menjilat bibirnya. Ia merinding. Ia sangat senang.

Kisaki tak berhenti memukuli si penjual senjata. Semua orang dari sisi penjual senjata tak dapat melakukan apapun karena Kisaki dilindungi banyak pengawal. Wajah si penjual senjata mulai tak karuan bentuknya. Berdarah dan lebam. Kisaki menghajarnya tanpa ampun

“Cantik?” panggil Kisaki

“Iya~” Hanma menjawab. Ia sangat senang.

“Kalau baju barumu kotor tidak apa-apa kan? Nanti aku belikan lagi ya?” Kisaki beranjak dan memberikan dua pistol pada Hanma. Pistol yang terisi penuh dengan peluru. “Habisi semua saksi ya sayang?” Titah Kisaki.

Hanma menyeringai. Pekerjaan pertamanya pada Kisaki. Ia akan tunjukkan, kalau ia bisa membuat bos nya bangga.

“Oh, barangnya aku bawa. Kalian, bersenang-senanglah dengan gadisku. Hati-hati, dia kurang stabil” Kisaki pamit keluar. Para pengawal meninggalkan ruangan dan membawa koper senjata bersama koper uang. Meninggalkan Hanma dan sekitarnya tiga puluh orang di dalam ruangan.

“Hehehehehehe” Hanma tertawa puas “siapa mau berdansa dengan gadis cantik?”

Sekejap, ruangan sunyi itu ribut dengan orang yang saling adu tembak dan baku hantam. Hanma, yang sudah terlatih mengajar orang, dengan cepat bisa menumbangkan orang-orang. Hanma Sangat gembira, ia tak hanya menghajar, ia diperbolehkan untuk membunuh mereka semua.

Hanma melemparkan pistolnya dan mencari pemukul di sekitarnya. Mengayunkan dengan liar sambil tertawa.

“Waaaaaa ini sangat menyenangkan!! Hyahh!!”

Darah terciprat kemana-mana. Melukis dinding polos di sekitar pemilik tubuh yang kepalanya Hanma pukul dengan tongkat pemukul. Secara logika, kerusakan tak akan sampai berdarah karena dipukul benda tumpul. Namun kekuatan tangan Hanma benar-benar mengerikan. Begitu pula dengan tendangannya. Hanma membunuh semua jiwa yang ada di ruangan itu dengan cepat.

“Ah... Sial! Sekarang baju baruku kotor”

Hanma mengeluh saat melihat gaun merah mudanya kotor karena bercak darah. Ia melempar tongkat di tangannya dan meninggalkan ruangan penuh mayat itu. Kisaki sudah menunggu di luar.

“Bahkan kau masih cantik berlumuran darah”

“Oh ya? Kau harus lihat ketika aku telanjang” Hanma mengedipkan sebelah matanya. Kisaki terkekeh. Ia terhibur dengan tingkah Hanma yang begitu percaya diri.

“Ayo cantik, kau harus ganti baju. Kau kotor” ajak Kisaki sambil membukakan pintu mobil untuk Hanma.

****

Hanma pikir Kisaki hanya seorang laki-laki sadis yang hobi mempermainkan manusia. Ternyata dia juga beringas di ranjang

Untuk pertama kalinya, Hanma biarkan seseorang mendominasi dirinya. Mengigiti pundak mulusnya, menciptakan banyak tanda kepemilikan. Hanma milik Kisaki

Untuk pertama kalinya, Hanma merasa senang berhubungan badan. Dulu ia hanya lakukan kalau bosan, dan punya uang. Sekarang? Ia bisa lakukan dengan bebas karena hanya ada satu orang yang memuaskannya. Kisaki.

Kisaki tanpa basa-basi mendorong Hanma ke atas tempat tidur. Membuka jas dan ikat pinggangnya. Hanma masih menggunakan gaun merah yang baru ia beli setelah berhasil menumbangkan orang-orang seperti perintah Kisaki.

Kisaki mengukung tubuh Hanma. Menatap wajah Hanma dengan penuh rasa kagum “kau cantik” pujinya. Sambil menciumi leher mulus Hanma “badanmu juga indah... Layak untuk dipuja”

Tangan Kisaki Bergerak menggerayangi tubuh Hanma. Menyentuh setiap inci kulit putih Hanma. Hanma hanya bisa menggeliat manja, mengeluarkan suara-suara cabul dari bibir ranumnya.

“Bos...”

“Daddy”

“Huh?”

“Saat seperti ini, kau harus panggil aku Daddy... Mengerti cantik?”

“Iya daddy~”

“Gadis pintar”

Kisaki menciumi leher dan turun ke dada. Meremas payudara Hanma dengan pandangan penuh nafsu. Hanma menggelinjang. Ia keenakan. Kisaki dengan tak sabaran menarik celana dalam Hanma. Melemparkannya ke lantai dan mengangkat kaki jenjang Hanma tinggi-tinggi.

“Aku suka kakimu...” Kisaki menciumi paha montok Hanma. Sesekali menggigitnya membuat Hanma mendesah. “...kuat dan jenjang... Kaki yang cantik”

Kisaki letakkan kedua kaki Hanma di pundaknya. Kedua tangannya meremas bokong sintal Hanma. “Ini juga cantik... Lembut...”

“Daddy... Stop..”

“Kenapa manisku? Mau lebih?”

Hanma menjawab dengan anggukan manja. Kisaki menyeringai. Dasar jalang. Batinnya sebelum masuk ke dalam rok Hanma.

Hanma terkejut. Kisaki menghisap klitorisnya dengan penuh nafsu. Dua jarinya keluar masuk ke dalam lubang kemaluannya. Tubuhnya menggelinjang. Hanma ingin sekali menjambak rambut Kisaki tapi dia pikir Kisaki bisa marah. Jadi dia hanya memainkan payudaranya. Meremasnya dengan keras. Mulutnya terbuka, mengeluarkan suara-suara cabul yang membuat Kisaki semakin terangsang.

“Nghh daddy... Daddy...” Hanma meracau, memanggil daddynya. Kisaki menjilat, menghisap, dan menciumi kemaluan Hanma seolah sedang makan makanan di restoran favoritnya. Seolah itu makanan terakhirnya.

Kisaki memaju-mundurkan lidahnya di dalam lubang vagina Hanma. Menjilati dinding kenyal Hanma yang hanya bisa meraung-raung keenakan. Kedua pahanya hampir saja mencekik Kisaki. Namun Kisaki dengan sigap melebarkan kaki Hanma. Melahap vagina si gadis muda dengan penuh semangat.

“Daddy... Aku ahhh ahhh aku-”

Hanma mencapai puncaknya. Tubuhnya menggelinjang. Membusur keatas. Mencengkeram kuat selimut di bawahnya saat rahimnya berkedut mengeluarkan cairan cintanya. Yang dengan lahap diminum oleh Kisaki sampai kering.

Kisaki menatap Hanma yang terengah-engah. Wajahnya memerah dan basah karena keringat. Air matanya juga terlihat mengucur. Kisaki puas dengan pekerjaannya.

“Lebarkan kakimu”

“Eh?”

“Kau mau membantahku?”

“T-tidak daddy...” Hanma dengan menurut melebarkan kakinya. Kisaki mendorongnya mendekat ke dada Hanma. “Pegang. Kalau lepas aku tidak akan memberikanmu Ganja”

“Iya daddy”

Hanma dengan patuh memegang kedua pahanya. Memberikan akses lebih mudah untuk Kisaki. Kisaki tersenyum. Mengocok penisnya beberapa kali sebelum mendorongnya dengan kasar masuk ke dalam vagina Hanma.

“Sangat... Sempit ngh...”

Hanma terkejut. Pertama, karena ukuran penis Kisaki yang lumayan besar. kedua, Kisaki mendorong cukup keras sampai badan Hanma terhentak. Padahal tingginya dan tinggi Kisaki cukup jauh. Tapi Kisaki benar-benar menguasai tubuhnya.

Kisaki dengan tak sabaran mulai menggerakkan pinggulnya. Maju mundur. Menghentakkan tubuh semampai Hanma yang mulai merasa mabuk dengan kenikmatan. Kisaki bergerak dengan brutal sambil meremas payudara Hanma yang sudah tak lagi tertutup sehelai benangpun.

Hanma menangis. Bukan, bukan karena ia tak suka. Ia sangat suka. Sangat nikmat. Ia belum pernah merasakan kenikmatan seperti ini. Dinding vaginanya menjepit penis Kisaki dengan kuat, membuat Kisaki meringis dan memperdalam sodokannya.

“Daddy... Hiks... Ahh ahhh...”

Kisaki menyeringai. Menatap gadis semampai di bawah tubuhnya yang menangis. Meracau tak karuan. Gadis yang wajahnya begitu cantik saat lemas keenakan.

Kisaki mencondongkan tubuhnya. Menghisap satu payudara Hanma dan meremas payudara yang satunya. Hanma menggelinjang. Tangisannya semakin kencang. Ia merasa vaginanya mulai basah kembali.

Kisaki menciumi leher Hanma. Menatapnya tajam. “Aku keluar di dalam boleh kan?”

Hanma terisak. Mengangguk pelan sambil menahan desahan keluar dari mulutnya karena penis Kisaki yang mendorong cervix nya dengan keras.

“Anak pintar” Kisaki mencium bibir Hanma sebelum akhirnya memuntahkan maninya di dalam rahim Hanma.

“Nghh... Daddy...”

“Kenapa cantik?” Kisaki mencium kening Hanma dengan lembut. Mengusap pipinya yang basah oleh air mata “sakit?”

Hanma menggeleng. “Aku... Aku suka”

“Tentu saja, kau sampai menangis begini mana mungkin tidak suka”

Hanma tersenyum sebelum merasakan sesuatu membesar di dalam lubang kemaluannya. “Eh?! Keras lagi?”

Kisaki menyeringai, meremas dua tonjolan lembut di dada Hanma.

“Siapa yang bilang hanya akan satu ronde hm?”

*****

Hembusan asap ganja yang terbakar terbang melambung ke udara. Hanma tersenyum riang. Rasa ganja mahal, berbeda dengan ganja yang biasa ia beli. Sesekali ia melirik ke kamar, ke arah Kisaki yang tengah mengerjakan sesuatu di meja.

Ah... Tampan sekali, dan sangat handal di ranjang, aku suka batin Hanma.

Hanma membetulkan lingerie yang ia pakai. Mematikan linting ganja dan menghampiri Kisaki. Memeluknya dari belakang.

“Kau kerja terus” Hanma cemberut. Menaruh dagunya di kepala Kisaki.

“Lalu aku harus apa hm? Menghisap ganja? Aku tidak suka yang seperti itu”

“Aku dengar dari pengawalmu yang lain, kau bahkan lebih suka bekerja daripada tidur... Bagaimana bisa?”

“Bisa, karena aku suka.” Kisaki menjawab sambil tetap fokus mencatat sesuatu. Hanma kesal. Ia ingin Kisaki memperhatikannya.

“Ngomong-ngomong, aku dengar kau pernah masuk RSJ. Kenapa?” Tanya Kisaki

“Oh itu...” Hanma beranjak dan duduk di meja. Menyilangkan kaki jenjangnya. “... Aku pernah mencongkel mata seseorang lalu melakukan beberapa hal”

“Tapi kenapa RSJ? Bukan penjara?”

“Oh mereka bilang aku tidak stabil... Tapi aku sehat kok. Suara-suara itu juga bilang aku sehat!”

“Suara-suara?”

“Ya... Suara di dalam kepala- Oh! Diamlah aku sedang mengobrol!” Hanma menghardik dirinya sendiri. Membuat Kisaki tersenyum tipis.

“Hei~ aku bosan~ jangan bekerja ayo main” Hanma menarik-narik mantel Kisaki dengan Manja.

“Maaf cantik, tanggung”

Hanma cemberut dan menyilangkan tangannya. Menatap Kisaki yang masih fokus bekerja. Hanma kesal. Ia naik ke atas pangkuan Hanma dan mendekap wajah Kisaki. Membenamkan wajah daddynya ke payudaranya yang besar.

“Tidak boleh! Aku mau perhatian!”

“Kalau begitu, gerak sendiri”

“Ohohooo tentu saja!”

Hanma menanggalkan celananya. Dan dengan tak sabar mengeluarkan penis Kisaki dari balik mantelnya. Kisaki bersandar di kursi, memperhatikan setiap gerakan Hanma yang bersemangat.

Dengan tak sabar Hanma memasukkan penis Kisaki ke dalam lubang sempitnya. Menggigit bibir saat benda panjang itu memasuki vaginanya yang sempit.

“Nnghh... Daddy besar...”

“Kau suka hm?”

“Su..suka ahh”

Kisaki mendecak “dasar jalang”

Hanma perlahan menggerakkan badannya naik turun. Menggigit bibirnya sambil meremas pundak Kisaki. Kepalanya mendongak ke atas saat dinding vaginanya menyempit dan penis Kisaki yang menusuk dirinya.

“Kau suka sekali ya dengan ini hm? Wajahmu terlihat semakin cantik kalau lemas”

Kisaki memainkan payudara Hanma selagi gadis cantik di pangkuannya Bergerak naik turun. Meremas bongkahan daging di hadapannya. Sesekali membenamkan wajahnya di antara dua bola kenyal Hanma.

Gerakan Hanma mulai cepat, ia ingin segera melakukan pelepasan. Namun Kisaki menahannya “mau kemana cantik? Jangan buru-buru” sambil meremas bokong sintal Hanma. Hanma memeluk Kisaki, memaju-mundurkan pinggangnya dengan sensual.

“Daddy... Daddy Kisaki...”

“Gadis cantikku... Mmhhh” Kisaki mengerang saat kejantanannya dijepit kuat oleh dinding vagina Hanma. Hanma sendiri mulai meracau tak karuan. Mencakar punggung Kisaki saat ia hampir mencapai orgasmenya.

“Da-daddy... Daddy”

Cum my darling... Cum on me

Hanma melenguh panjang. Membasahi penis dan paha Kisaki dengan cairannya. Bahkan sampai membasahi kursi. Kisaki dengan sigap memangku Hanma dan menidurkannya ke tempat tidur. Lalu melepaskan penisnya dari tubuh Hanma.

“Daddy Sangat kuat~”

“Oh ya?”

“Mhhm... Mmm... ” Hanma mengangguk lemah “padahal badanku besar”

Kisaki tersenyum dan menyelimuti Hanma. Mencium keningnya sebelum pergi “Aku suka gadis berbadan besar”

Hanma tertawa kecil dan menguap. Memejamkan matanya sambil menarik selimutnya. Kisaki pun kembali ke mejanya, mengerjakan pekerjaannya kembali. Dengan cepat, Hanma tertidur dengan lelap.


Dari hidup di jalanan, kini Hanma tidur di kasur berukuran Queen size yang lembut dan mandi dengan air menyegarkan setiap hari.

Dari harus memalak geng lain untuk membeli baju baru, kini Hanma hanya perlu menunjuk barang yang ia mau, dan uang Kisaki akan melakukan sisanya.

Yang paling menyenangkan baginya sekarang, ia bisa menghajar orang-orang kuat dan diizinkan untuk membunuh mereka dengan berbagai cara yang Hanma mau.

Tusuk perutnya, congkel matanya, pereteli giginya, apapun, siapapun

Hanma sangat menurut pada Kisaki. Harus membunuh orang ini? Hanma lakukan. harus buka kaki lebar-lebar dan memanggil Kisaki berkali-kali? Hanma dengan senang hati akan melakukannya. Hanma berada di cloud nine sejak Kisaki merekrutnya, sejak Kisaki mengklaim dirinya.

“Hanma”

Hanma menoleh. Kisaki tengah berdiri di sampingnya. Tersenyum kecil sambil menatapnya “sedang apa sayang? Aku kira membunuhnya sudah cukup”

Hanma tersenyum lebar dan menunjukkan telapak tangannya. Ada empat gigi berdarah di atas telapak tangannya. “Aku sedang mencari gigi”

“Untuk apa?”

“Souvenir~”

Kisaki tertawa terbahak-bahak. Lalu menepuk-nepuk kepala Hanma “apa tidak mau berlian? Emas? Kenapa harus gigi?”

“Aku mau kok! Makanya aku ambil gigi yang bagus!”

“Biar kutebak... Untuk peri Gigi?”

Hanma mengacungkan jempol “ding ding dong! Bos benar~” ujarnya penuh semangat.

“Kau kan bisa minta padaku”

“Tidak mau~”

Kisaki terkekeh dan mengulurkan tangannya. “Bangun, kita pergi dari sini. Kau pasti lapar kan?”

“Hm... Boleh makan steak?” Tanya Hanma. Matanya berbinar.

“Boleh”

“Yaaaay!!”

Hanma bangkit dan mengikuti Kisaki ke mobilnya. Duduk dengan manis di sampingnya. “Daddy~”

Kisaki menghela nafas. “Jangan disini... Nanti”

“Tapi aku mau daddy” Hanma memajukan bibirnya. Menggelayut manja pada lengan Kisaki. Kisaki hanya tersenyum dan mengusap kepala Hanma.

“Kalau manja aku tidak akan memberikanmu steak”

“Huuuu daddy menyebalkan!”

Hanma memalingkan wajahnya. Menatap jalanan sambil cemberut. Kisaki mau tak mau tertawa karena Hanma yang terkenal menyeramkan bisa bertingkah menggemaskan seperti sekarang.

Tiba-tiba mobil berhenti. Kisaki hampir terantuk kursi depan namun ditahan oleh Hanma.

“Ada apa?” Tanya Kisaki pada supirnya.

“Anu... Ada orang menghadang di luar tuan”

“Orang?”

“Mereka semua membawa senjata”

Kisaki mendengus “sial, penyergapan” cercanya. Ia menatap Hanma, yang tengah menatap keluar dengan tatapan berbinar.

“Hei bos, mereka itu Anggota Yakuza sadis kan? Apa namanya... Cobra?”

“Kau tahu?”

“Tentu saja! Aku sudah lama ingin bertemu mereka”

Kisaki menatap Hanma heran. “Kenapa?”

“Oh, mereka orang yang bertanggung jawab atas hidupku...” Hanma tersenyum. “Karena mereka, aku bisa masuk RSJ dan jadi seperti sekarang. Mereka sadis”

Hanma menarik dasi Kisaki, mencium bibir Kisaki dengan kasar. Kisaki tertegun. Namun Hanma hanya tersenyum riang “aku akan melindungimu. Tugasku bukan?”

Hanma pergi keluar mobil sebelum sempat Kisaki tahan. “Aku ingin Tas Louis Vuitton, yang baru” ujarnya sambil memberikan isyarat pada supir untuk putar arah. Membawa Kisaki menjauh.

“Hei! Jangan sembrono!” Kisaki mencoba menghentikan Hanma. Namun apa daya, supirnya sudah melaju kencang menjauh dari kerumunan.

“Oi! Lama tak bertemu ya, Nona Hanma”

Hanma memainkan rambutnya. Tersenyum dengan tengilnya “lama juga tak bertemu ya... Cho~Ji~” ucapnya manja.

Laki-laki yang ia panggil Choji itu mendekat. Saling berhadapan dengan Hanma. “Aku dengar kau sekarang bekerja pada Kisaki Tetta?”

“Hm... Apa aku harus menjawab itu?”

“Huh... Kau tidak berubah ya? Masih jalang seperti dulu”

“Hei apa kau lupa? Sebelum bertemu denganmu dan orang mu aku ini hanya Gadis SMA polos yang ingin jadi ibu rumah tangga”

Choji tertawa dengan nada mengejek “laki-laki mana yang mau punya istri gila?”

“Ada kok~ kau saja yang kurang bergaul” Hanma menyeringai. Balik mengejek Choji.

“Sudahlah, sana pulang, yang kami mau adalah Kisaki Tetta, bukan gadis sepertimu”

“Apa yang kau inginkan? Kenapa kau mau daddyku?”

“Kekuasaan, bukankah sudah jelas? Kalau aku berhasil membunuhnya, kelompok kami akan jadi kelompok paling kuat dan ditakuti di Jepang!”

Hanma menatap Choji dan anak buahnya bergantian. Lalu tertawa terbahak-bahak. Sambil menunjuk-nunjuk mereka dengan tatapan menantang.

“Kalian? Kelompok kelas teri seperti kalian? Ingin menguasai Tokyo? ahahahaha! Bermimpilah orang-orang tua!”

“Dasar Jalang!”

“Setidaknya aku tau posisiku Wleeee~” Hanma menjulurkan lidahnya. Mengejek mereka yang sudah terlihat sangat marah.

“Pulanglah Hanma! Kami satu kelompok, kau tak akan mampu melawan kami”

“Oh? Kalian meragukanku?” Hanma menunjuk dirinya sendiri “dan kalian pikir aku tidak akan bisa menghabisi kalian semua?”

Hanma melebarkan tangannya. Berteriak sekuat tenaga “Dengarlah! Dengarlah! Mulai hari ini Kelompok Cobra resmi dihapus! Kenapa? Karena aku, Hanma Shuji, akan menghabisi mereka semua!!”

“KURANG AJAR!”

Choji dan orang-orangnya langsung mengeroyok Hanma. Hanma tersenyum senang. Adrenalin memuncak dan dia tertawa dengan lepas. Menyambut semua laki-laki yang datang membawa senjata kepadanya.

Hanma Shuji terdengar seperti pembual, tapi dia selalu memegang kata-katanya. Dia benar-benar menghajar limapuluh orang sendirian. Menggunakan senjata yang ada dan membunuh semua yang mendekatinya.

Dalam pertarungan itu hal wajar, tapi Hanma terlihat sangat menyeramkan karena ia mengayunkan pipa besi sambil tertawa senang. Hanma benar-benar menikmati pertarungan itu.

Tinggal sisa satu, Choji. Yang sudah tak terlihat mampu melawan. Hanma tertawa mengejek.

“Lihat? Aku sudah bilang kan?”

“Kau memang kuat Hanma” Choji mendengus. Mau tak mau mengakui bahwa Hanma memang sangat kuat.

“Kita akhiri saja bagaimana?” Tanya Hanma, mengambil belati yang tergeletak dan berlari ke arah Choji. Menghujamkan Pisau tajam itu ke dalam dadanya. Choji terbatuk, mengeluarkan darah dari mulutnya.

“Hehehe~ aku sebenarnya sengaja membuat kalian marah. Kalian lupa ya? Kalau kalian bertarung saat marah, adrenalin memuncak namun tak stabil, menyebabkan kalian bisa lelah lebih cepat”

Choji terkekeh. Menatap Hanma dengan kesal “kau masih bisa menggurui ku saat menunggu aku mati? Luar biasa”

“Setidaknya aku punya pengetahuan. Tidak seperti kalian... Oh ya, aku ada janji dengan Bos ku. Bye~”

Hanma berjingkrak riang meninggalkan Choji yang sekarat.

DOR!!

Hanma menoleh ke belakang. Choji yang terkapar di tanah masih bisa bergerak sedikit, mengacungkan pistol sambil tersenyum puas.

Checkmate, Bitch

Hanma terkejut dan menatap tubuhnya. Ada lubang besar di perutnya. Darah keluar dengan deras dan Hanma mulai merasakan sakit.

“AAW!! DASAR CHOJI MENYEBALKAN!!”

Perlahan, Pandangan Hanma mulai kabur. Ia terjatuh ke tanah, tertidur di atas genangan darah.

****

“HANMA? HANMA?”

Hanma terbangun karena suara panik Kisaki. Ia bukan lagi ada di jalanan. Ia berada di kamar Kisaki. Dengan selang infus menancap di tangannya.

“Eh? Aku berteleportasi?”

Kisaki menghela nafas lega sambil mencium kening Hanma. Tersenyum dengan lebar “aku pikir aku akan kehilanganmu...”

“Hilang? Aku kan bukan dompet?” Hanma menggaruk kepalanya. Ia merasakan nyeri yang luar biasa pada bagian bawah tubuhnya “aw... Sakit...”

“Sudah, berbaring dulu ya cantik? Kau kehilangan banyak darah dan lukanya juga cukup besar”

“Luka? Luka ap- OOH!” Hanma tersadar. Lalu bangkit berdiri walaupun nyeri di tubuhnya tak tertahankan. “AKU MENGHABISI MEREKA?!”

“Iya cantik... Sudah ayo istirahat dul-”

Hanma melompat kegirangan. “AKU MENGHABISI COBRA! WOOOO!! YEAA- aww aww aww” Hanma langsung memegang perutnya yang perih. Lalu menatap darah di telapak tangannya “jahitannya terbuka~” ia tersenyum polos.

“Sudah, cepat, baring! Tolong panggilkan bagian medis ya” Kisaki berusaha menarik Hanma kembali ke kasur. Menyelimutinya dan menggelengkan kepalanya. “Istirahat. Kalau kau tak mau diam luka besar di perutmu itu tak akan sembuh”

“Tapi aku berhasil membunuh mereka semua~” Hanma mengeluarkan cengiran tengilnya.

“Iya iya”

“Daddy bangga padaku?”

Kisaki tersenyum. Mengusap-usap kepala Hanma “iya, kau mengerjakan pekerjaanmu dengan baik”

Hanma menadahkan tangannya “Tas Louis Vuitton nya? Mana?”

“Nanti”

“Tapi aku mau sekarang~” Hanma cemberut. Menatap Kisaki dengan kesal. Mau tak mau Kisaki tertawa karena kegemasan bayinya. Ia ambil kantong kertas dari bawah tempat tidur. Memberikannya pada Hanma.

“Yaaaay!!” Hanma bertepuk tangan senang. Memeluk tas barunya. “Terimakasih~”

“Apapun untukmu cantik”

Hanma menatap Kisaki yang berkaca-kaca. Ia terheran kenapa bosnya menangis “bos kau kenapa?”

“Ah...” Kisaki menyeka air matanya “aku senang kau Selamat. Aku pikir mereka menghabisimu”

“Aku kuat” Hanma menepuk dadanya dengan bangga “mana mungkin aku kalah begitu saja”

“Baguslah”

“Bos khawatir padaku?”

“Mana mungkin aku tidak khawatir”

Hanma tersenyum senang. Memeluk Tas barunya. “Aku pikir bos hanya menganggapku sebagai mainan, sebagai boneka seks... Tapi ternyata bos sekhawatir itu ya?”

“Aku nyaman berada di dekatmu”

Mata Hanma berbinar “benarkah?!” Tanyanya riang.

Kisaki mengangguk “ya, jarang ada orang mendekatiku karena aku terlalu sadis. Tapi kau terus menempel padaku. Rasanya aneh kalau kau pergi”

“Hmm.. sudah kuduga” Hanma mengibaskan rambutnya “mana bisa orang tidak sayang dengan orang cantik dan keren”

Kisaki tertawa terbahak-bahak. “Ahahaha... Khas mu sekali ya... ” Kisaki meraih wajah Hanma. Mendekatkan wajahnya pada Hanma “... Aku suka”

“Tentu saja~” Hanma mengalungkan tangannya pada leher Kisaki “Cium”

“Dengan senang hati, manisku” Kisaki meraih tengkuk Hanma. Menekankan bibirnya pada bibir Hanma. Melumat bibir Gadis manisnya dengan lembut.

“Aku sayang Daddy”

“Aku tahu”

“Ahahaha hei! Itu kalimatku!” Hanma memukul-mukul dada Kisaki dengan riang. Membuatnya Kisaki kembali tertawa sebelum lanjut menciumnya kembali.

Hanma senang, Sangat senang.

“Aww aww... Daddy pelan-pelan perutku berdarah lagi...”


Separation Anxiety

Tags : character death, animal abuse


Kazutora punya seekor kucing.

Ia beri nama Keisuke.

Keisuke adalah seekor kucing hitam dengan taring besar yang terkadang menyembul dari mulutnya.

Mata Keisuke berwarna kuning kehijauan.

Keisuke punya suara nyaring.

Hobinya adalah berlarian ke sana kemari.

Kazutora sangat menyayangi Keisuke.

———

Setiap pagi Keisuke diajaknya jalan-jalan.

Keisuke kucing penurut.

Dia tidak perlu diberi tali.

Dengan tenang dia akan mengikuti

Kazutora kemanapun.

Ketika dipanggil, Keisuke akan menghampiri.

Kazutora sangat menyayangi Keisuke.

———

Kazutora sering meninggalkan Keisuke sendirian.

Kazutora khawatir, Keisuke nantinya merasa kesepian karena Kazutora semakin sibuk.

Akhirnya Kazutora mengadopsi satu kucing lagi, untuk menemani Keisuke.

Ini karena Kazutora sangat menyayangi Keisuke.

———

Kazutora mengadopsi kucing berwarna kuning kecoklatan.

Ia beri nama Chifuyu.

Mata Chifuyu berwarna biru.

Chifuyu adalah kucing cantik.

Ia perkenalkan kucing itu pada Keisuke.

Awalnya Keisuke tak senang.

Ada kucing baru di wilayahnya.

Namun beberapa hari kemudian, Keisuke terlihat merawat Chifuyu.

Kazutora senang.

Sekarang Keisuke tak akan kesepian.

Kazutora sangat menyayangi Keisuke dan Chifuyu.

———

Tidak seperti Keisuke, Chifuyu pemalu.

Jika dibawa jalan-jalan, Chifuyu lebih suka digendong oleh Kazutora.

Keisuke akan berjalan di sampingnya.

Menurut Kazutora, itu sangat lucu.

Kazutora sangat menyayangi Keisuke dan Chifuyu.

———

Keisuke dan Chifuyu tak terpisahkan.

Keisuke yang lincah, belajar untuk tenang dari Chifuyu.

Chifuyu yang pemalu, belajar untuk jadi lebih percaya diri berkat Keisuke.

Mereka tak terpisahkan, dan Kazutora juga tak mau mereka berpisah.

Kazutora sangat menyayangi Keisuke dan Chifuyu.

———

Tapi Kazutora lupa, di dunia ini sesuatu yang bersatu, bisa berpisah.

Kazutora lupa, sesuatu yang Hidup, akan menemui ajal.

Kazutora lupa, di dunia yang Fana ini, tidak ada yang abadi.

Kazutora lupa, terlalu terkait bisa membuat sulit untuk merelakan.

———

Keisuke hilang.

Bukan kabur, ia hilang. Hilang untuk selamanya.

Seseorang menyerang Keisuke yang malang.

Perut Keisuke sobek. Nyawanya tak tertolong.

Kazutora hanya bisa menangis, memeluk tubuh kaku kucing kesayangannya.

Kazutora sangat sedih, ia tak bisa melindungi Keisuke.

———

Chifuyu kebingungan.

Di mana Keisuke? Ke mana perginya saudaranya itu?

Chifuyu gelisah.

Chifuyu tak mau makan, tak mau bermain, hanya mengeong di depan jendela.

Seolah memanggil Keisuke untuk pulang.

Kazutora tak tahu harus berbuat apa.

———

Chifuyu tak mau makan.

Bulu-bulu lembutnya rontok.

Rumah Kazutora bau kotoran kucing. Chifuyu tak mau buang air di kotaknya.

Kazutora marah pada Chifuyu. Kenapa Chifuyu jadi nakal?

Tapi Kazutora tetap menyayangi Chifuyu.

———

Satu Minggu.

Dua Minggu.

Tiga Minggu.

Chifuyu tak terlihat seperti kucing sehat.

Ia kucing yang kurus.

Kucing yang botak.

Matanya selalu berair.

Badannya bau kotoran.

Kazutora bingung.

Ia bawa ke Dokter. Dokter bilang Chifuyu stress. Makan harus di suapi.

Kazutora mencoba, tapi Chifuyu menggigit Kazutora.

Kazutora menangis kesakitan. Tapi Kazutora tetap menyayangi Chifuyu.

———

Kazutora hanya bisa menangis.

Chifuyu telah tiada. Ia pergi menyusul Keisuke.

Chifuyu tak makan dan minum, ia kian kurus. Bulu-bulunya rontok.

Ibunya bilang, ketika anak kucing berpisah dengan temannya, baik manusia atau sesama hewan, ia akan sedih lalu stress.

Kazutora hanya bisa menangis.

———

Kazutora sangat menyayangi Keisuke dan Chifuyu. Tapi sekarang mereka sudah pergi.

Di tempat mereka, tidak ada lagi yang bisa menyakiti mereka.

Tidak ada yang bisa memisahkan mereka.

Kazutora sangat menyayangi Keisuke dan Chifuyu. Tapi sekarang saatnya merelakan.


Sejujurnya, ini adalah cerita aku tentang kucing aku. Bulan kemarin kucingku mati dan aku gak bisa apa-apa. Cuman bisa nangis. Marah. Kenapa orang bisa jahat sama kucing? Salah kucing apa? Aku marah...

Goldfish

Tags : Dead Dove Do not eat Shotacon, Boy x Boy, Child Grooming, Abduction, Age gap, Bullying, fragile masculinity, Child Abuse, Gaslighting, Drugging, Blood, Violence, Murder, somnophilia, Kissing, underage sex, blowjob, masturbation, unprotected sex, character have Stockholm Syndrome.


8 Tahun lalu

Hanma Shuji, dengan kepala menunduk, bersimpuh di depan bos nya. Kepalanya mengucurkan darah ke lantai. Kesadarannya mulai mengabur. Namun ia dipaksa untuk tetap terjaga, mendengar semua omelan bos besar yang baru saja ia kecewakan.

“Benar-benar bajingan tak tahu diri!” PLAKK!! Satu tamparan keras mendarat di pipi Hanma. Membuat pria tinggi itu hampir terlempar ke arah lain.

“Aku sudah memberikan kau semuanya tapi ini balasannya untukku? Menyentuh Gadisku?!” PLAKK! sisi lain wajahnya kembali mendapatkan tamparan. Apalagi tangan besar yang menyakiti dirinya dihiasi dengan cincin besar. Hanma bisa merasakan tulang pipinya retak seperti bagian kepalanya yang beberapa waktu lalu dihantam botol Wine.

“Gadismu?” Hanma terkekeh. Menatap wajah Bosnya dengan tatapan mengejek. “Dia hanya simpanan mu kan? Apa kau lupa, aku kau tugaskan untuk melindunginya? Menyentuhnya? Kenapa tidak kau tanyakan saja padanya, siapa yang menggoda duluan”

Jawaban Hanma kembali membuat dirinya dihantam tangan besar. Hanma tertawa terbahak-bahak. Rasa sakit sudah tak terasa, mungkin karena banyaknya darah yang hilang, ia sudah tak merasakan sakit lagi.

“Maksudmu dia menggodamu duluan?! Dia gadisku! Mana mau dia bersama dengan tikus sepertimu!”

Hanma tertawa lebih keras. Membuat Bos nya semakin marah. “Kau jelas-jelas tak mengenal istri mudamu itu huh? Dia itu Jalang! Dia bahkan mungkin sudah tidur dengan beberapa pengawalmu yang lain”

Bos nya naik pitam. Diraihnya tongkat golf di sudut ruangan dan menghantamkannya ke kepala Hanma berkali-kali, sampai Hanma tak terlihat lagi bergerak. Pria tua berjas hitam itu melempar tongkat ke sembarang arah. Lalu menatap tubuh Hanma di depannya.

“Buang, aku tak mau ada sampah di ruangan ini, dan bereskan jalang itu, aku tak mau punya barang yang pernah di pegang oleh bajingan itu”

Pengawal membungkuk sebelum menggotong tubuh Hanma bersama pengawal lainnya keluar. Sementara itu seorang laki-laki berkacamata masuk dengan terburu-buru.

“Tuanku, rumah sakit memanggilmu, istri anda baru saja melahirkan!”

“Oh! Baguslah! Akhirnya pewarisku lahir! Cepat. kita pergi ke sana!”

Bos besar dan si kacamata buru-buru pergi. Mobil mereka melewati tubuh Hanma di pinggir jalan. Menciptakan air kotor ke tubuh yang terguyur hujan.

Tubuh Hanma tak bergerak. Basah kuyup. Namun ia tersenyum, menyeringai lebar, mengumpulkan sisa tenaganya untuk tertawa kecil.

“Benar-benar menarik...”


Masa Sekarang

“Tachibana!!” Gadis bernama Tachibana menoleh, menatap anak laki-laki berkacamata yang berlari kecil menghampiri dirinya.

“Ada apa Kisaki-kun?”

Anak laki-laki itu memainkan sepatunya. “A..anu.. mau makan siang bersama?”

Gadis bernama Tachibana itu tersenyum “iya boleh! Ayo makan sama-sama”

Kisaki tersenyum. Namun tak lama kembali menunduk setelah melihat teman-teman Tachibana menatapnya sinis.

“Hina-chan, kenapa kau mau makan dengan dia? Nanti kau dalam bahaya!”

“Iya! Dia kan anak Yakuza!”

“Iiih jangan dekat-dekat dengan anak aneh!”

Mata Kisaki berkaca-kaca. Setiap hari harus menerima rundungan dari teman sekolah membuat dirinya makin tertutup. Kisaki berusaha sekuat tenaga untuk menahan tangisnya. Karena ia tahu, jika ia menangis, semua akan makin mentertawakan dirinya.

“Hei hentikan! Kisaki hanya mengajak makan siang bersama kan? Kenapa kalian begitu jahat padanya?” Tachibana mencoba menegur teman-temannya.

“Aah.. sudahlah Hina! Ayo kita makan di sana!” Teman perempuannya menarik Tachibana. Menjauh dari Kisaki. Kisaki menunduk. Berjalan ke bawah pohon di halaman sekolah. Menggigit bibirnya sambil membuka kotak bekalnya dengan tangan gemetaran. Air mata perlahan jatuh, meleleh keluar dari matanya. Pipi gembul kecilnya basah, seperti hari-hari biasanya.

“Se… hiks.. selamat… ma… makan… hiks”

Kisaki mengusap matanya yang basah. Menaruh kacamata di samping kotak bekalnya. Bukan pertama kalinya Kisaki makan sendirian sambil menangis. Kisaki sebenarnya sudah tahu ini akan terjadi. Namun ia tetap menangis. Karena rasanya sakit sekali.

Sejak awal ia masuk sekolah, semua terlihat tak menyukainya. Alasannya adalah karena ayah dan ibunya orang berbahaya. Kisaki tak mengerti, apa yang berbahaya dari laki-laki tua dengan Jas formal dan ibu yang selalu memakai kimono? Kenapa semua orang memanggil mereka berbahaya?

Kisaki mencoba untuk mencari teman. Menunjukkan kelebihannya dalam ilmu pengetahuan. Namun semua malah makin menjauhinya. Memanggil dirinya aneh, ingin disayang guru, dan panggilan menyakitkan lainnya.

Sejak pertama masuk sekolah, hanya dua orang yang baik kepadanya. Tachibana Hinata dan Hanagaki Takemichi. Ya hanya mereka berdua. Namun mereka belum Pernah sama sekali bermain dengan Kisaki. Keduanya selalu dikelilingi banyak teman. Tidak seperti Kisaki.

Kisaki mengunyah makanan dengan pelan. Sambil tetap menangis, terisak pelan di bawah pohon rindang. Sesekali mengusap matanya yang basah. Sesekali tersedak air matanya sendiri. Kisaki sudah biasa, namun dirinya tetap tak bisa menahan sakitnya ditolak oleh teman-temannya.

Saat tengah mengunyah dengan tenang, Kisaki mencium bau yang asing di sekolah. Bukan bau asing untuknya sebenarnya. Bau rokok. Kisaki mengangkat kepalanya. Seorang laki-laki bersurai hitam dan pirang dengan jaket ungu kumal, duduk di depannya, merokok.

“Anu… pa..paman.. di daerah sekolah tidak boleh merokok…” tegur Kisaki. Laki-laki itu menoleh. Menghembuskan nafasnya yang berasap ke wajah Kisaki. Seketika si bocah kecil terbatuk seraya mengibaskan tangannya.

“Setahuku, di sekolah juga bukan tempat menangis…”

Kisaki terdiam. Dan menyusut hidungnya yang memerah. “Si.. siapa yang menangis? Aku tidak menangis!”. Laki-laki asing itu tertawa terbahak-bahak. Menangkup satu sisi wajah Kisaki dengan tangannya. “Dari tadi kau menangis, aku ada di depanmu bodoh”

“AKU TIDAK MENANGIS!” Kisaki menangkis tangan si laki-laki asing. Dia tertawa dan menyesap kembali rokoknya. “Tidak apa-apa kok, kau boleh menangis dimanapun, kapanpun…tidak ada yang melarang…”

Kisaki menatap laki-laki asing di depannya. “Tapi… ayah bilang laki-laki tak boleh menangis… itu tandanya lemah…”

“Apa kau pernah menangis di depan ayahmu?”

“Pernah… lalu aku dipukuli olehnya… katanya agar aku kuat”

Kisaki terkejut karena laki-laki itu mengusap kepalanya. Sesuatu yang ayah ibunya tak pernah lakukan. Hangat rasanya. Kisaki belum pernah merasakan kehangatan ini sebelumnya.

“Hei, kalau kau mau menangis, menangislah… masa bodoh dengan ayahmu…”

Kisaki tanpa sadar melompat ke pangkuan laki-laki asing di depannya. Menangis sejadi-jadinya. Si laki-laki asing hanya memeluk lembut Kisaki. Mengusap-usap kepalanya. Kisaki menangis di pundak lebar bau rokok di depannya. Tak peduli siapa dia, dia hanya ingin menangis sejadi-jadinya.

****

“Tetta? Kenapa matamu bengkak?” Ayah Kisaki membolak-balik wajahnya. Sedikit terkejut dengan wajah sembap putranya.

“Aku kelilipan bunga ayah…” jawab Kisaki lirih. Tak mungkin kan ia bilang bahwa ia baru saja menangis?

“Alergi bungamu makin parah? Perlu ke dokter?”

“Tidak apa-apa ayah, aku hanya ingin pulang”

“Kau tidak boleh terlihat menyedihkan Tetta. Malam ini ada perjamuan di rumah kita. Jangan permalukan ayah” tegur sang ayah, dengan nada mengancam.

“Iya ayah” Kisaki menjawab lirih sambil masuk ke dalam mobil dan duduk dengan tenang. Bersandar pada jendela. Menatap teman-temannya yang berjalan keluar dari sekolah. Kisaki tersenyum kecil saat melihat Tachibana dan Takemichi melambaikan tangan padanya. Berpamitan. Sementara di belakang mereka teman-teman yang menatap dirinya sinis.

Mobil mulai melaju ke arah jalan besar. Kisaki menatap jalanan dalam diam. Matanya menatap laki-laki asing yang ia temui tadi di sekolah. Berdiri di ujung jalan sambil merokok. Laki-laki itu sepertinya tahu Kisaki lewat. Ia tersenyum dan melambaikan tangannya. Kisaki tersenyum. Hendak membalas lambaian tangan namun langsung terdiam mengingat ayah yang duduk di sampingnya.

Sesampainya di rumah, Kisaki langsung menuju kamarnya. Rumahnya terlihat ramai. Karena seperti yang dikatakan ayahnya, akan ada jamuan makan malam. Orang-orang penting teman sang ayah akan datang. Dan Kisaki tahu, dia harus bersikap malam ini.

“Tuan Kisaki, mandi dulu, kamar mandinya sudah siap…” pelayan masuk ke kamar Kisaki. Kisaki menghela nafas. Ia sejujurnya hanya ingin tidur atau mengerjakan PR.

“Bibi, tolong siapkan baju untuk malam ini… yang hitam”

“Baik tuan”

Kisaki mandi dengan cepat. Kalau ia berlama-lama, ibunya bisa-bisa memarahinya karena ' bermain air '. Setelah mandi dan mengeringkan rambut, ia segera berpakaian. Dan menghampiri ibunya di aula besar.

Ibunya tengah berbincang dengan wanita-wanita lain. Semuanya terlihat berkelas. Ibunya sendiri terlihat begitu anggun, dan dingin. Kisaki meraih tangan ibunya. Ibunya menoleh “ada apa?” Tanyanya. Dingin.

Kisaki hanya menggeleng. Menggenggam tangan ibunya semakin erat. “Ah nyonya apa ini pewaris keluarga kisaki? Dia sangat tampan ya?” Puji seorang wanita. Ibu Kisaki tersenyum “dia juga selalu juara kelas” ujarnya, membanggakan putranya. “Waaah luar biasa ya? Sangat hebat!”

Kisaki tersenyum kecil ketika dipuji begitu. Sambil melihat orang yang lalu-lalang di rumahnya, ia menatap sekitar. Kisaki mematung. Ia melihat laki-laki asing yang tadi siang ia temui di sekolah. Kisaki melepas genggaman tangannya dan berlari kecil. Menghampiri si pria asing.

“Paman!!” Panggilnya riang. Si laki-laki asing yang tengah bersandar di palang pintu sambil merokok menoleh. Tersenyum.

“Oh… tuan muda Kisaki rapi sekali ya malam ini” ujarnya. Kisaki tertawa kecil. “Paman diundang ayah juga?”

“Hm… kita anggap saja begitu” Laki-laki itu mengusap kepala Kisaki. Membuat pipi Kisaki memerah.

“Paman, siapa namanya?” Tanya Kisaki.

“Hanma Shuji”

“Paman Shuji?” Tanya Kisaki “Boleh aku panggil paman dengan nama itu?”

Laki-laki bernama Hanma itu berjongkok. Dan mengusap pipi Kisaki. Tangannya yang besar menangkup wajah Kisaki dengan lembut “Paman akan memanggilmu Tetta kalau begitu” ujarnya. “Boleh kan? Tetta-chan?”

Kisaki tersenyum. Kacamatanya sedikit terangkat karena tulang pipi yang naik “boleh!” Jawabnya riang.

Hanma mengusap-usap kepala Kisaki lagi. Kisaki tersenyum senang. Dia sangat senang ketika kepalanya diusap-usap seperti itu.

“Tetta! Ke sini” panggil sang ayah dari ruang lain. Kisaki buru-buru berlari ke ruangan tempat ayahnya berada. Sempat menoleh ke belakang, melihat paman barunya yang entah kemana hilang begitu saja.

Pesta jamuan makan berlangsung meriah. Banyak orang penting datang ke kediaman Kisaki malam itu. Kisaki sebenarnya tidak suka dikelilingi banyak orang dewasa. Di sekolah saja dia tak nyaman, apalagi sekarang? Dia tak mengenal siapapun kecuali segelintir orang.

Kisaki hanya bisa diam. Menjadi anak baik. Menggenggam tangan ibunya kemanapun ibunya pergi. Membiarkan dirinya dipamerkan seperti barang. Mata Kisaki mencari-cari Hanma. Dimana dia? Seharusnya mudah menemukan laki-laki bertubuh tinggi itu. Karena tidak seperti tamu lain, dia memakai pakaian kumal.

Kisaki bosan. Dia melepas tangan ibunya dan berkeliling ruangan. Namun anak delapan tahun adalah anak yang ceroboh pada umumnya. Kisaki tak sengaja menyenggol meja Buffett. Membuat makanan jatuh ke lantai. Kisaki panik. Ia tahu, ia akan dihukum oleh ayahnya.

“TETTA KISAKI!”

Satu ruangan terdiam. Kisaki bisa merasakan ayahnya berjalan mendekati dirinya. Badannya gemetar hebat. Tubuhnya seolah tahu bahwa ia akan mendapatkan tamparan keras dari ayahnya yang bersifat Tiran.

“Ma… maafkan aku ayah…” Kisaki menunduk. Berusaha keras menahan tangisnya. Ia ketakutan.

PLAK! Tamparan keras melayang ke pipi Kisaki. Kisaki sampai terjatuh ke lantai. Ia menggigit bibirnya. Berusaha menahan isakan yang ingin keluar dari dirinya.

Kisaki menatap ibunya. Ibunya hanya menatap. Tak terlihat iba atau khawatir. Ia hanya berdiri di sana. Semua orang menatapnya. Kisaki ketakutan. Semua orang menatapnya dengan tatapan tajam.

“Aku bilang jangan lepas tangan ibumu kan? Kenapa kau tidak menurut!” Bentak ayah. Kisaki mengepalkan tangannya. Menahan tangis yang mulai meleleh dari wajah tegasnya.

“Ma.. maaf ayah… aku ceroboh.. maafkan aku”

“Kau menangis?” Kisaki tertegun. Ia gemetaran. Ia palingkan wajah kecilnya. Tak mau menatap sang ayah.

“Berdiri”

Kisaki berdiri perlahan. Kedua lututnya terasa lemas. Kisaki mengulurkan kedua tangannya. itu hukuman yang dilakukan sang ayah jika ia menangis. Ayahnya akan memukul tangan Kisaki sampai merah. Tak jarang, sampai berdarah. Dan Kisaki tak boleh menangis.

satu pukulan

Kisaki menahan sakit di tangan mungilnya. Memejamkan matanya agar air mata tak keluar.

dua pukulan

Nafas Kisaki mulai tak beraturan. Ia ingin berteriak. Tak bisa, kalau ia berteriak, ayahnya mungkin akan menyekap dirinya di kandang anjing.

tiga pukulan

Kisaki sudah tak tahan lagi. Ia ingin menangis. Berteriak sekuat tenaga. sakit ayah… ayah hentikan...kumohon maafkan aku ayah

Kisaki berusaha menahan tangisnya, ketika suara tepuk tangan terdengar dari sudut ruangan. Semua menoleh. Begitu pula dengan ayah Kisaki.

“Kau tak berubah ya bos? Masih Tiran seperti dulu”

“Hanma?”

Kisaki membuka mata. Menatap Hanma yang tengah bersandar di dinding sambil menenggak segelas wine. Matanya yang sayu menatap tajam sang ayah.

“Kau masih hidup?”

“Oh tentu saja! Satu hal yang aku tahu selama bekerja denganmu, kau tak pernah mengecek sampahmu. Apakah sampah itu masih bersisa atau sudah kosong”

sampah? Sampah apa? batin Kisaki.

“Apa yang kau lakukan di sini? Ini pesta khusus” ujar Ibu Kisaki. Hanma menyeringai. Menghampiri ibu Kisaki dan meraih dagunya “Wah wah… ternyata kau masih bersama dengan pak tua itu ya Eri? Jadi dia benar-benar menghabisi Mei?” Ejeknya. Ibu Kisaki menepis tangan Hanma. Menampar pipinya dengan keras.

“Dasar rendahan”

Hanma tertawa. Melihat orang marah membuatnya terhibur.

“Kalau kau ke sini untuk membalas dendam atas kematian Mei, pergilah, aku tak ingin berurusan dengan sampah” tegas ayah Kisaki. Hanma tertawa lebih keras.

“Mei? Kau masih berpikir aku benar-benar punya hubungan dengan Mei??? Gundik jalangmu itu? Hahahaha”

“Tangkap dia” titah sang ayah. Pengawal langsung masuk mengelilingi Hanma. Hanma tersenyum puas. “Sini, sudah lama aku tak bertengkar dengan orang gila”

Para pengawal langsung mengeroyok Hanma. Hanma dengan mudahnya menangkis serangan mereka. Balik menyerang mereka dengan brutal. Kisaki menonton dalam diam. Apakah Paman Shujinya itu manusia? Padahal Kisaki tahu pasti, pengawal ayahnya belum pernah kalah.

Dalam sekejap, Hanma berhasil menumbangkan orang-orang yang menghajarnya. Hanma meraih botol terdekat dan berlari ke arah Ayah Kisaki.

“JANGAN!” Kisaki merentangkan tangannya. Mengahalau Hanma yang hendak menyerang sang ayah. “Jangan sakiti ayah… kumohon jangan…”

Hanma mengurungkan niatnya menyerang ayah Kisaki. Ia menurunkan botol dari tangannya. Tersenyum menatap Kisaki.

“Kumohon… jangan… hiks… jangan sakiti ayah… nanti aku… hiks… hiks …”

Hanma berjongkok di depan Kisaki. Mengusap air mata Kisaki yang jatuh di pipinya. “Aww sayang, jangan menangis di depan ayah, nanti ayahmu iri… dia tidak pernah menangis semasa hidupnya…”

“Jangan sentuh putraku!” Ayah Kisaki menarik Kisaki ke belakang. Menyembunyikan dirinya dari Hanma.

“Kelihatannya kau sangat menyayangi putra kecilmu itu huh?”

“Pergi”

Hanma menyeringai lebar “baik, aku akan pergi. Aku akan kembali nanti, ada barang di rumah ini yang lupa aku bawa ketika kau membuangku ke jalanan waktu itu”

“Pergi sebelum aku menggorok leher panjangmu itu” ancam ayah Kisaki. Hanma mengangguk-angguk dan berjalan pergi. Meninggalkan aula besar penuh orang dengan tenang.

“A...ayah…?” Kisaki bertanya dengan ketakutan.

“Ke kamar. Sekarang.” Perintah sang ayah. Dengan buru-buru Kisaki berlari ke kamar. Kakinya sakit. Ia langsung merebahkan diri di atas tempat tidur. Dan menangis. Kisaki tak mengerti, padahal ia sudah melindungi ayahnya. Kenapa ayahnya marah?

*****

“Kisaki-kun, kau tidak apa-apa?” Tanya Takemichi. Melihat Kisaki yang wajahnya sedikit ungu bekas tamparan sang ayah tadi malam.

“I-iya… aku baik-baik saja! Aku terjatuh di tangga tadi pagi”

“Huh? Tangga? Bukankah pelayanmu yang menggendongmu keluar kamar Kisaki?” Ejek beberapa anak sambil tertawa-tawa. Kisaki hanya terdiam.

“Kenapa kalian selalu mengganggunya?! Kisaki tidak pernah menyakiti kalian!” Protes Takemichi. Berusaha melindungi Kisaki dari rundungan teman-temannya.

“Hei Hanagaki, kenapa kau terus membela dia? Dia itu aneh! Jelek, wajahnya pucat, dan tidak pantas punya teman!”

“HENTIKAN!” Takemichi berteriak marah. Namun hanya ditertawakan oleh anak lain.

“Ayolah Hanagaki, kau lebih baik main bersama kami. Kami punya banyak mainan dan akan membaginya denganmu. Kisaki pelit! Dia tidak pernah mengajak kita ke rumahnya barang sekali”

“Hei cu-” Takemichi hendak protes namun Kisaki menahannya. “Tidak apa-apa Michi, aku memang aneh, kau tidak seharusnya bermain denganku…”

“Kisaki…” Takemichi menatap Kisaki dengan khawatir.

Kisaki berlari keluar kelas. Bersembunyi di dalam bilik kamar mandi. Dan menangis memeluk lututnya. kenapa tidak ada yang menyayangiku?

“Kisaki… ini Takemichi” terdengar suara ketukan dari luar. Kisaki membuka pintu bilik perlahan. Takemichi berdiri di depannya dengan wajah khawatir.

“Kau tidak apa-apa?”

“Jangan dekati aku Michi. Nanti kau tidak punya teman sepertiku”

“Kenapa semua orang bilang kau aneh? Kau keren Kisaki-kun! Kau sangat pintar dan kau juga punya baju-baju bagus! Kenapa orang menganggapmu aneh”

“Michi…”

“Kisaki-kun, aku temanmu. Kau harus ingat itu ya! Walaupun aku sulit bisa bermain denganmu, tapi aku harap kau menganggap aku sebagai teman seperti aku menganggapmu temanku”

“Iiih Takemichi mengobrol dengan si anak aneh”

Takemichi menoleh. Beberapa seniornya dari kelas 5 datang. Dan menghampiri dirinya. “Hei Hanagaki! Kenapa kau tidak bermain dengan kami saja? Senpaimu? Kami lebih keren dari anak aneh ini”

“Kisaki tidak aneh! Kalian yang aneh!” Teriak Takemichi. Anak yang lebih tua tertawa. “Sudah ayo pergi” salah satu anak menarik Takemichi keluar. Meninggalkan Kisaki bersama anak yang lebih besar.

“Ka..kalian mau apa?!” Tanya Kisaki. Lututnya bergetar ketakutan.

“Hei, keluargamu kaya kan? Mana bagi kami uang!”

“A..aku tidak punya uang!”

“Pembohong! sini kau!” Satu anak menarik Kisaki dan menggerayangi tubuhnya. Mencari uang di kantong baju Kisaki. Kisaki berusaha meronta namun ia ditahan oleh anak yang lain.

“Aneh, masa anak sekaya dirimu tidak bawa uang?”

“Le.. lepaskan aku senpai…” pinta Kisaki. Namun malah ditertawakan. “Baiklah” anak paling besar menarik rambut Kisaki dan membawanya ke wastafel. Menenggelamkan wajahnya ke dalam air. Kisaki tersedak. Rasanya mau mati.

“Dasar aneh” ejek si anak saat mengangkat kepala Kisaki dan mendorongnya ke lantai. Sebelum meninggalkan dia sendiri dengan anak lain.

Kisaki terisak. Ia tak mengerti. Apa salahnya? Kenapa semua orang membencinya? Ia terbatuk-batuk karena paru-parunya yang kemasukan air. Menangis kesakitan, dan ketakutan.

Kisaki bersandar di bawah pohon. Menenangkan dirinya. Hanya itu tempat dimana ia tak diganggu oleh siapapun. Pohon ceri yang Rindang memayungi dirinya dari panasnya matahari. Kisaki menatap sekeliling. Anak-anak berlalu lalang dengan riang, tak mempedulikan dirinya. Seolah Kisaki hanya bayang-bayang.

“Menangis lagi?”

Kisaki terkejut. Suara familiar terdengar di telinganya. Hanma .

“Pa-paman Shuji?”

“Ya, ini aku”

Kisaki menjauh beberapa sentimeter. Mengingat apa yang Hanma lakukan tadi malam. “A-apa yang paman lakukan di sini?”

“Melihatmu menangis” ujarnya. Menyalakan rokoknya dan menghisapnya dengan tenang. Sesekali menatap Kisaki dengan lembut.

“Paman…”

“Ya?”

“Kenapa semua membenci aku? Aku salah apa?” Tanya Kisaki. Lirih. Ia berusaha tak menangis.

“Mereka semua buta. Mereka tidak tahu, Tetta-chan sangan keren”

“Bohong… Paman Shuji bohong”

“Tidak. Paman tidak seperti ayahmu yang pembohong. Paman tidak suka berbohong”

“Ayah bukan pembohong!”

Hanma terkekeh “Tetta-chan, kau jelas tak kenal ayahmu. Kau bahkan masih membelanya” Hanma mengelus rambut Kisaki “coba pikirkan. Siapa yang membiarkan kau menangis? Aku. Ayahmu? Tidak. Siapa yang mengusap-usap kepala ketika kau sedih? Aku. Bukan ayah atau ibu. Kau tidak bisa apa-apa Tetta”

“Aku tidak mengerti…”

“Kau masih terlalu kecil untuk mengerti” Hanma menghembuskan asap rokoknya ke wajah Kisaki. Kisaki terbatuk. “Pulang sekolah, ke tempat ini lagi ya, jangan langsung ke mobil ayah… aku mau menunjukkan sesuatu”

“Apa itu?”

“Nanti kau tahu. Pulang sekolah”

“Baiklah” Kisaki menghela nafas. Tanpa sadar ia bersandar di bahu besar Hanma. Beristirahat dengan tenang. Hanma dengan lembut mengusap-usap kepala mungil Kisaki. Sambil merokok dengan tenang.

Kisaki pergi ke bawah pohon seperti yang disuruh Hanma. Tak langsung pergi ke mobil walaupun ayahnya menunggu. Hanma menunggu di sana sambil merokok. Senyumnya melebar ketika melihat Kisaki menghampirinya.

“Paman Shuji!”

“Oh Tetta… sini sini” Hanma melambaikan tangannya. Menyuruh Kisaki untuk mendekat.

“Paman mau tunjukkan apa?” Tanya Kisaki. Nada bicaranya sedikit antusias. Hanma tersenyum kecil. Meraih pipi Kisaki dan mencium bibirnya. Kisaki terkejut. Tangan kecilnya memukul Hanma yang menciumnya dengan dalam. Melumat bibirnya dengan kasar. Kisaki benar-benar terkejut. Kenapa Paman Shuji melakukan hal itu?

Kemudian Kisaki merasakan pahit di mulutnya. Hanma melepaskan ciumannya. Kisaki menangis ketakutan. “A-apa yang kau lakukan paman?...” Isaknya. Kepalanya pusing. “Tidurlah sayang… tidurlah…” ucap Hanma. Lama kelamaan Kisaki merasa kesadarannya Hilang. Tak lama kemudian, semuanya menjadi gelap.


Sudah satu Minggu sejak menghilangnya putra tunggal keluarga Kisaki, Tetta Kisaki, namun polisi masih belum menemukan titik terang dari pencarian ini. Korban terakhir kali terlihat di sekolah bersama dengan pria tak dikenal dengan ciri-ciri jaket hitam...

Hanma mematikan TV dan bersandar di sofa reyotnya. Menghembuskan asap rokok ke dalam ruangan. Sesekali memijat kepalanya. Lalu menatap tubuh kecil yang tengah tertidur di sampingnya. Ya, sudah satu Minggu dan Kisaki masih belum sadarkan diri setelah ia membeli dosis obat yang terlalu banyak. apa anak ini akan bangun? entahlah. Hanma sedikit khawatir Kisaki tak akan bangun lagi. Ia menghela nafas dan berjalan ke dapur. Mengambil sekaleng bir dari kulkas dan menenggaknya sekaligus. Lalu mengambil kaleng yang lain. Dan kembali ke sofa. Melanjutkan rokoknya yang belum habis terbakar.

Sesekali matanya menatap Kisaki yang tertidur dengan pulas. Hanma mengusap-usap pipi gembul Kisaki. Pipinya begitu lembut. Apa pipi anak-anak memang selalu lembut? Atau karena Kisaki dirawat dengan baik? Hanma tak tahu.

Hanma duduk di lantai, di samping Kisaki. Menatap lekat wajah mungil Kisaki yang tertidur dengan lelap. Sesekali tersenyum. betapa manisnya. Hanma mencondongkan tubuhnya. Mencium bibir Kisaki yang tertidur. Melumat bongkah mungil di hadapannya dengan lapar.

Hanma tak tahu sejak kapan dia menjadi seorang Shotacon seperti ini. Sejak Kisaki lahir mungkin? Hanma sudah memata-matai Kisaki sejak dia lahir, delapan tahun lalu. Bayi mungil dari keluarga musuh yang begitu ia benci benar-benar menarik perhatiannya. Dan sejak itu, Hanma bersumpah akan merenggut bayi kecil kesayangan keluarga Kisaki dari pelukan mereka. Hanma masih marah. Dia dendam. Dendam karena keluarga yang merawatnya sejak kecil ternyata menganggap dirinya sampah hanya karena sebuah insiden.

bukan aku yang menyentuh Mei. Dia yang lebih dulu menyodorkan tubuh jalangnya padaku. Kenapa aku yang dihajar? Kenapa Eri malah memihak suaminya padahal suaminya jelas-jelas bajingan dan tidur dengan beberapa gadis muda?

Sebagai balasannya, Hanma meraih satu hal yang Keluarga Kisaki sayangi, sang pangeran kecil.

Hanma menangkup kedua pipi Kisaki. Melumat bibir mungilnya dengan kasar. Melahapnya seperti permen. Lidahnya mulai masuk ke dalam mulut mungil Kisaki. Memainkan lidahnya yang kelu karena belum sadarkan diri.

Hanma melepaskan ciumannya. Menatap wajah Kisaki sambil mengusap pipinya. “Tetta-chan… ayo bangun…” ujarnya pelan. Ajaib. Kisaki terlihat bergerak dan perlahan membuka matanya. Hanma tersenyum senang “akhirnya kau bangun manisku…”

Kisaki terkejut. Ini bukan kamarnya. Ini rumah orang lain. Dia makin terkejut karena Hanma ada di sampingnya.

“I-ini di mana?”

“Di tempat dimana ayahmu tak bisa lagi menyakitimu…”

“Ayah!” Kisaki beranjak dan berlari keluar. Namun terkejut karena di depannya, ada hamparan laut terbentang luas dan jalanan terjal. Mereka berada di pulau kecil, di atas laut. Kisaki menjerit ketakutan. Hanma langsung memeluknya dan menarik Kisaki ke dalam rumah.

“Hei! Tenang tenang… kau baru bangun…”

“Aku mau pulang! Aku mau ayah! Aku mau ibu! Ibuuu ibuuu!!” Kisaki menangis dalam pelukan Hanma. Berusaha keras melepas pelukan Hanma yang malah semakin erat.

“Tetta-chan sadarlah! Mereka tidak menyayangimu!” Bentak Hanma. Kisaki terdiam. Terkejut karena Hanma membentaknya.

Hanma membalikan tubuh Kisaki. Membuat Kisaki menatap dirinya. Hanma menatap Kisaki tajam “Tetta sayang, orang tua macam apa yang membiarkan anaknya tidur bersama dengan anjing ketika ia melakukan kesalahan? Orang tua apa yang tidak mengizinkan anaknya menangis? Mereka tidak menyayangimu Tetta…”

Kisaki menangis. Dia memukul-mukul dada Hanma “Bohong! Paman Shuji bohong!”

“Aku tidak pernah berbohong sayang…” Hanma meraih Kisaki. Merengkuh tubuh mungilnya. “Di sini kau aman… tidak akan ada yang memukulmu, membiarkan mu tidur dengan hewan, menamparmu, tidak ada”

“Kau aman bersamaku, kau akan selalu aman denganku” ujar Hanma. Kisaki terisak “Paman janji?”

“Ya” Hanma tersenyum. Kisaki menangis lagi di dada Hanma. Hanma mengusap-usap kepala Kisaki sambil menggendongnya ke Sofa. Ia menyeringai puas. ia baru saja meyakinkan bocah kecilnya bahwa bersamanya, lebih aman.

*****

Minggu pertama tinggal bersama Hanma, Kisaki masih sering menangis karena ia rindu rumah. Hanma akan menenangkan dirinya dengan menyumpal mulutnya dengan bibirnya. Melahap bibir kecil Kisaki dengan penuh nafsu. Setelah itu biasanya Kisaki berhenti menangis.

“Paman Shuji…”

“Iya sayang?”

“Aku ingin membaca buku”

“Buku?”

“Iya buku…”

Hanma bingung. Di rumah terpencil nya, hanya ada majalah porno untuk dirinya masturbasi di kala senggang. Tak mungkin ia biarkan Kisaki membaca buku seperti itu bukan?

“Ada toko buku dekat sini, aku beli dulu”

“A...aku mau ikut!”

Hanma tersenyum dan mengusap kepala Kisaki “Tetta-chan di sini saja ya? Aku tidak mau kau kenapa-kenapa”

“Memang di luar ada apa?”

“Tetta-chan ingin keluar sekali?”

Kisaki mengangguk. Hanma menghela nafas. Berjongkok dan memegang kedua pundak Kisaki “Tetta-chan, di luar sana banyak orang jahat. Pembunuh, penculik, dan orang-orang yang suka makan anak kecil…”

“Makan anak kecil?!” Kisaki gemetar ketakutan.

Hanma menyeringai “oh ya! Apalagi anak manis sepertimu. Banyak orang yang ingin anak seperti dirimu…”

“AKU DI SINI SAJA” Kisaki berlari ke sofa dan bersembunyi di balik selimut. Hanma tertawa kecil “Jaga dirimu ya, aku mau beli buku dulu”

“Paman Shuji!”

“Iya sayangku?”

“Jangan terlalu lama… aku takut….”

“Tentu, makhluk lemah sepertimu tidak boleh ditinggal terlalu lama” Hanma meraih Kunci motor dan pergi keluar. Melaju ke arah kota yang jaraknya cukup jauh.

Hanma sengaja membawa Kisaki ke tempat yang cukup jauh. Di kota ini, tak ada yang mengenal Hanma atau Kisaki. Dari rumah ke kota pun, jaraknya cukup jauh dan melelahkan jika ditempuh dengan kaki. Hanma bisa bolak-balik dengan cepat karena mengebut. Kisaki? Dia akan kesulitan jika suatu hari ingin kabur. Tempat yang sempurna.

Hanma pergi ke toko buku kecil. Membeli beberapa buku anak yang Kisaki suka. Juga beberapa bahan makanan di minimarket sebelah toko buku. Sesekali menatap televisi, takut-takut dirinya diberitakan atas penculikan.

“Banyak sekali bukunya? Untuk anakmu?” Tanya kasir. Hanma mengangguk “putraku suka membaca” kasir itu tersenyum. “Dia pasti sangat pintar” Hanma hanya mengangkat bahunya. Merasa sedikit bangga karena si kecilnya tentu sangat pintar.

Setelah membayar semua belanjaan, Hanma kembali ke rumah. Kisaki masih bersembunyi di balik selimut.

“Tetta-chan aku pulang”

“Paman Shuji!!” Kisaki berlari memeluk Hanma. Hanma tertawa “ada apa Tetta-chan?”

“Aku takut… tadi aku menonton TV, ada berita penculikan…”

“Oh ya? Mengerikan sekali” Hanma menjawab dengan sarkas. Berita itu bisa saja tentang Kisaki. Tapi kisaki tak sadar.

“Paman shuji akan melindungi aku kan?” Tanya Kisaki. Hanma berjongkok dan mencium bibir mungil Kisaki cepat. “Tentu sayang, bisa apa kau di dunia luar tanpaku”

Kisaki mengangguk dan memeluk Hanma. Hanma langsung menggendongnya sambil merapikan bahan makanan ke kulkas. “Aku beli beberapa krayon dan buku gambar. Mau menggambar?”

“Mau…”

“Baiklah kalau begitu turun… bagaimana bisa kau menggambar sambil memeluk diriku manis”

Hanma menurunkan Kisaki dari gendongan dan memberikan buku serta krayon. Kisaki melompat girang.

“Terima kasih Paman Shuji!”

“Sama-sama”

Kisaki dengan riang menaruh buku gambarnya di meja kecil dan mulai menggambar. Hanma duduk bertopang dagu sambil menatap Kisaki menggambar.

“Ini siapa?” Tunjuk Hanma

“Ini Tachibana Hinata, teman ku”

“Perempuan?”

“Iya…”

“Yang ini siapa?”

“Ini Takemichi, dia juga temanku”

“Oooh…”

“Hanya mereka berdua yang mau jadi temanku” keluh Kisaki. Hanma menaikkan alisnya “kenapa?”

“Kata anak lain, aku aneh”

Hanma mengusap-usap kepala Kisaki. “Kau tidak aneh Tetta-chan, mereka yang aneh”

“Benarkah?” Kisaki menatap Hanma. Hanma mengangguk. “Ya” Kisaki tersenyum “terimakasih paman…”

Hanma tersenyum. Melihat senyuman Kisaki, hatinya hangat. dan penisnya berdiri

“Paman mau ke mana?” Tanya Kisaki saat Hanma beranjak pergi. “Buang air” jawab Hanma singkat sebelum mengunci pintu kamar mandi.

Hanma menurunkan celananya. Meraih penisnya dan mengocoknya perlahan. Menggigit bibirnya saat rasa nikmat mulai muncul dari sentuhan pada penisnya. Naik turun, sambil membayangkan bocah kecil yang tengah menggambar di ruang tengah rumahnya.

“Tetta nghh Tetta-chan… Tetta-chan…” lenguhan pelan keluar dari bibir Hanma. Begitu saja tak tertahankan. Satu tangan bertumpu pada dinding kamar mandi dan yang satu sibuk memainkan penisnya.

Mulutnya tak henti memanggil nama Anak laki-laki kecil di pikirannya. Oh kalau saja orang tahu, dia sudah di penjara Sekarang. Atas penculikan dan hubungan bersama anak di bawah umur.

salah siapa? Ini semua salah keluarga Kisaki

Beberapa menit, gerakan tangannya makin tak karuan. Hanma melenguh panjang saat cairan putih membasahi tangannya. Hanma segera membersihkan diri. Merapikan celana dan keluar kamar mandi. Menghampiri Kisaki yang masih menggambar dengan tenang.

“Tetta-chan, kau lapar?”

“Sedikit…”

“Mau kroket kepiting?”

“Mau mau!” Kisaki menjawab riang. Hanma tersenyum dan menyiapkan bahan masakan. “Tetta-chan, sini”

“Kenapa?” Kisaki meninggalkan buku gambarnya dan menghampiri Hanma.

“Kita masak bersama”

“Eh?? Boleh?”

“Tentu! Apa di rumah kau tidak diperbolehkan memasak?”

Kisaki menggeleng “ayah hanya menyuruh untuk belajar dan belajar, juga les piano”

“Menyedihkan sekali…” gumam Hanma sambil memasangkan Celemek kecil pada Kisaki. “Paman Shuji yang baik akan mengajarimu masak”

Kisaki bertepuk tangan senang “asyik! Terimakasih paman Shuji!”

Hanma tersenyum. Dengan telaten, ia mengajari Kisaki memasak. Kisaki seorang yang cepat belajar. Dengan cepat ia menguasai cara memegang peralatan masak dengan baik. Juga membedakan bumbu-bumbu.

“Kalau Paman pergi, Tetta-chan bisa memasak sendiri. Tapi harus tetap hati-hati dengan api ya?”

“Baik!” Kisaki menjawab dengan riang.

Setelah makan malam, Kisaki mandi dan pergi tidur. Sementara Hanma membereskan rumahnya. Saat membereskan meja di depan sofa, ia tersenyum. Melihat Kisaki menggambar dirinya dan Kisaki bergandengan tangan. terimakasih sudah melindungi Aku, Paman Shuji! Aku sayang paman Shuji . Begitu isi pesan yang ditulis oleh Kisaki. Hanma tersenyum dan menatap Kisaki yang tertidur di futon. Hanma menghampiri Kisaki dan mencium bibirnya. Mengusap lembut pipi Kisaki yang gembul.

“Selamat malam sayangku”


Hanma duduk di luar rumah. Menatap hamparan laut yang luas di depannya. Menikmati angin laut dengan tenang. Membiarkan hembusannya melambai menyentuh rambut panjangnya. Kisaki berlarian di halaman rumah sambil memainkan kincir angin yang ia buat sendiri. Tertawa riang walaupun hanya sendirian.

“Paman Shuji!” Kisaki menghampiri Hanma. “kenapa Tetta sayang? Sudah lelah”

Kisaki mengangguk. Hanma menepuk pahanya. Menyuruh Kisaki untuk duduk di pangkuannya. Kisaki dengan menurut langsung duduk dan melingkarkan lengan Hanma di pinggangnya. Membiarkan Hanma memeluknya.

“Paman… aku boleh bilang sesuatu?”

“Boleh”

“Aku senang bertemu dengan Paman”

“Oh ya? Kenapa?”

“Paman selalu melindungiku. Membiarkan aku menangis atau tertawa. Tidak seperti ayah…”

Hanma tertawa kecil. Oh Kisaki sayang, kau begitu polos

“Paman..”

“Ya?”

“Bagaimana Paman bisa mengenal Ayah? Lalu Mei itu siapa?”

“Ah… kau ada di sana ya, aku hampir lupa” Hanma memeluk Kisaki lebih erat. Menghangatkan tubuh masing-masing. “Dulu paman tinggal di jalanan, seusia dirimu. Lalu ayahmu mengambil paman dan memberi paman pekerjaan. Dia merawat paman sampai besar. Paman bertugas melindungi Ayah dan ibumu. Lalu ketika paman berusia 21, paman bertemu dengan Mei, Mei juga ada di jalanan. Bisa dibilang, dia itu teman paman. Mei jadi kekasih ayahmu. Tapi kemudian Mei menggoda Paman dan membuat paman dipecat…”

“Berarti Mei jahat ya?”

“Kira-kira seperti itu…”

Kisaki bersandar di pundak Hanma. Menghela nafas sambil menatap laut. “Ayah juga jahat… ayah sudah punya ibu tapi malah berpacaran dengan perempuan lain”

Hanma terkekeh “kau tahu apa itu pacaran?”

Kisaki menengadah. Menatap Hanma “tahu. Bibi pelayanan sering membicarakan soal pacaran…”

“Pelayan mu itu tidak menjaga mulutnya ya…”

“Paman Shuji”

“Iya Tetta-chan?”

“Paman Shuji mau jadi pacarku?”

Hanma tertawa terbahak-bahak. Lalu mencium pipi Kisaki. “Bukankah selama ini kita sudah pacaran?”

“EH?! BENARKAH?!”

“Hahahaha…. Tetta-chan… kau mau jadi pacarku memangnya? Rumahku kecil lho .. aku juga tidak punya uang banyak seperti ayahmu”

“Aku mau!” Kisaki melepas pelukan Hanma dan berdiri di depannya. Menatap wajah Hanma tajam. Lalu menangkup kedua pipi Hanma dengan tangan mungilnya.

“Aku sayang Paman. Aku anak yang lemah, Paman kuat. Paman selalu melindungiku. Aku mau bersama paman terus”

“Oh ya? Kau tidak rindu Tachibana dan Takemichi?”

“Aku rindu tapi tak apa! Ada paman Shuji di sini, selalu menemani aku”

Kisaki memajukan badannya. Mencium bibir Hanma dengan bibir kecil merah mudanya. Hanma hanya tersenyum dan merengkuh tubuh mungil Kisaki. Membiarkan anak kecil itu mencium dirinya.

Kisaki melepas ciumannya sambil terengah-engah. Maklum, masih belum berpengalaman. Hanma tertawa melihatnya.

“Tetta-chan… lucu sekali”

Kisaki membetulkan posisi kacamatanya. Tersenyum riang karena dipuji oleh Hanma. Lalu tertawa malu.

“Paman, kalau orang pacaran itu hanya ciuman ya?”

“Eum… banyak kok”

“Kalau seks itu apa?”

“Hei darimana kau mendengar hal itu anak manis? Jangan bilang dari pelayanmu yang aneh itu”

Kisaki mengangguk polos. Hanma menyeringai. oh sungguh manis . Hanma menggendong Kisaki ke dalam rumah dan mendudukkan dirinya di meja kecil.

“Tetta sayang, sebelumnya apa kau tahu bagaimana caranya berhubungan seks?”

Kisaki menggeleng. “Paman bisa mengajariku kan?”

“Oh… tentu sayang tentu” Hanma meraih tangan Kisaki dan menyentuhkan tangan mungilnya ke penisnya yang keras. Kisaki melonjak kaget.

Hanma merasa terhibur “pertama kali? Hahaha”

Hanma mengeluarkan penisnya dari celana. Kisaki tertegun. “Pu-punya paman Shuji sangat besar!” Ujarnya. Kisaki menelan ludah.

“Sini, pegang” Hanma menuntun Kisaki untuk memegang penisnya. Menggerakkan tangan mungilnya naik turun.

“Nah begitu… naik turunkan perlahan ya manis”

“Pa-panas…” Kisaki kesulitan menggerakkan tangannya. Dan harus menggenggam dengan kedua tangannya.

“Nghhhh… tidak apa-apa sayang… ahh ya begitu”

Kisaki perlahan menaik turunkan kedua tangannya. Mengelus penis Hanma dengan lembut. Hanma menggelinjang. Berbeda dengan ketika ia masturbasi, tangan Kisaki sangat lembut. Dan karena kurangnya pengalaman, membuat Hanma malah semakin menggila.

“Tetta-chan… buka mulutnya…”

Kisaki menurut. Membuka mulut dan menjulurkan lidahnya. Hanma tersenyum puas. “Jilat”

Kisaki menjilati perlahan pucuk kejantanan Hanma. Membuat Hanma melenguh keras.

“Pa-paman Shuji tidak apa-apa?!” Kisaki panik, takut kalau ia menyakiti Hanma. “tidak sayang… ayo lanjutkan, kalau bisa, masukan ke mulutmu”

Kisaki menurut. Namun hanya sedikit bagian saja yang masuk ke dalam mulutnya. Kisaki dengan lembut menghisap kejantanan Hanma. Seperti sedang makan es krim. Hanma tersenyum. Ia bangga dan puas.

“Ya begitu ahh gunakan lidahmu sayang nghhhh” Hanma mengusap-usap kepala Kisaki. Kisaki menatap Hanma. Dan semangatnya naik. Ia berusaha memasukkan penis Hanma ke dalam mulutnya. Namun tersedak ketika baru masuk setengahnya. Hanma panik dan langsung menarik penisnya. Kisaki menangis “paman hiks… sakit… uhuk .. uhuk…” ia terbatuk-batuk. Hanma menenangkan Kisaki sambil memeluknya “sshh sayang… ayo atur nafasnya… jangan memaksakan diri sayang tidak apa-apa”

“Huhuhu… maafkan aku hiks…” Kisaki terisak sambil bersembunyi di dada Hanma. Hanma mengusap-usap kepalanya lembut sambil menciumi kepalanya “tidak apa-apa, Tetta-chan tadi terlalu bersemangat. Tenang ya, kan aku tidak akan kemana-mana”

Hanma mengusap air mata Kisaki. Kisaki masih terisak. “Aku boleh lanjut kan?” Tanya Kisaki. Hanma mengangguk “boleh… tapi pelan-pelan ya sayang?”

Kisaki mengangguk dan melanjutkan kegiatannya. Kembali menghisap penis Hanma dengan lembut. Hanma mengusap-usap kepala Kisaki sambil menatap matanya. Melenguh nikmat saat Kisaki membuat dirinya bergetar.

Kisaki memainkan testis Hanma dengan tangan mungilnya. Satu tangannya bergerak naik turun dan mulut kecilnya menghisap dengan lembut. Hanma mencapai puncaknya berkat stimulus dari Kisaki. Hanma memuntahkan cairan putih kental di dalam mulut Kisaki.

“Hhamaan… hinii ahhaa…” Kisaki sedikit panik saat cairan putih hangat memenuhi mulutnya. “Telan sayang, tidak apa-apa”

Kisaki menelan cairan Hanma dan langsung meringis “pueeh… pahit!” Dia menggoyang-goyang tangannya sambil menahan rasa pahit di mulutnya. Hanma tertawa gemas melihat reaksi Kisaki.

“Ahahaha… pahit ya? Tidak apa-apa sayang. Nanti juga terbiasa”

Hanma menidurkan Kisaki di futon tebalnya. Seraya menciumi lehernya. wangi sabun bayi . Batinnya.

“Sekarang kita mau apa?” Tanya Kisaki. Hanma tersenyum dan melepaskan celana Kisaki. Kisaki terkejut “Eh? Kenapa dibuka?”

“Nanti juga kau tahu sayang” Hanma menjilat dua jarinya. Membasahi dengan cukup lalu mendorong masuk ke dalam lubang rektum Kisaki. Kisaki tersentak.

“Paman!! Kotor! Ahh jangan aahh”

“Tidak kotor kok”

“Tidak?”

“Iya tidak kotor …” Hanma menggerakkan dua jari besarnya perlahan. Kisaki terhentak-hentak pelan dan meremas futonnya. Kembali menangis kesakitan. “Paman Shuji aahhh stop ahh stop stop…”

Hanma tak pedulikan isakan Kisaki. Terus menggerakkan jarinya masuk keluar. Satu tangannya memegang pinggul Kisaki agar tak naik ke atas. Hanma tersenyum saat menemukan prostat Kisaki. “Oh .. disini ya?”

“Paman Shuji…. “

“Iya sayang?”

“A...aku mau pipis…”

“Keluarkan saja, nanti aku yang bersihkan”

Kisaki meremas futonnya lebih keras. Berteriak saat cairan putih keluar dari penis mungilnya. Hanma tersenyum puas. Tanpa basa basi mencabut jarinya dan menggantinya dengan penisnya.

“Ahh paman jangan! Tidak akan masuk!”

“Masuk kok, Tetta sayang tenang ya, rileks, supaya Paman Shuji bisa masuk lebih mudah”

“AAHHH PAMAN STOP STOP!” Kisaki panik saat Hanma menghentakkan pinggulnya. Kisaki merasa pantatnya robek.

“Tidak apa-apa… tidak apa-apa….” Hanma menyeringai dan bergerak lebih keras. Memperdalam sodokan penisnya. Kisaki menangis kesakitan. Lubang rektum nya berdarah. Ia meremas futonnya sambil terisak.

“Sakit.. hiks...aahh aahh”

“Pertama kali memang sakit kok… nanti juga terbiasa. Tahan sedikit ya, manis”

Hanma benar, lama kelamaan Kisaki merasa nikmat. Ah tidak, dia tak mengerti. Masih sakit, tapi dia suka. Hanma memuji Kisaki yang sedikit lebih tenang.

“Enak ahh ahh enak ahhh”

“Enak kan? Anak pintar” puji Hanma. Kayuhannya mulai tak beraturan. Tanda ia akan mencapai puncaknya sebentar lagi.

“Paman… Shuji… ahh ahh”

“Nghhhh iya sayang?”

“Aku ahh ahh aku sayang ahh ahh aku sayang paman Shuji”

“Aku juga nghh aaahhhh”

Hanma memuntahkan cairan putih kental di dalam lubang dubur Kisaki. Kisaki menggelinjang. Terkejut dengan semburan kuat di selatan tubuhnya. Ia menangis kencang.

Hanma membuka jaketnya dan menyelimuti tubuh mungil Kisaki. Memangkunya dan memeluknya erat-erat. Kisaki menangis, membenamkan wajahnya ke dada Hanma.

“Kerja bagus sayangku… kerja bagus… paman bangga padamu anak baik”

*****

Kisaki mulai terbiasa berhubungan seks dengan Hanma satu Minggu sekali. Hanma bisa saja meminta lebih, namun Kisaki masih sering menangis kesakitan. Dan Hanma, tidak tega.

Kadang Kisaki memainkan miliknya, kadang Hanma yang memainkan milik Kisaki. Saling melakukan hubungan intim dengan riang gembira.

namun sepandai-pandainya tupai melompat, ia akan jatuh juga

Kisaki terkejut karena ayahnya ada di depan pintu rumah Hanma. Badannya gemetar sampai ia jatuh terduduk.

“A-a-ayah?!”

“Dimana Bajingan itu?! Hanma! Keluar kau!” Caci ayah Kisaki. Kisaki mencoba menahan ayahnya dengan memeluk lututnya “ayah! Jangan lukai Paman Shuji!”

Ayah kisaki menendang Kisaki hingga terbentur pintu. Kisaki meringis. Pengawal ayahnya masuk dan mencari Hanma. Hanma yang sedikit lengah tak bisa berkutik. Pengawal ayahnya menghajar Hanma habis-habisan.

“PAMAN SHUJI!” Kisaki menangis. Marah melihat Paman kesayangannya disakiti. Namun dia ditahan oleh satu pengawalnya.

“Pertama kau menyentuh Mei… lalu menculik putraku? Itukah caramu berterimakasih?!”

“Aku sudah bilang berkali-kali. Aku tidak menyentuh Mei!” Hanma membentak keras. Dibalas dengan tendangan dari ayah. Kisaki menangis. Mencoba menghampiri Hanma.

“Kau tahu, aku pikir melemparmu ke laut lebih baik daripada menyiksamu di ruang bawah tanah seperti dulu”

“AYAH JANGAN!”

“Lemparkan dia ke laut. Ikat dia terlebih dahulu.”

Kisaki menyaksikan pengawalnya mengikat Hanma sebelum menggiringnya ke puncak bukit. Menyaksikan ayahnya menendang Hanma ke laut lepas.

“TIDAK!! PAMAN SHUJI!” Kisaki berlari ke arah bukit. Namun segera ditangkap sang Ayah.

“Anak bodoh, kenapa kau begitu peduli dengan sampah seperti dia? Kau ini diculik selama satu bulan! Dasar anak tak tahu diri”

“Hiks… paman Shuji… paman Shuji….” Kisaki mengulurkan tangannya. Ingin meraih Hanma yang sekarang mungkin sudah tenggelam di laut lepas.

“Kita pulang” ayah Kisaki menggendong paksa Kisaki yang menangis keras. Memanggil Hanma agar kembali.

Kembali ke pelukannya.


Kisaki benci. Ia tak suka pergi ke sekolah. Apalagi mengetahui dia akan tetap dirundung oleh orang-orang. Tapi ia harus tetap pergi. Atau ayahnya akan memukulinya.

“KISAKI-KUN!” Tachibana memeluk Kisaki sambil menangis. Kisaki hanya terdiam. “Apa kau baik-baik saja Kisaki-kun? Aku dengar dari TV katanya kau diculik”

“Aku tidak apa-apa Tachibana…”

“KISAKI!!” Takemichi berlari dan langsung memeluk Kisaki. Sama seperti Tachibana. Lalu ketika anak kecil itu menangis. Seolah tak bertemu begitu lama. Padahal hanya satu bulan satu Minggu. Karena Kisaki menolak keluar kamar selama satu Minggu setelah kembali ke rumah.

“Aku pikir mereka membunuhmu Kisaki” Takemichi terisak-isak. Ingusnya sampai keluar. “Michi… apa kau khawatir padaku?”

“Tentu saja bodoh! Bagaimana aku tak Khawatir ketika temanku hilang diculik?!”

Kisaki menangis dan memeluk Takemichi. Kedua bocah laki-laki usia delapan tahun itu menangis. “Jangan pergi lagi ya? Aku tidak mau kehilangan teman” isak Tachibana. Kisaki mengangguk pelan. Ia sebenarnya ingin kembali ke rumah tepi lautnya, rumah Hanma. Tapi melihat dua temannya menangis karena merasa kehilangan, Kisaki merasa ia punya tempat untuk tinggal.

Sejak hari itu Mereka bertiga selalu makan siang bersama. Takemichi tak peduli jika anak lain menariknya menjauh dari Kisaki. Ia akan kembali lagi pada Kisaki. Begitu pula dengan Tachibana. Kisaki sangat senang, sekarang ia punya teman. Tapi ia tetap merindukan Hanma.

“Kisaki-kun! Ini gambar yang bagus! Ini aku dan Michi kan?”

Kisaki menatap buku gambarnya. Satu-satunya kenangan dengan Hanma yang tersisa. “I-iya”

“Lalu ini siapa?” Tanya Takemichi. Menunjuk gambar laki-laki tinggi berambut panjang.

“Ini … Paman Shuji… dia orang yang paling aku sayangi …”

“Eeeh? Wajahnya mirip dengan penculikmu yang ada di TV” kata Tachibana. Kisaki hanya mengangguk. “hanya Mirip kok…”

Kisaki tahu, Hanma menculiknya. Membawanya sangat jauh dari rumah. Tapi Kisaki tak peduli. Dia sayang Hanma. Dan Hanma menyayanginya.

Kisaki merindukan sentuhan Hanma. Sentuhan lembut Hanma yang bisa membuat Kisaki menggelinjang hebat. Tapi Hanma sudah tak ada lagi. Dan Kisaki tak bisa berbuat apa-apa.

Setiap malam, Kisaki memainkan penis mungilnya sambil Menahan tangis.

“Paman Shuji… nghh Paman Shuji…” Kisaki mengigit bibirnya. Menahan desahan dari mulutnya agar tak terdengar oleh orang rumah. Beberapa menit memainkan penisnya, Kisaki memuntahkan cairan dari kejantanannya. Kisaki berbaring. Menyelimuti dirinya sendiri dan menangis.

“Paman Shuji… hiks.. aku rindu paman Shuji… hiks.. hiks…” Kisaki terisak. Membiarkan bantalnya basah dengan air mata.


Ulangtahun kesembilan. Kisaki tak ingin mengundang siapapun. Bahkan kedua teman baiknya. Karena setiap ulang tahun, ayahnya akan mengundang banyak tamu. Dan Kisaki tak ingin kedua temannya dikelilingi banyak Yakuza.

lagipula, berdasarkan pengalaman, tak ada yang mau datang ke pesta ulang tahun Kisaki

Kisaki didandani rapi oleh pelayan. Tapi tak ada raut wajah bahagia. Apa yang spesial dari ulang tahunnya. Yang lebih mirip seperti ulang tahun ayahnya.

Kisaki hanya diam. Seperti biasa. Membiarkan kedua orangtuanya memamerkan dirinya seperti piala. Tak peduli kalau Kisaki tak merasakan kebahagiaan.

Sesi tiup lilin tiba. Kisaki menatap kue besar di hadapannya. Oh kue Yang enak, tapi Kisaki tak tertarik sama sekali.

“Sekarang waktunya tiup lilin. Tuan Kisaki, silahkan memohon permohonan sebelum meniup lilinnya” ujar MC pesta. Kisaki menyatukan kedua tangannya. Memejamkan matanya kuat-kuat.

aku harap aku Paman Shuji datang dan menyelamatkanku, paman Shuji, ayo bertemu lagi

Kisaki membuka mata dan meniup lilinnya. Lalu disambut tepuk tangan meriah. Setelah itu pesta kembali ramai. Kisaki menyelinap keluar dan bersembunyi di Taman. Lelah dengan hiruk pikuk pesta.

Kisaki tengah bermain di air mancur taman saat dirinya mendengar suara teriakan dan rentetan tembakan dari dalam rumah. Kisaki gemetar. Dia bersembunyi di balik pot besar dan menutup telinganya. Memejamkan matanya kuat-kuat.

Tak lama dari situ, hening. Tak lagi ada suara teriakan. Maupun suara tembakan. Kisaki membuka matanya. Berjalan pelan masuk ke dalam rumah. Betapa terkejutnya ia melihat semua tamu undangan tergeletak di lantai, bersimbah darah. Ia juga melihat kedua orang tuanya di meja, terkapar begitu saja. Kisaki merinding. Apa yang sebenarnya terjadi?

“Tetta” Kisaki langsung berbalik. Di seberang dirinya, Hanma berdiri. Di atas mayat-mayat yang bergelimpangan. Dua tangannya memegang senapan otomatis.

“Paman Shuji?” Mata Kisaki berkaca-kaca. Apa benar ini Paman Shuji yang ia sayangi? Paman Shuji yang ia cintai?

Hanma menurunkan senapannya. Melebarkan kedua lengannya. “sini” panggilnya lirih. Kisaki berlari ke dalam pelukan Hanma. Menangis sejadi-jadinya di pundak Hanma. Hanma ikut menitikkan air mata sambil menciumi Kisaki.

“Aku pikir… hiks… paman… hiks…. Hiks ..”

“Meninggal?”

“Iya…”

Hanma tersenyum. Meraih pipi Kisaki dan mencium bibirnya. Menumpahkan rindunya dengan lumatan lembut.

“Aku tidak mau meninggalkan dirimu dengan orang-orang ini… aku tidak tega”

“Paman Shuji… jangan pergi lagi…”

“Aku tidak akan kemana-mana sayangku” Hanma mengelap pipi Kisaki. Lalu mengecupnya. “Kau pewaris tunggal keluarga ini, mereka yang harus pergi. Aku akan menjagamu disini. Dengan begitu kau tidak perlu lagi berpisah dengan temanmu. Bagaimana?”

Kisaki mengangguk. “Tapi… tapi nanti Paman ditangkap polisi…” Kisaki menatap sekitar. Menatap mayat-mayat yang bergelimpangan.

“Tidak. Aku tidak akan ditangkap polisi” Hanma meyakinkan Kisaki.

“Dan aku tidak akan meninggalkanmu lagi, manisku”

Kisaki menangis. Ia terlalu senang. Harapannya terwujud, Hanma kembali dan menyelamatkan dirinya.


Setelah insiden berdarah di kediaman Kisaki, pengadilan memutuskan semua Harta, aset, dan kekayaan milik keluarga jatuh pada pewaris satu-satunya, Tetta Kisaki, putra dari Yamada Kisaki dan Eri Kisaki. Selebihnya, Tuan muda Kisaki akan tinggal bersama Wali resminya, sesuai dengan isi wasiat, Hanma Shuji...

.

.

.

Chifuyu menunggu Baji di parkiran rumah sambil menggambar di tanah dengan ranting. Sambil tersenyum kecil ia menggambar dua manusia stik yang tengah bergandengan tangan.

“Ini cipuy... Ini kak Baji... Bahagia yey!!” Ujarnya sebelum menutup wajahnya karena malu

“Dek”

Chifuyu menoleh. Menatap Baji yang berdiri di dekatnya.

“Lama ya?”

“Enggak kok... Mama kak Baji mana?”

“Mama kakak sibuk, kita berdua aja”

“Oh.. oke” wajah Chifuyu mendadak memerah. Ini akan jadi pertama kalinya mereka jalan berdua sejak berpacaran.

“Euh.. puy...”

“Iya kak?”

“Bo... boleh pegang tangan Cipuy?”

Wajah keduanya memerah. Dan saling menunduk menatap sepatu masing-masing.

“Boleh...” Chifuyu mengulurkan tangannya. Yang diraih Baji pelan dan gemetaran. Begitu Baji berhasil menggenggam tangan Chifuyu, dia langsung merasa jantungnya berdetak kencang.

“A..ayo jalan kak”

“I-iya”

Baji dan Chifuyu berjalan beriringan, sambil bergandengan tangan. Baji sesekali melihat sekitar. Memastikan tak ada Tatsu atau anak buahnya di sana. Baji tak mau berurusan dengan Tatsu apalagi jika Tatsu tau dia memacari putra semata wayangnya. Bisa saja Baji dikirim ke akhirat

“Bundaaaa!!” Chifuyu melambaikan tangannya pada Miku yang sedang berdiri di bawah tenda. Miku dengan riang membalas lambaian Sang anak. Chifuyu bergegas menghampiri Miku dan Seishu, pamannya.

“Aduuh adek kamutuh kalau keluar pake topi dong nanti belang!” Miku mengeluh dan mengelap wajah Chifuyu. Mengeringkan keringat yang bercucuran di wajahnya.

“Gak apa-apa bun, cipuy dah pake sunblock”

“Sama siapa ke sini? Baji kan?” Tanya Miku

“Iya bun”

“Lah bajinya mana?” Tanya seishu. Chifuyu celingukan.

Baji tak ikut menghampiri Miku. Ia malah mematung di ujung lapangan. Menatap Miku yang tengah membagikan makanan dan alat mandi pada homeless yang mengantri.

Benar yang dikatakan Kazutora, Bundanya Chifuyu cantik. Tidak, TERLALU CANTIK!. Belum lagi mengetahui semua makanan dan peralatan yang Miku bagikan adalah uangnya sendiri, Baji yakin calon mertuanya itu bukan Manusia.

“KAK BAJIII SINII” panggil Chifuyu. Membuyarkan lamunannya. Baji segera menghampiri Miku dan Seishu juga Chifuyu.

“Panas gak tadi?” Tanya Miku sambil memberi sebotol minuman pada Baji “eh enggak ... Gak apa-apa kok”

“Baguslah, sini mau ikut bagiin makanan?”

“Mau”

Belum sempat Baji mendekat, dia terkejut ditatap Seishu. Tadi pagi sekali dia sudah cukup terkejut dengan kedatangan Seishu karena aura mempesona yang meluap-luap. Seishu menatap Baji lekat. Mengerutkan keningnya

“Kok mau aja cipuy sama lo...”

Oh tidak. Apa Baji akan menemui ujian? Seishu menatap Baji dari atas sampai bawah. Lalu mengangguk kecil.

“Not bad lah buat mahasiswa... Rapi”

“Eum.. makasih... Om”

“Elaaah gak setua itu gue! Kakak aja kakak”

“Idih kakak maunya aja itumah” sergah Chifuyu. Membuat Seishu mencubit kedua pipi Chifuyu.

“Ponakan apaan ini gak bisa liat om nya bahagia hah?”

“Iiihh wepahin hihuyy” Chifuyu meronta dan balik mencubit paman kecilnya. Baji hanya mematung.

“Dah diemin aja mereka ji, sini bantuin aku aja” ajak Miku. Baji yang masih kebingungan mendekati Miku dan membantu membagikan makanan.

Selama membantu Miku, Baji tak hanya mengagumi wajahnya yang cantik, tapi cara Miku berbicara dengan para gelandangan dan memberi mereka semangat. Baji merasa tak pantas berada di sisi Miku, apalagi berharap jadi menantunya.

Keluarga ini terlalu sempurna

.

.

.

“Capek gak kak?” Tanya Chifuyu

“Membantu orang mana bisa capek sih?” Jawab Baji. Membuat Chifuyu cekikikan.

“Puy, bundamu sering ya gini?”

“Iya, bunda kalau ada om nupi main suka bagi-bagi. Biasanya sama ibu-ibu juga. Tapi ibu-ibunya hari ini jadwal voli sama bapak...”

Baji mengangguk-angguk. “Oh iya... Keluarga kamu cantik ganteng semua ya? Jadi iri”

“Iiih tapi kak Baji juga ganteng kok!”

“Ganteng apa cantik?”

“Dua-duanya”

“Gemes banget kamu” Baji mencubit hidung Chifuyu. Lalu terdiam. Mereka saling memalingkan wajahnya yang memerah.

“Eum... Puy...”

“Iya kak?”

“Kakak... Suka-”

“Wah saya terlambat ya?”

Baji terdiam. Suara Tatsu mendadak terdengar di telinganya. Perlahan dia menoleh.

Tatsu baru saja pulang dari bermain voli.

“Tacchaaaaaan!” Miku melambai pada suaminya. Tatsu juga melambai pelan.

“Eeeeh? Ada baji juga toh?” Oh sial! Itu suara Masa!

“Loh Inupi? Ada di sini juga?” Tanya Masa

“Lah kan emang gue kalo ada acara gini selalu ada kali”

“Iya juga” lalu kedua pria itu tertawa. Seishu mengisyaratkan Masa untuk mendekat agar dia bisa berbisik. Setelah berbisik sesuatu Masa tertawa terbahak-bahak. Menepuk pundak Baji.

“Jadi juga lo! Gue kira lo bakal diem terus”

Baji merinding. Sementara Chifuyu menunduk malu sambil senyum-senyum.

“Bang... Jangan gitu ah tar kedengaran pak Tatsu”

“Heee kamu takut sama bang Tatsu?” Tanya seishu dengan nada sedikit mengejek. Dia menyeringai menatap Baji

“Bu-bukan kak! Bukan gitu!”

“Takut dia Pi, tau sendiri bang Tatsu standar nya ketat” goda Masa sambil merangkul pundak Baji. Membuat Baji semakin merinding.

Aneh, padahal menurut teman-teman Baji, Baji termasuk orang paling pemberani. Dia bahkan tak segan melakukan hal-hal ekstrim.

Namun sejak terhubung dengan Tatsu, dia benar-benar tak berkutik

“Iiih udah dong jangan godain kak Baji terus!” Tegur Chifuyu memarahi kedua pamannya

“Abis pacarnya lucu banget puy! Liat, dari tadi diem terus” goda Seishu

“HAH PACAR?” Mendadak Tatsu menghampiri mereka berempat. “adek sudah punya pacar? Mana tunjukkan pada bapak!” Tatsu memegang kedua pundak putranya. Chifuyu tertawa kikuk.

“Ih apasih bapak!”

Masa dan Seishu berusaha keras menahan tawa melihat Baji berkeringat dingin. Tatsu mendadak menatap Baji. Terheran karena Baji diam saja

“Nak Baji? Gak apa-apa?”

“I-iya”

“Loh Baji kamu gak apa-apa? Kok wajahnya merah gitu?” Miku menghampiri Baji dengan khawatir. Membolak-balik wajah Baji beberapa kali “gak sakit kan? Aduuh kalo sakit tar aku ngerasa bersalah sama mamamu ji”

“Gak apa-apa kok tante... Ba-baji baik-baik aja..”

“Kak Baji jangan sakit” mata Chifuyu agak berkaca-kaca.

Baji tak bisa menahan semua ini, terlalu banyak perhatian dari orang-orang hebat. Baji ingin pipis.

Baji, ingin pipis karena ketakutan

As Sweet as Chocolate

Tags: Dead Dove : Do not eat Age gap, Boy x Boy, Kissing, Domestic

Hobo Hanma x Student Kisaki


.

.

.

Sudah lama Kisaki ingin peliharaan. Anjing, kucing, terserah. Pokoknya peliharaan yang bisa ia ajak main dan ia rawat.

Kisaki akhirnya dapat peliharaan, namun bukan ini yang dia bayangkan

Kisaki pikir kalau ia dapat peliharaan unik, itu adalah hewan seperti Kadal, Ular, atau hewan air seperti Salamander

Bukan laki-laki tinggi kurus perokok yang mengikutinya kemana-mana.

Kisaki tak mengerti. Ia hanya ingin berbuat baik dengan menolong laki-laki yang kini membuntuti dirinya waktu itu.

Laki-laki yang terbaring di samping tempat sampah dengan badan basah kuyup. Dan perut yang robek entah karena apa.

Hal yang Kisaki lakukan pertama kali adalah menolongnya. Membawanya ke rumah sakit terdekat.

Namun sekarang laki-laki aneh ini mengikutinya kemanapun.

Kemanapun, benar-benar kemanapun. Dia bahkan mengikuti Kisaki ke sekolah. Yang paling menjengkelkan adalah tidak ada sepatah katapun keluar dari mulutnya sejak dia pertama berjumpa dengan Kisaki.

Laki-laki itu hanya mengikutinya, seperti bayangan

.

.

.


“Bagaimana bisa kau selalu bangun sepagi ini?” Tanya Kisaki pada laki-laki tinggi yang tengah memasak di rumahnya

Laki-laki itu selalu bangun pagi. Dan memasak untuk Kisaki. Sejak pertama datang ke rumahnya. Dia bahkan membereskan rumahnya.

Laki-laki itu hanya tersenyum dan melambaikan tangannya. Mengajak Kisaki untuk makan.

Kisaki duduk dengan tenang sementara laki-laki tinggi itu menata makanan di depannya.

“Hei, kenapa kau melakukan ini?” Tanya Kisaki

Laki-laki itu menatap Kisaki. Lalu mengangkat bahunya dan lanjut membereskan meja, menatanya sedemikian rupa.

“Aku bahkan tidak tau namamu...” Gumam Kisaki sambil menyuap makanannya. Si laki-laki tinggi itu sibuk menyiapkan Seragam Kisaki dan tas sekolahnya.

“Oh hei bagaimana Lukamu?”

Laki-laki itu meraba perutnya sebentar. Lalu tersenyum dan mengacungkan jempol. Mengisyaratkan bahwa ia sudah sembuh.

“Baguslah, terimakasih makanannya... Aku siap-siap berangkat”

Kisaki beranjak dari duduknya dan segera bersiap pergi ke sekolah. Sementara si laki-laki membereskan bekas makan Kisaki.

“Aku pulang agak malam hari ini, ada janji dengan Teman” ucap Kisaki sambil memakai sepatunya. Laki-laki itu menunjukkan wajah murung.

“Hei, aku kan pasti pulang... Lagipula memang kau tidak mau main keluar?”

Laki-laki itu menggeleng dan lanjut membersihkan meja. Kisaki menghela nafas dan beranjak pergi

“AKU BERANGKAT”

.

.

.

“Kisaki... Oii Kisaki apa kau baik-baik saja?”

Lamunan Kisaki buyar karena suara Takemichi. Kisaki mengedip beberapa kali sebelum menatap Takemichi

“A-apa?”

“Kau melamun”

“Ah ya... Eh?”

Takemichi mengerutkan keningnya “Apa akhir-akhir ini kau rindu tinggal bersama orangtua?”

“Huh? Tidak. Aku senang kok tinggal sendirian. Lebih dekat ke sekolah”

“Lalu kenapa? Akhir-akhir ini kau sering melamun... Sudah sekitar... ” Takemichi menghitung jarinya “ Satu bulan”

Kisaki menghela nafas dan membenamkan wajahnya di meja “Aku juga bingung”

“Jangan banyak melamun Kisaki. Tidak baik. Kau bisa-bisa melewatkan sesuatu yang penting”

“Seperti apa?”

“Eum.. jodoh?”

“Bagaimana aku bisa kehilangan kesempatan bertemu jodoh karena melamun?”

“Eum... Entahlah”

“Lalu kenapa kau mengatakan hal itu?”

“Hehehehe”

Kisaki mendengus kesal dan makin membenamkan wajahnya ke meja. Sejujurnya, Kisaki pun bingung Kenapa ia melamun.

Apalagi yang ia lamunkan adalah laki-laki asing di rumahnya

siapa namanya?

Berapa usianya?

Apa pekerjaannya?

Darimana asalnya?

Bagaimana bisa ia terkapar dengan perut terluka di sisi jalan?

Kenapa ia tak mau bicara?

“Kisaki, kau melamun lagi”

“AKU TIDAK MELAMUN!”

“hehehehe kau jelas-jelas melamun, Kisaki”

“TAKEMICHI!”

.

.

.

Kisaki yang tadinya berniat belajar bersama, malah berbaring di lantai. Menatap langit-langit kamar Chifuyu dengan tatapan kosong.

“Hei Takemichi... Apa Kisaki baik-baik saja?” Tanya Chifuyu

Takemichi mengangkat bahunya “Dari tadi di kelas, dia terus melamun. Beruntung guru tak memarahinya”

“Apa dia sedang jatuh cinta?”

“Pada siapa?”

Takemichi kembali mengangkat bahunya. Hanya untuk Mendapatkan pukulan pelan dari Chifuyu.

Kisaki bangkit dari baring dan menatap dua temannya “Hei, aku ada pertanyaan...”

Takemichi dan Chifuyu langsung mencondongkan tubuhnya ke depan, mendengarkan dengan seksama.

“Apa wajar tinggal serumah dengan orang tak dikenal?”

Takemichi dan Chifuyu saling berpandangan “Tinggal bersama? Tanpa hubungan apapun?”

Kisaki mengangguk. Takemichi menggaruk kepalanya “ Agak aneh, tapi bukankah di beberapa tempat tinggal dengan orang tak dikenal satu rumah itu tak masalah?”

“Berarti tidak masalah?” Tanya Kisaki

“Ya tergantung... Tapi menurutku itu tidak aneh. Lagipula, tinggal bersama seseorang bisa membantumu kan? Kalau kau suatu saat butuh sesuatu” jawab Chifuyu

Kisaki mengangguk mengerti “ Jadi tidak masalah ya...”

“Kisaki” panggil Takemichi

“Ya?”

“Apa kau kebetulan tinggal bersama seseorang?”

Kisaki terdiam sejenak “ya, sudah cukup lama... Masalahnya aku tak tau apa-apa tentang teman sekamarku itu”

“Hah? Maksudnya?” Tanya Chifuyu bingung

“Ya... Bagaimana ya.. aku pernah menolongnya dan sejak saat itu dia mengikutiku kemana-mana”

“AH! LAKI-LAKI TINGGI MENYERAMKAN ITU!” teriak Chifuyu

“Iya i-”

“OH!! YA YA AKU INGAT” Takemichi ikut berteriak.

Kisaki menghela nafas “iya intinya dia. Dia mengikutiku kemana-mana... Apa itu namanya penguntit?”

“Tapi dia terang-terangan mengikutimu... Aku tidak yakin itu penguntit” ujar Chifuyu

“Dia mungkin sangat berterimakasih padamu sampai mengikuti terus” sambung Takemichi

“Ngomong-ngomong dia tak mengikutimu ke sekolah hari ini. Kenapa?”

“Oh aku bilang aku mau main ke rumah teman jadi dia tak ikut”

“Laki-laki aneh”

“Dan yang lebih aneh adalah dia belum berbicara apapun sejak tinggal di rumahku, ah tidak, sejak aku menyelamatkan dia”

“Dia bisu?” Tanya Chifuyu

Kisaki mengangkat bahunya “aku tak tau soal itu” Mereka bertiga terdiam dan lanjut mengerjakan apa yang harusnya mereka kerjakan.

“Euh... Anu Kisaki...” Chifuyu menatap ke luar jendela “Anjingmu menunggu diluar”

“HAH?” Kisaki beranjak ke jendela. Melihat laki-laki tinggi kurus tengah merokok. Ia melihat Kisaki dan melambaikan tangannya

“YA AMPUN” Kisaki menjambak rambutnya. Stress. Kemanapun dia pergi, laki-laki yang namanya masih belum diketahui itu selalu ada

***** .

.

.

“Hei, apa kau tidak ingin berbagi sedikit informasi tentang dirimu... Aku tidak bisa tidur memikirkan ada orang asing di rumahku yang tak bicara sepatah katapun”

Kisaki akhirnya mengungkapkan perasaannya. Dia lelah, Lelah terus curiga pada laki-laki asing yang tinggal bersamanya.

Laki-laki itu menghela nafas “baikla-”

Kisaki terkejut. Wow suaranya terlalu dalam!. Wajahnya memucat karena shock

“Hei nak kau tidak apa-apa?”

“A-aku baik-baik saja...”

Laki-laki itu tersenyum “Aku Hanma. Hanma Shuji”

“O-oh... Hanma ya? Aku Kisaki... Kalau kau belum tau namaku”

Hanma tersenyum “Aku tau”

“Umurmu berapa?”

“20 tahun”

“HAH SERIUS? AKU PIKIR KAU ANAK SEKOLAH SEPERTIKU!”

“Berapa usiamu, Kisaki?”

“Eum .. beberapa bulan lagi aku 16”

Hanma mengangguk-angguk. Lalu lanjut mengerjakan pekerjaannya.

“H-hei! Aku masih ingin tau informasi... Kau kerja dimana?”

“Aku? Aku pengangguran”

“Oh...”

“Tapi kalau ada pekerjaan yang bisa aku kerjakan, aku bisa lakukan”

“Apapun?”

“Apapun”

“Wow kau sangat hebat Hanma”

Hanma terkekeh “ah tidak juga”

“Anu .. boleh aku tanya sesuatu yang sensitif?”

“Kau mau bertanya soal aku yang terkapar di pinggir jalan?”

“Kau membaca pikiranku?”

“Hahaha... Tidak Kisaki”

“Jadi kenapa?”

“Aku dihajar beberapa orang, tapi tidak apa-apa mereka sudah ditangkap polisi”

“Lalu kenapa kau tinggal di rumahku sekarang?”

Hanma terdiam. Lalu menepuk-nepuk kepala Kisaki “aku ingin berterimakasih. Jadi aku akan tinggal di sini dan melindungimu”

“Melindungiku? Kau bahkan terkapar setelah dihajar orang!”

“Waktu itu aku memang sedang lemas. Kalau aku sehar mereka akan bernasib sepertiku waktu itu”

Kisaki mendengus “terserah” Lalu beranjak pergi meninggalkan Hanma

“Hei kau mau kemana?” Tanya Hanma

“Tidur”

“Mau ku buatkan susu hangat?”

Kisaki terdiam dan menatap Hanma. Lalu memutar matanya. Kembali berjalan ke kamarnya.

Bukannya tidur, Kisaki malah melamun. Setelah mendengar Hanma bicara untuk pertama kalinya, Kisaki merasakan hal aneh. Ia terbiasa dengan Hanma yang diam, dan sekarang mungkin Hanma tidak akan berhenti bicara.

Kisaki tak terbiasa dengan perubahan mendadak

.

.

.

“Hei Kisaki” panggil Takemichi. Kisaki yang tengah sibuk membaca pun menoleh “kenapa?”

“Peliharaanmu tengah melambaikan tangannya ke arah sini...”

“APA?!” Kisaki menghampiri Takemichi di jendela. Di luar sana, Hanma sedang melambaikan tangan dengan semangat. Kisaki menepuk jidatnya.

Apa yang ia lakukan?!

“OH! KISAKI-CHAN!! KISAKIIII!!!!” Hanma berteriak sambil melambai dengan semangat. Kisaki menutup wajahnya dengan buku karena satu kelas tengah menatapnya. Aaaaaaah

“KISAKI-CHAAAAAAAAAN!!!“Teriakan Hanma semakin keras. Kisaki terpaksa keluar kelas dan menyusul Hanma.

“apa?! Kenapa kau kesini? Aku sedang sekolah!”

“Tapi aku rindu Kisaki” Hanma cemberut dan menatap Kisaki dengan mata berbinar-binar. Seperti anak anjing.

Kisaki menghela nafas dan memijat pelipisnya. “rindu? Buat apa kau rindu padaku hah?”

“Tidak boleh ya?”

“Memang kita ini apa?” Tanya Kisaki.

“Aku peliharaan Kisaki kan? Tugasku melindungi Kisaki”

Kisaki mendengus. Sebal. Laki-laki dewasa ini memanggil dirinya sendiri peliharaan

“Peliharaan? Peliharaan yang baik tidak mengikuti tuannya ke luar rumah kecuali diajak”

“Tapi kalau aku di rumah, siapa yang akan melindungi Kisaki?” Hanma malah berlutut dan memeluk Kisaki. Menunjukkan puppy eyes padanya.

“Dengar, pulang atau aku tidak akan mengizinkanmu tinggal di rumahku”

“Eeeeeeh?!”

“Aku serius” jawab Kisaki dingin. Hanma menghela nafas. Mempertahankan wajah cemberutnya. “Baiklah aku pulang... Tapi kisaki harus pulang!”

“Iya dasar cerewet!”

Hanma tiba-tiba membungkuk. Mengulurkan kepalanya pada Kisaki “tolong usap-usap rambutku”

Kisaki mengeluh sebal. Namun tetap melakukannya. Hanma terkikik “hehehe” sebelum pergi ia mencium pipi Kisaki cepat dan berlari meninggalkannya. Kisaki mematung. Pipinya tiba-tiba memerah.

“CIHUUY SI ANAK PINTAR PUNYA PACAR!”

Kisaki menoleh ke atas. Teman-teman sekelasnya tengah menyorakinya. Kisaki mendengus dan buru-buru kembali ke kelas dengan tampang muram.

.

.

.

Percuma. Memang percuma. Kisaki sudah menyuruh Hanma untuk pulang. Namun laki-laki kurus itu masih menunggu dirinya, di gerbang sekolah, sambil merokok.

“Hei Kisaki” panggil Chifuyu

“Apa?”

“Bukankah di sekitar sekolah tidak boleh merokok?”

“Hufff....” Kisaki memijat pelipisnya. Frustasi

Hanma menoleh ke arah Kisaki yang berjalan semakin dekat ke arahnya. Ia melambai dengan semangat “Kisaki-chan!”

“AKU BILANG PULANG KAN TADI?!” Cerca Kisaki. Namun Hanma hanya tertawa terbahak-bahak dan menghembuskan asap rokoknya ke wajah Kisaki. Kisaki terbatuk sambil mengibaskan tangannya.

“Mana bisa aku pulang dan menunggumu sendirian? jadi aku pikir menjemputmu lebih baik bukan begitu kisaki-chan?”

Ya ampun... Tuhan berikan aku kekuatan

“Ayo kita pulang~” ucap Hanma riang sambil menarik Kisaki. Kisaki cukup terkejut karena kekuatan Hanma cukup besar padahal tubuhnya terlihat kurus.

“Hanma pelan-pelan!”

“Oh? Ah maaf maaf kisaki-chan...” Hanma melepaskan cengkeramannya dan menatap bekas tangannya di pergelangan Kisaki. Lalu meraih jemarinya dan menautkan dengan lembut “Begini boleh?” Tanyanya sambil tersenyum kecil. Kisaki merasakan pipinya memanas

“Bo-bodoh...”

“Hehehe aku Anggap boleh kalau begitu” lanjut Hanma sambil kembali menarik Kisaki pulang.

Benar apa yang dipikirkan Kisaki. Hanma banyak bicara. Padahal waktu pertama kali datang ke rumah Kisaki, tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Sekarang dia malah tak berhenti bicara.

“Waktu aku diselamatkan olehmu, aku berpikir kau malaikat karena memberikan aku kesempatan kedua” “Pertama kali melihat rumahmu waaaah sangat besar! Aku tinggal di jalanan makanya aku tak pernah merasakan hal seperti itu” “Kisaki-chan kau selalu juara kelas? Hebaaat!”

Kisaki sampai pusing dibuatnya. Mulutnya tak berhenti mengoceh.

“Hei Hanma”

“Ya kisaki-chan?”

“Kau tidak lelah?”

“Lelah?”

“Dari tadi mulutmu tak berhenti mengoceh”

“Ahahahhaah bisa saja kau Kisaki-chan”

Kisaki menggeleng. Frustasi. Sesampainya di rumah, makanan sudah tersaji. Tidak panas namun semua sudah siap. Kisaki sampai melongo

“Selamat datang di rumah~” Hanma melepaskan tas Kisaki dan menaruhnya di samping rak televisi. Merapihkan sepatu sebelum membiarkan Kisaki duduk.

“Kau memasak ini semua sebelum menjemputku?”

“Tentu saja! Bukankah lebih baik ketika pulang makanan sudah siap? Memang tidak panas... Tapi sudah siap”

Kisaki terkagum-kagum. Hanma seolah sudah ahli.

“Yaa ayo waktunya makan!” Kata Hanma dengan riang. Kisaki mau tak mau tertawa.

“Terimakasih atas makanannya”

.

.

.

“Manis”

Ucapan Hanma tiba-tiba ketika makan malam membuat garpu di tangan Kisaki terjatuh. Hanma bukan mengomentari makanannya, ia mengomentari Kisaki. Matanya menatap Kisaki tajam.

“Apa yang manis?”

“Kisaki-chan”

“Eh?” Kisaki memerah. Hanma jelas-jelas tengah menggodanya.

Hanma tiba-tiba saja menghampiri Kisaki. Mendekatkan wajahnya ke wajah Kisaki. Kisaki mundur sedikit namun Hanma malah semakin mendekat. Nafasnya menderu di wajah Kisaki.

“Sejak pertama melihatmu, aku bertanya-tanya apakah bibir itu semanis kulit kecoklatanmu”

“E-eh?!”

Hanma meraih dagu Kisaki. Mengusap dua bongkah kenyal dengan ibu jarinya. “Bahkan bibirmu ini begitu lembut”. Hanma menempelkan bibirnya pada bibir Kisaki dengan lembut. Kisaki terkejut. Tangannya refleks mendorong Hanma namun tenaganya tidak cukup kuat. Hanma melepaskan bibirnya dan menatap Kisaki. Lalu tersenyum dengan tengilnya.

“Benar kan? Bibirmu manis. Seperti coklat”

Kisaki melotot dan langsung menampar pipi Hanma. “A-apa yang kau lakukan?!”

Hanma tertawa “aku hanya ingin membuktikan asumsiku. Kalau bibirmu itu manis”

Kisaki mengelap bibirnya dan memalingkan wajahnya dari Hanma “bodoh. Bibirmu pahit!”

Hanma menyentuh bibirnya “hm.. kurasa aku harus berhenti merokok... Bahaya kalau kisaki-chan tidak suka berciuman denganku”

“Bo-bodoh!” Teriak Kisaki “siapa juga yang mau berciuman denganmu! Dekat-dekat denganmu saja aku tak Sudi!” Kisaki berlari ke arah kamarnya. Membanting pintu. Lalu bersandar di belakangnya.

Kisaki menyentuh bibirnya. Itu ciuman pertamaku , batinnya. Dia mengelap bibirnya beberapa kali dengan lengan bajunya. Sampai-sampai bibirnya memerah karena tergores.

“Bibir Hanma lembut...” Gumam Kisaki. Kisaki malah terpikir bagaimana Hanma menciumnya dengan cepat. Ia buru-buru membuyarkan lamunannya. Dan memukul-mukul kepalanya.

“Bodoh! Hanma bodoh!!”

Kisaki melompat ke atas tempat tidur dan membenamkan wajahnya di balik bantak. Menyembunyikan wajahnya yang memerah.

.

.

.

“Kisaki-chan, selamat pagi!” Sapa Hanma. Kisaki menghela nafas. Hanma tengah menyiapkan sarapan pagi. Rumah seperti biasa sudah bersih. Berkat Hanma.

Ya, berkat Hanma

“Sarapan hari ini, sandwich telur! Aku juga sudah siapkan bekal makan siang seperti biasa”

Kisaki duduk di depan meja makan. Menatap Hanma “Hanma, sini”

“Kena-” Kisaki menarik kerah Hoodie Hanma dan mencium bibirnya. Melumat bibir Hanma dengan lembut. Hanma membelalakkan matanya. Terkejut dengan Kisaki yang tiba-tiba menciumnya.

“Apa masih manis?” Tanya Kisaki. Hanma mengangguk-angguk pelan.

“Kisaki-chan akan selalu manis”

“Kalau aku tidak lagi manis, apa kau akan berhenti mengikutiku?” Tanya Kisaki

“Memang Kisaki-chan bisa tidak manis?”

“Mungkin saja”

“Kalau kisaki-chan tak lagi manis, aku yang akan jadi manisnya”

Kisaki tertawa masam. Apa maksudnya itu? Dia yang akan jadi manisnya? Dasar penggoda.

“Aku berangkat..”

“Eh! Kisaki-chan! Tunggu sebentar!!” Panggil Hanma

“Apa?”

Hanma mengeluarkan cengiran lebarnya. Lalu menarik Kisaki ke parkiran rumah. Ada motor besar terparkir di sana.

“Ini motorku. Mulai hari ini aku akan mengantarmu ke sekolah setiap hari. Dan menjemputmu setiap kau pulang sekolah”

Kisaki terpana. Motor itu besar dengan beberapa dekorasi corak macan tutul. Motor itu nyentrik seperti Hanma. Bagaimana dia punya motor seperti ini? Aku kira dia miskin?

“Ayo naik” Hanma menepuk jok motornya. Lalu menyerahkan helm pada Kisaki. Kisaki memakainya dan naik ke atas motor. Tanpa sadar memeluk Hanma dari belakang. Hanma tersenyum di balik helm nya.

“Berangkat~”

.

.

.

Kalau ditanya apa hubungan Kisaki dengan Hanma, Kisaki bingung harus menjawab apa.

Pacar? Tapi Hanma tidak pernah menyatakan perasaannya. Bahkan Kisaki sendiri tidak yakin.

Roomate? Roomate apa yang berciuman setiap hari, setiap malam, sebelum Kisaki tidur.

“Apa masih manis?” Pertanyaan Kisaki setiap kali selesai berciuman dengan Hanma. Dan Hanma selalu menjawab iya.

Ini sudah hampir enam bulan

Ya, enam bulan Hanma tinggal di rumah Kisaki. Memasak untuk Kisaki. Membersihkan rumah Kisaki. Berbelanja untuk Kisaki. Bahkan ketika Kisaki sakit, Hanma merawatnya dengan baik. Semua untuk Kisaki.

Kisaki pun malah terbiasa dekat dengan Hanma. Ketika dia jauh dari Hanma, ia malah merasa gelisah.

Ia tak mengerti

Padahal Kisaki bersumpah di awal Hanma datang dan tinggal di rumahnya, Kisaki tak merasa nyaman karena Hanma orang asing. Sekarang? Sangat berbeda.

Benar-benar berbeda

“Kisaki-chan~” Hanma memanggil Kisaki sambil melambaikan tangan. Kisaki berlari kecil menghampirinya.

“Lama menunggu?”

“Tidak. Tidak pernah lama”

“Kisaki-chan..”

“Hm?” Kisaki bergumam sambil memasang Helm di kepalanya. Lalu naik ke belakang Hanma.

“Besok mulai liburan kan? Mau liburan ke suatu tempat?” Tanya Hanma

“Entahlah... Aku tidak ingin melupakan PR liburan”

“Kerjakan saja, dengan cepat. Habis itu kita pergi”

“Baiklah...” Kisaki tak bisa menolak. Ia tak mau menolak.

“Ke pantai? Pegunungan?”

“Terserah”

“Hm... Aku rasa onsen cukup bagus. Kau butuh relaksasi” ujar Hanma sambil melaju.

Kisaki menghela nafas. Terserah.

“Ah ya, bahan makanan di rumah habis, mau ikut berbelanja?” Tanya Hanma. Kisaki hanya bergumam sebagai jawaban. “Kuanggap itu iya”

Hanma untuk pertama kalinya mengajak Kisaki berbelanja. Biasanya Hanma melakukannya sebelum atau sesudah menjemput Kisaki dari sekolah. Sendirian. Tapi kali ini dia kegirangan karena Kisaki belanja bersamanya.

Di supermarket, Hanma mengikuti Kisaki kemanapun. Bak anak anjing yang mengikuti tuannya. Dia mengangguk pada setiap permintaan Kisaki. Mau ini, mau itu, beli ini, beli itu. Hanma hanya mendorong troli dengan senyuman yang lebar.

Sejujurnya, ini juga pertama kalinya Kisaki berbelanja. Sebelum Hanma tinggal dengannya, Bahan makanan selalu diantar ke rumah dengan pemesanan lewat aplikasi online. Ini pengalaman yang menyenangkan.

“Kisaki-chan, kau terlihat bahagia. Senyummu tak berhenti merekah”

“Ah... Mungkin karena ini pertama kalinya aku berbelanja”

“Eh? Aku kira selama ini Kisaki-chan suka berbelanja karena tinggal sendirian”

“Aku selalu pesan lewat email”

“Orang kaya memang berbeda”

Kisaki menatap Hanma. Lalu menepuk-nepuk kepalanya. “Tapi aku banyak belajar darimu”

“Hehehe”

“Hehehe matamu”

Lalu mereka berdua tertawa kecil. Kisaki membayar semua bahan makanan yang mereka beli. Cukup banyak namun Kisaki berhasil memegangnya walaupun naik motor.

“Hei Hanma” Kisaki menarik hoodie Hanma pelan. Hanma yang tengah mencuci piring menoleh

“Ada apa Kisaki-chan?”

“Eum... Apa kau mau bersantai di sana dan menonton TV bersamaku?” Tanya Kisaki malu-malu sambil menunjuk sofa. Hanma tersenyum “Ya, nanti setelah aku selesai mencuci piring”

“Baiklah” Kisaki pergi ke sofa lebih dulu dan duduk dengan santai. Hanma datang menghampiri tak lama kemudian, merangkulnya.

Kisaki bersandar di pundak Hanma. Mencium bau tubuh Hanma yang bersatu dengan bau rokok.

“Apa tidak masalah dengan bau rokok?” Tanya Hanma

“Kau sudah lama di sini, aku sudah terbiasa”

“Ah...” Hanma manggut-manggut mengerti. Mereka berdua menonton TV dengan fokus. Kisaki yang merasa tenang malah tertidur karena sudah lama dia tidak se rileks ini. Hanma menatap Kisaki lama. Tersenyum dan menggendong dirinya ke kamar. Menidurkan Kisaki dengan lembut dan menyelimuti tubuh mungilnya.

“Selamat beristirahat, Pangeran coklat kecil” ucapnya sebelum mencium bibir Kisaki dengan lembut.

.

.

.

Kisaki meregangkan otot lengannya. Menghirup udara segar sambil tersenyum riang. Hanma benar-benar membawa Kisaki liburan.

Hanma mengajak Kisaki pergi ke Kyoto. Entah dari mana uang yang dimiliki Hanma untuk memesan satu tempat untuk berlibur. Padahal dari sisi manapun, Hanma terlihat seperti berandal dari pinggir jalan. Apalagi jika tatonya terekspos dan dia merokok. Juga poni pirang panjangnya yang menutupi wajah. Hanma benar-benar terlihat seperti gelandangan.

Gelandangan yang rapi

“Senang?” Tanya Hanma sambil merangkul Kisaki. Mengendus aroma rambut Kisaki dengan riang.

“Ya... Aku selalu ingin ke sini tapi tak ada waktu..”

“Kau terlalu banyak belajar Kisaki-chan”

“Hei apa salahnya? Aku baru 15 tahun kan? Aku tidak ingin jadi orang gagal di masa depan!”

“Anak pintar” Hanma menyambar bibir Kisaki cepat sebelum pergi meninggalkannya. Kisaki terdiam. Pipinya memerah.

Bibir Hanma lembut namun pahit. Batinnya.

Kisaki menoleh ke arah Hanma yang tengah merokok di sudut lain beranda. Menghembuskan asap putih ke udara. Sorot matanya yang sayu menatap pemandangan di depannya. Sesekali tersenyum sebelum kembali menyesap rokok di jarinya.

“Hei Hanma”

“Ya?”

Kisaki berjalan menghampiri Hanma. Meraih rokok di bibir Hanma dan menarik kerah baju Hanma. Menautkan bibirnya pada bibir Hanma. Hanma tertegun. Kisaki sedang bersemangat hari ini.

Hanma meraih belakang kepala Kisaki. Tangannya yang lain menahan punggung bawah Kisaki. Membalas ciumannya dan memperdalam lumatan lembutnya. Saling bertukar nafas satu sama lain.

Tangan Kisaki bersandar di atas dada Hanma. Membiarkan Hanma mengambil kuasa sepenuhnya atas posisi tubuhnya. Membiarkan Hanma melumat bibirnya.

Hanma melepaskan ciumannya. Menatap Kisaki dan mengusap pipinya.

“Aku tak mengerti. Bagaimana ada orang semanis dirimu Kisaki-chan?”

“Aku tidak mengerti kenapa kau terus memanggil diriku manis... Semua temanku bilang aku terlalu dingin dan pelit senyuman”

Hanma tersenyum. Mengusap pipi Kisaki dengan ibu jarinya yang besar. menatap lembut kedua mata Kisaki dengan mata sayunya.

“Kau manis” ucapnya sebelum mencium bibir Kisaki cepat. Kisaki memukul dada Hanma.

“Bodoh”

Hanma hanya tertawa. “Mau keliling? Banyak tempat bagus di sini. Atau hanya sekedar bersantai di Onsen?” Tawar Hanma. Kisaki tersenyum kecil “bersantai di Onsen kedengaran bagus”

“Baiklah, kita berendam~” Hanma berjalan riang keluar dari kamarnya. Kisaki tersenyum menatap Hanma dengan riang berjalan keluar.

Lucu sekali

Semua orang di pemandian menatap Hanma. Kisaki sendiri terpana menatap tubuh Hanma. Ternyata dia cukup atletis. Dengan otot terbentuk sempurna, juga tato di kedua tangannya, orang di pemandian menatap Hanma dengan iri. Mereka ingin tubuh seperti Hanma yang sudah pasti digemari banyak wanita.

Kisaki jadi minder. Tubuhnya kecil, ringkih, dan Kisaki tidak percaya diri sama sekali. Tapi Hanma terus mengatakan bahwa Kisaki “menggemaskan”

“Hei Hanma...”

“Ya?”

“Bagaimana kau bisa punya tubuh sehat seperti itu”

“Ah... Aku hidup di jalanan, karena sering bertengkar aku terlatih. Ya kau pasti mengerti kan?”

Kisaki menatap perut Hanma yang terendam air. Bekas luka besar di perutnya terpampang jelas. Luka yang membawa Hanma pada Kisaki.

“Apa masih sakit?” Tanya Kisaki

“Apanya yang sakit?”

“Itu” Kisaki menunjuk ke arah luka di perut Hanma

“Ah ini... Tidak. Karena diobati dengan cepat dan baik, jadi cepat sembuhnya”

“Baguslah...” Kisaki menghela nafas lega. Hanma menatap Kisaki “kau khawatir?”

“Tidak...” Kisaki berusaha menjawab pertanyaan tersebut dengan dingin. Namun semburat merah malah muncul di pipinya.

Hanma mendekatkan wajahnya ke telinga kisaki. Berbisik “pipimu tak bisa bohong... Kau jelas khawatir padaku” lalu mengecup pipinya. Membuat Kisaki makin memerah.

“Bo-bodoh...” Ia tutup wajahnya dengan tangan dan membenamkan tubuhnya ke dalam air panas. Menyisakan hanya kepalanya di atas air. Hanma tertawa terbahak-bahak. “Kisaki-chan... Kau manis sekali”

“DIAAAAM”

“ahahahha”

Kisaki ingin tenggelam saja rasanya.

.

.

.

Berkat Hanma, Kisaki bisa merasakan apa yang namanya liburan. Dan berkat Kisaki, Hanma bisa merasakan kemewahan. Keduanya saling memberi sesuatu yang sebelumnya sulit mereka miliki.

Bukan hal mudah. Kisaki si kutu buku tetap terpikir soal belajar di tengah liburan. Dan Hanma yang semasa hidupnya berada di jalanan tidak biasa dilayani. Bukan berarti dia tak suka, dia suka sekali dilayani. Tapi mendapatkan kemewahan seperti itu tetap membuatnya kaget.

Menurut Kisaki itu imut

“Hei Hanma”

Hanma yang tengah berbaring di depan televisi kecil sambil mengunyah makanan menoleh. Pipinya yang membesar membuat Kisaki tertawa.

“Hahaha kau terlihat seperti tupai! Telan dulu makanannya!”

“Apa? Kenapa kau memanggilku? ” Hanma bertanya setelah menelan semua makanan di mulutnya.

“Apa kau menyukaiku?”

“Tentu saja” jawab Hanma. Tegas. Kisaki terkejut, dia memang menunggu jawaban itu tapi tidak terpikir akan sejelas itu.

“E..eh?!”

“Iya, aku sangat menyukaimu Kisaki-chan”

“Bo-bodoh! Kau bisa ditangkap polisi! Aku masih anak dibawah umur!” Kisaki hanya salah tingkah.

Hanma mendekati Kisaki. Meraih tengkuknya dan menempelkan dahinya pada dahi Kisaki.

“Hei, aku memang menyukai mu. Tapi ciuman saja sudah cukup untuk sekarang, aku bahkan sebenarnya tidak pernah mengharapkan Kisaki-chan menciumku seperti itu setiap hari. Satu ciuman waktu itu saja aku sudah cukup senang”

“A-apa maksudmu?”

“Aku sendiri terkejut karena Kisaki-chan mau berciuman denganku seperti itu. Aku kira Kisaki-chan membenci hal seperti itu”

“Ha-hanma bodoh”

Hanma tersenyum dan mencium kening Kisaki. “Aku menyukaimu. Aku tidak mengharapkan kau jadi pacarku, tapi izinkan aku tinggal bersamamu terus...”

“Bodoh... A-aku juga...”

“Juga apa hm?”

“Aku juga... Menyukai... Ha-hanma...”

Jawaban Kisaki membuat Hanma tertawa terbahak-bahak. Kisaki kesal dan memukuli Hanma.

“Hei, apa boleh kita pacaran? Bukankah kau bilang nanti aku ditangkap polisi?” Goda Hanma.

“Ka-kalau hanya ciuman kurasa boleh”

Hanma mengusap-usap kepala Kisaki. Menatap wajah kekasih barunya dengan penuh cinta.

“Baiklah... Aku akan menunggu sampai usia 21”

“21?! Itu terlalu lama!”

“AHAHAHA Kisaki-chan kau tidak sabaran sekali!”

“Kalau usiaku sampai 21 kau 26?”

“Kurang lebih... Saat itu aku akan punya pekerjaan. setidaknya punya uang. Aku tidak bisa bergantung pada uangmu terus ...”

Hanma menangkup kedua pipi Kisaki. “Kisaki-chan, aku menyukaimu. Sejak pertama kau menemukanku di pinggir jalan. Aku sangat berterimakasih padamu. Aku rela menunggu sampai bisa menunjukkan rasa cintaku...”

Kisaki manyun. Dia mengalungkan lengannya di leher Hanma. Memainkan rambut panjang Hanma. “Hanma bodoh”

Hanma tersenyum senang. “Aku bodohnya Kisaki-chan” Lalu memeluk Kisaki dengan erat. Mencium pundaknya lembut.

“Aku akan melindungi mu dan kulit manismu ini seumur hidupku”

“Hanma bodoh”

“Ya, bodohnya Kisaki-chan~”

Oh Kisaki tak peduli lagi, dia senang bersama Hanma. Dia tidak mau berpisah dengan Hanma.

Primary Colors

Tags: Major Spoilers, Canon Character death, illness, homelessness, Starvation, Blood, Suicide

timeskip character


apa aku pantas mendapatkan kasih sayang?

apa aku pantas dicintai?

apa aku pantas punya teman?

Kira-kira pikiran itu yang datang setiap malam kedalam pikiran Kazutora sebelum ia terlelap. Mengingat semua dosa yang ia lakukan di masa lalu, merenung apakah ia benar-benar pantas mendapatkan kesempatan kedua seperti yang orang bilang.

Masa tahananmu sudah cukup Kazutora, kau adalah orang baru sekarang . kira-kira itu yang dikatakan Chifuyu ketika menjemputnya keluar dari penjara.

Tapi Kazutora tetap tak percaya. Bagaimana Chifuyu memaafkannya begitu saja setelah ia jelas-jelas menusuk Baji sampai sekarat? . dunia membuatnya bingung.

Aku memaafkanmu, Kazutora

Bahkan perkataan Mikey membuatnya bingung. Bagaimana bisa Mikey memaafkannya begitu saja padahal sudah jelas Kazutora membunuh Shinichiro. Kazutora bahkan berusaha membunuh Mikey karena dia pikir semua salah Mikey.

Kau orang baik, Kazutora Hanemiya

Setiap malam, kazutora memikirkan hal itu berulang-ulang. Apakah ia memang pantas mendapatkan kasih sayang yang ia inginkan selama ini? Apakah ia memang orang baik seperti yang dikatakan teman-temannya?

.

.

.

“Kazutora, bisakah kau beli makan siang? Aku lupa memasak hari ini!”

Kazutora menaruh kucing hitam yang tengah ia peluk ke dalam kandang. Lalu menghampiri Chifuyu yang sedang sibuk merekapitulasi data penjualan. Kazutora menggelengkan kepala melihat lingkaran hitam di sekitar mata Chifuyu

“kau begadang lagi?”

“ya... aku berencana meluaskan toko. Supaya kucing-kucing punya ruang untuk berlarian lebih baik”

Kazutora membuka celemek dan menggantungkannya. Meraih dompet dan ponselnya. “kau mau makan apa?”

“apa saja, aku lapar. Oh tolong belikan rokok juga”

“bir?”

“ya itu juga”

“apa tidak masalah kau aku tinggal sendirian?” tanya Kazutora sedikit khawatir. Chifuyu terkekeh dan melambai. ‘mengusir’ Kazutora agar segera pergi membeli makan siang.

Karena khawatir, Kazutora memutuskan untuk pergi ke konbini terdekat. Dia takut sesuatu terjadi pada Chifuyu ketika ia pergi. Kazutora tak ingin ditinggal untuk ke sekian kalinya

Kazutora mengambil banyak snack dan Mie instan, memasukkannya ke dalam keranjang. lebih banyak lebih baik kurasa . saat ia tengah memilih Bir, bau rokok yang kuat menyeruak masuk ke hidungnya.

ya ampun dia pasti perokok berat! kazutora celingukan. Mencari siapa gerangan yang merokok di dalam toko kecil seperti ini?. Tapi tak ada orang yang merokok. Hanya beberapa orang biasa yang sedang berbelanja

Bicara soal bau rokok, aku jadi ingat Hanma . Batin Kazutora.

ah.. Hanma Shuji. Apa kabar bajingan itu sekarang?

Hanma Shuji, tiang listrik perokok dengan dua tato di punggung tangannya. Pria yang merekrutnya masuk ke Valhalla, pria yang membantunya balas dendam pada Mikey, dan pria yang juga menjadi sahabat Kazutora ketika dia tidak punya siapapun di sisinya.

Kazutora awalnya ragu, karena Hanma sering tak terlihat meyakinkan. Tapi melihat kekuatannya, dan bagaimana dia bisa menahan serangan Mikey, Kazutora kagum. Belum lagi kata-kata penuh makna seringkali keluar dari mulut bau rokok itu ketika Kazutora butuh penyemangat. benar-benar manusia aneh

Terakhir kali ia berbicara dengan Hanma adalah ketika hari kematian Baji, kazutora memutuskan untuk menyerahkan diri pada polisi sementara Hanma pergi bersama Valhalla yang lain

”sampai jumpa lagi nanti” itu kata-kata terakhir dari Hanma yang Kazutora dengar sebelum ia ditinggalkan bersama tubuh Baji yang dingin.

Kurasa dia sekarang buronan , pikir Kazutora. Mendengar cerita dari Chifuyu tentang kematian Kisaki, Kazutora yakin Hanma mungkin ada di belahan dunia lain, bersembunyi. Atau masih di Jepang, hanya saja hidup seperti bayang-bayang. Menjadi seorang Bajingan.

tapi kenapa juga aku harus peduli? Toh dia juga tak peduli denganku kan?

Bau rokok itu tercium lagi. Seolah pemiliknya memang baru saja melewati Kazutora. Tapi memang hanya Hanma saja di dunia ini yang seorang perokok berat? Mungkin saja itu memang perokok lain yang sama gilanya seperti Hanma.

Tapi semakin bau itu mendekat ke penciuman Kazutora, kazutora makin terpikirkan Hanma. Apalagi sudah berapa tahun mereka tidak bertemu? Hanma bagaimanapun ‘pernah’ menjadi sahabat Kazutora. Sahabat yang selalu ada ketika Kazutora memang butuh seseorang di sampingnya.

“wah... tampannya...”

Kazutora menoleh. Beberapa gadis SMA tengah menatapnya sambil tertawa malu. Kazutora balik menatap dan tersenyum. Membuat para gadis itu menjerit kesenangan karena ditatap orang tampan.

“dasar anak-anak...” Kazutora menggeleng dan pergi ke kasir. Hendak membayar semua barang yang ia beli. Setelah selesai membayar dan pergi keluar, ia melihat seseorang sedang merokok di depan konbini . asapnya mengepul ke udara.

ah... pasti orang ini yang tadi bau rokok

Kazutora menatap orang itu dari samping. Sweater besar berwarna ungu yang terlihat lusuh, lalu rambut pannjang dua warna seperti dirinya yang menutupi wajah. iih kumal! batin Kazutora. Kazutora merapihkan cepol rambutnya sebelum pergi

“sudah lama ya, Hanemiya”

tunggu! Aku kenal suara itu Kazutora menoleh. Orang yang tadi merokok bangkit dan menghampirinya. Menyibak rambutnya.

“H-HANMA?!”

Pria yang dipanggil Hanma itu tersenyum tipis dan menepuk-nepuk kepala Kazutora. “Kau terlihat sehat”

Kazutora menatap Hanma dari atas sampai Bawah. Hanma terlihat lebih kurus . kulitnya juga terlihat lebih pucat dari terakhir ia bertemu dengannya. Matanya terlihat lebih lelah, lebih sayu. apa dia teler?

“y-ya tentu saja aku sehat! Karena aku makan rutin dan berolahraga”

“oh ya? Keren sekali” Hanma mengangguk-angguk “Kau tinggal di mana sekarang?”

“aku tinggal bersama Chifuyu”

“Chifuyu? Ah temannya Takemichi itu ya?”

“Ya”

Hanma kembali menepuk-nepuk kepala Kazutora sebelum beranjak pergi. “Kau mau kemana?” tanya kazutora. Hanma mengangkat bahunya “entahlah... yang jelas menjauh dari penglihatan polisi”

Ah jadi dia benar-benar buron

Hanma melambaikan tangan dan berjalan menjauhi kazutora. Terus berjalan sampai hilang dari penglihatan. Pergi menjauh bersama bau rokok yang menempel di tubuhnya.

Kazutora menggeleng dan bergegas kembali. Khawatir terjadi apa-apa dengan chifuyu. Sedikit berlari dan membuka pintu toko dengan keras. Kazutora terkejut karena Chifuyu berbaring di lantai dengan kepala membenam ke lantai.

“CHIFUYU?!”

Kazutora membalik tubuh chifuyu. Chifuyu mengerang dengan kesal. “uuhhhh.... kau mengganggu tidurku...” protesnya setengah mengantuk.

Kazutora menghela nafas lega danmengangkat tubuh chifuyu. Menidurkannya di Sofa. “jangan tidur di lantai! Aku pikir kau mati atau sesuatu”

“Mati? Aku begadang satu kali lalu mati? Ya ampun” chifuyu menutup wajahnya dengan lengannya. Berusaha kembali tidur.

“Ya baguslah... aku tidak mau ditinggal lagi” gumam kazutora sambil menyimpan makanan yang ia beli di Meja. Lalu melanjutkan pekerjaannya yang tadi ia tinggal untuk beli makanan.

Mati karena satu kali begadang? Ya itu memang aneh... tapi kalau Hanma yang melakukannya mungkin saja...

Kazutora terdiam. apa aku baru saja memikirkan Hanma? Hanya karena aku bertemu dengannya?

.

.

.

“Hah? Hanma? Dia masih hidup?”

Pertanyaan Chifuyu membuat Kazutora membelalakkan matanya. Kazutora menceritakan pada chifuyu bahwa ia bertemu Hanma siang tadi. Dan Chifuyu malah terlihat kaget setengah mati.

“apa maksudmu masih hidup?”

“ini sudah bertahun-tahun lamanya. Aku belum pernah bertemu lagi dengannya sejak kematian kisaki... Hanma? Masih hidup? “ chifuyu masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

“seolah kata Hanma dan hidup itu tidak bisa berdampingan...” Kazutora meneguk birnya. Chifuyu masih terlihat terkejut

“maksudku, apa ya? Hanma jelas-jelas dipanggil Shinigami , dewa kematian. Sudah jelas kematian mengikutinya kemanapun... “

“aku tidak mengerti apa yang kau katakan Chifuyu”

“sejujurnya, aku juga tak mengerti”’

Kedua pria itu terdiam sambil menatap satu sama lain. Lalu menenggak bir di depan mereka.

“chifuyu” Kazutora menoleh pada chifuyu yang tengah berbaring di karpet.

“apa? Mau membicarakan Hanma lagi?”

“ehehehe....” Kazutora tertawa kikuk. Membuat Chifuyu mendengus kesal “Kau bertemu dengannya sekali sekarang kau tidak bisa berhenti membicarakannya”

“ya... aku kan baru bertemu dengannya setelah sekian lama! Jadi wajar saja kalau aku membicarakannya bukan?”

“aku hampir lupa kalian berdua sahabat dekat”

Kazutora menghela nafas dan berbaring. Menatap plafon di atas kepalanya “apa dia masih menganggap aku sahabat? Atau selama ini hanya aku yang menganggapnya sahabat baikku sementara dia hanya menganggapa ku hal lain?”

“Hal lain... seperti apa?” tanya Chifuyu

“ya... apa ya... kacung?”

“jadi.. kau adalah kacungnya kacung? Begitu?”

“entahlah...”

“tapi.. bisa saja” Chifuyu bangkit dan duduk menatap Kazutora “mengingat Hanma adalah Pion kisaki dan akan melakuka apapun untuk kesuksesan rencana Kisaki, kau bisa saja, di matanya, hanya pion”

“Menyedihkan sekali...”

aku memang tidak pantas punya sahabat... semua yang dekat denganku pada akhirnya pergi

“Hei kazutora” Kazutora menoleh. Chifuyu tersenyum “jangan Khawatir, aku masih sahabatmu kan?”

Kazutora tertawa. ya, untuk saat ini, chifuyu memang sahabatnya, entah kalau besok

“tapi aku khawatir dengan Hanma...”

“kenapa?”

“dia terlihat kurang sehat....”

Chifuyu menghela nafas panjang “buat seorang buronan, aku kaget Hanma masih hidup. Bertahan hidup di luar sana pasti sangat sulit apalagi kalau kau dikejar-kejar oleh aparat”

“ah... benar juga”

“Kalau kau bertemu lagi dengannya, setidaknya minta nomor teleponnya. Kalau kau sudah khawatir aku melihatnya repot sekali”

Kazutora tertawa kikuk. aku hanya tak ingin kehilangan satu warna lagi dalam kehidupanku yang runyam ini

“aku tidur duluan ya” chifuyu beranjak dan pergi ke kamarnya. Meninggalkan Kazutora di ruang tengah. Kazutora memeluk lututnya. Merenung. Memikirkan keadaan teman lamanya di luar sana

apa dia makan dengan baik?

apa dia punya tempat untuk berteduh dari hujan dan panas?

apa dia butuh orang untuk mendengarkan ceritanya?

.

.

.

Jadi, apa memang semua orang itu akan berubah?

Kazutora tak berhenti memikirkan Hanma sejak bertemu setelah sekian lama. apa dia makan? Tidur? Kazutora memikirkan Hanma bahkan lebih dari dia memikirkan pikiran gelapnya, seperti yang ia biasa lakukan.

Pikiran Kazutora kali ini dipenuhi Hanma. Ia benar-benar khawatir. Ia takut sesuatu yang buruk terjadi. Bbkan, bukan masuk penjara. Kalau Hanma masuk penjara setidaknya ia akan punya tempat berteduh dan diberi makan. Tapi bagaimana kalau ia sakit di luar sana? Apalagi Hanma tinggal sendirian.

“Chifuyu, aku mau pergi dulu” Kazutora mengambil jaket dan kunci motornya. Membuat chifuyu bingung

“Kau mau kemana?”

“Mencari Hanma” jawabnya singkat sambil bergegas ke tempat ia memarkir motornya. Hari itu Kazutora menyusuri Tokyo, mencari keberadaan Hanma. Ia bahkan nekat bertanya pada orang-orang walaupun mungkin saja karena perbuatannya itu, Hanma bisa dengan mudah diciduk polisi. Tapi Kazutora masa bodoh, ia hanya ingin bertemu Hanma.

Seharian penuh ia mencari Hanma. Nihil. Hanma benar-benar hidup seperti bayangan. Hanya muncul di saat tertentu. Kazutora ingin menyerah namun rasa khawatirnya mengalahkan rasa lelahnya.

Kazutora pergi ke jembatan penyebrangan. Menatap jalan raya yang ramai denga lampu depan kendaraan. Tokyo adalah kota malam? Rasanya memang benar. Lampu-lampu bertebaran di seluruh penjuru kota bak bintang di langit. Ah bahkan bintang di langitpun kalah bersinar dengan lampu mobil di tokyo.

“Kau sedang apa?”

Kazutora tertegun. Ia menoleh. Hanma. Entah dari mana pria kurus tinggi itu sudah ada di sisinya. Menatap dirinya dengan heran. Kazutora malah meneteskan air mata dan memeluk Hanma. Membenamkan wajahnya di dada Hanma yang kini hanya tulang belulang tertutup kulit dan sweater . yang dipeluk? Dia terkejut

“hei cilik ada apa? Kenapa kau menangis?”

Kazutora melepas pelukannya dan memukul dada Hanma. Membuatnya meringis kesakitan “Bodoh! Aku mmencarimu kemana-mana! Aku pikir kau mati di gang sempit!”

Hanma tersenyum tipis “Kau mencariku? Kau sudah seperti polisi-polisi bajingan itu saja...”

“dasar bodoh. Aku khawatir dan kau masih bisa mengatakan hal aneh seperti itu? Aku pikir kau Berubah Hanma”

“aku berubah” ia melebarkan lengannya “aku kurus, miskin, dan buronan. Dulu aku hanya buron”

Kazutora memukul lagi Hanma dengan keras. Membuat si kurus kembali kesakitan. Bahkan sampai terbatuk. Masa bodoh salahnya sendiri tidak menjaga kesehatan.

“Kau sudah makan?”

“huh? Belum... kenapa?”

“bodoh! Kau harus makan kau ini masih manusia tau!” Kazutora menarik Hanma dengan kesal. Hanma yang begitu kurus sekarang hanya bisa pasrah ditarik seperti itu. Padahal dulu, ia bisa menahan Kazutora yang satu tingkat di bawahnya.

“Kau mau membawaku kemana Hanemiya?”

“Makan. Tanganku sakit ketika memukul dadamu kau bahkan sampai batuk. Aku harus membuat ototmu itu kembali”

“hahaha... tak perlu repot-repot”

“repot? Kau akan membuat aku repot kalau kau sampai mati kelaparan. shinigami macam apa yang kalah oleh kelaparan?”

Perkataan Kazutora membuat Hanma tertawa terbahak-bahak. Kazutora tersenyum senang. aku rindu tawa Hanma yang tengil itu

Hanma makan seperti orang yang tak bertemu makanan selama satu bulan. Ah... bukan seperti tapo memang Hanma belum makan selama satu bulan. Dia benar-benar Kumal. Kazutora sangat ingin memandikannya saat ini.

“Ya Tuhan... Hanma pelan-pelan” Kazutora menegur Hanma khawatir. Hanma malah terus makan dan mengunyah apapun yang ia masukkan ke mulutnya. Kazutora mengeluh. Hanma... ya ampun

“Kau makan seolah tak ada Hari esok Hanma”

“Hanemiya, kau harus mengerti. Bagi orang sepertiku, tidak ada yang namanya hari esok. Orang sepertiku tak tau apakah setelah kami pergi tidur, kami akan bangun lagi atau tidak. Atau kalaupun kami terbangun, mungkin kami ada di tempat lain”

Sheesh... Hanma pembicaraan bertema gelap dilarang di meja makan!”

“ya maaf maaf... aku hanya ingin memberitaumu itu”

Kazutora bertopang dagu dan memperhatikan Hanma yang tengah mengunyah dengan lahap. Tulang pipinya menonjol saking kurusnya. Kulitnya yang pucat sedikit merona karena panasnya makanan yang ia makan. Hanma benar-benar terlihat seperti mayat berjalan.

“Hanma... apa kau tak lelah menjalani kehidupan seperti ini?”

Hanma menatap Kazutora dengan mata sayunya. Tersenyum kecil. “apa menurutmu aku menikmati sedikitpun?”

“maaf”

“tak apa... aku tersanjung masih ada orang yang mengingatku di tengah pelarianku yang mungkin tak ada akhir ini”

“ya ampun... bagaimana aku tak mengingatmu? Aku ini sahabtmu kan?”

Kazutora terdiam. Apa dia baru saja memanggil dirinya sahabat Hanma? Lucu sekali Kazutora. Namun Hanma hanya tersenyum.

“terimakasih. Kau memang orang yang baik, Kazutora”

Jawaban Hanma mau tak mau menarik dua sudut bibir Kazutora. Mengembangkan senyumannya

“terimakasih makanannya. maaf aku menghabiskan banyak uangmu”

Kazutora tertawa “hei tidak masalah! kau temanku! aku tak bisa membiarkanmu kelaparan sepanjang hari”

Hanma tersenyum dan mengacak rambut Kazutora. meraih rokok dari sakunya dan menyalakannya. menghisapnya sebelum berpamitan pada Kazutora.

“sampai jumpa lagi lain waktu ya.. sekali lagi terimakasih”

“ya sama-sama”

“kau orang baik Kazutora” ujar Hanma sebelum berlalu meninggalkan Kazutora bersama motornya. Kazutora menghela nafas. memikirkan kata-kata yang baru saja keluar dari mulut Hanma

Kau orang baik Kazutora

.

.

.

Kazutora menyempatkan untuk sekedar mengajak Hanma makan setiap minggu. Memastikan bahwa tiang listrik berjalan itu masih hidup. Kazutora tak peduli kalau gajinya yang Pas-pasan dipakai untuk membuat Hanma hidup. yang penting Hanma harus sehat

Kazutora bahkan mencarikan Hanma tempat tinggal, sekedar untuk tidur jika lelah. Kazutora bak seorang Ayah yang overprotective pada Hanma. Dan Hanma hanya bisa menurut karena dia tak punya tenaga untuk mengelak.

Kazutora menceritakan hal-hal yang terjadi pada Hanma di penjara, begitu pula dengan Hanma yang menceritakan cerita kesehariannya menghindar dari pandangan polisi. Kazutora sangat senang, bisa menceritakan banyak hal bersama Hanma. Melihat Hanma tertawa, membuat Hati kazutora hangat.

Kazutora mulai melihat Hanma bukan sebagai sahabat, Hanma lebih dari itu

Tapi Kazutora ragu, ia takut. Ia takut Hanma akan meninggalkannya. Seperti ibunya, seperti Baji, seperti Mikey, seperti semua orang yang Kazutora sayangi yang pada akhirnya meninggalkan Kazutora sendirian, berperang dengan dirinya sendiri. Ia pun berniat tak ingin terlalu attached dengan Hanma.

Hanma adalah Sahabatku

“hei Hanemiya”

“kenapa kau tidak konsisten? Kau kemarin-kemarin sudah memanggilku Kazutora”

“hahaha... kau ingin aku panggil apa?”

“Kazutora”

“Baiklah.. hei Kazutora, apa kau tau kalau orang buta warna sebenanrnya hanya tidak bisa melihat satu warna?”

“hah? Apa maksudmu?”

“ada tiga warna dasar. Merah, Kuning, dan Biru. Orang dengan mata normal bisa melihat semuanya. Karena ketiga warna itu, manusia bisa melihat semua warna, tujuh warna yang ada di pelangi. Tapi satu saja kau tak bisa melihat, warna lainpun bisa berpengaruh”

Hanma memetik daun kecil di bawah kakinya “kau lihat daun ini. Warnanya Hijau. Kita bisa melihat warna hijau karena Hijau adalah perpaduan warna dari Kuning dan Biru. Kalau kau tidak bisa melihat warna merah, kau masih bisa melihat hijau tapi mungkin bukan hijau yang kita lihat. Tapi ketika kau tidak bisa melihat warna diantara kuning atau biru, daun ini bukan lagi warna hijau”

Hanma menarik nafas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya “tiga warna ini berharga. sama seperti manusia, yang memiliki tujuan hidup, hobi, dan hal berharga lainnya. Satu saja hilang hidupmu tidak akan sama lagi”

Kazutora terdiam. Sudah lama sejak Hanma mengatakan Hal-hal serius seperti ini kepadanya “Hanma... apa kau begini sejak ditinggal kisaki?”

Hanma terkekeh dan bersandar di pagar jalan “kurasa begitu. Aku terbiasa mencari kesenangan. Ketika kisaki pergi, rasanya aku tidak punya tujuan hidup yang jelas selain kabur dari kejaran polisi”

Kazutora menghela nafas “aku tak tau apa yang kau perbuat selama aku ada di penjara, tapi aku rasa memang seserius itu sampai kau jadi buronan”

“chifuyu tidak memberitaumu?”

“memberi tau apa?”

“aku bertanggung jawab atas kematian Izana Kurokawa dan Emma sano”

Kazutora tertegun emma? Bukankah emma adik Mikey? Kenapa dia baru tau hal ini?

“Kau... membunuh mereka?”

“sejatinya itu perbuatan Kisaki. Tapi karena aku ada hubungan dengan Kisaki maka aku secara tidak langsung bertanggung jawab soal ini”

Kazutora diam seribu bahasa. Dunia benar-benar membingungkan. Berada terlalu lama di dalam sel penjara membuatnya berpikir dunia tak berubah.

Dunia saja berubah, apalagi manusia. Bukan begitu?

“lalu... kau masih mau kabur? Sampai kapan?”

Hanma menghembuskan asap rokoknya ke udara “entahlah... aku ingin menyerahkan diri tapi aku yakin aku akan mati duluan sebelum sempat didakwa”

“hei! Jangan bicara begitu! Kau bicara seolah akan mati besok” Kazutora memukul pundak Hanma. Membuat Hanma terbatuk

“kita tidak tau kapan akhir waktu kita iyakan?”

Hanma benar, tidak ada yang tau kapan kita akan pergi

“Hanma”

“ya?” Hanma menoleh pada Kazutora. Sedikit terkejut karena Kazutora terlihat ingin menangis

“tetaplah hidup untukku ya? Aku masih mau mengobrol denganmu sampai rambut kita memutih”

Hanma tersenyum, mengcak rambut Kazutora “Aku tidak janji. Tapi untukmu aku akan berusaha karena kau adalah temanku yang paling baik”

ya, Hanma, kumohon, tetaplah Hidup

.

.

.

Kazutora senang melihat Hanma terlihat lebih sehat. Kulitnya sudah tidak sepucat ketika ia pertama bertemu. Pipinya juga terlihat mulai terisi. Kazutora sangat senang.

Kazutora sampai lupa kalau ia bilang pada dirinya sendiri untuk jangan terlalu dekat

Kazutora terkejut ketika menemukan Hanma terbaring di depan pintu rumah sewanya tak sadarkan diri. Darah mengucur dari mulutnya. Mengotori leher dan kaos putih yang Hanma gunakan. Kazutora dengan panik membawa Hanma ke rumah sakit. Sekali lagi, lupa bahwa perbuatannya bisa membuat Hanma ditangkap polisi.

“Dokter, apa yang terjadi pada dirinya?”

“ah.. apa kau siap mendengarkannya?”

Kazutora terdiam. Ia ketakutan “ya.. tolong katakan padaku”

“Hatinya rusak karena telalu banyak minum dan merokok. Bukan rusak yang parah, jika temanmu bisa menemukan donor secepatnya. Tapi kalau tidak segera di operasi, aku ragu dia bisa bertahan. Selain itu lambungnya juga mengalami kerusakan yang cukup serius. Mungkin karena ia tidak makan? Kami masih memeriksanya...”

Kazutora menutup mulutnya tak percaya. Ya Tuhan Hanma... apa yang sebenarnya terjadi?

“ah lalu kami juga menemukan sedikit retakan di tulang rusuknya. Karena malnutrisi tulangnya melemah dan aku kira dia terlibat perkelahian akhir-akhir ini karena tubuhnya juga banyak luka lebam”

“apa ada sesuatu yang bisa kau lakukan dok? Kumohon” kazutora berusaha menahan air matanya.

“kami akan berusaha sebaik mungkin. Kau hanya perlu berdoa untuk kesembuhannya. Kami akan melakukan yang terbaik. Omong-omong apa kau mau bertemu temanmu? Aku rasa dia sudah sadarkan diri sekarang”

Kazutora mengangguk dan berjalan masuk. Kazutora tak lagi bisa menahan air matanya. Hanma terbaring disana, dengan infus yang menancap di punggung tangannya. Masker oksigen yang menempel di wajahnya. kulitnya yang kembali memucat karena kehilangan banyak darah

“Halo kazutora” sapanya lirih. Suaranya terdengar serak. Kazutora sadar berbicara saja menyakitkan untuk Hanma.

“Bodoh” Kazutora menangis “Hanma bodoh”

“maafkan aku, aku tidak ingin membuatmu semakin khawatir”

“penyakit Hati? Hanma ini penyakit serius! Orang bisa mati kalau tidak segera diobati!”

“aku tau... aku tau” jawabnya pelan

“sudah berapa lama?”

“entahlah.. lima tahun mungkin?”

“li-lima tahun?” kazutora menangis lebih keras “dan selama itu kau tidak berusaha untuk sembuh? Hanma apa kau berniat menyusul kisaki?!”

Hanma tersenyum lirih. Mengangkat tangannya, menghapus air mata yang mengalir di pipi Kazutora “Kalau aku tau ada dirimu yang masih menganggapku ada, aku pasti sehat saat ini”

“HANMA BODOH!” teriak Kazutora. Ia berlari keluar dan menangis di samping pintu. Ia takut. Ia takut kehilangan Hanma seperti ia kehilangan Baji. Ia tidak Masalah kalau Hanma pergi karena tak mau melihatnya lagi, namun masih hidup. Tapi jika Hanma pergi menyusul Baji, Kazutora belum siap.

Kazutora belum siap kehilangan satu warna lagi dalam hidupnya

“Hanma...hiks...Ya Tuhan.. Kumohon...Selamatkan Hanma...Hiks...” Kazutora mengusap matanya yang tak berhenti menangis. Ia mulai cegukan. Ia benar-benar ketakutan.

Hanma harus berada di rumah sakit untuk beberapa lama. Kondisinya cukup serius. Kazutora sampai mengambil cuti dari petshop karena ingin mengurus Hanma. Chifuyu sempat kaget karena keinginan Kazutora tapi ia mengizinkan Kazutora untuk merawat Hanma. Ia mengerti Kazutora hanya ingin bersama Hanma di saat yang mungkin saat terakhir Hanma.

Hanma tak banyak bicara seperti biasanya. Ia hanya tersenyum, memperhatikan Kazutora mengoceh dan mengomel. Membiarkan pria kecil itu memarahinya karena tidak menjaga diri. Dan Kazutora merawat Hanma dengan baik. Padahal ada suster di rumah sakit itu. Tapi Kazutora tetap melakukan apa yang ia mau lakukan. Ia pernah merawat temannya di Penjara, semua pengetahuannya ia gunakan untuk merawat Hanma.

Kazutora juga berusaha keras mencari donor Hati untuk Hanma. Ia bisa saja memberikan separuh Hatinya pada Hanma namun ternyata miliknya tidak cocok. Jadi Kazutora kembali mencari dan mencari. Ia lupa bahwa uangnya hampir habis untuk membayar biaya rumah sakit.

Dan Hanma tidak ingin diciduk polisi . mau tidak mau, Pihak rumah sakit memulangkan Hanma. Kazutora pun akhirnya merawat Hanma di rumahnya. Berharap Hanma setidaknya merasa lebih baik dan setidaknya punya semangat hidup

Kazutora lupa, bahwa ia bilang pada dirinya sendiri untuk tidak terlalu dekat

.

.

.

Kazutora panik ketika tidak menemukan Hanma di kamarnya. Ia takut Hanma pingsan di suatu tempat. Kazutora mencari ke seluruh gedung. Hanma tak ada di sana.

apa jangan-jangan ia ditangkap polisi?

Kazutora yang panik pergi ke kantor polisi. Bahkan dengan polosnya bertanya pada Naoto apakah ia sudah menangkap Hanma. Naoto kebingungan dan malah mau mengintrogasi Kazutora. Namun Kazutora buru-buru pergi dan mencari Hanma.

Kembali ia disini, menyisiri Tokyo mencari Hanma, yang sekarang membuatnya lebih khawatir karena keadaanya. Kazutora seperti induk ayam yang kehilangan anaknya. Ia benar-benar panik. Hujan turun hari itu tapi dia tidak peduli. Kazutora hanya ingin Hanma

Kazutora menemukan Hanma di jembatan penyebrangan tempat ia menemukan Hanma waktu itu. Rambut panjangnya basah, sweaternya basah, dan ia menatap langit abu-abu sambil tersenyum.

“Hanma dasar bodoh! Apa yang kau lakukan di sini?!”

Hanma menoleh dan tersenyum lebar. seolah ia tak membuat Kazutora panik setengah mati. “aku tau kau akan datang”

“tau? Kau sengaja datang ke sini?!” maki Kazutora. Membuat Hanma membalas dengan tawa.

“Aku ragu bisa bertahan, Kazutora”

“Hanma... aku tidak punya waktu untuk pembicaraan gelapmu. Ayo pulang” Kazutora menarik tangan Hanma. Hanya untuk Hanma tangkis.

“Kazutora, terimakasih... aku sangat senang menghabiskan waktu denganmu”

Hanma tiba-tiba naik ke atas pagar pembatas. Menatap Kazutora dengan senyuman “Aku sebenarnya masih ingin menghabiskan waktu denganmu lebih banyak, macan kecil”

“HANMA APA YANG KAU LAKUKAN?! TURUN DARI SANA!”

“Terimakasih, Kazutora Hanemiya” Hanma melebarkan tangannya sebelum terjun bebas dari pagar. Membuat Kazutora berteriak, mencoba meraihnya.

“HANMA!!!”

terlambat, Hanma sudah jatuh ke aspal

Jalanan langsung berhenti. Tubuh Hanma tergeletak di bawah sana denga darah mengalir dari kepalanya. Kazutora bergegas turun dan menghampiri Hanma. Memeluk tubuhnya yang mulai mendingin

“Hanma! Lihat aku Hanma! Hanma kumohon bertahanlah, aku akan panggil ambulans ya? Kumohon bertahan”

Hanma, dengan lemah mengusap pipi Kazutora “Maafkan aku Kazutora... Aku menyukaimu Kazutora” lalu matanya tertutup perlahan.

Kazutora menangis sangat kencang. tidak! Aku tidak akan kehilangan seseorang lagi! Tidak bisa! . ia memeluk Tubuh Hanma yang basah dan bersimbah darah. Tubuhnya benar-benar dingin. Entah karena Hujan atau karena jiwanya yang perlahan lepas dari raganya.

sebuah kilas balik menghampiri Kazutora, bagaimana Chifuyu memeluk Baji yang sekarat

Kazutora menangis semakin kencang. Ia belum siap ditinggal oleh Hanma. Ia masih mau bersama Hanma. bukankah ia ingin bersama hanma sampai rambut mereka berdua memutih? Ia tak mempedulikan kerumunan orang yang mulai datang. Ia hanya menangis dan menangis. Suara yang ia bisa dengan sekarang hanyalah suara tangisan dan suara hujan deras yang membasahinya kala itu.

Apa aku memang tidak pantas punya teman? semua meninggalkanku

apa aku akan kehilangan warna lain dalam hidupku?


.

Kazutora menatap jalanan di depannya dengan kosong. Menghela nafas dengan berat sambil menghisap rokoknya.

sudah tiga tahun batinnya. Ya, tiga tahun sejak Hanma nekat melompat dari pagar yang tengah ia pakai bersandar saat ini. Tiga tahun sejak Hanma mengatakan bahwa Hanma menyukai dirinya.

aneh kenapa ia malah melompat bunuh diri kalau ia juga bilang ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan dirinya?

Tapi namanya juga Hanma. Orang itu sama anehnya dengan Baji. Dan Kazutora tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa memikirkan kembali pikiran gelapnya.

apa ia memang pantas dicintai?

apa ia pantas punya teman?

apa ia memang orang baik yang pantas mendapatkan kasih sayang seperti yang orang banyak bilang?

“Sudah selesai melamunnya?”

Kazutora menoleh dan melempar senyuman pada pria di belakangnya. Yang juga tersenyum dan menatap kazutora dengan lembut.

“Kenapa? Aku tidak boleh melamun hm?”

Pria itu tertawa kecil. “Boleh kok... tapi jangan terlalu banyak melamun. Apalagi kalau kau masih bertanya-tanya apa kau pantas untuk dicinta”

“ah... aku menyesal menceritakannya padamu” kazutora cemberut dan memalingkan wajahnya dari pria itu.

Pria itu tertawa dan mengusap Pipi Kazutora sebelum mengecupnya lembut “aku akan mengatakannya terus. aku akan mengatakan setiap hari bahwa aku menyayangimu dan kau pantas disayangi. Seperti yang kau bilang, kau ingin menjaga warna-warna dalam hidupmu kan? Aku adalah salah satunya. Dan aku juga akan menjagamu. Kita jaga diri kita satu sama lain. Ya?”

Pria itu menatapnya. Meyakinkan Kazutora bahwa ia pantas Pantas dicintai pantas punya teman pantas mendapatkan hal-hal yang ia inginkan dalam hidupnya

Kazutora tersenyum. Menatap pria di depannya dengan penuh kasih sayang. Pria itu meraih tangan Kazutora. Menggenggamnya erat

“Kau juga Warna dalam hidupku Kazutora” ia menarik Kazutora pelan. Mengajaknya pergi dari tempat penuh trauma itu “dan aku akan berada di sisimu sampai ajal menjemput”. Pria itu berhenti sejenak dan menatap Kazutora “terimakasih sudah berada di sisiku dan menyelamatkanku”

Kazutora melempar senyum dan berjinjit. Mencium pelan pipi pria di sampingnya. menatapnya penuh dengan rasa sayang.

kazutora menemukan warna hidupnya, dan berjanji akan menjaganya

“terimakasih sudah bertahan, Hanma Shuji”



***** “ Bang, pernah digigit kambing gak?”

Masa mengedipkan matanya beberapa kali “enggak, kenapa?”

“nanya aja”

“gak jelas lo ji”

“hehe maap bang”

Masa menghela nafas dan lanjut memilih buah-buahan di depannya. Hari ini Tastu akan mengajari mereka berdua membuat parfait. Baji bukan penggemar makanan manis tapi dia kenal satu temannya yang gemar makanan manis, Mikey. Sebagai sahabat yang baik Baji ingin menyenangkan temannya sedari kecil itu.

dan mungkin suatu hari membuat makanan untuk Chifuyunya tersayang

“Kenapa senyum-senyum gitu lo? Cacingan?”

Baji menoleh. Masa tengan menatapnya heran. Baji terkekeh “enggak Bang, gue sehat jasmani rohani kok”

“ah… gue tau..” Masa menunjuk-nunjuk Baji “mikirin cipuy ya lo?”

“Hah ada apa dengan Dek Cipuy?” Tatsu mendadak nimbrung pembicaraan mereka berdua. Baji menggeleng “eh..eng-enggak pak! Gapapa! Lagi ngomongin chifuyu aja kalo di kampus”

“ooh… Cipuy gimana kalau di kampus? Anaknya gak bandel kan?”

Gak tau pak gak sekelas baji “Baik kok Pak! Cipuy juga anaknya aktif organisasi”

Tatsu manggut-manggut “Pinter bundanya turun ke dia soalnya” Giliran Masa dan Baji yang manggut-manggut.

Bak tengah melakukan Presentasi, Tatsu menjelaskan tips dan trik memilih buah-buahan untuk pelengkap parfait. Buah apa yang cocok untuk parfait, bagaimana cara menyiasati jika tidak ada buah yang dicari, bagaimana cara memilih buah yang berkualitas bagus namun harganya tetap bisa murah, dan sebagainya. Baji bahkan membawa recorder dan buku catatan.

“wuiih Baji niat banget sampe dicatet segala”

“ilmu bang, Baji mau jadi suami yang keren kaya Pak Tatsu”

“ahahaha dasar anak muda baru pacaran bentar dah mikir bakal jauh”

“Belom pacaran bang”

“LAH BELOM? GERAK DONG JI GERAK! Tar cipuy dibawa sama orang gimana?”

YA JANGAN DOAIN GITU LAH BANG ELAAAH BANG MASA GIMANA SIH”

Masa tertawa kencang. Melihat Baji ketakutan menjadi hiburan tersendiri untuk Masa. Saat masa tengah memperhatikan sekitar, tawanya terhenti. Ia melihat sosok pria yang ia sangat kenal

“Torajiro”

“hah?” baji celingukan. Dia tidak tau siapa itu torajiro. siapanya Kazutora ya?

“YO TATSU!” torajiro berteriak menyapa Tatsu sebelum menghampirinya. Di tangannya juga ada keranjang berisi buah-buahan.

“Huh? Sedang apa kau disini Tora?” tanya tatsu, suaranya terdengar kesal.

“Menurutmu? Aku sedang beli buah untuk membuat parfait

Masa menghela nafas berat dan berbisik pada Baji “abis ini ada yang berantem”

Baji menatap Masa dengan bingung “Berantem? Waktu itu bukannya udah pernah berantem di pasar ikan?”

“beda orang ini ji, Bang Tatsu tuh, sejak pensiun, banyak banget yang pengen ngajak berantem. Biar dapet validasi kayak wah gue ngalahin Fujimino Dragon nih! Gituloh...”

“Musuhnya banyak berarti ya?”

Masa hanya mengeluarkan cengiran canggung. Baji mendadak bergidik. Tatsu saja sudah semenyeramkan ini apalagi musuhnya?

*******

Baji dan Masa fokus menyusun Buah dan Yogurt di gelas. Sementara tatsu dan torajiro sibuk bertengkar sambil membanggakan parfait miliknya sendiri. Masa sebenarnya ingin melerai mereka karena mereka berdua bertenngkar di publik, di truk makanan milik Torajiro. Sama seperti Tatsu,Tora juga pensiun dari dunia Yakuza dan menjadi ‘Penjual Boba dan Crepe’. Walaupun tak banyak pelanggan karena wajah Tora yang menyeramkan. Padahal makanannya cukup enak dan trendi apalagi di kalangan anak muda.

“Bang Masa”

Masa menoleh “kenapa Ji?”

“Pak tatsu sama pak tora emang suka berantem gini ya?”

Masa mengangguk kecil “sering. Soalnya beda keluarga sih. Tapi mereka tuh temenan.. kaya frenemies gitu tau kan?”

“iya tau, Kaya Baji sama Hanma”

“Lo kenal Hanma?”

“iya.. kenapa?”

“Adek gue itu, adek kandung”

“HAH?!” mulut baji menganga lebar karena terkejut. Hanma adalah salah satu frenemies Baji yang ia kenal lewat Kazutora. Dan mereka sering bertengkar karena Hal sepele.

“dunia sempit juga ya”

Baji manggut-mangut. “Nak Baji sini!” panggil tatsu. Baji menghampiri tatsu dengan gugup, takut dihajar “kenapa pak?”

“coba lebih bagus parfait punya siapa? Punya saya atau punya Tora?” Baji memandang dua gelas di hadapannya. mampus baji lo gak pernah mandang sesuatu estetik biasanya langsung hap. Sekarang disuruh mili. Mampus

“eum... dua-duanya bagus...”

Tora meraih kerah Baji dan menatapnya tajam “Hei bocah! Di dalam pertandingan, walaupun kedua pihak melakukan hal terbaik tetap ada satu yang lebih bagus! Jangan bilang hal seperti itu hanya karena kau ingin menjauh dari pertengkaran!”

Baji menelan ludah. Berada di sekitar Yakuza membuat level penakutnya naik. “eum anu... bang kasian itu anaknya jangan dipaksa gitu lah” Masa mencoba melerai. Namun malah dibalas pelototan tatsu dan torajiro. Masa mengatupkan mulutnya dan menatap baji dengan tatapan semoga beruntung

“g-gimana kalo tanya temen saya aja?” usul baji

“temen?” tanya Tatsu

Baji mengangguk “iya, ada temen saya suka banget sama makanan manis, tar saya kasih fotonya dulu”

Tora melepas kerah baji dan mempersilahkan baji untuk memotret hasil karya mereka. Baji dengan cekatan memotret dua gelas indah itu dan mengirimkannya kepada sahabatnya

Mikey

Setelah mereka berempat saling diam menunggu jawaban Mikey, akhirnya sebuah notifikasi muncul

Baji menarik nafas dalam-dalam. “yang menang... Pak tatsu”

“AAAAAHHHHH!!” Torajiro berteriak marah sambil sujud ke tanah, memukul-mukul jalan sementara Tatsu tertawa puas. Baji sampai merinding.

Beastly

tags : Violence, Murder, Blood, Child Abuse (?) Agegap Shotacon! Hanma, Anal Sex, blow job, Handjob, explicit words, underage Sex

DISCLAIMER This Fanfiction contains story that is not for everybody especially Minor. if you uncomfortable with the story, please leave immediately.


Hanma adalah salah satu orang paling ditakuti di Jepang. Bukan hanya karena kekayaannya yang tidak akan habis, namun karena kekuatannya yang mengerikan. Begitupula dengan koneksinya terhadap banyak orang. Kalau kau berbuat kesalahan, berdoalah, karena Hanma mungkin saja tidak memaafkanmu.

Hanma mungkin terlihat seperti orang biasa di mata orang awam. Setelan kemeja berwarna dingin dengan kacamata bertengger manis di batang hidungnya, penampilan yang begitu mempesona. Belum lagi cara dia berbicara. Ketegasannya membuat Hanma disegani hampir setiap kalangan. seorang eksekutif muda berusia 25 tahun yang sukses

Namun ada satu sisi Hanma yang tak semua orang bisa lihat. Sisi yang kau harap tak akan pernah melihatnya walau hanya sekali. Hanma yang sama namun dengan pendirian yang berbeda.

Desas-desus tentang sisi gelap Hanma tentu tersebar luas dengan cepat. Namun kadang cerita itu dianggap gosip belaka karena aura Hanma yang terlihat elegan setiap saat. Tak ada tanda-tanda sisi gelap yang sering dibicarakan orang. orang hanya belum tau

.

.

.

Hanma mengetuk-ngetuk meja dengan kesal. Seluruh karyawan dan staff tamu menunduk ketakutan. Seonggok mayat tergeletak di sudut ruangan dengan darah mengalir dari lehernya yang tersayat. Hanma mendengus kesal.

“Jadi? Siapa yang bertanggung jawab atas proyek ini?” tanyanya entah untuk kesekian kalinya. Namun tak ada satupun staff yang menjawabnya karena ketakutan. Usut punya usut, salah satu proyek besar Hanma mengalami kegagalan. Menyebabkan Hanma mengalami kerugian cukup besar dan hampir membuatnya diciduk polisi.

“Kalian masih tidak mau mengaku?” Hanma bangkit dari duduknya. Mengambil pena dari sakunya. pena dengan ujung kotor bernoda darah. Menjambak satu orang yang duduk di dekatnya sebelum menggorok lehernya dengan pena tajamnya. Menatap manusia yang tengah melolong kesakitan saat nyawanya perlahan menghilang.

“Dasar manusia gak berguna” dengusnya kesal.

Hanma menatap karyawannya yang menunduk ketakutan “dengar, kalau diantara kalian masih tidak ada yang mau mengaku, pemegang proyek ini akan tetap mati. Lebih baik kalian mengaku, mungkin saja aku akan mengampuni kalian” Seorang lelaki paruh baya akhirnya mengangkat tangannya dengan gemetaran.

“S-saya pak.. S-saya yang m-memimpin proyek ini”

Hanma tertawa puas “bagus, ke ruanganku sekarang, akan kuputuskan nasibmu nanti, kalian, bereskan ruangan ini. Jangan sampai ada noda darah di karpet!” perintah Hanma sambil berlalu menuju ruangannya.

Hanma bersandar di kursi besarnya. Menaikkan kedua kakinya ke atas meja dan menyalakan cerutu. Menghembuskan asap tebal sebelum memandang pria paruh baya di depan mejanya.

“Jadi? Apa pembelaanmu?”

Pria itu menunduk ketakutan “tidak ada pak, saya melakukan kesalahan fatal. Anda boleh menghukum saya...”

Hanma tertawa. Mengambil Palu dari laci mejanya dan berjalan ke arah pria itu. Dua pelayan Hanma mendudukan si pria paruh baya. Membuatnya berlutut sambil menangis karena akan segera menemui ajalnya.

“Ada permintaan terakhir?”

“b-bolehkah saya menghubungi kedua anak saya?”

Hanma membelalakan matanya “Eh? Kau punya anak?”

“i-iya tuan”

“usia berapa?”

“yang satu 19 tahun... yang satu masih 8...”

Hanma memijat dagunya. Berfikir sebentar. Ia berjongkok, memposisikan wajahnya sejajar dengan wajah si pria paruh baya. “Bawa keduanya ke sini besok, kalau kau tidak bisa, aku akan membunuhmu dan kedua anakmu”

Pria itu menatap Hanma ketakutan. “K-keduanya pak?”

“kau dengar dengan jelas kan? Keduanya. Kalau kau hanya bawa satu aku akan memecahkan kepala kosongmu ini di depannya. Kau mengerti?”

Pria itu mengangguk cepat. Hanma memberi isyarat pada dua pelayannya untuk membawa pria itu keluar. Dia kembali ke kursinya. Menghisap cerutu mahalnya dan mengiisi ruang kantornya dengan asap dan bau cerutu.

.

.

.

Hanma menatap tiga orang di depannya dengan puas. Karyawan bermasalahnya benar-benar menepati janjinya. Dia menatap kedua anak di depannya dari atas sampai bawah.

Si sulung, gadis berusia 19 tahun, menarik perhatian Hanma. Tubuhnya molek dengan paras cantik dan rambut tebal sehat. Gadis ini terlihat sangat sehat. Cocok Hanma pekerjakan di kantor untuk sekedar membuat kopi, atau memuaskan Hanma.

Si kecil, bocah laki-laki berusia 8 tahun, terlihat polos dan culun. Dengan kacamata di hidungnya dan kaos polo putih, dia benar-benar terlihat seperti bocah yang sering di bully di kelasnya.

“Bagus, kau melakukan apa yang aku suruh” Hanma menepuk-nepuk pundak karyawannya. Dia mengeluarkan beberapa kertas dari lacinya dan melemparkannya ke meja “ini surat adopsi, kau tandatangani dan serahkan putrimu padaku”

Ketiga orang itu terkejut dengan perintah Hanma “P-Putriku?”

“ya. Putrimu. Mulai hari ini, putrimu adalah milikku. Aku akan jadi wali sahnya”

“tapi kenapa tuan?”

Hanma mengacungkan palunya. Mengancam karyawannya yang malang “kau masih mau jawabannya?”

Dia menggeleng dan dengan gemetaran meraih pena yang disediakan. Belum sempat menandatangani berkas, si bocah laki-laki berlari dan memukul-mukul perut Hanma

“GAK BOLEH! OM GAK BOLEH BAWA KAKAK!”

“Adek.. sini dek” si pria paruh baya dengan panik menarik anak laki-lakinya. Hanma tertawa. dia terhibur. Dia berjongkok dan menatap mata si bocah laki-laki “Kenapa om gak boleh bawa kakak?”

“kalau kakak gak ada nanti ayah sedih! Jangan bawa kakak!”

“Om bawa kamu aja mau?”

Bocah kecil itu memucat dan bersembunyi di belakang sang ayah. Hanma menatap karyawannya “Aku berubah pikiran, aku ingin bocah ini” dia menunjuk ke si bocah. Sang ayah mematung, sementara sang kakak langsung pasang badan

“tuan, kalau tuan mau membawaku, bawa saja, biarkan adik dan ayahku”

Hanma mengangkat dagu si gadis dengan palunya. Lalu menyeringai lebar “Maaf cantik, tapi aku lebih tertarik dengan adik laki-lakimu. Aku butuh orang seperti dia”

“t-tapi tuan-“ Hanma menampar si gadis sampai dia terjatuh ke lantai

“berisik” Hanma menanggapi dingin. Hanma menatap jam di tangannya “aku tak punya waktu banyak, cepat tanda-tangani berkasnya dan tinggalkan anakmu di sini”

Karyawan tua itu terpaksa menandatangani berkas sambil menangis sementara kedua anaknya menangis sambil berpelukan, tak ingin dipisahkan. Setelah selesai menandatangani berkas, Hanma menyuruh kedua pelayannya untuk membawa si bocah laki-laki ke ruangan lain. Bocah itu meronta sambil menangis memanggil ayahnya. Sementara sang ayah dan kakak hanya bisa menangis. Hanma tersenyum puas dan merapikan berkasnya.

“bagus, kalian berdua boleh pergi sekarang”

.

.

.

Hanma masuk ke ruangan tempat si bocah dibawa, dia menangis sambil memeluk lututnya di sofa. Hanma menghela nafa dan menghampiri si bocah

“Udah dong nangisnya... nanti matanya ilang”

“mau ketemu ayah...” isaknya

“sekarang kamu tinggal sama Om, jangan lagi liat ayah”

“kenapa?”

“pokoknya gak boleh” jelas Hanma. Bocah itu menatap Hanma dengan takut-takut

“Namanya siapa?” tanya Hanma. Dengan nada lembut, berusaha tak menakuti si anak lebih jauh

“Kisaki”

“oh.. dek kisa... om panggil Kisa aja boleh ya?”

Kisaki mengangguk pelan. Hanma tersenyum dan mengelap wajah si kecil Kisaki dengan sapu tangannya “Dah jangan nangis... mau apa bilang aja sama om ya? Mulai hari ini kamu tinggal sama om, di rumah om”

Kisaki mengangguk lagi. Kali ini sudah tidak terlalu takut. “om...”

“iya?”

“Kisa laper...”

“Kisa mau makan apa?” “Mau sushi set boleh?” Kisaki menatap Hanma gugup. Hanma tersenyum dan mengangguk “yaudah, sekalian pulang aja ya?” Senyum kecil mengembang di wajah Kisaki.

Dia mengangguk. “Om, Om namanya siapa?”

“Hanma. Hanma Shuji”

“Kisa boleh panggil Om , Om Hanma?”

“Boleh” Hanma tersenyum. Bukan senyum serigala sadis yang biasa ia keluarkan, tapi senyum tulus karena kepolosan bocah laki-laki di hadapannya.

.

.

.

Hanma terkejut karena Kisaki makan begitu lahap padahal ini set ke tiganya. apa anak ini kurang makan di rumahnya?

“Kisa”

“mm??” Kisaki menoleh dengan pipi penuh sushi. Membuat Hanma cekikikan

“Kamu gak dikasih makan apa ya sama ayah?”

Kisaki menggeleng sebelum menelan makanannya “dikasih kok, tapi sama ayah gak boleh makan sushi set soalnya katanya mahal”

“Mahal?”

“iya”

“emang gaji ayah kamu kurang? Padahal Om suka kasih bonus loh”

“soalnya uangnya ayah pake semuanya buat bayar sekolah Kisa sama kakak, sama bayar pengobatan nenek juga”

ah... pria tua itu ternyata ayah yang baik namun miskin

“Kisa”

“apa om?” Kisaki menjawab dengan riang, lupa bahwa Pria di sampingnya itu belum ia kenal dengan baik

“Kamu pindah sekolah aja ya? Biar Om pilihin sekolah yang bagus”

“EH?! BENERAN OM?!”

“Iya... kamu keliatannya pinter ntar Om masukin sekolah bagus”

“Hehehe makasih om Hanma” Kisaki tersenyum. Membuat Hanma gemas dan mencubit pipi Kisaki

“Masih laper kamu?”

“enggak. Sekarang kisa ngantuk”

“yaudah ayo pulang”

Kisaki mengangguk dan tanpa aba-aba meraih tangan Hanma. Menggandengnya. Hanma hanya tertawa kecil. mungkin ini kebiasaan kisaki dengan ayahnya

Kisaki hanya bisa melongo melihat kamar barunya ketika sampai rumah Hanma. Kasur besar nan empuk, selimut tebal, dan komputer untuk dirinya sendiri. Juga ada rak kosong yang siap diisi buku, lemari berisi baju baru yang dibeli pelayan Hanma tadi siang, kamar mewah besar itu hanya untuk Kisaki seorang.

“Ini semuanya buat Kisa??”

“Iya”

Kisaki melompat-lompat senang. Hanma hanya menatap sambil tersenyum.

“Yaudah Kisa sekarang mandi terus tidur ya, besok sama supir om dianter ke sekolah baru”

“iya om, makasih ya Om Hanma. Kisa seneeeeng banget hari ini”

“iya. Kamu belajar yang bener ya Kisa. Jangan malu-maluin om!”

“Iyaa”

****

Hanma mengurus Kisaki bak ayahnya. Memenuhi setiap kebutuhan Kisaki, memanjakannya walaupun Kisaki tidak banyak meminta. Ia kebanyakan meminta buku-buku dan Game komputer. Selain itu, Hanma yang membelikan. Kisaki anak yang cukup mandiri apalagi untuk anak seusianya.

hal lain yang Kisaki minta adalah pindah sekolah

Setelah Hanma mendaftarkan Kisaki ke sekolah elite, Kisaki malah sering pulang dengan wajah murung atau sedih. Hanma bertanya kenapa namun Kisaki bilang pelajarannya terlalu banyak. Dan akhirnya Kisaki minta pindah sekolah dimana pelajarannya tidak terlalu sulit

walaupun belakangan Hanma mengetahui bahwa Kisaki dibully di sekolahnya

Hanma akhirnya memutuskan untuk membuat Kisaki Homeschooling. Mengundang guru-guru terbaik di jepang dan membelikan Kisaki banyak buku. Membiarkannya belajar sendiri sementara dirinya sibuk dengan dunianya.

Hanma menjadi pengasuh Kisaki hingga sekarang, Kisaki sudah berusia dua belas tahun dan tingkat sekolah menengah pertama. Hanma sedang berada di ruang kerjanya di sebelah kamar tidurnya, menyeruput kopi sambil memeriksa berkas-berkas entah apa itu. Ia mendengar isak tangis dari kamar Kisaki. Ia melihat Jam.

pukul dua malam. Hanma bergegas menuju kamar Kisaki

“Kisa? Kenapa?”

Kisaki berlari dan memeluk Hanma dengan ketakutan

“Om... Kisa takut?”

“Takut kenapa? Kisa mimpi buruk? Kok celananya basah?”

“b-bukan ngompol... ini aneh..”

“aneh? Aneh apa?”

“tadi mimpi liat ada perempuan telanjang... terus... terus... ada yang keluar... tapi bukan pipis..”

Hanma mengangguk mengerti Kisaki baru saja Mimpi basah

“Kisa.. gak apa-apa kok itu normal. Kan kisa udah gede”

“Beneran? Bukan cairan bahaya?”

Hanma terkekeh dan menarik Kisaki ke kasurnya. Memeriksa tubuh bawah kisaki yang basah. Saat membuka celana Kisaki, kepemilikan Kisaki masih berdiri tegang

dan dirinya di bawah sana ikut menegang

“om.. Kisa takut...”

“Gak apa-apa Kisa...” Hanma terangsang. Tanpa sadar tangan besarnya mengelus kepemilikan Kisaki. Membuat Kisaki menggelinjang

“O-Om!”

“Kenapa Kisa?”

“A-aneh om...”

“aneh apanya?”

“Rasanya aneh...”

“enak gak?”

Kisaki menggeleng. “Gak tau...”

Hanma duduk di Kasur dan mendudukan Kisaki di Pahanya. Satu tangannya menahan Pinggang kisaki dan satu tangan lainnya memainkan Penis kisaki. Kisaki kembali menggelinjang. Meremas robe Hanma.

“ah.. om.. geli”

“geli apa enak?”

“gak tau ah...“ Kisaki Mendesah. Membuat Hanma semakin menegang. Gerakan tangannya semakin cepat membuat Kisaki mendesah tak karuan. Hanma sadar dirinya sedang memainkan kejantanan seorang anak laki-laki yang usianya jauh dari dirinya. Tapi persetan dengan itu, Hanma benar-benar terangsang.

“Om...”

“iya Kisa?”

“ada yang ...hngh..mau keluar...”

“oh udah mau keluar?”

“i-iya mmhh…”

Hanma malah melepas tangannya dan menidurkan Kisaki. Melebarkan Kakinya dan mengulum kejantanan Kisaki. Membuat Kisaki terperanjat

“OM HANMA?!”

“Shh.. tenang ya Kisa kan katanya Kisa mau keluar”

Ukuran Kisaki yang masih kecil dan masih dalam masa pertumbuhan masuk dengan mudah ke dalam mulut Hanma. Hanma memainkan lidahnya membuat erangan Kisaki menggema di kamarnya. Kisaki meremas sprei kasurnya. Dan akhirnya melepaskan cairan dari dalam kepemilikannya di dalam mulut Hanma. Hanma menelan semuanya sampai bersih.

“Kisa? Gak apa-apa kan?” tanya Hanma pada Kisaki yang terengah-engah

“enak om… Kisa suka?”

Hanma menaikkan alisnya “Kisa suka?”

“iya… tapi itu kok bisa?”

“Kamu tadi mimpi basah sayang... makanya keluar Mani.”

“oh... yang putih itu Mani ya namanya?”

“Iya”

Kisaki mengangguk dan menarik celananya. “Makasih Om Hanma udah ajarin Kisa. Kisa kaget kirain Kisa kena penyakit” Hanma tertawa terbahak-bahak. Dan mengusap kepala Kisaki “Iya sama-sama”

“Om Hanma..”

“iya ??”

“Kalau Kisa minta ajarin ciuman, Om Hanma mau ajarin?”

“Nakal kamu. Kenapa tiba-tiba pengen minta ajarin ciuman?”

Kisaki menggaruk kepalanya “Itu... tadi siang mbak maid pada ngomongin drama korea tentang ciuman gitu. Terus Kisa ikut nonton... Kisa penasaran”

Hanma kembali mengusap-usap kepala Kisaki “besok lagi ya.. Kisa emang gak cape barusan keluar banyak banget”

“eh.. iya om Hanma gak apa-apa itu ditelen? Emang enak?”

“enak soalnya punya Kisa”

“OM HANMA!”

Hanma tertawa terbahak-bahak dan membaringkan kisaki. Menyelimutinya sebelum mencium kening kisaki lembut. “Kisa bobo ya, jangan nangis lagi”

“iya” Kisaki menarik selimut dan memejamkan matanya. Hanma mematikan lampu dan menutup pintu Kamar Kisaki. Lalu tertawa.

barusan abis nyepongin bocah? Enak gak ma?

ujarnya pada diri sendiri. Hanma menghela nafas dan kembali ke ruang kerjanya. Membereskan apapun yang harus diselesaikan.

.

.

.

Hanma menyadari satu hal. Sejak saat ia melakukan hal tidak senonoh pada anak asuhnya, dia suka meminta hal tersebut setiap malam. Bahkan Kisaki bilang tidak bisa tidur jika belum disentuh oleh Hanma. dan Hanma bingung apakah ia harus merasa senang atau khawatir karena Kisaki masih berusia 12 tahun. Jika seseorang tau Hanma bisa berurusan dengan polisi.

“Om Hanmaaaa”

Kisaki menyapa Hanma yang baru saja memasuki pintu dengan riang. Hanma tersenyum dan mengacak rambut Kisaki. “Selamat Malam Kisa. Udah makan?”

Kisaki mengangguk “Udah tadi dibikinin makan”

Hanma melihat sekitar sebelum mencium Kisaki. Hanma tidak mau mengambil resiko menjadi bahan gosip pelayannya sendiri. Juga, Hanma malas mencari pelayan baru.

Kisaki mengalungkan lengannya di leher Hanma. Membiarkan si pria lebih tua itu mengulum bibirnya. Kisaki sudah diajari caranya ciuman oleh Hanma. Dan Kisaki sangat senang dengan Hal itu.

“Om bawa kue, Mau?” Ujar Hanma setelah melepaskan pagutannya.

Kisaki berbinar “Mau Kisa mau Kue!”

Hanma menuntun Kisaki ke meja makan sebelum meletakan Kue di piring. Menyajikannya pada Kisaki. Kisaki dengan lahap langsung memakannya. Hanma menatap dengan lembut. Kisaki terlihat lebih sehat dari ketika pertama kali dia bertemu dengannya di Kantor. Pipinya juga terllihat berisi. Membuat Hanma gemas dan mencubitinya

“Om Hanma iih Kisa lagi makan!”

“tembem banget sih kamu gemes”

“Om Hanma makan aja mendingan”

Hanma melepas Kacamatanya dan menaruhnya di Meja. “Suapin dong”

“Nih” Kisaki menyodorkan sesuap pada Hanma. Namun Hanma Menggeleng

“Suapin pake bibir”

“Ih Om Hanma Jorok”

“anggep aja ini kaya Mama burung lagi kasih makan anaknya. Kisa jadi mama burungnya”

Kisaki menurut dan menyuap kue ke mulutnya sebelum mencium Hanma. Mendorong Kue di Mulutnya ke dalam Mulut Hanma.

Hanma hanya ingin bibir Kisaki

Hanma meraih pinggang Kisaki dan menciumnya lebih dalam sambil menelan kue di mulutnya. Bibir Kisaki belepotan Krim.

“Kisa, kamu gemes belepotan Krim... lebih gemes kalo penuh sama peju om”

“Peju apaan?”Kisaki bertanya polos

Hanma menyeringai dan menarik Kisaki ke kamarnya. Mengunci pintu sebelum mendudukan Kisaki di kasur.

“Kisa inget Mani?”

“iya”

“iya sama Peju juga itu”

Kisaki menutup mulutnya setelah tersadar maksud dari perkataan Hanma. Memukul bahu Hanma pelan “Om Hanma jorok!” Hanma tertawa “Kisa mau coba gak? Kan Om udah sering cobain punya Kisa. Coba sekarang Kisa yang gitu ke om”

“Makan titit Om?”

Hanma ingin tertawa karena kepolosan Kisaki

“Iya”

“Tapi Kisa belum pernah...”

“gak apa-apa nanti Om ajarin sampe jago”

“Oke!”

Hanma tertawa melihat semangat Kisaki. Padahal dirinya mengajak Kisaki melakukan hal tidak senonoh apalagi untuk anak seusia Kisaki. Tapi Kisaki terlihat begitu antusias.

Hanma membuka gespernya. Menarik Penisnya dari dalam bokser ungunya. Kisaki terperanjat “Om Hanma.. gede banget” dia melihat ke bawah, membandingkan dengan kepunyaannya.

“Om kan udah gede. Kisa masih masa pertumbuhan”

“Nanti Kisa bakal gede juga kaya Om Hanma?”

Hanma mengangkat bahunya “Gak tau liat aja nanti”

“Sekarang Kisa harus gimana?”

“kamu di lantai biar gampang” tuntun Hanma. Kisaki menurut dan berlutut diantara kedua kaki Hanma. Mencondongkan tubuh mungilnya ke depan.

“sini.. pegang” Hanma meraih tangan kisaki, meletakannya di Penisnya. Kisaki terkejut

“keras...”

“Iya keras soalnya kan tegang... sekarang tangan Kisa naik turun, pelan aja”

Kisaki menurut. Tangan mungil na lentik Kisaki bergerak mengelus kepemilikan Hanma dengan lembut. Membuat Hanma menggila dan mendesah keras.

“Enak gak Om?” tanya Kisaki takut

“enak...euh.. lagi sayang terus”

Kisaki hanya menuruti perkataan Hanma. Karena milik Hanma yang besar, Kisaki menggunakan kedua tangannya untuk mengocok penis Hanma. Membuat Hanma mendesah keenakan. Kepemilikannya berkedut beberapa Kali karena sentuhan Kisaki.

“Kisa...”

“Iya Om Hanma?”

“Masukin ke mulut...”

Kisaki membuka mulutnya, mencoba memasukkan batang daging di depannya ke dalam mulutnya. Kisaki sedikit Kesusahan Karena ukurannya besar sementara mulut kisaki kecil.

“Hng... om... susah..”

“Pelan-pelan sayang...pelan-pelan. Keluarin lidahnya”

Kisaki menjulurkan lidahnya. Menjilati kepemilikan Hanma dengan sensual. Hanma terkejut karena Kisaki bisa melakukan itu. Padahal ini baru pertama kali.

Kisaki pasti menuruti cara Hanma melakukannya Hanma semakin tak karuan dan mendorong kepala Kisaki sampai kebawah, menelan seluruh kepemilikannya bulat-bulat. Kisaki tersedak hingga menangis. Hanma buru-buru mengeluarkan miliknya dan menatap Kisaki cemas

“Kisa? Gak apa-apa kan?”

“Kaget... gede banget...Kisa gak bisa nafas”

“maaf ya sayang Om tadi kelepasan... pelan-pelan aja Om ikut Kisa aja”

Kisaki mengangguk dan kembali mengulum Penis besar Hanma. Hanma mendongak dan menumpu badannya dengan sikut. Kisaki yang mungil membuat kenikmatan datang perlahan. Menyiksa Hanma, dan Hanma suka itu.

“Kisa sayang...ahh... om mau keluar...”

Kisaki malah panik. Biasanya jika dirinya mau keluar, Hanma akan mengulum miliknya bulat-bulat. Namun Kisaki takut karena dia baru saja tersedak dengan ukuran Hanma.

“Kisa.. Kisa harus gimana??”

“Buka mulutnya sayang...”

Kisaki menurut dan membuka mulutnya lebar-lebar. Hanma mengocok miliknya sendiri dengan cepat sebelum memuncratkan cairan putih ke seluruh wajah Kisaki. Mulutnya ikut penuh. dan Kisaki dengan sendirinya, menelan semua cairan yang masuk ke mulutnya

“kisa? Gimana?”

“aneh... tapi anget”

“Kisa suka?”

Kisaki mengangguk Malu. Hanma menariknya ke atas kasur dan mengelap wajahnya yang Kotor. Menatap bocah laki-laki di depannya lembut

“Kisa..”

“Iya?”

“Kisa suka gak tinggal sama Om?”

“suka”

“Kenapa?”

“Soalnya di sini banyak makanan, terus Om Hanma juga beliin Kisa banyak buku... terus ngajarin ini... Kisa suka”

“Kisa gak kangen ayah?”

“Kangen tapi kan kata Om Hanma gak boleh ketemu”

Hanma tersenyum tipis. “Kisa bobo sana, udah malem” Kisaki meraih lengan Hanma. Menatapnya Manja “Kisa boleh minta sesuatu?”

“apa?”

“Malem ini mau tidur sama Om Hanma”

“eh?”

“Boleh ya?”

Hanma tersenyum “Iya boleh”

******

Ulangtahun Kisaki yang ke tujuhbelas baru saja lewat. Hanma menghujani Kisaki dengan berbagai Hadiah mahal. Walaupun Kisaki sudah menolak, Hanma tetap memberinya banyak barang.

dan menyimpan hadiah terbaik di akhir

“Kisa”

“Iya?” Kisaki menoleh sambil mengunyah kue ulangtahunnya. Membuat Hanma tertawa gemas. Mencubit pipi Kisaki

“iiih Om Hanma kebiasaan!”

“ya abisnya kamu gemes sih”

“aku dah gede, udah tujuhbelas!” Kisaki mendengus. Membuat Hanma tersenyum.

“Om...”

“iya..”

“Waktu itu Om hampir mau bunuh ayah sama kakak ya?”

“yang mana?”

“waktu aku masih delapan... om udah siap-siap bawa palu”

“kamu tau dari mana Om mau bunuh orang?”

“tau kok...” Kisaki minum sebentar “Om kan emang gitu” Hanma tersenyum tipis dan mengacak rambut kisaki. “Kamu takut sama Om?”

Kisaki menggeleng “enggak. Malah aku ngerasa keren soalnya Om Hanma kuat”

“ngomongin soal kuat... Om masih punya satu hadiah lagi”

“OM HANMA INI UDAH KEBANYAKAN HADIAHNYA”

“Ini terakhir kok! Udah gak ada lagi”

“o-oke”

.

.

.

Disinilah Hanma sekarang, bersama Kisaki yang menangis ketakutan. Hanma baru saja berusaha menyetubuhinya dan Kisaki terkejut ketika ada benda tumpul berusaha memasuki lubang senggamanya

“Kisa..” panggil Hanma

Kisaki masih terisak “takut...”

“gak apa-apa kan Om pelan-pelan nanti Masuknya, ini pertama kalinya buat Kisa kan?”

“t-tapi takut..”

“takut kenapa sayang hm? Bilang sama Om” Hanma menusap-usap kepala Kisaki. Berusaha menenangkannya

“Kalau nanti pantat Kisa robek terus kisa meninggal gimana?” Hanma tertawa keras. Membuat Kisaki kesal karena merasa diejek.

“Kisa takut karna itu?”

“IYA”

Hanma meraih wajah kisaki. Menciuminya dengan lembut.

“Kisa gak akan kenapa-kenapa kok... janji deh”

“beneran?”

“iya... om janji. Sakit sedikit tapi nanti juga enak kok”

Kisaki menghela nafas dan naik ke pangkuan Hanma. “Pelan ya?”

Hanma mengecup pipi kisaki lembut “iya”

Hanma memposisikan kepemilikannya di depan lubang kisaki. perlahan mendorongnya masuk sementara kisaki memeluk Hanma, mencakar punggungnya sambil menahan sakit

“Om Hanma... sakit...”

“iya ini om pelan ya...”

“huunghhhh” Kisaki menangis kesakitan. Membasahi pundak Hanma. Hanma mengusap-usap kepala kisaki dari belakang

“sayang.. sayang... sekarang coba Kisa gerakin” Hanma mencengkram pinggang Kisaki. Menaik-turunkan badan remaja di hadapannya perlahan.

“Gak akan robek kan?”

“enggak sayang, percaya sama om”

“oke..”

Kisaki mulai menaik-turunkan badannya perlahan, dibantu oleh tangan besar Hanma di pinggangnya. Matanya tak berhenti mengalirkan air mata karena rasa sakit yang ia rasakan. Hanma mengerang, lubang kisaki menjepitnya begitu kuat.

“enak gak?”

“Mulai enak ...ahh...”

“Kisa...”

“iya ?”

“Panggil nama aku boleh? Sekali ini aja?”

Kisaki mengangguk. Badannya mulai bergerak agak cepat. Mulutnya meracau memanggil Hanma. Membuat Hanma semakin terangsang. Ia meremas kedua bokong Kisaki sambil menciumi lehernya.

Cengkraman tangan Hanma semakin kuat sementara Pinggulnya menyodok keatas, ingin segera keluar. kedua lelaki itu saling mendesahkan nama pasangannya. melakukan Hal dewasa dengan dalih hadiah ulang tahun.

Hanma tidak lagi peduli, dosanya sudah banyak, menyetubuhi anak di bawah umur bukan apa-apa dibandingkan puluhan bahkan ratusan nyawa yang sudah ia renggut dengan tangannya sendiri. jika ia ditakdirkan menjadi monster, sekalian saja lakukan dosa yang lain.

Kisaki menangis, matanya berkabut karena sebentar lagi akan mencapai pelepasan.

“Hanma.. a..aku..aku..ahhh”

“keluar sayang... keluarin”

tak lama kemudian, Kisaki memuncratkan cairannya ke badan Hanma. dan Hanma memuntahkan miliknya di dalam lubang senggama Kisaki. kisaki terengah-engah. Hanma perlahan menidurkannya dan menciumi wajahnya.

“Kisa sayang Om Hanma...” ujar Kisaki sebelum terlelap. Hanma terkejut. Kalimat itu keluar dari bibir si kecil. Hanma kaget bukan main, ia tak membayangkan anak yang ia asuh untuk ia jadikan anak buah suatu hari nanti malah menjadi orang yang paling ia ingin lindungi. orang yang ia paling sayangi.

siapa sangka, Monster sadis seperti Hanma pun punya sisi lembut


Halo terimakasih sudah membaca ya~ sekali lagi terimakasih