Broken
Tags : Drug use, depression, Self Harming, Suicide attempt, murder, Character death.
Sometimes, staying apart isn't all that bad…
***
Keseharian Seishu tak berubah. Bangun pagi, bersiap kerja, minum kopi, lalu pergi ke tempat kerjanya. Seolah hidup dalam loop. Tak ada keseharian menarik dalam hidupnya.
Yang menarik hanyalah pasien di rumah sakit
Seishu seorang perawat di rumah sakit besar. Merawat orang terluka adalah kehidupan sehari-hari. Kematian jadi hal normal dalam hari-hari biasanya.
Yang menarik hanyalah pasien di rumah sakit
Kadang ada pasien yang pasrah dengan keadaan, ada yang denial , ada yang berusaha positif. Banyak kepribadian membuat Seishu lebih peka terhadap lingkungan sosialnya yang membosankan.
Benar-benar menarik
“Inui-kun, bisa tolong tangani ER? Aku harus ke lantai atas”
Seishu mengangguk dan segera pergi ke ER (emergency room). ER selalu ramai karena disinilah awal mula pasien datang. Berbagai keluhan, berbagai kejadian.
“Inui! Sini sini” Mitsuya melambaikan tangannya. Seishu segera menghampiri Mitsuya “kenapa?”
“Itu… mantan pacarmu kan?” Mitsuya menunjuk salah satu pasien. Pasien yang sedang diikat di kasur karena tak berhenti mengamuk.
“Koko?!” Seishu terperanjat. Mantan pacarnya, Koko, sedang menggeram pada perawat dan residen di sekitarnya sembari berusaha lepas dari ikatannya.
“Heee dia benar mantanmu?” Ujar Mitsuya. Memainkan stetoskop di lehernya. Seishu berdehem dan menghampiri Koko.
“INUPI! INUPI!” Mata Kokonoi yang sipit membulat. Bersinar terang saat melihat Seishu berdiri di samping tempat tidurnya.
“Inui-kun, kau kenal dia?” Tanya seorang residen
“TENTU SAJA! AKU PACARNYA!” Koko menjawab dengan semangat.
“Mantan” Seishu mengoreksi.
“INUPI OH AKU MERINDUKANMU!! TOLONG LEPASKAN IKATAN INI KUMOHON INUPI!”
“Apa masalahnya?” Tanya Seishu
“Dia mencoba melompat dari atas gedung. Ketika diselamatkan dia malah menyerang orang sekitar. Lalu terpeleset dan kepalanya terbentur meja”
Seishu memeriksa kondisi kepala Koko. Darah mengucur deras dari pelipisnya. Seishu menghela nafas.
“Dasar bodoh, apa yang kau lakukan huh?”
“AKU MAU TERBANG!”
“Tidak usah berteriak bodoh” Seishu beralih pada perawat lain “aku tidak mau berurusan dengannya. Bukan jadwalku”
“INUPI!! INUPII JANGAN TINGGALKAN AKU!” Koko memanggil-manggil Seishu yang berjalan menjauh.
“Dia kenapa?” Tanya Mitsuya. Seishu mengangkat bahunya. Berjalan pergi memeriksa pasien yang lain. Koko masih berteriak-teriak memanggil Seishu.
Ada apa dengan bocah itu? Pikir Seishu.
***
“Hei Inupi”
“Apa? Belum cukup kau membuat keributan di pagi ini huh? Jangan menggangguku. Aku sibuk” jawab Seishu sambil membereskan meja di samping Koko. Koko tertawa kecil “apa kau tidak senang melihatku? Kau tidak rindu?”
Seishu menghela nafas dan berkacak pinggang. “Rindu? Buat apa aku rindu dengan orang gila sepertimu?” Ia tatap tajam wajah tengil Koko, yang agak lebam karena dihajar orang “dan lagi, kenapa kau harus membuat keributan seperti itu? Aku dibicarakan satu lantai kau tahu?”
Koko tertawa terbahak-bahak. Menatap Seishu riang “bagus, biar semua tahu, aku pacarmu”
“Mantan”
“Di pikiranku, kau masih pacarku”
“Bukankah kau punya tunangan? Apa kabar tunangan cantikmu itu?” Seishu mengecek mata Koko dengan senter kecilnya. Memastikan otaknya tidak rusak parah.
“Oh, dia mati. Aku mendorongnya ke kolam” jawab Koko santai. Seishu menghela nafas. Tentu saja, si tengil ini tak akan ditangkap polisi karena uangnya tak terbatas
“Kenapa? Kau tidak suka? Padahal dia cantik”
“Dia mengatakan aku gila. Padahal aku tidak gila…”
“Lalu kau sakit hati, dan membunuhnya?”
Koko mendelik “dia membuang semua obatku! Aku ini depresi, bukan gila”
Seishu menatap tangan Koko. Banyak bekas suntikan dan sayatan di kulit porselennya. “Lalu kau menggantinya dengan morfin? Heroin?”
“Dia yang memaksaku!” Dalih Koko. Seishu menggelengkan kepalanya. “Kalian berdua, sama-sama aneh”
“Inupi, mau jadi perawat pribadiku?”
“Berani bayar berapa huh?” Tantang Seishu. Koko tertawa kencang. “Kau mau ?”
Seishu tersenyum “tidak”
Seishu keluar dari ruangan VVIP Koko dan berbincang dengan residen yang berjaga “Dok, CT scan nya sudah keluar. Tidak ada tanda kerusakan parah di otak. Hanya pendarahan luar. Tapi efek morfinnya masih aktif, aku sudah berikan antidot untuk menurunkan efeknya”
Residen itu mengangguk “baiklah terima kasih. Ngomong-ngomong, Dokter Mitsuya memanggilmu ke ruangannya”
“Huh? Ada apa?”
“Entahlah, kurasa serius”
“Baiklah. Terimakasih dok” jawab Seishu sambil berjalan ke ruangan Mitsuya. Di ruangannya, Mitsuya sudah menunggu sambil memeriksa beberapa berkas.
“Kau memanggilku?”
“Ya. Duduklah” Mitsuya mempersilahkan Seishu untuk duduk di kursi. Seishu dengan tenang menuruti perintah Mitsuya.
“Dengar, ini tiba-tiba, tapi apa kau bisa merawat pasien secara pribadi? Jadi tugasmu hanya pergi ke rumah pasien”
“Ya… memang kenapa?”
“Keluarga koko-” sebelum Mitsuya sempat menjawab, Seishu terhenyak dari kursinya.
“Oooh… tidak. Aku tidak mau mengurusnya. Tidak. Sudah cukup aku berhubungan dengan dia dan keluarga kayanya itu”
“Inui… jangan bawa masalah personal dengan pekerjaan”
“JANGAN BAWA MASALAH PERSONAL DENGAN PEKERJAAN?! LALU APA MAKSUDMU MENYURUHKU MERAWAT DIA?! APA KARENA AKU MANTAN PACARNYA?!” Seishu meradang. Mitsuya sempat kaget karena baru pertama melihat wajah marah Seishu.
“Hei, dengar, bukan aku yang mengatur… mereka yang meminta sendiri” ujar Mitsuya. Seishu tertawa. Menyibak rambutnya dengan marah.
“Mereka? Keluarga sialan itu? Yang membuangku begitu saja setelah menemukan seorang jalang untuk berdiri di samping Koko?!”
“Inui tenanglah”
“TENANG?! MANA BISA AKU TENANG?! AKU BUKAN LAYANG-LAYANG!”
Mitsuya menghela nafas. Menatap Seishu dengan tatapan memohon “Inui… ayolah… mereka hanya ingin Koko dirawat olehmu”
“Ada perawat lain di rumah sakit ini, pilih saja mereka dan jangan libatkan aku. Aku tak mau mengurus orang gila”
“Inui… ayolah… ini pekerjaan yang cukup bagus untukmu. Dan mereka bersedia membayar lebih”
Seishu beranjak ke pintu. Menoleh sebentar pada Mitsuya.
“Aku lebih baik Mati daripada harus kembali ke rumah sialan itu” Ujarnya sebelum meninggalkan Mitsuya, yang hanya bisa memijat pelipisnya.
***
Koko melempar nampan makanan pada wajah ibunya. Ibunya menghela nafas panjang. Menatap anak semata wayangnya yang bertingkah seperti anak kecil.
“Koko, jangan begini… kau ingin keluar dari rumah sakit bukan? Nanti ibu belikan Lamborghini baru.. ya?”
Seishu meringis mendengar percakapan itu. tak perlu rasanya mengatakan itu. Ia mengalihkan perhatian dengan fokus memasang infus baru.
“Tidak! Aku mau di sini. Di sini aku dirawat dengan baik. Aku minum obat setiap hari. Dan tidak ada yang memanggilku gila”
“Tapi Anastasia hanya bercanda waktu itu”
“Bercanda?!” Seru Koko “ibu bilang dia bercanda?! DIA MEMAKSA AKU MEMAKAI HEROIN DAN KAU BILANG DIA BERCANDA?!”
“Kokonoi… tenanglah…”
Koko mendorong ibunya. Walau dari tempat tidur, Koko bisa membuat ibunya jatuh ke lantai “TENANG?! BAGAIMANA AKU BISA TENANG?!”
“Kalau kau terus berteriak, aku bisa minta Dokter Ryohei untuk mengizinkanku menyuntikkan anestesi padamu”
Ibu Koko menatap sinis Seishu “bicara apa kau? Anestesi? Untuk apa?”
“Oh? Kau bertanya untuk apa nyonya?” Tanya Seishu “anakmu ini mengganggu ketenangan rumah sakit. Dia mungkin ada di ruangan VVIP, tapi tetap saja, keributan tidak diperbolehkan”
“Huh? Sombong sekali kau! Kau cuma perawat! Aku bisa membeli rumah sakit ini dan membuatmu kehilangan pekerjaan”
“Silahkan saja, sebagai gantinya anakmu tak akan pernah sembuh” Tantang Seishu.
“OH?! Begitu kau bicara padaku dasar ba-”
“DIAM!” hardik Koko. Menatap sang ibu dengan marah. “Bisakah kau satu hari tak membicarakan soal Harta?! Apa hartamu itu sudah menyelamatkan aku sejauh ini huh?!”
“Kokonoi…. Bukan itu maksudku…” ibu koko mengusap kepala Koko. Namun ia tepis dengan keras.
“Aku mau istirahat. Ibu pulang saja”
“Tapi..”
“PULANG”
Ibu Koko menatap putra semata wayangnya. Lalu beranjak pergi sambil menatap sinis Seishu. Seishu pun tak mau kalah dan memutar matanya.
“Maafkan soal ibuku ya, Inupi” ujar Koko, lembut. Seraya menatap Seishu dengan sedih.
“Tak apa… ibumu memang selalu membenciku kan?”
“Dia memang begitu” jawab Koko “dari awal sejak tahu kau hanya seorang perawat, dia langsung mengeluh. Katanya aku tidak pantas berpacaran dengan orang miskin” keluh Koko. Seishu hanya menganggukkan kepalanya sambil membaca laporan perkembangan Koko.
“Tidak masalah. Toh sekarang aku dan kau sudah tak punya hubungan apa-apa selain teman bukan?” Ujar Seishu. Mem pager residen sebelum meninggalkan ruangan.
“Aku masih mencintaimu, Inupi”
Seishu menoleh. Koko menatapnya sendu. Tatapan matanya seolah berteriak, memanggil dirinya untuk kembali.
“Aku tahu” sahut Seishu sebelum menghilang dari balik pintu. Seishu duduk di bangku terdekat. Menghembuskan nafas dengan berat dan menatap kosong ke depan.
Kalau saja ibu Koko tak memandang status sosial, Koko bisa saja jadi suaminya saat ini. Ibu Koko tak pernah setuju anak semata wayangnya berkencan dengan orang miskin . Ah tidak pantas juga disebut miskin, orang menengah .
Seishu masih mencintai Koko. Tapi dia terus menyanggahnya. Melupakan perasaannya sendiri. Seishu marah pada dirinya sendiri, kenapa dia harus mencintai seorang Kokonoi Hajime. Kenapa dia tak jatuh cinta pada orang yang setara dengan dirinya.
Tapi bagaimanapun, mau sebesar apapun perasaan Seishu pada Koko, ia akan terus menyanggah dan menyanggah. Panggil aku denial, tapi nyatanya memang begitu. Sampai kapanpun, aku tak sudi kembali padanya. Sudah cukup aku dipermalukan oleh orang kaya gila
BIIP BIIP Lamunan Seishu dikaburkan oleh bunyi Pager. Memanggilnya untuk kembali melanjutkan pekerjaan. Seishu bangkit dan merapikan *scrubs nya.
Tak apa Sei, kau laki-laki kuat! Seishu mengepalkan tangannya, menyemangati diri sendiri sebelum pergi ke tempat ia dipanggil.
***
Hari-hari Seishu yang membosankan, berubah jadi menyebalkan. Koko yang terbaring di tempat tidur mengganggu dirinya di setiap kesempatan. Merengek, menjahili, dan mengganggu Seishu di shift nya. Kalau boleh, Seishu ingin menyuntikkan anestesi dosis besar pada mantan pacarnya itu.
Seperti sekarang, Seishu yang tengah mengganti infus, terus dicolek oleh Koko. Residen dan perawat lain yang bersamanya hanya bisa tertawa kecil. Berpikir bahwa itu sangat menggemaskan.
“Apa? Apa Koko apa?” Tanya Seishu kesal. Koko hanya terkekeh.
“I love you” jawabnya tengil. Perawat lain terkikik mendengar jawaban Koko yang begitu jahil. Seishu tersenyum masam.
“Terserah”
“Ayo balas cintaku” Rengek Koko sambil menarik-narik scrubs Seishu. Seishu menghela nafas dan menurunkan tangan Koko perlahan.
“Inupiiii” rengeknya lagi. Memajukan bibirnya. Bertingkah manja agar Seishu mau menatapnya.
“Oh, aku dipanggil dokter Mitsuya, daah” Seishu melirik pager dan berlari keluar. Mengacuhkan Koko yang berteriak memanggilnya.
Apa Mitsuya memanggil? Tidak. Seishu hanya berasalan agar bisa pergi. Ia pergi ke Kantin dan mengambil pudding. Lalu makan dengan kesal.
Ada apa dengan Koko? Kenapa dia bertingkah seperti itu? Dulu waktu masih berpacaran, Koko terlihat penuh wibawa dan tegas. Kenapa dia terlihat seperti bocah sekarang? Apa karena depresinya?
“Oh, Inupi! Kau disini”
Seishu menoleh. Salah satu dokter/psikolog, Takemichi, menghampirinya.
“Oh, ada apa dok?”
“Ini soal mantan pacarmu”
Seishu menghela nafas. “Kenapa? Dia kenapa?”
“Aku berbincang dengannya beberapa waktu lalu. Setelah melakukan riset dan diagnosis, sepertinya, depresinya semakin parah”
“Apa heroin juga berperan dalam hal ini?”
“Heroin hanya merusak tubuhnya. Keadaan psikologis, itu dari lingkungan”
Seishu memijat pelipisnya. “Apa yang terjadi sebenarnya? Sejak kapan dia depresi begini?”
“Sejak dia putus denganmu ..” jawab Takemichi tenang. Seishu terdiam.
“Apa?”
“Ya, aku bertanya padanya. Dia cukup kooperatif soal ini. Dia mau menceritakan semuanya. Makanya aku kaget ketika perawat lain bilang Koko seringkali mengganggumu. Bersama perawat atau dokter lain, dia selalu berperilaku baik”
“Lalu kenapa dia menggangguku? Kadang marah padaku?”
“Yah… bagaimana ya mengatakannya….” Takemichi menggaruk tengkuknya. Menatap Seishu yang menatapnya heran.
“Orang yang mengalami depresi, biasanya memproyeksikan kemarahan atau rasa frustasinya pada orang yang mereka cintai. Itu karena biasanya, mereka akan memaafkan perbuatan si penderita, walaupun mereka tak mengerti kenapa si penderita melakukan hal tersebut”
“Apa membuat orang marah juga termasuk?” Tanya Seishu sinis. Takemichi mengangkat bahunya.
“Apapun yang terjadi, Mitsuya bilang kau yang jaga”
“Wow wow tunggu… tidak. Aku tidak sudi satu ruangan dengannya”
“Karena dia mantan pacarmu?”
“Aku hanya tidak mau” Seishu mengunyah makanannya dingin “jangan ganggu aku”
Takemichi menghela nafas. Bangkit meninggalkan Seishu. “Dengar, mau tak mau kau harus bisa melupakan rasa bencimu sebentar… demi pasien”
Seishu hanya menganggukkan kepalanya sedikit tanpa memandang Takemichi. Membiarkan Takemichi berjalan menjauh.
Seishu benci, benci mengetahui bahwa dia salah satu faktor Kokonoi jadi seperti ini, benci fakta bahwa ia dipaksa pergi dari sisi Kokonoi ketika dia sedang kesulitan. Seishu marah.
*******
“I love you”
“Aku tahu”
“Jadilah kekasihku lagi”
“Tidak terimakasih”
Satu rumah sakit rasanya tahu akan percakapan mereka berdua. Tidak banyak dari itu. Kokonoi yang terus mengganggu Seishu dan Seishu yang terus menolaknya.
Keduanya tak mau kalah
“Pada akhirnya kau tetap jadi perawat pribadinya” ejek Mitsuya pada Seishu. Seishu tertawa masam. “Salah siapa ini? Dari awal aku sudah menolak”
“Dan lagi…” Seishu menaruh tumpukan berkas pasien dengan keras “... Kenapa dia tidak pulang? Ini sudah tiga bulan dan lukanya sudah sembuh. Tidak ada tanda-tanda narkotika berlebih dalam darahnya. Apa yang dia lakukan di sini?!”
“Keluarganya tidak ingin dia memakai narkoba atau mencoba bunuh diri lagi. Makanya mereka membiarkan dia tinggal di sini”
“Ini rumah sakit, bukan hotel” jawab Seishu ketus. Mitsuya hanya bisa tersenyum mendengarnya.
“Dengar, cepat atau lambat dia harus keluar. Aku tidak peduli bagaimana caranya. Aku tidak mau lagi menatap wajahnya”
“Sudah kuduga kau akan bilang begitu” jawab Mitsuya.
“Lalu? Lakukan sesuatu Mitsuya Takashi?! Kau petinggi rumah sakit! Kau juga dokter ketua”
“Inui…” Mitsuya menatap Seishu dengan sayu “...tugas kita adalah merawat pasien, bukan mengusirnya”
“Terserah” Seishu memutar matanya dan pergi meninggalkan Mitsuya, yang hanya bisa mematung menatap Seishu yang pergi menjauh.
BIIP BIIP “Oh Kokonoi sialan” umpat Seishu saat melihat pagernya. Lalu segera berlari ke ruangan VVIP Koko.
“Ada ap-”
Seishu tertegun. Ada seorang wanita cantik di ruangan itu. Wajahnya mirip dengan tunangan Koko. Tunangan yang membuat Koko meninggalkan dirinya
“Oh… kau pasti Seishu Inui ya?” Gadis itu menghampiri Seishu. Menjabat tangannya “terimakasih, terimakasih sudah merawat kakak iparku”
“Euh… sama-sama. Sudah tugasku”
“Ah ngomong-ngomong aku Bianca, aku saudara kembar Anastasia. Calon istri Koko”
“Calon istri…?” Seishu menatap Koko yang memberi isyarat padanya untuk tak bertanya apa-apa lagi.
“Anu… ngomong-ngomong ada apa? Aku dipanggil ke sini untuk apa?”
“Oh, infusku perlu diganti”
“Infus ap- oh… ” Seishu mengangguk. Mengetahui isyarat Koko. Sejak dulu Koko selalu begitu, menggunakan alasan lain untuk kabur dari situasi Sulit. Koko terbiasa lari dari masalah sejak kecil.
“Koko, aku pulang dulu ya? Sampaikan pada kakak, tadi aku berkunjung”
“Oke, hati-hati”
“Bye~” Bianca berpamitan. Meninggalkan Seishu dan kemudian Koko. Seishu menatap Koko, curiga. “Kau…”
“Ya…”
“Woah… bagaimana kalau adik iparmu itu tahu kakaknya meninggal lima bulan yang lalu”
Koko memijat pelipisnya “entahlah…” ia menarik nafas dalam-dalam “yang lebih menyeramkan adalah dia lebih kasar dari Anastasia”
“Lebih kasar?” Seishu tertawa “dia gadis manis yang imut”
“Jangan salah Inupi. Dia pernah dipenjara karena membunuh orang”
“Oh”
“Kalau dia tahu aku membunuh kakaknya, bisa-bisa aku dibunuh juga”
“Ooh kau pasti terbunuh” Seishu menakut-nakuti Koko. “Cepat atau lambat dia akan tahu, dan dia akan membunuhmu karena merenggut kakaknya”
“Inupi”
“Apa?”
“Kalau aku mati, kau akan datang ke pemakamanku kan?”
Seishu menatap Koko. Tersenyum kecil. “Ya”
“Janji”
“Aku janji”
Koko menjulurkan jari kelingkingnya. “Janji”
Seishu menatap Koko dan menautkan jarinya “janji”
“Ngomong-ngomong kau tidak bisa di sini terus. Kau harus pulang”
“Ini rumahku sekarang”
“Terserah” Seishu mendelik dan beranjak pergi. Namun Koko menarik tangannya. “Inupi… kau masih mencintaiku kan?”
“Tidak”
“Apa aku benar-benar tidak punya tempat lagi di hatimu Inupi?”
“Tidak. Sudahlah. Aku harus kerja” ujar Inupi sambil melepaskan genggaman Koko. Pergi secepat mungkin dari ruangan VVIP tersebut.
Seishu bersandar di dinding. Menghela nafasnya dengan berat. Maafkan aku Kokonoi… aku harus menjauh darimu. Karena aku berhak bahagia
Seishu Melirik pagernya. Mengecek apakah ada panggilan untuknya. Setelah memastikan dia dibutuhkan dia buru-buru pergi. Meninggalkan ruangan yang sebenarnya ia senang datangi.
Apa Koko ingin semua ini terjadi?
Oh tentu saja tidak. Koko sangat mencintai Seishu. Koko benar-benar jatuh hati pada Seishu yang begitu mengerti dirinya. Koko sudah memimpikan banyak hal yang ingin ia lalui bersama dengan Seishu.
Tapi ibunda Koko seorang classist. Ia tak suka anaknya bergaul dengan orang miskin. Apalagi sampai memacarinya. Saat tahu sang anak berpacaran dengan orang miskin, ibundanya mencarikan seorang gadis cantik nan kaya. Memaksa Koko untuk putus dengannya.
Koko marah, ia hanya ingin bahagia. Tapi sejak lahir, setiap langkah di hidupnya terus ditentukan oleh ibundanya. Seishu adalah satu-satunya hal yang ia pilih sendiri. Dan itupun tak bisa bertahan. Karena intervensi sang ibu.
“Koko, mulai hari ini, Anastasia adalah tunanganmu”
Kalimat itu, kalimat yang memaksa Koko untuk tinggalkan Seishu. Koko tak berani melawan ibunya saat itu. Seishu yang malang dibiarkan menangis sendirian di tengah jalan.
Menjauh dari Seishu membuat hati Koko terasa Hampa. Kosong. Ia kehilangan kehangatan yang ia rasakan selama bersama Seishu. Semangat hidupnya perlahan terkikis, hilang bersamaan dengan luka-luka yang ia buat di lengannya.
“Kau terkena depresi Hajime…”
Kalimat dari psikolog mengejutkan dirinya. Apa Seishu sepenting itu? Ia sampai mengalami perubahan pada dirinya seperti ini?
Koko mulai meminum banyak obat-obatan. Agar ia bisa terlihat baik-baik saja ketika sedang menjalankan aktivitas. Tapi tunangannya, Anastasia. Malah membuang semua pil. Membatalkan semua janji kontrol dengan psikolog.
“Kau tidak butuh itu semua, nanti kau tambah gila”
Aku tidak gila
Anastasia malah memperkenalkan dirinya pada Narkoba. Membuatnya Koko, si anak baik penurut, jadi seorang pecandu narkoba. Tubuhnya tidak sehat. Otaknya rusak. Mentalnya sudah kabur.
Koko benci semua itu
Saat ia temukan kesempatan, ia tenggelamkan Anastasia di kolam renang rumahnya. Membiarkan gadis malang itu tenggelam, mati lemas karena paru-parunya terisi air. Ibu Koko panik. Ia harus membayar aparat dengan uang jumlah besar agar Koko tak jadi tersangka. Yang lebih parah, keluarganya memaksa untuk menyembunyikan fakta bahwa Anastasia sudah mati.
Koko benci dengan semua ini. Ia hanya ingin mati
Namun sekarang ia disini, di dekat Seishu, pujaan hatinya. Yang sekarang jadi dingin dan tak mau berurusan dengan dirinya. Koko sedikit kecewa. Tapi jika membuat Seishu marah adalah caranya berinteraksi, ia tak keberatan.
“Hei Koko”
“Ya sayang?”
“Cepat atau lambat, semua akan terbuka”
“Terbuka?”
Seishu tersenyum kecut. “Ya, bersiaplah”
Koko tak mau semua terbuka. Terutama bagaimana dia bisa bebas dari tuduhan pembunuhan Anastasia. Seharusnya dia di penjara. Tapi ibunya tak mau anaknya berada di ruang kecil kotor jauh darinya.
Ini semua karena dia terlalu memanjakanku
Sekarang keseharian Koko hanyalah mengganggu Seishu. Ia tak mau jauh darinya. Tidak lagi. Ia ingin semua seperti dulu, ketika ia bisa tersenyum dan melihat senyuman manis Seishu.
“Pulang sana”
Koko menatap Seishu yang tengah menatapnya dengan kesal. Koko mengangkat alisnya “pulang? Kenapa?”
“Kau sudah tidak sakit bodoh! Ini tempat orang sakit, bukan hotel!”
“Aku sakit kok”
“Depresi bisa dirawat sambil rawat jalan” jawab Seishu.
“Kau benar-benar tak ingin melihatku ya?”
“Kau pikir saja sendiri” ujar Seishu sambil melangkah pergi. Namun Koko berhasil menahannya.
“Inupi…”
“Koko cukup aku tak ingin berurusan denganmu lagi”
“Inupi kumohon…”
“Apa? Apa kau ingin masuk lagi ke kehidupanku? Mengacak-ngacak semua yang sudah ku tata rapi setelah kau pergi? Itukan yang kau mau?”
“Inupi”
“Cukup Koko, aku sudah tak punya lagi perasaan cinta padamu. Sekarang, kita tidak lebih dari sekedar teman” Seishu melepaskan genggaman Koko dan pergi keluar ruangan. Jantung Koko sakit sekali rasanya.
Apa sudah tidak ada lagi kesempatan? Bahkan sepersen? Air mata Kokonoi jatuh. Ia tak sanggup lagi menahan tangisnya. Ia benar-benar rindu si laki-laki bersurai pirang dan bermata lembut itu. Hatinya kian hancur mengetahui bahwa ia sudah jadi orang brengsek di mata Seishu.
Koko melirik ke arah meja kecil di sampingnya, meraih benda tajam apapun yang bisa melukai kulitnya. Rasa sakit ini lebih baik daripada yang ia rasakan selama ini di hatinya.
******
“Koko… ayo pulang”
Koko memalingkan wajahnya. Tak mau menatap ibundanya. Ia benci dengan wajah itu, wajah angkuh yang tak pernah sekali menunduk.
“Aku mau pulang… tapi ke akhirat”
“Koko!”
“Apa?! KENAPA KAU TIBA-TIBA PEDULI?!” Hardik Koko “SEJAK KAPAN KAU MULAI PEDULI PADAKU? BUKANKAH SELAMA INI AKU HANYA BENDA?”
“Kokonoi Hajime! Jaga bicaramu!” Ayah Koko menampar pipinya dengan keras. Hingga Koko terjatuh ke lantai. Koko menatap ayahnya. Ia tak percaya ayahnya yang jarang dirumah, membela ibunya.
“Apa kau tahu aku menderita depresi? Apa kau tahu anakmu ini tersangka kasus pembunuhan? Apa kau tahu semua itu ayah?”
“Kokonoi… ayolah… pulang. Ibumu merindukanmu”
“Tapi aku tidak”
Ibunya terdengar sangat sedih “apa ini semua karena si miskin-”
“Dia punya nama. Seishu Inui”
“Aku tak peduli siapa nama-”
“Kalau begitu aku juga tak peduli denganmu”
“Koko…” ibunya menggenggam tangan Koko “ayolah… lupakan dia ya? Dia itu miskin. Tidak setara denganmu… nanti kau mau makan apa kalau berhubungan dengannya”
“Wow… ternyata isi pikiranmu hanya uang” Koko menepis tangan ibunya. “Pernahkah kau sekali memikirkan bagaimana perasaanku? Pernahkah?”
“Koko apa uangmu tidak cukup? Apa selama ini uang dari ayah kurang”
Koko mengepalkan tangannya. Uang dan uang, apa koko tak seberharga itu
“Keluar”
“Koko..”
“AKU BILANG KELUAR! AKU TAK SUDI MENATAP WAJAH KALIAN! SAMPAI KALIAN BISA BERUBAH AKU TIDAK SUDI JADI ANAK KALIAN!!”
Ayah dan ibu Koko tak bisa berkata apa-apa. Mereka bergegas pergi. Tak ingin mengganggu Koko yang terlihat semakin marah.
“Kau menyayangi mereka bukan?”
Koko menoleh. Seishu sedang berdiri menyilangkan tangannya. Menatap dirinya dengan iba.
“Sayang? Mereka hanya peduli dengan uang”
“Kalau kau tak menyayangi mereka, sejak awal kau seharusnya tidak membiarkan mereka mengunjungimu”
Koko terdiam. Benar juga.
Seishu menarik tangan Koko. Menatap luka sayatan di lengannya. “Baiklah aku rasa lebih baik kau tidak keluar dari rumah sakit”
“Benarkah?” Koko malah berbinar.
“Aku tidak mau melihatmu di ruang jenazah”
“Inupi…” Koko memeluk Seishu tiba-tiba. Memeluknya dengan sangat erat “aku tahu kau mencintaiku”
Seishu melepaskan pelukannya dengan keras “tidak. Aku hanya tidak mau kehilangan seorang teman”
“Yah…” Koko menunduk kecewa. Kembali ke kasurnya dan menyelimuti dirinya sendiri. “Maafkan aku Seishu… aku seharusnya lari dan mengejarmu, bukan hanya diam dan diam”
Seishu menghampiri Koko. Mengusap kepalanya lembut. “Bukan salahmu. Mungkin kita berdua memang tidak ditakdirkan untuk bersama”
“Maafkan aku” Koko terisak pelan. Membenamkan wajahnya pada bantal. Seishu menghela nafas. Meninggalkan ruangan dalam diam. Meninggalkan Kokonoi menangis dalam diam.
****
Koko tak lagi mengganggu Seishu. Ia tak lagi memanggilnya secara mendadak hanya untuk mengatakan sepatah kata tidak berguna. Ia tahu, semua tidak berguna lagi. Seishu sudah mengunci hati untuk dirinya.
Koko tidak akan berusaha lagi, kalau gangguannya membuat Seishu makin benci dirinya, Koko lebih baik diam. Ia sayang pada Seishu, namun melihat orang yang ia sayang membencinya, itu sangat menyakitkan.
Koko mungkin punya semua kekayaan di dunia, dia jentikkan jari dan keinginannya akan terpenuhi. Tapi untuk apa jika ia tak bisa bersama Seishu? Untuk apa ia punya banyak harta namun tak ada orang yang ia sayangi dan menyayangi dia?
Dari Seishu, Koko belajar untuk jadi orang yang rendah hati. Orang yang lebih baik. Seishu tak pernah mengajarkan semua itu. Tapi melihat keseharian Seishu yang sederhana, Koko belajar dengan sendirinya.
“Kau mau kemana?”
Koko menoleh. Seishu datang membawakan sarapan untuknya, yang tengah beres-beres untuk pulang.
“Oh… aku mau pulang. Aku sudah terlalu lama di sini”
“Kau yakin? Kau yakin mau pulang?” Tanya Seishu.
“Mm.. aku yakin” koko mengangguk. Membereskan apapun yang harus dibereskan. “Aku sudah minta untuk pulang ke Apartemen sendiri. Aku tidak ingin kembali ke rumah itu”
“Oh? Baguslah. Kau harus bahagia ya Koko”
Koko tersenyum. Menatap Seishu yang juga tersenyum. “Kau boleh berkunjung kalau mau”
“Tidak apa-apa… aku sibuk kerja mana bisa berkunjung” Seishu tersenyum lagi. Membuatnya Koko sangat senang.
“Makanlah dulu” ujar Seishu. “Baru pulang”
“Baiklah” Koko menurut dan duduk di kasurnya. Lalu makan makanan yang dibawakan oleh Seishu. Ia senang, Seishu akhirnya mau tersenyum padanya.
Seishu bahkan mengantarkan Koko sampai ke rumahnya, entah kenapa. “Aku hanya ingin memastikan kau sampai rumah”
“Kau benar-benar tak mau mampir?”
“Tidak apa-apa. Masih banyak pekerjaan di rumah sakit”
“Oh… baiklah”
Seishu pergi meninggalkan Kokonoi di Depan pintu. Meninggalkannya sendirian. Koko menghela nafas dan membuka pintu rumahnya. Namun ia langsung menjatuhkan barang di tangannya saat melihat Bianca, tengah duduk dengan tenang di tengah rumah.
“Halo kakak…”
“Bi-bianca? Apa yang kau lakukan di sini?”
“Mengunjungi kakakku…” Bianca bangkit. Berjalan mendekati Koko. Tangannya menggenggam sebuah pistol.
“Bianca… turunkan pistolnya…”
“Aku kesini karena ingin bertemu kakak… tapi kenyataannya dia bahkan tidak pernah ada di sini … ” Bianca tertawa. Tatapannya kosong. “Dia sudah lama pergi…”
“Bianca… tolong… tenanglah….”
“Tenang?” Ia tertawa lebih keras. “Bagaimana aku bisa tenang melihat pembunuh kakakku masih bernafas dengan tenang”
“Bianca stop-”
DORR!!
Bianca melepaskan tembakan. Namun Koko berhasil menunduk dan pelurunya menembus pintu. Koko segera menerjang Bianca. Berusaha meraih pistol sebelum ia melayangkan tembakan yang kedua. Namun kepala Bianca terantuk meja hingga tak sadarkan diri. Koko segera menjauhkan pistol dari tubuhnya. Dan terdengar suara ribut di luar.
Koko segera pergi keluar dan terkejut. Seishu ada di sana, dengan dada berlubang karena peluru meleset tadi
“INUPI!”
“ko...ko…”
Koko berlutut. Memeluk Seishu dan berusaha menahan darah yang terus menerus keluar sambil mencoba memanggil security dan bantuan.
“Inupi… sei… bertahanlah sebentar ya… kenapa kau kembali?”
“Aku.. aku melihat… mobil bianca… jadi…”
“Apa kau kesini untuk memberitahuku?”
Seishu mengangguk pelan. Terbatuk pelan. “Kau tidak apa-apa?”
“BODOH! KAU TERTEMBAK! JANGAN PEDULIKAN AKU DULU!”
“ko…”
“Sei… diamlah dulu, bantuan akan segera datang ya? Bertahanlah” Koko mulai panik. Air mata mulai mengalir dari kedua matanya.
“Maaf… maafkan… aku…”
“Kenapa kau minta maaf? Kau tidak salah??”
“Maaf… aku... membohongi… mu”
“Sei.. cukup. Jangan bicara lagi”
Seishu meraih pipi Koko. Mengusapnya lemah “aku… masih… cinta…” tak lama matanya tertutup. Tangannya terkulai lemas. Tak lagi terdengar deru nafas dari dirinya.
“Tidak! Sei.. sei kumohon bangunlah! Seishu!!” Koko terisak sambil memeluk tubuh lemas Seishu yang bersimbah darah. Ia terus menangis sampai security datang.
“Sei… bangunlah…”
******
Koko mondar-mandir di depan ruang operasi, ia tak diizinkan di sana, tapi karena beberapa Hal, Mitsuya mengizinkannya. Koko merasa bersalah karena membiarkan Seishu ikut dengannya. Ia merasa bersalah karena bukan dia yang tertembak.
Koko langsung menghampiri Mitsuya yang keluar dari ruangan operasi. “Bagaimana Sei?”
Mitsuya menatap wajah Koko dengan penuh penyesalan. Dan menariknya ke dalam pelukan. Koko langsung menangis kencang. Ia mengerti maksud pelukan itu. Koko meraung, melepas semua emosi di atas pundak Mitsuya yang juga menangis pelan.
“Waktu kematian, Kamis 1 Oktober, jam 17:19”
beberapa tahun kemudian
Kokonoi menggenggam seikat bunga. Berjalan pelan di antara batu nisan yang berderet rapi di tanah. Terus berjalan dan berjalan. Hingga sampai di depan sekumpulan batu nisan bertuliskan “makam keluarga Inui”.
Seorang gadis berambut pirang tengah duduk di depan batu-batu tersebut. Sambil merapikan sekitar makam. Ia menatap Koko “Hajime?”
“Akane…”
Gadis bernama Akane itu tersenyum. Lalu menepuk tanah di sebelahnya. “Sini”. Koko dengan tenang menghampiri Akane dan duduk di sebelahnya.
“Apa kabarmu?”
“Aku baik… Akane sendiri?”
“Aku juga baik… walau agak sepi”
“Ya…”
“Seishu pasti senang kau datang”
“Kuharap begitu” Koko menaruh bunga yang ia bawa di depan makam. Lalu berdoa sebentar.
“Hajime, apa kau masih marah pada dirimu?”
“Sedikit… tapi aku terus marah pun, tak akan membawa dia kembali bukan?”
Akane mengusap-usap pundak Koko. Menenangkan dirinya yang mulai menangis pelan. “Tidak apa-apa Hajime…”
“Mungkin kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama” isaknya “tapi aku senang, saat tahu bahwa Seishu juga masih mencintaiku”
“Hajime… cinta kalian kuat… kalau kau bisa hidup dengan baik, aku yakin Sei juga akan senang”
“Benarkah?” Koko mengusap matanya.
“Terkadang memang harus berpisah baru merasakan kekuatan dari cinta itu. Ketika bersama malah tidak terasa”
“Akane… terimakasih…”
“Sama-sama. Kuatlah Koko. Untuk Seishu”
“Ya… untuk Seishu”
Koko menutup wajahnya dengan tangan. Membiarkan dirinya terisak dan habiskan semua air matanya hari itu. Ya, untuk sekarang Koko hanya bisa melanjutkan hidup. Jadi orang yang lebih baik. Mungkin di kehidupan selanjutnya, ia dan Seishu bisa bersatu. Ia harap begitu. Tapi untuk sekarang, ia akan tetap hidup demi Seishu. Menjaga cintanya sampai waktu Koko di Dunia habis.