About Daisy


Lonceng yang menghiasi bagian depan pintu itu berbunyi dua kali. Seorang lelaki manis masuk dengan berjalan pelan, memperhatikan keadaan dalam toko yang saat itu terdapat dua orang pelanggan.

Perhatiannya tertuju pada seorang lelaki tampan yang sedang merangkai buket lily dengan terampil, dalam hati ia menyimpan kagum pada kegigihan dan kesungguhan yang terpancar saat lelaki itu melakukan sesuatu.

Begitu menyelesaikan urusannya, lelaki tampan tadi pun mengedarkan pandangan, hingga maniknya menangkap eksistensi lelaki manis yang beberapa hari belakangan ini memenuhi pikirannya. Segera ia hampiri, dan mengajak lelaki manis itu menuju tempat duduk depan toko yang teduh oleh pepohonan.

Ia pun memilih untuk membuka percakapan, “Kak Junkyu udah lama disini?”

“Enggak kok, paling 10 menit yang lalu.”

Mendengarnya membuat Haruto merasa bersalah, “Ah maaf kak, aku gak sadar.”

Junkyu menggeleng dan memasang senyum manisnya, “Gaapa, aku juga tadi kebetulan mau jemput Lena, eh taunya dia duluan balik sama pamannya. Karena udah disini, jadi sekalian aja mampir, gaapa kan?”

“Gaapa dong kak, aku juga seneng bisa ketemu kakak lagi.”

Setelahnya mereka memilih memandangi taman bagian depan toko bunga, memperhatikan beberapa kupu-kupu yang tampak sibuk dengan tugasnya, pun diiringi suara kendaraan yang saling berebut untuk lebih dulu mencapai rumah masing-masing.

Dalam keheningan yang tercipta itu, Junkyu tiba-tiba bersuara, “Ruto, aku boleh cerita?”

“Boleh. Cerita apa kak?”

“Tentang aku, Lena, dan ayahnya Lena.”

Haruto tak menjawab, melainkan langsung memposisikan dirinya menghadap samping agar dapat melihat raut Junkyu lebih jelas, lalu mengangguk mempersilahkan Junkyu memulai ceritanya.

Entah apa yang mendorong dirinya kali ini, Junkyu dapat membuka kenangan bahkan luka yang selama ini ia pendam pada Haruto, orang yang notabene masih baru sekali dalam hidupnya. Seperti ada hal yang menarik dirinya, membuat ia dapat seterbuka itu pada pria di hadapannya ini.

Selama itu Haruto tak menyela, ia mendengarkan dengan baik apa yang Junkyu ceritakan. Sesekali memperhatikan raut wajah Junkyu yang tersenyum, mengerut kesal, hingga menyendu begitu menjatuhkan air matanya.

Sesuai naluri ia mengulurkan tangan, menggenggam tangan kecil Junkyu yang entah mengapa tampak pas dalam balutan tangannya. Sesekali mengusap punggung tangan yang tampak rapuh itu, berharap mampu meringankan sedikit beban yang lelaki manis itu rasakan.

Cairan bening masih menghiasi manik cantik milik Junkyu, bahkan saat cerita panjang yang ia sampaikan itu telah usai. Dengan satu tangannya yang bebas, Haruto membantu mengusap pipi basah si manis, dan beruntung perlakuannya itu diterima dengan baik. Bahkan mungkin, jauh dalam lubuk hatinya, Junkyu menyukai semua afeksi yang Haruto berikan sejak tadi.

“Ruto..”

“Ya?”

“Boleh peluk?”

Lagi-lagi Haruto tak menjawab, melainkan langsung merentangkan tangannya, yang disambut suka oleh si manis. Pelukan yang Haruto berikan seperti menenggelamkannya, menarik semua luka yang selama ini ia simpan rapat-rapat, dan memberi sepercik kebahagiaan yang semakin lama mungkin mampu memenuhi hatinya.

Dalam pelukan itu, Haruto mengusap punggung si manis pelan, memperlakukan dengan lembut bak menjaga kaca yang mudah rapuh, sembari memberi kata-kata penenang yang mungkin bisa membantu mengikis sedikit demi sedikit beban yang lelaki dalam pelukannya itu pikul.

Hampir lima belas menit dalam posisi yang sama, hingga akhirnya Junkyu lebih dulu menyadari bahwa langit di sekitarnya kini mulai menggelap, membawa kesadarannya kembali bahwa ia harus segera pulang. Ia yang terlebih dahulu menguraikan pelukan, menatap tepat wajah Haruto yang kini memberikannya senyuman tampan,

“Makasih Ruto, makasih udah luangin waktu buat dengerin ceritaku. Kayaknya aku harus pulang sekarang, takut Lena kelamaan sendiri di rumah.”

Lelaki yang diajaknya berbicara itu lantas mengangguk, “Aku juga seneng kok bisa nemenin kakak, lain kali kalau butuh teman cerita bisa datang ke aku oke, free kok.”

Mendengarnya membuat Junkyu terkekeh kecil. “Kamu baik, pantes aja Lena suka cariin.”

“Kalau kakak, suka juga gak?”

“Eh?”

Merasakan pertanyaan yang ia utarakan itu ambigu, membuat Haruto buru-buru menambahkan dengan gugup, “E-eh sebentar ya kak, aku ada hadiah sebelum kakak pulang, tunggu dulu.”

Segera ia masuk ke dalam toko kembali, sembari meredakan detak jantungnya yang sedari tadi berdetak dengan kecepatan yang tak biasa. Tangannya dengan terampil dan cekatan merangkai bunga dan menghasilkan buket yang cantik. Setelahnya, ia menghampiri si manis yang kini telah berdiri di samping mobilnya.

“Ini kak, diterima ya.”

“Daisy? Waktu itu Lena juga bawa buket katanya dari kamu”

“Iya, ini sama kok bunganya kayak waktu itu.”

“Makasih, aku ngerepotin banget kesini terus tiba-tiba dapet bunga juga..”

“Gak kak, ini emang aku kasih khusus buat kakak. Dan lagi, kakak gak ngerepotin.”

Junkyu tersenyum manis mendengarnya, mungkin jika Jihoon ada disini ia akan kaget melihat betapa mudahnya lelaki itu tersenyum setelah sekian lama.

Ah, sepertinya Junkyu baru teringat sesuatu yang memenuhi pikirannya sejak sebuah buket daisy sampai di tangannya beberapa hari lalu, maka sebelum benar-benar berpamitan pulang, ia memilih mengutarakan pertanyaannya,

“Kalau boleh tau, kenapa daisy?”

Tak ia sangka pertanyaan ini datang lebih cepat dari perkiraan. Meski sempat ragu untuk mengungkapkannya, ia pikir mungkin kali ini tak ada salahnya berkata jujur pada lelaki manis itu,

“Daisy itu punya makna cinta yang setia dan murni—

—dan iya, bunga ini ngewakilin perasaanku ke kakak.”