bitter truths


.

hening, kedua orang yang berada dalam satu mobil itu belum ada yang berbicara sedari tadi. sesekali pram memperhatikan ken yang melamun memandang keluar jendela tak seperti biasanya. hal itu membuat pram memutuskan bertanya untuk menarik perhatian lelaki disampingnya itu.

“lo nggak mau nyoba ngampus aja ken?”

ken menggeleng sebelum menjawabnya, “nggak sampe gue tau siapa yang ngerekam dan nyebarin video itu di grup angkatan.”

ken melirik pram saat ia berbicara, memperhatikan raut wajah lelaki itu yang nampaknya tak terganggu dengan jawabannya.

“tapi kalo lo tetep gatau? lo bakal beneran ambil cuti? lo mau ngulang matkul lagi semester depan?”

ken mengernyit tak setuju, “lo kok gak semangatin gue sih, malah ngomong kayak gitu!”

mendengar nada ketus dalam jawabannya, membuat pram buru-buru menambahkan agar ken tak salah paham.

“maksud gue bukan gitu ken, gue cuman gamau lo terlalu lama gak ngampus, gosip-gosip itu juga perlahan pasti reda, kalopun ada yang nyerang lo gue pasti pasang body.”

jawaban yang terdengar manis, dapat dipastikan ken terharu mendengarnya jika saja ia tak mengetahui fakta lain beberapa jam yang lalu.

keduanya terdiam sampai kendaraan roda empat itu terhenti di depan sebuah rumah, tempat tinggal milik ken. ken keluar lebih dahulu, dan diikuti pram di belakangnya, maniknya tak menangkap eksistensi mobil jian sama sekali, yang berarti lelaki itu menuruti permintaannya.

ia hanya tak tau, lelaki yang dipikirkannya tadi sedang menahan emosi saat melihat ken yang berjalan memasuki rumah diikuti pram dari bawah pohon yang berada sedikit jauh dari rumah lelaki manis itu.

“lo bakal dapet balesannya pram, tunggu aja.”

***

“jangan diberantakin.”

ken dari arah dapur datang membawa sekaleng cemilan dan dua buah cola menuju ruang tamu, saat maniknya menangkap pram sedang mengecek kotak puzzle miliknya.

“mau main ini, ken.”

“minum dulu.”

keduanya membuka soda masing-masing secara bersamaan. ken hanya memandangi saat pram meminum cola itu dengan cepat hingga kini isinya telah tandas masuk ke dalam perutnya.

“udah kan? gue main ini ya, ken?”

ken hanya mengangguk saat pram memasang raut wajah memelas, jika keadaannya tak seperti saat ini mungkin ia akan memukul kepala pram main-main karena demi apa wajah itu sangat menggelikan.

namun kali ini suasana hati ken berbeda, dan pram masih belum menyadarinya.

ken memutuskan menghadap televisi di depannya yang disetel dengan volume rendah hanya untuk mengisi kesunyian di ruang tamu ini. dalam kepalanya terputar berbagai pertanyaan yang berbaris acak meminta terlebih dahulu dikeluarkan dari bibir mungilnya.

ia menatap sekali lagi pram yang masih asik dengan puzzlenya, kemudian beralih pada ponsel pram yang tergeletak di sofa sampingnya, hingga akhirnya menyuarakan keingintahuannya.

“pram, lo kenal dion?”

pergerakan tangan lelaki yang sedang menata puzzle itu seketika berhenti, kemudian menolehkan kepalanya agar bisa menatap ken yang kini duduk di atas sofa.

“tau, dia kan temen seangkatan kita di manajemen.”

hanya jawaban pendek yang pram beri, membuat ken tidak puas dan akhirnya bertanya lagi, “kenal gitu doang?”

“iya, emang kenapa deh? cakep ya? mau gue kenalin?”

ken menatap aneh pram yang memberi jawaban tak terpikirkan olehnya itu, ia kini bahkan tak bisa membedakan kala mana pram berbohong atau jujur padanya, semua terdengar sama.

namun terlintas dalam pikirannya, untuk mengikuti sandiwara ini dengan perlahan.

“bisa emang?”

pram mengangguk antusias, “bisa, gue sempet ke rumahnya waktu ini jadi udah lumayan akrab, lah.”

“serius? bisa dong lo ajak gue kesana biar sekalian pdkt sama mama papanya.”

pram terkekeh kecil saat mendengarnya, “mama papanya gak di rumah, orang sibuk mereka.”

“yah, padahal gue niat sekalian ambil hati keluarganya gitu, biar langsung disetujuin,” ken merengut karena masih belum puas dengan jawaban itu.

hingga akhirnya pram yang sedari tadi hanya menjawab, memasang raut wajah penasaran yang begitu kentara, “lo sesuka itu sama dion?”

meskipun awalnya ragu, ken memilih mengangguk mantap agar pram percaya. melihatnya, membuat pram akhirnya memberi solusi lain.

“dia ada adek cewek, lo bisa deketin adeknya juga kok selain ortunya.”

ken mengerjap mendengar itu, sepertinya yang pram maksud adalah karin yang baru ia temui tadi pagi menjelang siang.

“lo ada foto adeknya gak? mau liat dong.”

pram merogoh ponselnya, kemudian membuka galeri dan menunjukkan foto seorang perempuan, tepat seperti perkiraan ken.

“wahh cakep banget, mirip sama dion juga. pasti keluarganya bibit unggul semua nih!”

pram mengangguk antusias mendengarnya, “namanya karin, anaknya ramah kok baik juga, dia suka boba, suka jalan-jalan apalagi ke pantai, dia suka liat sunset, dia orangnya sensitif jadinya gampang nangis, semut keinjek aja dia nangis seharian, ahahaha!”

ken menatap pram dengan raut wajah tak terbaca, pram tampak begitu mengenal karin, hingga dengan semangat menjelaskan mengenai perempuan itu padanya. lelaki itu masih tertawa geli mengingat kenangan lucunya dengan karin, tak memperhatikan pandangan kosong yang ken tujukan kini padanya.

“lo kenal banget ya sama karin, kalian keliatannya deket.”

pram masih tak sadar nada suara ken yang berbeda dari sebelumnya, ia tersenyum lebar sembari menjawab, “iya, kita cepet klop jadi mustahil gue gak suka sama dia.”

“suka?”

pram terdiam, nampaknya baru menyadari apa yang ia katakan sedari tadi. ia pun seketika memandang ken yang kini memandangnya intens dan nampak sedikit, kesal?

“kayaknya gue mulai ngerti dikit deh.”

pram terlihat bingung mendengar perkataan ken itu.

“lo kenal dion, lo suka karin, dari deskripsi lo tadi keliatannya lo sama dion bukan sekedar temen angkatan, lo kenal dia dari lama kan, pram?”

pram baru saja akan menjawab saat ken kembali menyatakan fakta yang ia ketahui.

“dion sama karin adek kak adnan kan? oh ya, karin dulu mantannya kak adnan juga kalo gak salah. lo cemburu sama mereka, pram?”

lelaki yang ditanyainya masih bungkam. begini, sebenarnya apa yang ken katakan tadi hanya perkiraannya saja, namun sepertinya ia 100% benar, karena pram nampak tak bisa menjawab pertanyaannya sama sekali.

“jadi gue bener? lo cemburu sama kak adnan karena karin dulu lebih milih dia daripada lo?”

“lo tau darimana?” pram membalik pertanyaan yang ditujukan padanya itu.

“dari karin, tadi pagi gue ketemu dia di cafe dan ya, dia cerita banyak.”

pram bertanya was-was, “apa aja yang dia bilang ke lo?”

“lo suka dia, lo kenal sama dia dan dion dari lama. pram, padahal gue berharap lo jujur aja ke gue tentang ini semua.”

“kenapa lo tiba-tiba mau tau tentang hubungan gue sama karin? lo seriusan suka sama gue, ken? lo ada niat jauhin gue sama karin?”

kem mendengus tak percaya mendengar tuduhan tak masuk akal yang pram tujukan padanya.

“lo terlalu percaya diri, pram. gue nganggap lo temen bahkan sahabat gue, gak lebih.”

anehnya pram menghela nafas lega, ia mendekat untuk menggenggam tangan ken yang kini masih menatap tak seramah biasanya.

“lo suka sama dion kan? gue bantu lo pdkt sama dion, gue sama karin, nanti pasti seru kalau kita double date, ya kan ken?”

ken mendecih kesal, “kenapa gue harus suka sama orang yang ngejebak gue masuk ke dalam acara balas dendamnya?”

keterkejutan itu nampak jelas pada wajah pram, “lo ngomong apa sih ken?”

“lo ikut andil ngerekam video gue sama kak adnan itu kan, pram? lo yang nyebarin video itu di grup angkatan kan?”

“lo kok tiba-tiba nuduh gue gitu sih?!”

kem menghempaskan tangan pram yang sempat menggenggam kedua tangannya, ia berdiri menjauh dari pram yang kini mencoba terus menariknya mendekat.

ken terus menolak setiap pergerakannya, manik yang menatapnya kecewa itu membuat pram makin gusar, seharusnya bukan seperti ini, maunya juga bukan seperti ini. ia panik, melihat kemarahan ken di hadapannya membuat pram sedikit banyak takut, ia menyayangi ken namun keadaan memaksanya melakukan ini.

tidak ada jalan lain kali ini, untuk meredakan kemarahan ken tidak ada jalan selain ia menjelaskan alasannya melakukan semua ini.

“gue suka sama karin..”

ken yang awalnya tak acuh kini menatap pram yang menunduk sembari bibirnya terus menjelaskan.

“gue lebih dulu kenal dia, bukan adnan. tapi kenapa dia yang karin pilih? dunia gak adil sama gue, ken!”

“gue udah biarin dia bahagia dua tahun bareng karin. sekarang, dia harus rasain gimana sakitnya gue dulu, dia kehilangan karin, dan status asdosnya terancam diganti, dia pantes buat dapet itu!”

tak menyangka pram akan membenarkan tuduhannya membuat hati ken sakit, teman yang ia percaya melakukan hal di luar nalarnya, bahkan ikut menyakiti ia yang tak ada sangkut pautnya sama sekali.

“tapi kenapa harus gue pram? lo gak sadar lo ikut ngejebak gue dalam rencana lo ini? selama ini, lo anggep gue temen lo nggak?!”

sadar ken nampak masih di puncak amarahnya, pram kembali mencoba menjelaskan, “gue gak tau adnan ada hubungan apa sama lo, dan waktu pesta itu kebetulan dia ada bareng lo, gue kaget liat dia cium lo tiba-tiba, gue sempet ragu, tapi gue harus rekam itu buat hancurin adnan, dan dengan itu rencana kita bisa berhasil..”

“kita?”

“gue sama dion, dion juga ada dendam sama adnan, papa mereka terlalu sayang sama adnan dan gapernah merhatiin dion, itu yang buat kita akhirnya buat rencana hancurin adnan.”

tak terasa pipinya telah basah, mendengar semua penjelasan pram semakin membuat ia sakit hati, ia kesal karena sebegitunya mempercayai pram, bahkan mengatakan hal menyakitkan pada jian tempo hari saat ingin menjelaskan semua padanya.

ken menatap pram dengan matanya yang sedikit sembab, “dan lo ngorbanin gue, pram..gue yang gatau apa-apa lo korbanin disini..lo berlaku baik sama gue bahkan setelah lo nyakitin gue seakan sebelumnya gak terjadi apa-apa, dan bodohnya, gue bilang gue lebih percaya lo daripada jian yang gue tau gak sebusuk lo kayak gini, pram!”

pram kembali mencoba mendekat, tujuannya sekarang hanya memeluk ken dan menenangkannya, namun sepertinya itu sulit, karena ken tetap menatapnya sarat akan kekecewaan.

“gue minta maaf ken, please, niat gue bukan kayak gini, gue juga gak niat libatin lo tapi situasinya gak mendukung. lo mau maafin gue kan ken?”

ken masih terdiam, matanya menatap ke arah lain asalkan tidak pada pram yang masih merengek padanya meminta maaf. pram nampak tak gentar, walaupun ken berkali-kali mendorongnya namun tetap saja kekuatannya tak sebanding dengan milik pram.

hingga akhirnya ia mengalah, membalas tatapan pram yang memelas itu dengan tatapan sendunya.

“oke.”

jawaban pendek itu membuat pram kaget setengah mati, “lo maafin gue? serius??”

ken mengangguk kecil sebagai balasan. melihatnya, membuat pram yang semula muram dan hampir menangis, seketika menghambur pada ken dan memeluknya erat. ia menenggelamkan ken dalam dekapannya sembari bergumam terima kasih berkali-kali.

ken hanya diam tak berniat membalas pelukan itu. kepalanya sedikit pusing karena kejadian tiba-tiba ini. dagunya yang bertumpu di bahu pram kini sedikit memiring. membuat pandangannya menatap ponsel pram yang tergeletak di atas bantal sofa akibat ulahnya—

—ponsel yang layarnya menampilkan laman live instagram akun milik pram yang sedang berjalan dengan jumlah penonton hampir seribu, sejak awal pertengkaran mereka sore tadi.