failed plan


semua rencana yang telah ia susun seketika gagal saat suara sirine mobil polisi yang datang entah darimana menyusul kendaran roda empat yg ia lajukan begitu kencang sedari tadi.

seharusnya, sebentar lagi ia akan melihat wajah panik dari adik tirinya itu. seharusnya pula, sebentar lagi ia dapat membuat adik tirinya itu merasakan kebenciannya yang teramat akibat lelaki itu telah menyakiti kekasihnya. seharusnya, rencananya berjalan lancar namun semua kini semua hanya harapan belaka.

karena nyatanya, ia kini tengah mati-matian membela diri di depan seorang lelaki tua dengan seragam polisi yang beberapa menit lalu menilangnya.

suara dering telponnya bergema berturut-turut, tentu, pasti orang suruhannya itu mempertanyakan mengapa ia belum sampai di lokasi.

namun adnan memilih tak menghiraukannya, rencananya itu sudah gagal sejak awal jadi tak ada gunanya lagi untuk ia lanjutkan.

terlebih saat ken kini menatapnya dengan kesal, bercampur marah dengan mata sedikit sembap berhias titik bening yang mengilaukan bola mata cantiknya.

lelaki manis itu sejak tadi hanya diam, polisi tua di depannya itu juga tak mengajukan pertanyaan pada ken sama sekali karena adnan yang melarang.

sedangkan, dion dan nara? keduanya tengah duduk menepi, masih dengan wajah sedikit pucat akibat aksi mengebut tiba-tiba adnan tadi.

disini, hanya adnan yang ditanyai ini dan itu, alasan perbuatannya, dan bagaimana ia harus bertanggung jawab atas tindakan berbahayanya tadi.

beruntung polisi itu dapat ia ajak berkerja sama, selalu, seperti apa yang sering terjadi saat ini, berbekal beberapa tebal lembar uang, semua masalah selesai dalam hitungan detik.

keempat orang itu kini berjalan tak beriringan, dion dan nara berjalan lebih dulu, diikutin adnan yang kini merangkul, ralat, memaksa merangkul pinggang ken yang nampak telah lelah memberontak sejak tadi.

samar-samar terdengar suara percakapan dion dengan seseorang jauh disana, yang adnan yakini adalah mamanya.

“si adnan kena tilang ma, aku sama nara balik bareng mama sama papa aja, ya.”

...

“aman, adnan bawa banyak uang.”

...

“iya mama, bye aku sayang mama.”

adnan menoleh saat ken mendongak meminta perhatiannya.

“tuh gara-gara ulah kamu, duit tiket mereka jadi kebuang. nyawa aku pun ikut hampir kebuang.”

“maaf—”

“aku gak sematre itu mau sama kamu karena kamu berduit banyak, kak, aku punya ekspektasi yang tinggi karena kamu yang pinter, aku rasa kamu bijak buat ambil keputusan dan bisa bimbing aku jadi lebih baik. tapi kayaknya, Tuhan minta aku buat pertimbangin kamu lagi kali ya?”

“sayang, please..”

“aku capek, kalo kamu gabisa bawa mobil mending aku naik taksi aja.”

adnan buru-buru menggeleng dan langsung menggenggam tangan ken yang bersiap melambaikan tangannya menyetop sebuah taksi, “sorry, tapi kasih aku kesempatan buat anter kamu, aku janji gak bakal kayak tadi, ya?”

tak menunggu jawaban keluar dari mulut ken, dengan segera adnan menuntun kekasihnya itu menuju mobil mereka, dimana dion dan nara telah sampai terlebih dahulu disana.

nara dan ken telah masuk terlebih dahulu, sesaat dion yang hendak menyusul masuk, dalam sekejap adnan telah berada di sampingnya dan berbisik kecil, yang membuat raut wajah dion membeku seketika,

“sekarang lo bisa bebas dari gue, tapi lo gak bakal selalu seberuntung ini, yon.”

***

dari kejauhan, seorang lelaki berkutat dengan ponselnya di dalam sebuah mobil bersama dengan seseorang yang berada di belakang kemudi dan ikut mendengarkan percakapan keduanya.

lelaki itu, pram dan aiden.

“iya, mereka udah keluar dari kantor polisi terus sekarang pulang bareng. kayaknya sih adnan nyogok banyak makanya cepet kayak gini.”

“thanks pram, sorry ngerepotin lo, tadi jian bilang dia sibuk.”

“iya santai, itung-itung gue nyelametin ken juga. btw gue mau nanya rin,”

“ya?”

“soal rencana adnan tadi mau nyulik dion, lo serius?”