final—11:11 wish


lalu lalang tamu nampak tak berkurang sedikitpun sejak pemberkatan selesai. para tamu nampak menikmati sajian yang dihidangkan, begitu pula dengan penampilan yang ikut memeriahkan suasana.

sayangnya, hiruk pikuk itu membuat seseorang memilih memisahkan diri dan melangkah menuju balkon yang sedikit menghadap ke arah laut.

seseorang itu, si tokoh utama pemilik pesta, kenzo abimanyu.

sejak tadi ia berusaha menetralkan nafasnya. satu rahasia yang ia sembunyikan dari beberapa orang, ia tak bisa berada dalam keramaian dalam waktu yang lama.

beruntung, ia mendapat ijin untuk mengundurkan diri lebih dulu dari pesta itu dengan alasan kepalanya yang pening. dan beruntung pula, adnan memakluminya dan beralih menyambut tamu seorang diri.

deburan ombak kala itu begitu menenangkan, burung camar yang berterbangan satu dua mampu membuat pening di kepalanya berangsur mereda. ia harus berterimakasih banyak pada sian yang membantu mengusulkan tempat ini sebagai lokasi penikahannya. setidaknya, walaupun ia tak bisa tetap di dalam ruangan selama acara, ia tetap bisa menikmati pemandangan dari balkon ini.

matanya memejam lembut, surai coklatnya yang sejak tadi tertata tapi kini ujungnya melambai-lambai kecil mengikuti gerakan angin laut.

ketenangan menyelimutinya, membuat ia hampir-hampir mengantuk jika saja tak menyadari sepasang lengan kekar melingkar apik di pinggang rampingnya, memeluknya dari belakang.

nafas hangat menyapa tengkuk ken membuatnya meremang, memaksa mata yang sejak tadi terpejam itu terbuka menampilkan raut wajah sedikit kesal.

“jangan mancing deh, kak.”

masih di posisinya, adnan bergumam kecil, “lautnya dibawah sayang, mana bisa mancing dari sini?”

ken melengos malas mendengarnya. tak berniat membalas, namun kini tubuh kecilnya bersandar sepenuhnya pada tubuh tegap milik, ekhem suaminya.

ibu jarinya mengelus salah satu punggung tangan adnan yang terjalin erat di depan perutnya. sesekali adnan akan memberi kecupan kupu-kupu pada keningnya mampu membuat kekehan kecil kekuar dari bilah bibir tipis milik ken.

“masih pusingnya?”

adnan menggerakkan tangannya mengelus lembut surai coklat tempat dagunya kini bertumpu, sembari memberi pijatan kecil yang membuat ken beberapa kali memejam.

“sekarang aku ngantuk.”

“jangan tidur dulu, tinggal satu setengah jam acaranya kelar kok.”

ken mendongak membuat wajahnya menghadap rahang tegas milik lelakinya, “kalo kamu kesini, yang handle dibawah siapa?”

tangan yang awalnya berada di atas kepala ken kini beralih mengelus pipi si manis pelan, “temen-temen kamu lagi dangdutan di bawah.”

pantas saja, sayup-sayup lagu dangdut kesukaan jian mengalun menyapa indra pendengarnya. tak bisa ia bayangkan bagaimana gaduhnya keadaan di tengah gedung, ah, sudahlah ia tak ingin memikirkannya sekarang.

sekarang, ia hanya ingin bersantai sembari memandangi lautan biru muda dalam dekapan hangat lelaki kesayangannya.

hening sesaat, hingga suara berat adnan kembali terdengar memecah kesunyian diantara keduanya, “kamu percaya keajaiban gak?”

ken mengangguk, kemudian menggeleng kecil. ia memilih tak menjawab, merasa bahwa adnan ingin melanjutkan bicaranya.

“aku ada di titik terendah waktu papa akhirnya nikah sama mama karin, aku ngerasa kalo udah gak ada lagi yang bisa jadi sumber kebahagiaanku. till one day someone said that at 11:11, it's specific minute in time that fulfils the whispered wishes.”

“aku percaya gitu aja, berkali-kali aku berdoa supaya aku bisa dapet sumber kebahagiaan aku kembali, yang tulus dan satu-satunya buat aku. dan akhirnya, kamu muncul dihadapan aku dengan skenario sedemikian rupa sampai akhirnya kita ada di titik ini.”

“ken sayang, thank you for being my 11:11 wish, thank you for coming into my life and giving only happiness to me. i'm so deeply in love with you, bub.”

ken terdiam mendengar penuturan adnan yang belum pernah ia sampaikan sebelumnya itu, maniknya perlahan tampak berkilau diterpa sinar matahari, berkaca-kaca merasa terharu karena pengakuan manis adnan tadi. sungguh, salah satu kelemahannya adalah saat adnan mode serius seperti saat ini.

hiks kamu kesambet hiks apa?”

tawa kecil terdengar dari lelaki yang lebih tinggi memdengar pertanyaan itu. ken nampak sangat menggemaskan dengan hidung memerah dan mata sedikit sembabnya, sesekali pula terdengar sesenggukan.

adnan membalikkan tubuh mungil dalam dekapannya itu, membuat ken kini sepenuhnya menghadap dirinya. ibu jarinya bergerak pelan menghapus air mata yang membasahi pipi gembil milik ken. diikuti kecupan kecil di mata dan pucuk hidungnya oleh yang lebih tua.

“jangan nangis lagi, mn?”

hiks enggak bisa hiks, kamu cakep banget tau gak huwaa..”

tawa adnan kembali terdengar, ia heran, lelaki di hadapannya ini sudah berumur 21 tahun tapi kenapa ia jauh lebih menggemaskan daripada keponakan adnan yang berumur 9 bulan?

ia urung menggoda ken, lebih memilih mengelus punggung si manis guna menenangkannya. ia mencoba mencari akal lain, kemudian teringat satu hal yang mungkin saja bisa menenangkan ken lebih cepat.

“kalo kamu nangis terus, aku cium nih ya?”

“HUWAAA..”

tangis ken terdengar makin nyaring, tidak, jika dibiarkan terus seperti ini ken akan lebih cepat lelah dan berakhir demam seperti sebelumnya.

maka tanpa pikir panjang, adnan menarik tengkuk ken mendekat, menangkup wajah ken dengan kedua telapak tangannya yang lebar, pun mencium lembut bibir tipis milik suami kecilnya.

tangis ken seketika terhenti, matanya yang sembab itu mengerjap cepat, memproses apa yang adnan lakukan padanya. saat bibir adnan melumat lembut bibir bawahnya, ken seakan baru tersadar hingga memejamkan matanya menikmati ciuman lembut itu.

keduanya terlarut dalam kegiatan mereka, bahkan saat ken terengah dan memukul pelan bahu milik adnan, lelaki itu hanya menjauhkan wajahnya sedikit, memilih menempelkan kening keduanya.

begitu nafas ken nampak lebih baik, adnan kembali menempelkan bibir keduanya dan memberi kecupan kupu-kupu pada bibir mengilat di hadapannya, sebelum akhirnya berlanjut pada lumatan yang lebih dalam.

ken sampai harus memukul bahu tegap itu berkali-kali untuk menghentikan cumbuan adnan padanya, yang hanya dibalas kekehan kecil dan kecupan kilat di kedua pipi gembilnya.

ken menenggelamkan pipi memerahnya pada dada bidang adnan guna menutupi salah tingkahnya, membuat adnan gemas bukan kepalang dan berakhir mengayunkan tubuh mungil itu ke kanan dan ke kiri.

bertemankan pemandangan langit yang kini mulai nampak berpadu warna antara jingga dengan biru laut, tawa bahagia keduanya ikut menyemarakkan suasana. begitu terasa lengkap di hari bahagia kali ini, membuat mereka tak ingin hari ini cepat-cepat berakhir.

sekali lagi ken mendongakkan wajahnya, berharap dihadiahkan kecupan. adnan yang tanggap segera mencium seluruh bagian wajah ken berkali-kali membuat senyum ken makin lebar.

namun, beberapa saat setelahnya adnan tiba-tiba menghentikan kegiatannya begitu menyadari kedua tangan ken tak lagi melingkar di sekitar lehernya. atau bisa adnan perkirakan, ken tengah melambai?

“sayang, kamu dadah-dadah ke siapa?”

“eh?”

ken terdiam sejenak, bola matanya bergerak ke arah lain asal tak menatap adnan yang kini fokus padanya. tapi kemudian ia menjawab dengan cepat, “tadi tanganku pegel hehe, gaapa kok.”

adnan masih nampak tak percaya, jelas, karena sebelum tadi ia menyusul ken menuju balkon, ia menyuruh salah satu bodyguardnya untuk melarang siapapun menuju balkon bagian ini.

menyadari adnan yang menatapnya ragu, ken berinisiatif mengecup basah rahang tegas milik suaminya, membuat adnan menatapnya kaget diikuti senyuman menggoda,

“oh udah berani ya sekarang?”

kejadian selanjutnya adalah tawa ken yang terdengar bergema di balkon tempat keduanya bersama, bersahutan dengan tawa adnan yang kini asik menggelitiki pinggang ramping milik ken.

keduanya tenggelam dalam romansa yang mereka ciptakan, hingga tak menyadari kepanikan yang terjadi di lantai bawah dipicu oleh hilangnya salah satu bagian dari mereka.

your plan finally succeed, nan. ah i mean, our plan.