First Fall

.

.

.

cw // kiss

***

Perayaan pesta ulang tahun Jay hari itu sangat meriah. Meskipun yang hadir hanya teman-teman dekatnya, namun hingar bingar pesta itu tidak berkurang sama sekali.

Junkyu dan Arin yang saat itu memilih memisahkan diri dari kerumunan memilih balkon lantai dua rumah Jay sebagai tempat untuk bersantai. Beruntung bagi mereka, karena pemandangan yang tampak dari ketinggian itu memang sangat indah.

Tak banyak yang mereka bicarakan, hanya bertukar cerita ringan, sama seperti yang mereka lakukan dua minggu terakhir ini. Selama itulah, Junkyu telah mencoba membuka hatinya dan berubah menjadi kekasih Arin yang baik hati.

Beberapa menit yang lalu, Arin meminta ijin untuk pergi ke toilet, meninggalkan Junkyu seorang diri yang saat itu sedang fokus mengabadikan pemandangan yang terpampang di depan mata.

Angin yang berhembus cukup membuatnya kedinginan, terlebih saat itu ia hanya menggunakan kemeja putih tanpa jas yang ia tinggalkan di dalam mobil.

Omong-omong, ia juga tak banyak minum, hanya setengah gelas, itupun karena ia mengingat kewajibannya untuk membawa pulang Arin dengan selamat. Sebenarnya ia masih haus, tapi tak apa, nanti ia bisa memesan minuman lain yang lebih aman.

Keheningan di balkon kala itu, menghanyutkan Junkyu dalam lamunannya. Tapi tak lama setelahnya, kegiatannya terusik oleh suara berat yang tiba-tiba terdengar begitu dekat di samping telinga,

“Lo ngapain sendirian disini?”

Terkejut pasti, ia pun refleks mendorong bahu laki-laki yang telah berani mengganggu lamunannya. Begitu menyadari itu adalah orang yang akhir-akhir ini ia hindari, membuatnya mengerutkan kening bingung,

“Bukan urusan lo, lagian tau darimana gue disini?”

“Ramalan Doyoung.”

Jawaban itu membuat Junkyu refleks memukul bahu Haruto lumayan keras.

“Aduh, santai dong. Gue kesini mau ngecek lo, siapa tau lo tiba-tiba niat loncat dari sini kan bahaya.”

Junkyu memutar bola matanya malas mendengar alasan tak masuk akal itu.

“Ngaco, mabok ya lo?”

“Sedikit, untung naik tangga tadi gak kepleset.”

Mungkin, lama tak berbincang dengan Haruto membuat Junkyu merindukan percakapan random seperti ini. Ia pun menolehkan kepala ke samping, menyadari Haruto yang seperti mencari sesuatu,

“Ngapain?”

“Arin mana? Bukannya tadi sama lo?”

“Ngapain cari pacar gue? Mending lo samperin pacar lo gih, pasti bingung nyari lo yang tiba-tiba hilang.”

“Lo cemburu?”

“Gak usah kepedean, gue udah punya pacar!”

Ucapan ketus dari Junkyu tadi membawa kecanggungan antara keduanya. Junkyu yang bingung apakah jawabannya tadi menyinggung Haruto, dan Haruto yang kebingungan mencari topik baru.

Sampai akhirnya Haruto kembali bersuara,

“Cil?”

Panggilan ini, sungguh Junkyu sangat merindukannya.

“Hm?”

“Lo, gak kangen gue?”

Mendapat pertanyaan mendadak macam itu membuat Junkyu bungkam.

“Kalau gue nih, gue kangen lo, kangen banget malah. Kangen kita main bareng, kangen peluk-peluk lo, apa gue aja yang ngerasa kayak gini?”

Dalam otaknya, sudah tersusun jawaban untuk menyangkal segala perasaan rindu yang juga ia rasakan, namun yang keluar dari dua bilah bibirnya tak sesuai harapan,

“Kangen.”

Mendapat jawaban yang ia harapkan, membuat Haruto senang bukan main. Hingga akhirnya ia tak sadar memangkas jaraknya, menarik pinggang Junkyu untuk semakin mendekat.

Junkyu juga tak banyak bereaksi, ia awalnya terkejut, namun tubuhnya mengikuti kata hati untuk mengalungkan tangan ke arah leher Haruto.

Hingga Haruto membawa wajahnya mendekat, ibu jarinya ia bawa mengelus pelan bibir bawah Junkyu.

“Mau?”

Seolah tersihir, Junkyu hanya mengangguk sebagai respon.

Dan setelahnya bibir tebal Haruto pun menempel sempurna pada bibir tipis Junkyu. Mengecup tipis-tipis, namun mampu menerbangkan kupu-kupu dalam perut kedua orang yang sebenarnya memiliki perasaan yang sama ini.

Manis bibir Junkyu yang ia kecap membuat Haruto memberanikan diri melakukan lebih. Satu tangannya ia bawa ke belakang tengkuk Junkyu guna memperdalam ciuman keduanya, yang direspon dengan baik oleh sang lawan.

Tangan Haruto yang satu sedari tadi mengelus pelan pinggang Junkyu, hingga terdengar lenguhan dari bilah bibir Junkyu yang sedikit membengkak, membuat keduanya tiba-tiba tersadar dengan apa yang telah mereka lakukan.

Junkyu yang terlebih dahulu melepaskan diri, mendorong pelan tubuh Haruto yang sedari tadi mendekap erat tubuhnya, kemudian merapikan penampilannya untuk menutupi kegugupan. Tak jauh beda dengan Haruto yang kini mengalihkan pandangan ke arah mana saja asal tak menatap laki-laki manis yang telah membuatnya lupa diri itu.

“Kayaknya gue harus turun, Arin udah nunggu di bawah. Gue duluan.”

Dan akhirnya, Haruto ditinggalkan begitu saja bersama angin malam yang menjadi saksi dua orang yang tetap denial dengan perasaannya.