First Fall

.

.

.

.

“Pasang seatbelt, cil.”

Masih dengan nafas yang terengah-engah, Junkyu menuruti perintah dari laki-laki di sampingnya itu. Bahkan kini ia masih mengatur nafasnya, akibat berlari dari lantai dua untuk segera menghampiri Haruto yang sudah hampir setengah jam menunggu di depan rumahnya.

Perjalanan mereka sore itu sangat hening, tidak ada lagu yang menemani karena Junkyu yang meminta. Si manis juga lebih memilih mengarahkan pandangannya ke luar jendela, menghitung pepohonan dan mobil-mobil yang terlewati.

Beberapa menit fokus dengan jalan di hadapannya, Haruto menoleh pada lelaki manis di sampingnya yang sedari tadi hanya diam. Kini laki-laki itu tampak gelisah, sambil sesekali memperhatikan ponselnya.

“Kenapa?”

“Ini, Juju ngira gue pergi sama Arin, tapi Jay bilang Arin abis dari rumahnya. Alamat gue kena sidang nih bentar lagi..”

“Lo sepanik itu? Belum bilang yang sebenernya?”

“Kalo gue bilang putus sama Arin, Juju pasti marah.”

“Kan bentar lagi gue bantu lo balikan?”

Mendengar jawaban Haruto itu, seketika membuat mood Junkyu turun. Harusnya ia merasa senang, karena itu adalah permintaannya dan Haruto pun menepati janji membantunya, tapi untuk kali ini bukan jawaban itu yang ia harapkan.

Haruto yang menyadari bahwa lelaki di sampingnya itu kembali diam menjadi bingung, berpikir mungkin saja ia sempat salah bicara. Ia pun memutuskan untuk mencairkan suasana yang tiba-tiba canggung,

“Gue ada rekomendasi toko es krim baru, mau gak cil?”

Junkyu yang mendengar tawaran itu langsung menatap Haruto dengan mata berbinar, “Es krim? Mau!!!”

Akhirnya, senyum Junkyunya kembali lagi.

“Iya, jadi jangan cemberut terus, ok? Nanti gue traktir es krim yang banyak.”

“SIAPP BOS!!”

***

Kedua laki-laki itu memilih tempat tepat di samping kaca karena pilihan si manis. Supaya bisa lihat orang-orang yang lewat, katanya.

Begitu pesanan mereka datang, Junkyu tanpa basa-basi langsung mencicipi es krim yang ia pesan. Karena tawaran Haruto yang mengatakan akan mentraktirnya tadi, ia pun sekaligus memesan dua porsi berbeda rasa. Ia tentu tak menyia-nyiakan kesempatan ini.

“Pelan aja, gak ada yang mau curi es krim lo, cil.”

Junkyu hanya menatap Haruto malas sebagai balasan. Ia kembali fokus dengan es krim di hadapannya.

“Soal lo mau balikan itu, lo serius?”

“Menurut lo?”

Fifty fifty, lo kelihatan ragu buat balikan kalo gue perhatiin.”

“Kalo kayak gitu mending lanjut apa gak usah?”

“Kalo lo gak yakin buat balikan, artinya lo gak yakin juga sama perasaan lo. Jadi buat apa kalo tetep dilanjut?”

“Oke.”

Bingung dengan jawaban singkat dari Junkyu itu, Haruto yang awalnya berbicara sambil menyantap es krimnya, kini memfokuskan penuh pandangannya pada lelaki manis yang masih asik dengan es krimnya itu.

“Maksud lo gimana?”

“Yaudah gue gak usah balikan. Mending gue cari orang lain aja.”

Haruto mengangguk mendengar jawaban si manis, kemudian menimpalinya,

“Tapi kenapa harus cari orang lain lagi, kalo ada orang di hadapan lo ini?”

Fokus Junkyu pada es krimnya langsung buyar, tergantikan tatapan bingung yang kini ia berikan pada Haruto. Haruto yang saat itu juga sedang menatap wajah Junkyu yang entah mengapa tampak berkali-kali lipat lebih manis, membalas tatapan itu dengan senyum lebarnya.

“Gue bilang pelan aja makan es krimnya, lihat kan belepotan gini..”

Haruto mengarahkan ibu jarinya mengusap lembut sisa es krim di sudut bibir Junkyu, jari telunjuknya tak diam ikut bergerak mengelus pelan pipi chubby si manis. Junkyu masih terdiam saat melihat Haruto yang membawa ibu jari dengan sisa es krim itu ke depan bibirnya sendiri,

“Manis, kayak bibir lo.”