First Fall

.

.

.

.

Laki-laki manis itu menempati salah satu bed UKS paling ujung. Gerutuannya terdengar menggema, tentu, karena hanya ia seorang diri yang kini ada di tempat itu.

Awalnya ia berpikir ia bisa menghadapi tatapan-tatapan tidak suka atau ingin tahu yang diberi warga sekolah hari ini, namun begitu membaca salah satu cuitan di base sekolah yang cukup ramai itu, tiba-tiba nyalinya menciut.

Mendadak, Junkyu tidak bisa berpikir jernih untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di hadapannya. Berakhir ia yang mengurung diri di UKS pagi ini.

Belum lagi karena pikiran kalutnya, ia malah memberi tahu keberadaannya saat ini pada Haruto, salah satu orang yang ia ingin hindari seharian ini.

Terlalu asik melamun, tanpa sadar pintu UKS itu tiba-tiba terbuka pelan. Langkah kaki siswa yang baru masuk itu terdengar mendekat ke arah tempatnya duduk, diikuti tersibaknya tirai yang ada di hadapannya dan menampilkan sosok Haruto dengan wajah yang amat khawatir.

“Lo gak kenapa kan, cil? Sakit apa? Udah diobatin belum? Lo kok gak tiduran sih?”

Diserang dengan banyak pertanyaan begitu membuat si manis bertambah pusing. Ia memutar bola matanya malas sebelum membalas pertanyaan Haruto.

“Jangan banyak tanya, gue pusing.”

Melihat wajah dihadapannya yang lumayan pucat, membuat tangan Haruto refleks menyentuh dahi Junkyu untuk mengecek suhunya.

“Lo gak demam, pusingnya masih ya?”

“Hm.”

“Sini.”

Bukannya membaringkan tubuh Junkyu, Haruto memilih untuk membawa tubuh mungil si manis masuk dalam dekapannya. Ia juga tak tahu apa alasannya melakukan hal itu.

Beberapa kali ia tepuk pelan punggung laki-laki dalam pelukannya, sesekali mengelus pelan rambut belakangnya untuk menyalurkan rasa nyaman. Ia juga memberi kata-kata penenang yang mungkin saja Junkyu butuhkan saat ini.

Tak lama setelahnya, dapat ia rasakan tubuh itu bergetar, seragam bagian depannya juga sedikit basah. Tapi tak apa, mungkin si manis perlu sedikit menumpahkan air matanya untuk menenangkan diri. Dalam hati Haruto berjanji akan mencari tahu siapa penyebar kebencian yang ditujukan pada Junkyu di base sekolahnya itu. Ia tak akan tinggal diam karena hal ini membuat Junkyunya menangis.

Setelah merasa lebih tenang, Junkyu mendorong sedikit tubuh Haruto guna melonggarkan pelukan mereka. Namun tubuh mereka tak terlalu berjauhan, tangan Haruto pun masih melingkar di pinggang Junkyu dengan nyaman.

“Udahan nangisnya? Masih perlu pelukan gue gak?”

Mendengarnya membuat Junkyu sedikit malu. Bahkan ia tak sadar memeluk Haruto sangat erat dan menangis di hadapan laki-laki itu. Karenanya, dia sedikit menarik diri agar lepas dari pelukan Haruto. Namun sebelum itu, Haruto memilih mengeratkan tautan tangannya di pinggang si manis.

“Diem dulu, lo bahkan belum jelasin apa-apa ke gue, cil.”

“Gak ada yang perlu gue jelasin.”

“Lo pacaran sama Jae?”

“Gak. Dan itu bukan urusan lo!”

“Cill...”

“Apasih?”

Beberapa menit tak mendapat balasan, membuat Junkyu yang awalnya menoleh ke arah pintu membawa pandangannya menuju wajah Haruto yang kini berjarah satu jari dengan wajahnya.

Ia tak bisa mengartikan tatapan dalam yang Haruto berikan padanya, tapi ia memilih untuk membalas tatapan itu, seperti saling menyampaikan hal-hal yang tak bisa mereka utarakan satu sama lain selama ini.

Hingga Haruto membawa wajahnya lebih mendekat dengan pandangan yang terfokus pada bibirnya, tubuh Junkyu malah merespon dengan menutup matanya, merasakan nafas Haruto yang mulai mengenai wajah membuatnya semakin tersipu.

Pikirannya untuk menjauh dari Haruto nampaknya tak direspon baik oleh tubuhnya. Sekarang, bahkan ia menunggu bibir lembut Haruto menyentuh bibir tipisnya. Namun sebelum itu semua terjadi, sebuah suara membawa mereka berdua kembali ke kenyataan,

Cekrek

Ah sepertinya setelah ini, masalah yang ia hadapi bertambah satu lagi.