First Fall

.

.

.

.

Duduk berdampingan di sofa ruang tamu, dan dalam keadaan canggung seperti kali ini benar-benar bukan pilihan. Sedari tadi keduanya ingin berinisiatif memulai pembicaraan, namun tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut mereka.

Jaehyuk sudah pulang sedari tadi, meninggalkan dua orang yang kini bergulat dengan pikirannya masing-masing. Ia tadi hanya menjalankan rencananya, mengantarkan Haruto kepada Junkyu, dengan alibi ingin menjenguk dan membawa es krim.

Bahkan es krim yang tadi dibawa Haruto berkunjung itu pun hanya tergolek di meja tengah, tanpa tersentuh sama sekali.

“Cil..”

“Ya?”

Dalam hidupnya, baru kali ini Haruto merasa sulit untuk memulai pembicaraan dengan orang lain, apalagi dengan tujuan mengutarakan perasaannya terlebih dahulu pada orang yang betul-betul ia sukai.

Menarik nafas perlahan, kemudian ia melanjutkan kata-katanya, “Maaf.”

“Huh?”

Wajah kebingungan Junkyu sangat menarik di mata Haruto, oh tidak, sebenarnya apapun ekspresi Junkyu itu terlihat menarik di matanya. Ia memutuskan untuk menatap Junkyu lembut sembari memantapkan hati untuk mengungkapkan tujuannya kemari,

“Gue mau minta maaf, maafin orang bodoh kayak gue ya, cil. Gue tau, gue udah nyakitin lo berkali-kali, tapi gue masih aja gak sadar sama apa yang gue lakuin.”

“Ruto..”

“Gue juga minta maaf karena masih gak jujur soal perasaan gue..”

“Maksud lo?”

“Perasaan gue, yang baru gue sadarin beberapa hari lalu, tepatnya sejak lo ngejauh dari gue. G-gue suka...sama lo, cil..”

Sebentar, apa Junkyu barusan salah dengar? Haruto mengatakan bahwa laki-laki itu menyukai dirinya?

Haruto membawa ibu jarinya mengelus pipi kanan Junkyu perlahan, menyalurkan kehangatan sekaligus besarnya rasa sayang dan cinta yang ia simpan selama ini untuk laki-laki manis dihadapannya itu.

Perlakuan lembut Haruto pada dirinya tak pernah gagal membuat Junkyu semakin jatuh, bertekuk lutut pada pesona Haruto yang telah membuatnya mabuk kepayang.

Junkyu menutup matanya perlahan, menikmati elusan lembut di pipinya yang membuatnya sedikit mengantuk. Ia bahkan tak sadar saat nafasnya bertubrukan dengan nafas laki-laki yang berada dihadapannya itu.

Karena kaget, Junkyu tiba-tiba membuka matanya, dan mendapati wajah Haruto yang kini berjarak kurang dari dua sentimeter tepat di depan wajahnya. Manik tajam Haruto menatap maniknya lembut, seolah meyakinkan kata-kata yang diucapkannya tadi.

Perlahan wajah Haruto mendekat, mengecup lembut bibir tipis Junkyu. Hanya sekejap, tapi mampu membuat keduanya sama-sama merona.

Senyum lebar terpatri di wajah tegas Haruto, membuat Junkyu semakin salah tingkah. Kekehan kecil terdengar dari bilah bibir si tampan, menertawai tingkah lucu si manis yang dipujanya itu.

Karena terlalu malu, Junkyu refleks melingkarkan tangannya pada leher Haruto dan menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher milik Haruto yang tampak nyaman. Beberapa kali ia mengusakkan rambutnya sendiri, membuat geli laki-laki yang sedang ia peluk itu.

“Cil, lo suka sama gue gak? Gue pengen tau perasaan lo juga..”

“Suka..”

“Beneran? Jadi gue gak bertepuk sebelah tangan dong?”

“Bener..”

“Sekarang kita pacaran?”

“Nggak mau.”

“Kenapa? Gue kurang cakep ya?”

“Bukan..aku suka ruto, suka banget, aku sayang ruto, sayangggggg banget, i love you so much and you already know that, but..”

Masih dalam pelukan kecil mereka, Haruto membeo, “But?”

Make me believe that your love for me is real, can you?”