FIX IT

Matanya pemuda itu mengerjap perlahan, menyesuaikan dengan sinar matahari yang masuk melalui jendelanya. Setelah merenung 5 menit lamanya, ia kembali teringat apa yang ia lakukan kemarin malam. Sadar karena lagi-lagi ia tertidur setelah menangis cukup lama. Huh, matanya kan jadi bengkak, jeongwoo gak laik!

“Kayaknya gue mulai gila kalau begini terus”, gumamnya.

Ia segera menuju kamar mandi, membersihkan diri, kemudian menuju ruang tengah untuk sarapan. Rumahnya sepi, tentu semua penghuni ini sudah berangkat amat pagi dan meninggalkannya seorang diri.

“Gak biasanya gue mellow kayak ini, hahh..”

Setelah merenungi nasibnya sambil sarapan, Jeongwoo buru-buru mengambil tasnya dan menuju motor kesayangannya. Ingin hatinya membolos kelas, tapi hari ini ada tes yang tidak bisa ia lewatkan, jadi ia harus melawan egonya sendiri. Mari berdoa agar ia selamat sampai tujuan.


Kini ia ada di kantin seorang diri. Jika kalian pikir Jeongwoo tidak punya teman, kalian salah. Ia termasuk salah satu primadona sekolah, dan banyak yang ingin berteman dengannya. Saat ini ia sedang menunggu Junghwan yang berinisiatif membelikannya makan karena sejak tadi ia hanya diam melamun.

“Wo, nih makanan lo”, ucap Junghwan sambil menyodorkan sepiring batagor dihadapan Jeongwoo

“Thank you ya wan, sorry gue ngerepotin”

“Gaapa wo, btw lo pucet, mau gue anter ke UKS nanti?”

“Gausah wan, gue sehat-sehat aja kok”

“Masih soal 3 hari lalu?”

Jeongwoo menunduk mengingat kejadian itu. Tidak ada di bayangannya ia akan mengalami hal ini, karena yang ia pikirkan hubungannya akan baik-baik saja. Namun sepertinya takdir berkata lain. Ya, 3 hari lalu ia berselisih dengan kekasihnya, hanya permasalahan kecil tapi Jeongwoo tidak dapat berpikir jernih hingga memutuskan hubungannya begitu saja. Dan yah, akhirnya ia menyesali perbuatan sepihaknya itu sekarang.

Menyadari temannya yang semakin murung, Junghwan perlahan mendekat dan menepuk punggung Jeongwoo perlahan.

“Gue tau kalo lo bakan bertindak bodoh kayak gitu Wo, tapi gaada salahnya lo minta maaf dan minta kejelasan ke Haruto, sebelum semua itu terlambat”

Jeongwoo yang dikatai bodoh hanya dapat meringis dan mengumpati Junghwan dalam hati.

“Tapi Wan, lo tau kan dia juga gak ada ngehubungin gue semenjak itu, gue rasa dia juga udah pengen putus tapi nunggu gue yang bilang duluan”

Junghwan sudah kehabisan kata untuk menasehati temannya ini, memang begitu, Jeongwoo selalu keras kepala dan tidak mau mencoba sarannya. Akhirnya, ia hanya akan memberikan waktu sendiri agar Jeongwoo dapat mendinginkan kepalanya.

“Gue yakin sama keputusan yang lo buat Wo, pikirin sekali lagi apa yang gue bilang tadi oke. Sekarang mending kita ke kelas, udah bel”, ajak Junghwan yang hanya disauti dengan gumaman tidak jelas dari Jeongwoo.

Tanpa mereka sadari, orang yang mereka bicarakan memperhatikan mereka dari meja yang tak jauh dari tempat mereka saat ini dengan raut wajah yang tak terbaca.


Pulang sekolah, Jeongwoo memilih untuk langsung pulang dan mengistirahatkan tubuhnya. Sebelumnya ia menitipkan motornya pada Junghwan dan memilih untuk naik bus untuk menenangkan diri. Junghwan yang awalnya bingung menerima kunci motor itu dengan senang hati karena ia bisa menghemat uang kali ini.

Tak lama menunggu di halte, pemuda itu segera naik ke bus tujuan dan mengambil satu kursi di depan kursi paling belakang dan menyandarkan kepalanya pada kaca. Tujuannya berubah, ia ingin pergi ke taman dekat rumahnya sebentar.

“Apa iya gue harus minta maaf duluan? Tapi gue kan gak salah hmm.. Ah elah, saran si Wawan emang gaada yang bener”

Tak terasa ia sudah sampai tujuan. Beruntungnya, taman jauh lebih sepi dibandingkan hari-hari sebelumnya, jadi ia dapat dengan bebas bermain disini, atau mungkin menangis kembali. Pemuda manis itu berjalan menuju salah satu ayunan, kemudian duduk disana. Lagi-lagi, ia terlarut dalam pikirannya.

Jeongwoo sebenarnya bukan orang yang cengeng, namun sifat ini tiba-tiba saja menjadi bagian dari dirinya setelah berpacaran dengan Haruto, laki-laki dingin yang tidak banyak ekspresi. Ia menyadari bahwa sebesar apapun ia marah pada kekasihnya itu, ia tetap menyayangi dan sudah memaafkannya.

Bodohnya, ia memutuskan hubungan itu sepihak dan tak ada harapan Haruto akan datang padanya duluan, karena memang biasanya seperti itu. Tak terasa air matanya jatuh kembali saat memikirkan hal itu, sungguh kali ini ia sangat merindukan kekasih, ralat mantan kekasihnya yang dingin itu. Udara yang dingin malah semakin membuatnya terisak, ia merindukan pelukan itu sekarang.

“Kenapa sendirian di taman sih?”

Suara berat itu terdengar tepat di samping telinganya, dan pelaku yang berbisik itu juga memeluknya dari belakang. Tak salah lagi, ini..

“Kenapa baru menemuiku? Kenapa tidak mengabarikan selama ini? Kenapa aku harus terus menangis semenjak hari itu, kenapa Haru?”

Tangisan Jeongwoo mulai makin keras, Haruto yang panik segera berbalik dan berdiri di hadapan Jeongwoo seraya menenggelamkan pemuda manis itu dalam pelukannya.

“Hei, jangan menangis terus dong, kamu jelek tau kalau nangis gini”, ucapnya santai dan membuatnya dihadiahi pukulan kecil pada lengannya.

“Kamu lupa kamu mutusin aku?”

“Soal itu..”

“Coba kasi tau aku alasan kamu tiba-tiba mutusin aku, yang jujur”

“Aku denger kamu mau pergi ke Jepang waktu kamu lagi ngomong sama Doyoung di rooftop. Kamu tau kan, aku selalu kesepian, di sekolah, di rumah, dan berkat kamu aku jadi merasa lebih hidup lagi, tapi kenapa sekarang kamu malah ninggalin aku, Haru?”, adunya masih dengan terisak dalam pelukan Haruto

Tak taunya, Haruto tertawa lepas mendengar alasan Jeongwoo barusan. Ia tak habis pikir kenapa kekasihnya ini lucu sekali.

“Tuh kan kamu mah malah ketawa, kamu beneran mau ninggalin aku ya?”

Haruto merasa pelukan pemuda dalam dekapannya ini mengerat, lalu ia menatapnya lembut sambil mengelus kepala Jeongwoo.

“Aku gak ke Jepang, sayang. Aku cuma mau nganter adik aku, lagipula aku masih sekolah disini kan. Dan please, jangan pernah mikir kalau aku bakal ninggalin kamu. Kalaupun iya, kita bisa cari solusinya bareng-bareng kan?

Kamu terlalu berharga buat nangis kayak gini, aku gasuka liat kamu murung, bahkan bolos sekolah cuma untuk ngehindarin aku. Aku mau jelasin, tapi aku pikir kamu perlu waktu buat berpikir supaya kita ga berantem lagi. Dan taraa, sekarang aku disini kan buat jelasin semuanya”

“Jadi kamu gak ke Jepang? Gak ninggalin aku?

“Engga maniss, kamu sih nethink mulu”

“Terus aku rugi banget dong nangis-nangis dari 3 hari lalu?”

“Kan aku bilang juga kamu jelek kalo nangis”

“Ih Harutoooooo!!”

Haruto hanya bisa tertawa dan mengeratkan pelukan mereka kembali sambil sesekali mencium puncak kepalanya, senang rasanya sudah menjelaskan semua pada Jeongwoo. Ah iya, ia baru ingat satu hal.

“Lucu banget sih mantan aku ini”

“Kok mantan?”

“...”

“Haru..”

“Hmm..”

“Jadi pacar aku lagi ya?”

-end