—; harukyu au

“Ah senangnyaa...”

Pekikan penuh kebahagiaan keluar dari bibir mungil seorang anak laki-laki di pagi hari itu. Akhirnya ia dapat menghabiskan waktu luangnya di taman ujung kompleks, setelah kemarin seharian mendekam di rumah akibat hujan salju yang cukup deras.

Salju-salju putih itu beberapa masih menumpuk di sekitaran taman, membuat anak laki-laki manis bernama Junkyu itu sedikit kedinginan, dan membuatnya lebih merekatkan jaket tebal yang menempel pada tubuhnya.

“Pasti lebih seru kalau teman-teman ikut bermain, hmm.”

Memang benar, pagi itu ia seorang diri di taman. Jarang orang tua yang akan mempersilahkan anaknya untuk bermain di luar di tengah cuaca yang cukup ekstrim ini, namun berbeda dengan Junkyu yang memiliki seribu satu akal untuk meloloskan diri.

Sembari tangan mungilnya yang mulai bermain dengan salju disana, ia mendengar derap langkah mendekat ke tempatnya bermain.

Begitu menoleh, ia mendapati seorang anak laki-laki yang mungkin seusianya, menatap acuh pada kegiatan yang ia lakukan. Anak laki-laki itu memakai jaket tebal lengkap dengan sarung tangan tebal yang melindungi tangannya. Nampak seperti anak orang kaya, pikirnya.

“Hai, siapa namamu?”, sapa Junkyu pada laki-laki itu.

Namun tampaknya, anak laki-laki di hadapannya itu tidak berniat untuk berkenalan. Tak apa, Junkyu akan berusaha membuatnya berbicara agar ia ada teman bermain di taman ini.

“Apa yang kau lakukan disini? Apakah kau pernah bermain salju?”

Masih tidak ada jawaban.

“Pernah membuat boneka salju tidak?”

Walaupun tetap tidak ada jawaban, Junkyu tidak menyerah.

“Apa kau tidak mau bermain?”

“Aku punya banyak mainan mahal di rumah, kalau aku mau bermain salju, kedua orang tuaku akan membawaku pada tempat indoor yang megah dan di dalamnya ada salju juga. Aku tidak perlu susah-susah untuk membuat boneka salju karena paman pasti akan membuatkannya untukku.”

“Ah, akhirnya kau berbicara juga.”

Tak bohong, Junkyu merasa senang karena anak laki-laki di hadapannya mau berbicara, walaupun jawabannya tidak sesuai dengan pertanyaan yang ia ajukan.

“Mau membuat boneka salju bersamaku?”

Anak laki-laki tadi kembali tutup mulut, membuat Junkyu menghela napas pelan. Ia pun mulai berjongkok dan mengumpulkan gumpalan salju untuk ia ubah menjadi boneka salju yang ia harapkan.

Nampak tertarik, anak laki-laki tadi kemudian mendekat pada Junkyu dan ikut membantu mengumpulkan gumpalan-gumpalan salju yang lebih kecil.

Melihatnya masih dengan sarung tangan tebal, Junkyu memberi ide untuk melepaskan sarung tangan laki-laki itu agar lebih bisa merasakan salju yang akan disentuhnya. Tak banyak bicara, anak itu mengikuti saran Junkyu. Awalnya cukup dingin, tapi seru juga, pikirnya.

“Namaku Haruto.”

Junkyu sedikit menoleh lalu tersenyum kecil, dan keduanya kembali melanjutkan kegiatan membuat boneka salju mereka.

Tak terasa hampir satu jam mereka berkutat dengan salju-salju itu, dan boneka salju yang mereka inginkan sudah berdiri kokoh di hadapan mereka. Senyum lebar muncul di bibir Junkyu, begitu pula Haruto yang tersenyum tipis melihat karyanya.

Junkyu mengajak Haruto menuju kursi taman yang tak jauh dari boneka salju buatan mereka. Mereka duduk bersisian dengan jarak kecil diantara mereka.

Tak lama setelah mereka berdiam diri di kursi itu, Junkyu mendengar gemeletuk pelan dari anak laki-laki di sampingnya. Ia menoleh, dan yang ia dapati ialah badan Haruto yang gemetaran dengan dua tangannya yang saling menggosok satu sama lain.

Melihat itu, Junkyu segera mengulurkan tangannya dan menggenggam kedua tangan Haruto. Benar, kedua tangan itu sangat dingin, berbeda jauh dengan tangannya yang lumayan hangat.

Genggaman tangannya ia eratkan, beberapa kali juga Junkyu meniup tangan dingin itu agar lebih hangat. Haruto hanya diam saja sambil memperhatikan apa saja yang Junkyu lakukan pada tangannya.

“Kenapa tanganmu dingin sekali?”

“Ibuku melarang untuk membuka sarung tangan jika di luar.”

“Loh? Lalu kenapa kau buka tadi?”

“Aku...kan kau yang menyarankannya tadi?”

“Maafkan aku, Haru. Sekarang pakai saja sarung tanganmu dulu.”

“Tak apa, nanti saja. Sekarang kan ada tanganmu?”

“Okeoke, sepertinya tanganku lebih hangat dari sarung tanganmu ya.”

Haruto tidak menjawab melainkan memalingkan wajahnya, membuat Junkyu tersenyum lebar karena bisa menggoda laki-laki di hadapannya ini.

Sebenarnya tak salah juga. Haruto akui kalau genggaman tangan Junkyu jauh lebih hangat dan nyaman pada tangannya.

Junkyu tak menolak saat ia mengeratkan genggaman tangan-tangan kecil mereka itu. Dalam jarak yang lumayan dekat ini pula, Haruto dapat mengagumi pipi chubby kemerahan Junkyu yang sangat menggemaskan.

“Apa kau masih merasa bersalah?”, tanya Haruto pelan.

“Hmm, sedikit.”

“Kalau begitu kemari, mendekatlah.”

“Lalu?”

“Peluk aku, buat badanku lebih hangat lagi.”

Junkyu tertawa kecil, walau ia tahu itu hanya akal-akalan Haruto, tapi ia tak menyesal telah memeluk anak laki-laki yang baru ia kenal itu, karena hangat pelukan mereka akan masuk dalam daftar hal favoritnya selama musim salju.

.

.

.

—fin.